“Kemudian para penjaga neraka melemparnya ke dalam
Neraka Besar. Sekarang sehubungan dengan Neraka Besar, para
bhikkhu:
Neraka ini memiliki empat sudut dan dibangun
Dengan empat pintu, satu di setiap sisinya,
Terbatasi dinding terbuat dari besi dan mengelilinginya
Dan ditutup dengan atap besi.
Lantainya juga terbuat dari besi
Dan dipanaskan dengan api hingga berpijar
Luasnya seratus liga
Yang mencakup seluruh wilayah itu.
“Sekarang lidah api yang menyambar dari tembok timur
mengenai tembok barat. Lidah api yang menyambar dari tembok
barat mengenai [184] tembok timur. Lidah api yang menyambar
dari tembok utara mengenai tembok selatan. Lidah api yang
menyambar dari tembok selatan mengenai tembok utara. Lidah
api yang menyambar dari lantai mengenai atap. Lidah api yang
menyambar dari atap mengenai lantai. Di sana ia merasakan
perasaan menyakitkan, menyiksa, menusuk. Namun ia tidak mati
selama akibat dari perbuatan jahatnya belum habis.
18. Pada suatu saat, para bhikkhu, di akhir suatu masa yang
lama, pintu timur Neraka Besar itu terbuka. Ia berlari menuju pintu
itu, melangkah dengan cepat. Ketika berlari itu, kulit luarnya terbakar, kulit dalamnya terbakar, dagingnya terbakar, uratnya
terbakar, tulangnya berasap; dan hal yang sama terjadi ketika
kakinya diangkat. Ketika akhirnya ia mencapai pintu itu, pintu itu
tertutup. Di sana ia merasakan perasaan menyakitkan, menyiksa,
menusuk. Namun ia tidak mati selama akibat dari perbuatan
jahatnya belum habis.
“Pada suatu saat, di akhir suatu masa yang lama, pintu barat
Neraka Besar itu terbuka ... pintu utara Neraka Besar itu terbuka
... pintu selatan Neraka Besar itu terbuka. Ia berlari menuju pintu
itu, melangkah dengan cepat ... Ketika akhirnya ia mencapai pintu
itu, pintu itu tertutup. Di sana ia merasakan perasaan
menyakitkan, menyiksa, menusuk. Namun ia tidak mati selama
akibat dari perbuatan jahatnya belum habis. “Pada suatu saat, para bhikkhu, di akhir suatu masa yang
lama, pintu timur Neraka Besar itu terbuka. Ia berlari menuju pintu
itu, melangkah dengan cepat. Ketika berlari itu, kulit luarnya
terbakar, kulit dalamnya terbakar, dagingnya terbakar, uratnya
terbakar, tulangnya berasap; dan hal yang sama terjadi ketika
kakinya diangkat. Ia keluar melalui pintu itu.
20. “Persis di sebelah Neraka Besar [185] adalah Neraka
Kotoran yang luas. Ia terjatuh ke dalam neraka itu. Di dalam
Neraka Kotoran itu makhluk-makhluk bermulut jarum mengebor
kulit luarnya dan mengebor kulit dalamnya dan mengebor
dagingnya dan mengebor uratnya dan mengebor tulangnya dan
melahap sumsumnya. Di sana ia merasakan perasaan
menyakitkan, menyiksa, menusuk. Namun ia tidak mati selama
akibat dari perbuatan jahatnya belum habis.
21. “Persis di sebelah Neraka Kotoran adalah Neraka Bara Api
Panas yang luas. Ia terjatuh di sana. Di sana ia merasakan
perasaan menyakitkan, menyiksa, menusuk. Namun ia tidak mati
selama akibat dari perbuatan jahatnya belum habis.
22. “Persis di sebelah Neraka Bara Api Panas adalah Hutan
Pepohonan Simbali yang luas, tingginya satu liga, berduri dengan duri-duri sepanjang enam belas lebar jari, yang terbakar, menyala,
dan berpijar. Mereka menyuruhnya memanjat pepohonan itu naik
dan turun. Di sana ia merasakan perasaan menyakitkan,
menyiksa, menusuk. Namun ia tidak mati selama akibat dari
perbuatan jahatnya belum habis.
23. “Persis di sebelah Hutan Pepohonan Simbali adalah Hutan
Daun-pedang yang luas. Ia masuk ke sana. Dedaunannya,
digerakkan oleh angin, memotong tangannya dan memotong
kakinya dan memotong tangan dan kakinya; memotong
telinganya dan memotong hidungnya dan memotong telinga dan
hidungnya. Di sana ia merasakan perasaan menyakitkan,
menyiksa, menusuk. Namun ia tidak mati selama akibat dari
perbuatan jahatnya belum habis.
24. “Persis di sebelah Hutan Daun-pedang adalah sungai
besar berair tajam membakar. Ia terjatuh di sana. di sana ia
tersapu mengikuti arus dan melawan arus dan mengikuti-
sekaligus-melawan arus. Di sana ia merasakan perasaan
menyakitkan, menyiksa, menusuk. Namun ia tidak mati selama
akibat dari perbuatan jahatnya belum habis.
