Putin Tantang Obama Buktikan Suriah Gunakan Senjata Kimia Dan Akan Bantu Suriah Jika AS Menyerang (Krisis Suriah Part-2)
Putin Tantang Obama Buktikan Suriah Gunakan Senjata Kimia
Presiden Rusia Vladimir Putin menantang Amerika Serikat untuk menghadirkan bukti tuduhan Suriah menggunakan senjata kimia dalam mengatasi kelompok pemberontak ke Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa (DK PBB). Putin menilai tuduhan AS terhadap pemerintahan Bashar al-Ashad hanya bualan saja.
”(Tuduhan) Itu omong kosong,” kata Putin seperti dikutip BBC, Sabtu (31/8/2013).
Pernyataan Putin itu muncul setelah inspektur PBB mengakhiri investigasi di Suriah. Tim PBB telah menyeberang ke negara tetangga Suriah, Libanon setelah 4 hari melakukan inspeksi.
Termasuk, menyelidiki insiden tewasnya ratusan warga termasuk anak-anak di pinggiran kota Damaskus, 21 Agustus 2013 lalu. Mereka semua telah tewas akibat serangan yang diduga menggunakan senjata kimia.
AS menuding pengguna senjata kimia tersebut digunakan Pemerintah Assad. Namun, Suriah balik menuduh AS penuh dengan kebohongan. Mereka menyebut, para pemberontaklah dalang di balik serangan itu.
Presiden AS, Barack Obama, mengatakan AS sedang mempertimbangkan serangan militer dalam menanggapi dugaan penggunaan senjata kimia oleh tentara Suriah. Obama merasa, sedang ditantang dunia untuk melakukan invasi militer terhadap Suriah.
Menurut Obama dengan adanya laporan penggunaan senjata kimia di Suriah, tidak mungkin baginya untuk mundur dari rencana menyerang Suriah. Jika AS berdiam diri, sejarah akan menghakimi AS.
Suriah: Bukti Amerika soal serangan senjata kimia hasil karangan
Kementerian Luar Negeri Suriah kemarin menyatakan laporan intelijen Amerika Serikat yang menyimpulkan bahwa rezim Suriah menggunakan senjata kimia dalam sebuah serangan yang menewaskan hampir 1.500 orang pada pekan lalu merupakan karangan belaka.
“Apa yang digambarkan pemerintah Amerika sebagai bukti tidak terbantahkan, tidak lain hanyalah cerita lama bahwa teroris-teroris telah bergerak selama lebih dari satu pekan, dengan kebohongan-kebohongan yang mereka utarakan dan cerita-cerita yang sepenuhnya merupakan karangan semata,” kata pernyataan yang dikeluarkan kantor Kementerian Luar Negeri Suriah yang disiarkan di televisi nasional, seperti dilansir stasiun televisi Al Arabiya, Sabtu (31/8).
Kementerian Luar Negeri Suriah juga menolak laporan itu dan menyebutnya sebagai dokumen buruk yang sebagian besardiinformasikandi media sosial.
“Ini menyatakan kejutan bahwa sebuah negara adikuasa bisa menyesatkan opini secara sembrono, bergantung pada bukti yang tidak ada, dan bahwa Amerika bisa mendasarkan kebijakan masalah perang dan perdamaian pada media sosial dan situs,” ujar pernyataan itu.
Laporan yang dikeluarkan menyimpulkan, rezim Assad telah meluncurkan sebuah serangan kimia di pinggiran Ibu Kota Damaskus pada pekan lalu, yang menewaskan setidaknya 1,429 orang, termasuk 426 anak-anak.
Menteri Luar Negeri Amerika John Kerry kemarin mengungkapkan rincian laporan intelijen di Suriah, yang mengatakan rezim Presiden Basyar al-Assad secara hati-hati telah mempersiapkan selama beberapa hari untuk meluncurkan serangan senjata kimia.
Kerry mengatakan personil rezim Suriah berada di lokasi serangan gas beracun itu tiga hari sebelumnya untuk mempersiapkan dan para loyalis rezim Assad diberitahu untuk mengenakan topeng gas.