25. “Kemudian para penjaga neraka menariknya dengan kail,
[186] dan menaikkannya ke atas tanah, mereka bertanya
kepadanya: ‘Apa yang engkau inginkan?’ Ia berkata: ‘Aku lapar,
Tuan-tuan.’ Kemudian para penjaga neraka membuka paksa
mulutnya dengan penjepit besi yang panas membara, yang
terbakar, menyala, dan berpijar, dan mereka memasukkan bola
besi yang panas membara, yang terbakar, menyala, dan berpijar
ke dalam mulutnya, bola besi itu membakar tenggorokannya,
membakar perutnya, dan menerobos keluar melalui bawah
membawa usus dan selaput pengikat organ dalam tubuhnya. Di
sana ia merasakan perasaan menyakitkan, menyiksa, menusuk.
Namun ia tidak mati selama akibat dari perbuatan jahatnya belum
habis.“Kemudian para penjaga bertanya kepadanya: ‘Apa yang
engkau inginkan?’ ia berkata: ‘Aku haus, Tuan-tuan.’ Kemudian
para penjaga neraka membuka paksa mulutnya dengan penjepit
besi yang panas membara, yang terbakar, menyala, dan berpijar,
dan mereka menuangkan tembaga cair yang terbakar, menyala,
dan berpijar ke dalam mulutnya. Tembaga itu membakar bibirnya,
membakar mulutnya, membakar tenggorokannya, membakar
perutnya, dan menerobos keluar melalui bawah membawa usus
dan selaput pengikat organ dalam tubuhnya. Di sana ia
merasakan perasaan menyakitkan, menyiksa, menusuk. Namun
ia tidak mati selama akibat dari perbuatan jahatnya belum habis.
27. “Kemudian para penjaga neraka melemparnya kembali ke
dalam Neraka Besar.
28. “Pernah Raja Yama berpikir: ‘Mereka yang di dunia
melakukan perbuatan-perbuatan tidak bermanfaat sungguh akan
mengalami berbagai jenis siksaan yang dijatuhkan pada mereka.
Oh, Semoga aku terlahir kembali menjadi manusia, semoga
seorang Tathāgata, yang sempurna dan tercerahkan sempurna,
muncul di dunia, semoga aku dapat melayani Sang Bhagavā itu,
semoga Sang Bhagavā mengajarkan Dhamma kepadaku, dan
semoga aku memahami Dhamma Sang Bhagavā itu!’
29. “Para bhikkhu, Aku mengatakan hal ini kepada kalian
bukan sebagai sesuatu yang Kudengar dari petapa atau
brahmana lain. Aku mengatakan hal ini kepada kalian sebagai
sesuatu yang sebenarnya diketahui, dilihat, dan ditemukan
olehKu sendiri.” [187]
30. Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Setelah
Yang Sempurna mengatakan itu, Sang Guru berkata lebih lanjut:“Walaupun diperingatkan oleh para utusan surgawi,
Banyak yang lalai,
Dan orang-orang sungguh akan berdukacita dalam waktu
yang lama
Begitu pergi ke alam rendah.
Tetapi ketika oleh para utusan surgawi
Orang-orang baik di sini dalam kehidupan ini teringat,
Mereka tidak berdiam dalam kelalaian
Namun mempraktikkan Dhamma mulia dengan baik.
Dengan takut mereka melihat kemelekatan
Karena dapat mengakibatkan kelahiran dan kematian;
Dan melalui ketidak-melekatan mereka terbebas
Dalam hancurnya kelahiran dan kematian.
Mereka berdiam dalam kebahagiaan karena mereka aman
Dan mencapai Nibbāna di sini dan saat ini.
Mereka melampaui segala ketakutan dan kebencian;
Mereka telah membebaskan diri dari segala penderitaan.”
1206 Yama adalah dewa kematian. MA mengatakan bahwa ia adalah
raja makhluk halus yang memiliki istana surgawi. Kadang-kadang
ia menetap di istana surgawi menikmati kenikmatan surgawi,
kadang-kadang ia mengalami akibat kamma; ia adalah raja yang
baik. MA menambahkan bahwa sebenarnya ada empat Yama,
satu di setiap empat gerbang (neraka?).
1207 Menurut legenda Buddhis, tiga dari para utusan surgawi – orang
tua, orang sakit, dan orang mati – menampakkan diri di hadapan
Sang Bodhisatta ketika ia sedang menetap di istana,
menghancurkan pesona kehidupan duniawi dan menyadarkannya
pada keinginan untuk mencari jalan kebebasan. Baca AN
3:38/i.145-46 untuk penjelasan atas asal-usul secara psikologis
dari mana legenda ini berkembang.“Janganlah seseorang menghidupkan kembali masa lalu
Atau membangun harapan di masa depan;1211
Karena masa lalu telah ditinggalkan
Dan masa depan belum dicapai.
Melainkan lihatlah dengan pandangan terang
Tiap-tiap kondisi yang muncul saat ini;1212
Ketahuilah hal itu dan yakinlah pada hal itu,
Dengan tak terkalahkan, tak tergoyahkan.1213
Hari ini usaha harus dilakukan;
Besok mungkin kematian datang, siapa yang tahu?
Tidak ada tawar-menawar dengan Kematian
Yang dapat menjauhkannya dan gerombolannya,
Tetapi seseorang yang berdiam demikian dengan tekun,
Tanpa mengendur, siang dan malam –
Adalah ia, yang dikatakan oleh Sang Bijaksana damai,1214
Yang telah melewati satu malam yang baik.Secara lebih literal kedua baris pertama dapat diterjemahkan:
“Janganlah seseorang kembali ke masa lampau atau hidup dalam
pengharapan di masa depan.” Makna ini akan lebih jelas dalam
paragraf penjelasan di dalam sutta ini.
1212 MA: Ia harus merenungkan tiap-tiap kondisi yang muncul saat ini,
tepat di mana munculnya, melalui tujuh perenungan pandangan
terang (pandangan terang ke dalam ketidak-kekalan, penderitaan,
tanpa-diri, kekecewaan, kebosanan, lenyapnya, lepasnya.)Pikiranku adalah seperti demikian di masa lalu
dan objek-objek pikiran adalah seperti demikian.’ Karena
kesadarannya terikat dengan keinginan dan nafsu, maka ia
bersenang di dalamnya. Ketika ia bersenang di dalam itu, maka ia
menghidupkan kembali masa lalu. Itu adalah bagaimana
seseorang menghidupkan kembali masa lalu.kesadarannya tidak terikat dengan
keinginan dan nafsu pada apa yang muncul saat ini. Karena
kesadarannya tidak terikat dengan keinginan dan nafsu, maka ia
tidak bersenang di dalamnya. Ketika ia tidak bersenang di dalam
itu, maka ia tak terkalahkan sehubungan dengan kondisi-kondisi
yang muncul saat ini. Itu adalah bagaimana seseorang tak
terkalahkan sehubungan dengan kondisi-kondisi yang muncul
saat ini.“Bhikkhu, aku juga tidak ingat ringkasan dan penjelasan dari
‘Seorang Yang Telah Melewati Satu Malam Yang Baik.’ Tetapi,
Bhikkhu, apakah engkau ingat syair dari ‘Seorang Yang Telah
Melewati Satu Malam Yang Baik’?”
“Teman, aku tidak ingat syair dari ‘Seorang Yang Telah
Melewati Satu Malam Yang Baik.’ Tetapi, Teman, apakah engkau
ingat syair dari ‘Seorang Yang Telah Melewati Satu Malam Yang
Baik’?”‘Janganlah seseorang menghidupkan kembali masa lalu
Atau membangun harapan di masa depan;
Karena masa lalu telah ditinggalkan
Dan masa depan belum dicapai.
Melainkan lihatlah dengan pandangan terang
Tiap-tiap kondisi yang muncul saat ini;
Ketahuilah hal itu dan yakinlah pada hal itu,
Dengan tak terkalahkan, tak tergoyahkan.
Hari ini usaha harus dilakukan;
Besok mungkin kematian datang, siapa yang tahu?
Tidak ada tawar-menawar dengan Kematian
Yang dapat menjauhkannya dan gerombolannya,
Tetapi seseorang yang berdiam demikian dengan tekun,
Tanpa mengendur, siang dan malam –
Adalah ia, yang dikatakan oleh Sang Bijaksana damai,
Yang telah melewati satu malam yang baik.’Bhikkhu, hafalkanlah ringkasan dan penjelasan dari ‘Seorang Yang Telah Melewati Satu Malam Yang Baik.’ Bhikkhu,
ringkasan dan penjelasan dari ‘Seorang Yang Telah Melewati
Satu Malam Yang Baik’ adalah bermanfaat, dan merupakan
dasar-dasar kehidupan suci.”“Guru Gotama, apakah sebab dan kondisi mengapa
manusia terlihat hina dan mulia? Orang-orang terlihat berumur
pendek dan berumur panjang, berpenyakit dan sehat, cantik dan
buruk rupa, berpengaruh dan tidak berpengaruh, miskin dan
kaya, berkelahiran rendah dan berkelahiran tinggi, bodoh dan
[203] bijaksana. Apakah sebab dan kondisi, Guru Gotama,
mengapa manusia terlihat hina dan mulia?”
4. “Murid, makhluk-makhluk adalah pemilik perbuatan mereka,
pewaris perbuatan mereka, mereka berasal-mula dari perbuatan
mereka, terikat dengan perbuatan mereka, memiliki perbuatan
mereka sebagai perlindungan mereka. Adalah perbuatan yang
membedakan makhluk-makhluk sebagai hina dan mulia.“Di sini, murid, Di sini seorang laki-laki atau perempuan
membunuh makhluk-makhluk hidup dan ia adalah pembunuh,
bertangan darah, terbiasa memukul dan bertindak dengan
kekerasan, tanpa belas kasih pada makhluk-makhluk hidup.Demikianlah, murid, hal itu
mengarah pada umur yang pendek, yaitu, seseorang membunuh
makhluk-makhluk hidup dan ia adalah pembunuh.bertangan
darah, terbiasa memukul dan bertindak dengan kekerasan, tanpa
belas kasih pada makhluk-makhluk hidup.“Tetapi di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan
meninggalkan pembunuhan makhluk-makhluk hidup,
menghindari membunuh makhluk-makhluk hidup; dengan
tongkat pemukul dan senjata disingkirkan, lembut dan baik hati,
ia berdiam dengan berbelas kasih pada semua makhluk hidup.
Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan
demikian, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia muncul
kembali di alam bahagia, bahkan di alam surga. Tetapi jika ketika
hancurnya jasmani, setelah kematian, ia tidak muncul kembali di
alam bahagia, tidak di alam surga.Tetapi jika ketika
hancurnya jasmani, setelah kematian, ia tidak muncul kembali di
alam bahagia, tidak di alam surga, melainkan kembali ke alam
manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia akan berumur
panjang.Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada umur yang panjang, yaitu, dengan meninggalkan pembunuhan
makhluk-makhluk hidup, [204] ia menghindari membunuh
makhluk-makhluk hidup; dengan tongkat pemukul dan senjata
disingkirkan, lembut dan baik hati, ia berdiam dengan berbelas
kasih pada semua makhluk hidup.“Di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan terbiasa
melukai makhluk-makhluk dengan tangan, dengan bongkahan
tanah, dengan tongkat, atau dengan pisau. Karena melakukan
dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian, ketika
hancurnya jasmani, setelah kematian, ia muncul kembali dalam
kondisi menderita … Tetapi jika sebaliknya ia kembali ke alam
manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia akan
berpenyakit. “Di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan memiliki
karakter pemarah dan mudah tersinggung; bahkan jika dikritik
sedikit, ia menjadi tersinggung, menjadi marah, bermusuhan, dan
kesal, dan menunjukkan kemarahan, kebencian, dan kekesalan.
Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan
demikian, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia muncul “Tetapi di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan
tidak memiliki karakter pemarah dan tidak mudah tersinggung;
bahkan jika banyak dikritik, ia tidak menjadi tersinggung, tidak
menjadi marah, tidak bermusuhan, dan tidak kesal, dan tidak
menunjukkan kemarahan, kebencian, dan ketidak-senangan.
Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan
demikian, … ia muncul kembali di alam bahagia … Tetapi jika
sebaliknya ia kembali ke alam manusia, maka di manapun ia
terlahir kembali ia akan memiliki rupa yang cantik.Demikianlah,
murid, hal itu mengarah pada rupa yang cantik, yaitu, seseorang
yang tidak memiliki karakter pemarah … dan tidak menunjukkan
kemarahan, kebencian, dan ketidak-senangan.“Di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan bersifat
iri, seorang yang cemburu, kesal, dan iri akan perolehan, pujian,
penghargaan, penghormatan, sanjungan, dan pemujaan yang
diterima oleh orang lain. Karena melakukan dan menjalankan
perbuatan-perbuatan demikian … ia muncul kembali dalam
kondisi menderita … Tetapi jika sebaliknya ia kembali ke alam
manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia tidak akan
memiliki pengaruh. Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada
ketiadaan pengaruh, yaitu, seseorang yang bersifat iri … terhadap
perolehan, pujian, penghargaan, penghormatan, sanjungan, dan
pemujaan yang diterima oleh orang lain.“Tetapi di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan
tidak bersifat iri, seorang yang tidak cemburu, tidak kesal, dan
tidak iri akan perolehan, pujian, penghargaan, penghormatan,
sanjungan, dan pemujaan yang diterima oleh orang lain. Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian … ia
muncul kembali di alam bahagia … Tetapi jika sebaliknya ia
kembali ke alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia
akan memiliki pengaruh. Demikianlah, murid, hal itu mengarah
pada kepemilikan pengaruh, yaitu, seseorang yang tidak bersifat
iri … terhadap perolehan, pujian, penghargaan, penghormatan,
sanjungan, dan pemujaan yang diterima oleh orang lain.“Di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan tidak
memberikan makanan, minuman, pakaian, kereta, kalung bunga,
wangi-wangian, salep, tempat tidur, tempat tinggal, dan pelita
kepada para petapa atau para brahmana. Karena melakukan dan
menjalankan perbuatan-perbuatan demikian … ia muncul kembali
dalam kondisi menderita … Tetapi jika sebaliknya ia kembali ke
alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia akan
menjadi miskin. Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada
kemiskinan, yaitu, seseorang tidak memberikan makanan … dan
pelita kepada para petapa atau para brahmana.“Tetapi di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan
memberikan makanan … dan pelita kepada para petapa atau
para brahmana. Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-
perbuatan demikian … ia muncul kembali di alam bahagia …
Tetapi jika sebaliknya ia kembali ke alam manusia, maka di
manapun ia terlahir kembali ia akan menjadi kaya. Demikianlah,
murid, hal itu mengarah pada kekayaan, yaitu, seseorang
memberikan makanan … dan pelita kepada para petapa atau
para brahmana.“Di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan keras
kepala dan sombong; ia tidak memberi hormat kepada seorang