Kerry juga mengatakan Amerika menemukan roket yang diluncurkan dari daerah-daerah yang dikuasai rezim pemerintah.
Putin: Saya akan bantu Suriah jika Amerika lakukan serangan
Presiden Rusia Vladimir Putin mengeluarkan sebuah ancaman yang menyatakan bahwa pihaknya siap membantu Suriah jika Amerika Serikat melakukan serangan militer terhadap rezim Presiden Suriah Basyar al-Assad.
Disaat pertemuan puncak para pemimpin dunia yang tergabung dalam negara-negara G20 di St. Petersburg, Rusia, memunculkan kesengitan, Putin justru menyatakan secara terbuka bahwa dia sudah memasok bantuan buat rezim Assad dan bersumpah akan meningkatkan dukungan jika sebuah rencana serangan rudal akhirnya dijalankan Amerika, seperti dilansir surat kabar the Daily Mail, Sabtu (7/9/13).
Putin ketika itu diminta untuk menjelaskan reaksinya jika Barack Obama melakukan sebuah serangan ke Suriah dalam menanggapi adanya penggunaan senjata kimia di pinggiran Ibu Kota Damaskus.
“Kami akan menolong Suriah? Kami akan lakukan itu. Dan kami sudah membantu, kami telah memberikan bantuan, kami bekerjasama di bidang ekonomi,” kata Putin, saat menyampaikan pidatonya.
Di tengah adanya tanda-tanda penundaan tindakan militer yang dipimpin Amerika selama dua pekan, di mana Presiden Barack Obama sedang berjuang untuk memenangkan persetujuan dari Kongres, Rusia kemarin malam telah mengirimkan kapal perang keempat dengan muatan yang tidak diketahui isinya ke timur Laut Mediterania.
Putin: Pemberontak Yang Menggunakan Senjata Kimia dan Aksi Militer Tanpa Persetujuan DK-PBB Melanggar Hukum Internasional.
Sementara beberapa pengamat mengharapkan Putin mengerahkan pasukannya dalam mengantisipasi serangan rudal yang dipimpin Amerika di Damaskus, presiden Rusia itu menyatakan bahwa dirinya bertekad akan menopang pemerintahan Assad.
Putin juga menyatakan dirinya bisa memperbaharui kontrak yang ditangguhkan untuk memasok Suriah dengan rudal perisai yang canggih.
Meskipun apa yang dikatakan Amerika, Inggris, dan negara-negara Uni Eropa lainnya, yang menyebut bahwa mereka telah memiliki bukti meyakinkan Assad berada di belakang serangan gas sarin yang menewaskan hampir 1.500 orang, termasuk 500 anak, pada bulan lalu di pinggiran Damaskus, namun Putin tetap bersikeras bahwa pasukan pemberontaklah yang berada di balik insiden itu.
Dia mengatakan hal itu merupakan provokasi dari kelompok militan yang mengharapkan bantuan. Putin juga menyatakan bahwa aksi militer tanpa persetujuan dari Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK-PBB) akan melanggar hukum internasional.
Tadi malam, Rusia mengeluarkan sebuah dokumen setebal 27 halaman terkait kesimpulan dari pertemuan G20 yang dahulu tidak menyebutkan masalah Suriah, meskipun krisis di Suriah telah mendominasi diskusi di pertemuan yang digelar di St Petersburg itu.
Sementara itu, Gedung Putih akhirnya melansir sekutu mereka yang bakal bersama-sama dengan Amerika Serikat menyerbu Suriah. Sekutu itu yakni Kanada, Korea Selatan, Australia, Italia, Jepang, Arab Saudi, Spanyol, Turki, Prancis, dan tentu saja Inggris.
Surat kabar the Washington Post melaporkan, Jumat (6/9), Presiden Barack Hussein Obama mengumumkan itu di detik-detik menjelang penyerbuan ke negara Presiden Basyar al-Assad. Amerika percaya Suriah telah melanggar perjanjian internasional soal penggunaan senjata kimia.