yang selayaknya menerima penghormatan, tidak bangkit berdiri
untuk seseorang yang karena kehadirannya seharusnya ia bangkit
berdiri, tidak menawarkan tempat duduk kepada ia yang layak
menerima tempat duduk, tidak memberi jalan untuk seseorang
yang seharusnya ia beri jalan, dan tidak menghormati,menghargai, memuja, dan memuliakan seseorang yang
seharusnya dihormati, dihargai, dipuja, dan dimuliakan. Karena
melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian … ia
muncul kembali dalam kondisi menderita … Tetapi jika sebaliknya
ia kembali ke alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali
ia akan berkelahiran rendah. Demikianlah, murid, hal itu mengarah
pada kelahiran rendah, yaitu, sifat keras kepala dan sombong …
dan tidak menghormati, menghargai, memuja, dan memuliakan
seseorang yang seharusnya dihormati, dihargai, dipuja, dan
dimuliakan.Di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan tidak
mengunjungi seorang petapa atau seorang brahmana dan
bertanya: ‘Yang Mulia, apakah yang bermanfaat? Apakah yang
tidak bermanfaat? Apakah yang tercela? Apakah yang tidak
tercela? Apakah yang harus dilatih? Apakah yang tidak boleh
dilatih? Perbuatan apakah yang mengarah pada bahaya dan penderitaanku untuk waktu yang lama? Perbuatan apakah yang
mengarah pada kesejahteraan dan kebahagiaanku untuk waktu
yang lama?’ Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-
perbuatan demikian … ia muncul kembali dalam kondisi
menderita … Tetapi jika sebaliknya ia kembali ke alam manusia,
maka di manapun ia terlahir kembali ia akan menjadi bodoh.
Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada kebodohan, yaitu,
seseorang tidak mengunjungi seorang petapa atau seorang
brahmana dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan demikian.“Tetapi di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan
mengunjungi seorang petapa atau seorang brahmana dan
bertanya: ‘Yang Mulia, apakah yang bermanfaat? … Perbuatan
apakah yang mengarah pada kesejahteraan dan kebahagiaanku
untuk waktu yang lama?’ Karena melakukan dan menjalankan
perbuatan-perbuatan demikian … ia muncul kembali di alam
bahagia … Tetapi jika sebaliknya ia kembali ke alam manusia,
maka di manapun ia terlahir kembali ia akan menjadi bijaksana.
Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada kebijaksanaan, yaitu,
seseorang mengunjungi seorang petapa atau seorang brahmana
dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan demikian.“Makhluk-makhluk adalah pemilik perbuatan mereka,
pewaris perbuatan mereka, mereka berasal-mula dari perbuatan
mereka, terikat dengan perbuatan mereka, memiliki perbuatan
mereka sebagai perlindungan mereka. Adalah perbuatan yang
membedakan makhluk-makhluk sebagai hina dan mulia.”“Demikianlah, apa yang akan kami katakan kepada para
bhikkhu senior ketika seorang bhikkhu muda berpikir bahwa Sang
Guru harus dibela seperti demikian? Teman Samiddhi, setelah
melakukan perbuatan yang disengaja melalui jasmani, ucapan,
atau pikiran, apakah yang dirasakan seseorang?”
“Setelah melakukan perbuatan yang disengaja melalui jasmani,
ucapan, atau pikiran, seseorang merasakan penderitaan, Teman
Potaliputta.”
Kemudian, dengan tidak menerima juga tidak menolak kata-
kata Yang Mulia Samiddhi, Pengembara Potaliputta bangkit dari
duduknya dan pergi.“Ānanda,1228 ada empat jenis orang terdapat di dunia ini.
Apakah empat ini? Di sini seseorang membunuh makhluk-
makhluk hidup, mengambil apa yang tidak diberikan, berperilaku
salah dalam kenikmatan indria, mengucapkan kebohongan,
mengucapkan kata-kata fitnah, mengucapkan kata-kata kasar,
bergosip; ia tamak, memiliki pikiran permusuhan, dan menganut
pandangan salah. Ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia
muncul kembali dalam kondisi menderita, di alam tujuan kelahiran
yang tidak bahagia, dalam kesengsaraan, bahkan di neraka.“Tetapi di sini, Ānanda, [211] melalui semangat … seorang
petapa atau brahmana mencapai konsentrasi pikiran sedemikian
sehingga, ketika pikirannya terkonsentrasi, dengan mata dewa,
yang murni dan melampaui manusia, ia melihat orang itu di sini
yang membunuh makhluk-makhluk hidup ... dan menganut
pandangan salah, dan ia melihat bahwa ketika hancurnya
jasmani, setelah kematian, ia muncul kembali di alam bahagia,
bahkan di alam surga. Ia berkata sebagai berikut:
‘Sesungguhnya, tidak ada perbuatan-perbuatan jahat, tidak ada akibat dari perilaku salah; karena aku melihat seseorang di sini
yang membunuh makhluk-makhluk hidup … dan menganut
pandangan salah, dan aku melihat bahwa ketika hancurnya
jasmani, setelah kematian, ia muncul kembali di alam bahagia,
bahkan di alam surga.’ Ia berkata sebagai berikut: ‘Ketika
hancurnya jasmani, setelah kematian, semua orang yang
membunuh makhluk-makhluk hidup … dan menganut
pandangan salah muncul kembali di alam bahagia, bahkan di
alam surga. Mereka yang mengetahui demikian mengetahui yang
benar; mereka yang berpikir sebaliknya adalah keliru.’
Demikianlah ia dengan keras kepala melekat pada apa yang telah
ia ketahui, ia lihat, dan ia temukan, dengan memaksakan: ‘Hanya
ini yang benar, yang lainnya adalah salah.’“Di sini, Ānanda, melalui semangat … seorang petapa atau
brahmana mencapai konsentrasi pikiran sedemikian sehingga,
ketika pikirannya terkonsentrasi, dengan mata dewa, yang murni
dan melampaui manusia, ia melihat orang itu di sini yang
menghindari membunuh makhluk-makhluk hidup ... dan
menganut pandangan benar, dan ia melihat bahwa ketika
hancurnya jasmani, setelah kematian, ia muncul kembali di alam
bahagia, bahkan di alam surga. Ia berkata sebagai berikut:
‘Sesungguhnya, ada perbuatan-perbuatan baik, ada akibat dari
perilaku baik; karena aku melihat seseorang di sini yang
menghindari membunuh makhluk-makhluk hidup … dan
menganut pandangan benar, dan aku melihat bahwa ketika
hancurnya jasmani, setelah kematian, ia muncul kembali di alam
bahagia, bahkan di alam surga.’ Ia berkata sebagai berikut:
‘Ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, semua orang yang
menghindari membunuh makhluk-makhluk hidup … dan
menganut pandangan benar muncul kembali di alam bahagia,
bahkan di alam surga. Mereka yang mengetahui demikian
mengetahui yang benar; mereka yang berpikir sebaliknya adalah
keliru.’ Demikianlah ia dengan keras kepala melekat pada apa yang telah ia ketahui, ia lihat, dan ia temukan, dengan
memaksakan: ‘Hanya ini yang benar, yang lainnya adalah salah.’“Tetapi di sini, Ānanda, [212] melalui semangat … seorang
petapa atau brahmana mencapai konsentrasi pikiran sedemikian
sehingga, ketika pikirannya terkonsentrasi, dengan mata dewa,
yang murni dan melampaui manusia, ia melihat orang itu di sini
yang menghindari membunuh makhluk-makhluk hidup ... dan
menganut pandangan benar, dan ia melihat bahwa ketika
hancurnya jasmani, setelah kematian, ia muncul kembali dalam
kondisi menderita, di alam tujuan kelahiran yang tidak bahagia,
dalam kesengsaraan, bahkan di neraka. Ia berkata sebagai
berikut: ‘Sesungguhnya, tidak ada perbuatan-perbuatan baik,
tidak ada akibat dari perilaku baik; karena aku melihat seseorang
di sini yang menghindari membunuh makhluk-makhluk hidup …“Di sana, Ānanda,1229 ketika seorang petapa atau
brahmana mengatakan: ‘Sesungguhnya, ada perbuatan-
perbuatan jahat, ada akibat dari perilaku salah,’ Aku
membenarkan ini. Ketika ia mengatakan: ‘Aku melihat seseorang
di sini yang membunuh makhluk-makhluk hidup … dan menganut
pandangan salah, dan aku melihat bahwa ketika hancurnya
jasmani, setelah kematian, ia muncul kembali dalam kondisi menderita … bahkan di neraka,’ Aku juga membenarkan ini.
Tetapi ketika ia mengatakan: ‘Ketika hancurnya jasmani, setelah
kematian, semua orang yang membunuh makhluk-makhluk hidup
… dan menganut pandangan salah muncul kembali dalam
kondisi menderita … bahkan di neraka,’ Aku tidak membenarkan
ini. Dan ketika ia dengan keras kepala melekat pada apa yang
telah ia ketahui, ia lihat, dan ia temukan, dengan memaksakan:
‘Hanya ini yang benar, yang lainnya adalah salah,’ Aku juga tidak
membenarkan ini. Mengapakah? Karena, Ānanda, pengetahuan
Sang Tathāgata akan penjelasan panjang tentang perbuatan
adalah tidak seperti itu.Majhima Nikaya hal1725-1726
“Di sana, Ānanda, ketika seorang petapa atau brahmana
mengatakan: ‘Sesungguhnya, tidak ada perbuatan-perbuatan
jahat, tidak ada akibat dari perilaku salah,’ Aku tidak
membenarkan ini. Ketika ia mengatakan: ‘Aku melihat seseorang
di sini yang membunuh makhluk-makhluk hidup … dan menganut
pandangan salah, dan aku melihat bahwa ketika hancurnya
jasmani, setelah kematian, ia muncul kembali di alam bahagia,
bahkan di alam surga,’ Aku membenarkan ini. Tetapi ketika ia
mengatakan: ‘Ketika hancurnya jasmani, setelah kematian,
semua orang yang membunuh makhluk-makhluk hidup … dan
menganut pandangan salah muncul kembali di alam bahagia,
bahkan di alam surga,’ [213] Aku tidak membenarkan ini. Dan
ketika ia mengatakan: ‘Mereka yang mengetahui demikian
mengetahui yang benar; mereka yang berpikir sebaliknya adalah
keliru,’ Aku juga tidak membenarkan ini. Dan ketika ia dengan
keras kepala melekat pada apa yang telah ia ketahui, ia lihat, dan
ia temukan, dengan memaksakan: ‘Hanya ini yang benar, yang
lainnya adalah salah,’ Aku juga tidak membenarkan ini.