Meski kongres Amerika akhirnya merestui Obama untuk invasi ke Suriah, namun parlemen Inggris menolak Britania mengambil tindakan militer ke negara itu.
Banyak warga negara sekutu Amerika itu menolak keras ambil bagian di konflik Suriah. Mereka mengatakan sebaiknya sejagat menunggu keputusan tim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sedang meneliti penggunaan gas sarin itu.
Presiden Obama dipermalukan Putin di KTT G20
Kepercayaan diri Amerika Serikat yang awalnya ingin mempengaruhi para pemimpin dunia di KTT G20, Rusia untuk mendukung rencana serangan militer AS ke Suriah, berubah jadi malapateka besar bagi Presiden Barack Obama.
Di pertemuan itu, Presiden Obama benar-benar dipermalukan oleh Presiden Rusia, Vladimir Putin. Obama yang awalnya sangat yakin bisa merayu Putin dan mengajak pemimpin dunia lain guna memperoleh restu menyerang Suriah, malah mendapat malu besar.
Selain diancam Putin terkait kesiapan Rusia membantu Suriah, pemimpin Rusia itu juga memaparkan argumentasi bahwa serangan senjata yang diklaim pemerintah AS dilakukan oleh rezim Bashar Al Assad, adalah aksi provokasi kelompok oposisi untuk menarik serangan asing ke negara itu.
“Saya tegaskan, Rusia berdiri pada posisi yang jelas. Serangan senjata kimia itu adalah aksi provokasi oposisi Suriah yang bertujuan untuk menarik serangan militer asing masuk ke negara itu. Kami tahu siapa di belakang aksi provokasi itu,” tegas Putin saat pidato makan malam terakhir di depan para pemimpin dunia di St Petersburg, dilansir Russia Today, Sabtu (07/09/2013).
Hal memalukan lain yang diderita AS adalah, Rusia sebagai tuan rumah KTT G20 juga berhasil menyingkirkan persoalan Suriah dari perhelatan KTT. Sebanyak 27 dokumen yan dihasilkan, pada halaman kesimpuan G20, tidak disebutkan soal Suriah, meski rencana serangan milter AS mendominasi diskusi selama pertemuan di ST Petersburg.
Presiden Suriah: Lucuti dulu senjata nuklir zionis Israel
Jelang perlucutan senjata kimia milik Suriah, Presiden Bashar Al Assad menebar sindiran keras kepada musuh bebuyutannya, Israel.
Dilansir Al Jazeera, Jumat (13/09/2013), Assad menegaskan kalau Israel yang seharusnya mesti dilucuti senjata pemusnah massalnya.
“Rezim penindas hak bangsa lain itu memiliki senjata pemusnah massal yang lengkap, mulai senjata nuklir, biologi dan kimia. Itu semua tersimpan di gudang-gudang mereka,” tegas Assad.
Menurut Assad, negaranya mau menyerahkan kontrol senjata kimia miliknya bukan karena gertakan ancaman serangan militer AS, melainkan karena usulan Rusia.
“Saya tegaskan, kami menempatkan senjata kimia di bawah kontrol internasional karena Rusia. Ancaman AS sama sekali tak mempengaruhi kami. Rusia sangat kami hormati sebagai sekutu kami,” pungkas Assad.
Senjata kimia Suriah untuk melawan nuklir Israel
Presiden Rusia, Vladimir Putin menegaskan kalau Amerika Serikat harus menolak opsi aksi militer terhadap Suriah agar negara itu bisa menerapkan usulan Moskow menempatkan gudang senjata kimianya di bawah pengawasan internasional.
“Sulit memaksa sebuah negara untuk melepas dan melucuti senjatanya saat sebuah serangan tengah disiapkan untuk mereka,” ujar Putin, dilansir Russia Today, Kamis (12/09/2013).
Menurut Putin, kepemilikan senjata kimia Suriah itu bukan digunakan untuk menyerang warganya sendiri, melainkan sebagai alternatif untuk menghadapi senjata nuklir Israel.
“Karena Israel punya senjata nuklir, Suriah mempersiapkan alternatif itu (senjata kimia),” bela Putin. Sementara itu, Menteri Luar Negeri Suriah, Walid al- Muallem mengatakan pihaknya akan segera melaksanakan proposal Rusia itu.
Washington tunda serangan, kapal perang tetap siaga
Kapal perang AS di Mediterania tetap dalam posisi siap siaga untuk menyerang rezim Suriah jika diperintahkan oleh Presiden Barack Obama.
Dilansir AFP, Kamis (12/09/2013), saat Washington menunda kemungkinan aksi militer ke Suriah untuk mengejar solusi diplomatik, Sekretaris Angkatan Laut AS Ray Mabus menegaskan bahwa sejumlah kapal perang AS yang dilengkapi dengan rudal jelajah masih di tempatkan di Mediterania timur tanpa ada perintah untuk meninggalkan.
“Dua minggu lalu, ketika gambar baru mengerikan dari Suriah melintas di televisi dan streaming di iPads kami, Angkatan Laut AS dan tim Korps Marinir sudah siaga di sana, di Mediterania dan perairan Timur Tengah,” kata Mabus.
“Saya menjamin Anda bahwa jika kita dipanggil untuk menyerang, kita akan memukul keras dan kita akan menyerang dengan cepat,” Mabus menambahkan.
Pernyataan Mabus itu diutarakannya sehari setelah Obama menyampaikan pidato televisi negara saat berdebat mengenai aksi serangan terbatas jika rezim Presiden Bashar Assad menolak untuk menyerah arsenal senjata kimianya.
“Seperti kata Presiden tadi malam, serangan itu akan menargetkan kemampuan rezim Assad,” kata Mabus.
Imbangi armada tempur AS, Rusia kirim 10 kapal perang
Meski proposal Rusia sudah diterima Suriah untuk menyerahkan senjata kimia di bawah badan internasional, Kremlin tetap tidak percaya kalau AS tidak akan menyerang sekutu dekatnya itu. Untuk mengantisipasi langkah AS, sebanyak 10 kapal perang Rusia kini sudah berkumpul di perairan Mediterania timur dekat pantai Suriah.
Dilansir Ria Novosty, Sabtu (14/09/2013), Kepala Angkatan Laut Rusia, Admiral Viktor Chirkov, mengatakan, ke-10 unit kapal perang itu memiliki tujuan jelas yakni ntuk menghindari ancaman seminimum mungkin terhadap ancaman keamanan negara.
“Kita sengaja hadir saat suasana di sana sedang bergolak. Semua akan bertindak sesuai dengan rencana komando operasional zona maritim lepas pantai, kita belum tahu apa yang akan terjadi, ” kata Chirkov.
Menjawab apakah ke-10 kapal perang itu akan ikut menggempur armada perang AS jika terjadi perang AS dan Suriah, Chirkov mengatakan kapal-kapal perangnya belum menerima perintah itu. “Kami akan melaksanakan apapun perintah dari pimpinan negara,” ujar Chirkov.
Rusia mulai membangun kekuatan militer di Mediterania pada tahun 2012, dan sejak Desember tahun lalu, Angkatan Laut itu hadir secara konstan di bagian timur Laut Mediterania.
Pada tanggal 1 Mei 2013 seluruh kapal perang Rusia beroperasi di daerah tersebut dan ditugaskan untuk gugus tugas tunggal di bawah komando khusus lepas pantai maritim daerah operasi.
Saat ini ada tujuh kapal perang yang dikerahkan di Mediterania sejak ancaman serangan militer AS mulai menguat. Ketujuh kapal perang itu diantaranya, kapal induk Alekxander Shabalin, ‘Laksamana Nevelskoy, Peresvet, Novocherkassk dan Minsk dari Armada Black Rusia dan Armada Laut Baltik, serta Neustrashimy, dan kapal anti-kapal selam Admiral Panteleyev.
Sementara itu, kapal penjelajah pembawa rudal, Moskva sudah melewati Selat Gibraltar dan akan tiba di Mediterania timur pada 16 September.