Mengapakah? Karena, Ānanda, pengetahuan Sang Tathāgata
akan penjelasan panjang tentang perbuatan adalah tidak seperti
itu.“Di sana, Ānanda, sehubungan dengan orang yang
menghindari membunuh makhluk-makhluk hidup … dan
menganut pandangan benar, ketika hancurnya jasmani, setelah
kematian, ia muncul kembali di alam bahagia, bahkan di alam
surga: apakah sebelumnya telah melakukan perbuatan baik yang
dirasakan sebagai menyenangkan, atau belakangan ia melakukan
perbuatan baik yang dirasakan sebagai menyenangkan, atau
pada saat kematian ia memperoleh dan menganut pandangan
benar. Karena hal itu, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian,
ia muncul kembali di alam bahagia, bahkan di alam surga. Dan
karena ia di sini telah menghindari membunuh makhluk-makhluk
hidup [215] … dan menganut pandangan benar, ia akan
mengalami akibat dari perbuatan itu di sini dan saat ini, atau
dalam kelahiran kembali berikutnya, atau dalam beberapa
kelahiran setelahnya.
20. “Di sana, Ānanda, sehubungan dengan orang yang
menghindari membunuh makhluk-makhluk hidup … dan
menganut pandangan benar, ketika hancurnya jasmani, setelah
kematian, ia muncul kembali dalam kondisi menderita … bahkan
di neraka: apakah sebelumnya telah melakukan perbuatan jahat
yang dirasakan sebagai menyakitkan, atau belakangan ia
melakukan perbuatan jahat yang dirasakan sebagai menyakitkan,
atau pada saat kematian ia memperoleh dan menganut
pandangan salah. Karena hal itu, ketika hancurnya jasmani,
setelah kematian, ia muncul kembali dalam kondisi menderita …
bahkan di neraka. Dan karena ia di sini telah menghindari
membunuh makhluk-makhluk hidup … dan menganut
pandangan benar, ia akan mengalami akibat dari perbuatan itu di
sini dan saat ini, atau dalam kelahiran kembali berikutnya, atau
dalam beberapa kelahiran setelahnya.“Demikianlah, Ānanda, ada perbuatan yang tidak mampu
dan tampak tidak mampu; ada perbuatan yang tidak mampu dan
tampak mampu; ada perbuatan yang mampu dan tampak
mampu; dan ada perbuatan yang mampu dan tampak tidak
mampu.MA: Orang yang dilihat melalui mata dewa melakukan
pembunuhan makhluk-makhluk hidup, dan seterusnya, terlahir
kembali di neraka karena perbuatan jahat lain yang telah ia
lakukan sebelum ia melakukan pembunuhan, dan seterusnya,
atau karena perbuatan jahat yang ia lakukan setelahnya, atau
karena pandangan salah yang ia terima pada saat kematian.