Dua kapal perang lain dari Armada Black Rusia dalah kapal berpeluncur rudal penghancur Smetlivy dan Nikolay Filchenkov, mereka meninggalkan basis mereka di Sevastopol dan Novorossiysk masing-masing pada Jumat pagi dan melewati Selat Bosphorus, menuju ke Mediterania timur.
Sementara kapal pengintai SSV-201 kapal Priazovye juga dikabarkan bergabung dengan kelompok itu di Mediterania Timur pada awal September.
Perang AS vs Suriah bakal meletus
Pasca Suriah menerima proposal Rusia untuk menyerahkan akses pengawasan senjata kimia ke badan internasional, berkembang optimisme bahwa serangan oleh Amerika Serikat (AS) tidak akan terjadi.
Namun, solusi diplomatik untuk Suriah diyakini sejumlah pihak tidak akan terjadi dan diprediksi bakal gagal. Terbukti, hingga kini, Gedung Putih masih menempatkan armada tempurnya di perairan Mediterania.
Presiden Suriah Bashar al Assad memang sudah menyatakan akan menyerahkan senjata kimianya, tapi pada saat yang sama, ia juga mengajukan konsesi yang diyakini tidak akan pernah disetujui oleh Presiden Barack Obama.
Terbukti, status siaga tempur bagin armada perang AS di perairan Mediternia hingga kini masih belum dicabut.
Disaat sama, sejumlah negara-nagara di kawasan Teluk seperti Arab Saudi, Qatar dan Turki terus mendesak Gedung Putih untuk tetap mengempur Suriah, karena mereka sudah terlanjur menginvestasikan sejumlah sumber daya besar dalam konflik yang terjadi di Suriah.
Dilansir WashingtonPost, Sabtu (14/09/2013), para analis menyakini perang di Suriah tingga menunggu waktu saja karena skenario Gedung Putih untuk menggulingkan Assad harus tetap dilaksanakan.
Berikut beberapa analisis yang menyebut perang akan terjadi:
1. Assad ingin mendapatkan jaminan riil, bahwa Damaskus tidak akan diserang oleh Amerika Serikat atau oleh siapapun sebelum Damaskus menyerahkan senjata kimia-nya. Dan hal ini sangat tidak mungkin terjadi.
2. Assad tidak akan menyetujui kesepakatan penyerahan senjata kimia jika AS tidak menghentikan pasokan senjata kepada kelompok Al-Qaeda melalui organisasi binaannya Tafikri dan Al Nusra yang berperang melawan pemerintah Suriah. Hal ini sangat tidak mungkin terjadi. Buktinya, AS tetap mengirim senjata ke kelompok pemberontak.
3. Arab Saudi juga sangat berharap militer AS campur tangan di Suriah. Bahkan Saudi telah menghabiskan miliaran dolar untuk mendukung pemberontakan di Suriah, dan mereka telah melobi ke berbagai negara dan kongres AS agar serangan bisa dilakukan.
4. Qatar juga bernafsu militer AS menyerang Suriah. Qatar juga telah menghabiskan miliaran dolar untuk mendukung pemberontakan di Suriah, dan menyebut bahwa negara-negara Arab bahkan menawarkan untuk membiayai semua biaya operasi militer AS asal Presiden Assad terguling.
5. Turki melalui PM Tayib Erdogan menginginkan hanya perang yang akan menghilangkan Assad untuk waktu yang sangat lama. Laporan televisi CNN, militer Turki telah memindahkan pasukannya ke perbatasan dengan Suriah untuk mengantisipasi adanya serangan.
6. Obama tidak ingin dipandang lemah dan sangat bernafsu mengobarkan perang di Suriah. Memang posisi Obama terpojok dengan langkah diplomatis Rusia. Namun Obama sudah meletakkan dasar dan membuat seolah-olah diplomasi telah gagal. Melalui Menteri Luar Negeri AS John Kerry, AS sudah menyebut apa konsekuensi yang akan terjadi ketika kesepakatan Suriah gagal.
Paul Joseph Watson, pengamat militer dan politik Timur Tengah, dilansir CNN mengatakan, saat ini Obama tetap melobi kongres untuk mendapatkan otorisasi menyerang Suriah.
“Obama dan Kerry saat ini sedang menari dan tampak terlihat seperti sedang mempertimbangkan perdamaian. Namun, mereka akan mencoba mendapatkan kesepakatan Kongres untuk mengotorisasi serangan, jika diplomasi gagal. Gedung Putih sudah tahu bahwa diplomasi akan gagal. Setelah mereka siap untuk itu, Obama akan menyatakan perang sudah ditetapkan dengan izin kongres telah terpenuhi. Dalam hitungan menit, rudal-rudal jelajah akan menghujani Suriah,” tegas Watson.
AS sabotase proposal Rusia untuk Suriah
Pemerintah Amerika Serikat (AS) tampaknya tidak ingin agar proposal Rusia untuk penyerahan senjata kimia Suriah dibawah badan internasional sukses. Keinginan AS untuk menggempur Suriah sepertinya harus dilakukan.
Buktinya, dengan segala cara AS berupaya agar proposal Rusia gagal dilaksanakan.
Salah satunya dengan menetapkan deadline 2 minggu kepada Suriah untuk menyerahkan semua senjata kimianya kepada pengawas internasional.
Rusia, sebagai penggagas ide langsung bereaksi dan menyebut deadline yang ditetapkan AS sangat tidak masuk akal dan ingin agar proposal Rusia gagal di tengah jalan. Tujuannya, AS tetap ingin menyerang Suriah.
Alexei Pushkov, Ketua komisi Luar Negeri Parlemen Rusia,dilansir Russia Today, Sabtu (14/09/2013) menyebut sangat tidak realistis kalau AS menetapkan waktu bagi Suriah untuk menyerahkan senjata kimianya.
“Waktu dua minggu itu sangat tidak mungkin. Ini hanya akal-akalan AS supaya perang tetap bisa dilancarkan,” tuding Puskov. Menurutnya, sangat tidak mungkin bagi Suriah memenuhi deadline itu, karena ada 42 gudang penyimpanan dan beberapa diantaranya ada di lokasi pertempuran.
Presiden Putin: Israel punya nuklir, kenapa dunia diam?
Deadline dua minggu yang disyaratkan oleh Amerika Serikat (AS) kepada Suriah untuk menyerahkan semua senjata kimianya kepada pengawas badan internasional tersebut membuat Presiden Rusia, Vladimir Putin, berang.
Ia menilai keputusan AS itu hanya bagian dari upaya AS agar proposal Rusia itu gagal dan tujuan AS untuk menyerang Suriah terealisasi.
“Dunia saat ini berharap dengan proposal yang diajukan Rusia, perang di Timur Tengah tidak akan terjadi. Kami ingatkan AS, proposal Rusia akan batal jika Mr Obama tetap melancarkan serangan ke Suriah,” tegas Putin, dilansir, Al Jazeera, Sabtu (14/09/2013).
Sikap AS dinilai sangat tidak proporsional. Bahkan, begitu berangya Putin hingga dirinya menyebut AS tidak adil dalam persoalan kepemilikan senjata pemusnah massal.
“Senjata kimia Suriah itu hanya alternatif untuk melawan Israel. Sekarang kalian menuntut Suriah menyerahkan senjata itu dalam waktu cepat, ini tidak mungkin. Kenapa kalian dan dunia diam dengan senjata nuklir dan kimia Israel,” sindir Putin. “Bahaya utama dari WMD adalah senjata nuklir Israel, ” tegas Putin.
Sementara, solusi diplomatik untuk krisis Suriah dipastikan hampir batal pasca Al Jafari, diplomat senior Suriah menegaskan, pemerintah Presiden Bashar Al Assad mendesak PBB harus menempatkan senjata nuklir Israel di bawah pengawasan internasional dan menandatangani perjanjian nonproliferasi nuklir. “Pemerintah Suriah tidak akan menghancurkan senjata kimianya, kecuai dunia juga harus fokus pada persenjataan Israel,” tegasnya.
(BBC/ Adi, Liputan6/ AFP/ the Washington Post/ Merdeka/ Al Arabiya/ Daily Mail/ jurnal3.com)
No comments:
Post a Comment