Walaupun Pali sepertinya mengatakan bahwa ia seharusnya
terlahir kembali di neraka karena perbuatan-perbuatan selain dari
yang terlihat sedang ia lakukan, ini jangan dipahami sebagai suatu
pernyataan pasti melainkan hanya sebagai suatu pernyataan
kemungkinan. Yaitu, walaupun mungkin saja bahwa ia terlahir
kembali di neraka karena perbuatan jahat yang ia terlihat lakukan,
tetapi mungkin juga bahwa ia terlahir kembali di neraka karena
perbuatan-perbuatan jahat lain yang ia lakukan sebelumnya atau
sesudahnya atau karena pandangan salah.Pernyataan ini menunjukkan bahwa bahkan jika kamma buruknya
tidak menghasilkan modus kelahiran kembali, namun kamma itu
akan tetap matang baginya dalam suatu cara apakah dalam
kehidupan ini, dalam kehidupan berikut, atau dalam beberapa
kehidupan setelah itu 1232.Dalam kasus ini kelahiran kembali di alam surga pasti disebabkan
karena perbuatan-perbuatan lainnya selain dari perbuatan yang
terlihat sedang ia lakukan, karena suatu perbuatan jahat tidak
dapat menghasilkan modus kelahiran kembali yang beruntung.perolehan akan objek-objek pikiran yang dikenali oleh pikiran
yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan, memuaskan, dan
berhubungan dengan keduniawian – atau ketika ia ingat apa yang sebelumnya telah diperoleh yang telah berlalu, telah lenyap, dan
telah berubah – maka kegembiraan muncul. Kegembiraan
demikian disebut kegembiraan yang berdasarkan pada
kehidupan rumah tangga. Ini adalah enam jenis kegembiraan
yang berdasarkan pada kehidupan rumah tangga.“Ketika seseorang menganggap sebagai bukan keuntungan
atas suatu bukan perolehan akan suara-suara yang dikenali oleh
telinga … bukan perolehan akan bau-bauan yang dikenali oleh
hidung … bukan perolehan akan rasa kecapan yang dikenali oleh
lidah … bukan perolehan akan objek-objek sentuhan yang
dikenali oleh badan … bukan perolehan akan objek-objek pikiran
yang dikenali oleh pikiran yang diharapkan, diinginkan,
menyenangkan, memuaskan, dan berhubungan dengan
keduniawian.“Di sini, apakah enam jenis keseimbangan yang
berdasarkan pada pelepasan keduniawian? Ketika, dengan mengetahui ketidak-kekalan, perubahan, peluruhan, dan
lenyapnya bentuk-bentuk, seseorang melihat sebagaimana
adanya dengan kebijaksanaan benar bahwa bentuk-bentuk baik
yang sebelumnya maupun yang sekarang adalah tidak kekal,
penderitaan, dan tunduk pada perubahan, keseimbangan
muncul. Keseimbangan ini melampaui bentuk; itulah sebabnya
mengapa disebut keseimbangan yang berdasarkan pada
pelepasan keduniawian.“Di sini, Para bhikkhu, dengan bergantung dan mengandalkan
keenam jenis kegembiraan yang berdasarkan pada pelepasan
keduniawian, tinggalkan dan lampauilah keenam jenis
kegembiraan yang berdasarkan pada kehidupan rumah tangga.
Adalah demikian kegembiraan-kegembiraan itu ditinggalkan;
Adalah demikian kegembiraan-kegembiraan itu dilampaui.
Dengan bergantung dan mengandalkan keenam jenis kesedihan
yang berdasarkan pada pelepasan keduniawian, tinggalkan dan
lampauilah keenam jenis kesedihan yang berdasarkan pada kehidupan rumah tangga. Adalah demikian kesedihan-kesedihan
itu ditinggalkan; Adalah demikian kesedihan-kesedihan itu
dilampaui.“Ketika ia telah mendengar suatu suara dengan telinga …
mencium suatu bau dengan hidung … mengecap suatu rasa
kecapan dengan lidah … menyentuh suatu objek sentuhan
dengan badan … mengenali suatu objek pikiran dengan pikiran,
jika kesadarannya mengikuti gambaran objek pikiran, terikat dan
terkekang oleh kepuasan dalam gambaran objek pikiran,
terbelenggu oleh kepuasan dalam gambaran objek pikiran, maka
kesadarannya disebut ‘teralihkan dan berhamburan secara
eksternal.’“Dan bagaimanakah, Teman-teman, kesadaran disebut
‘tidak teralihkan dan tidak berhamburan secara eksternal’? Di sini,
ketika seorang bhikkhu telah melihat suatu bentuk dengan mata,
jika kesadarannya tidak mengikuti gambaran bentuk, tidak terikat
dan tidak terkekang oleh kepuasan dalam gambaran bentuk,
tidak terbelenggu oleh kepuasan dalam gambaran bentuk, maka kesadarannya disebut ‘tidak teralihkan dan tidak berhamburan
secara eksternal.’ 226.“Ketika ia telah mendengar suatu suara dengan telinga …
mencium suatu bau dengan hidung … mengecap suatu rasa
kecapan dengan lidah … menyentuh suatu objek sentuhan
dengan badan … mengenali suatu objek pikiran dengan pikiran,
jika kesadarannya tidak mengikuti gambaran objek pikiran, tidak
terikat dan terkekang oleh kepuasan dalam gambaran objek
pikiran, tidak terbelenggu oleh belenggu kepuasan dalam
gambaran objek pikiran, maka kesadarannya disebut ‘tidak
teralihkan dan tidak berhamburan secara eksternal.’Di sini, dengan cukup terasing dari
kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat,
seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna pertama.“Kemudian, dengan menenangkan awal pikiran dan
kelangsungan pikiran, seorang bhikkhu masuk dan berdiam
dalam jhāna ke dua … Jika kesadarannya tidak mengikuti sukacita dan kenikmatan yang muncul dari konsentrasi … maka
pikirannya disebut ‘tidak terpaku secara internal.’
18. “Kemudian, dengan meluruhnya sukacita, seorang bhikkhu
berdiam … masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga … Jika
kesadarannya tidak mengikuti keseimbangan … maka pikirannya
disebut ‘tidak terpaku secara internal.’
19. “Kemudian, dengan meninggalkan kenikmatan dan
kesakitan … seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna
ke empat … Jika kesadarannya tidak mengikuti gambaran bukan-
kesakitan-juga-bukan-kenikmatan, tidak terikat dan terkekang
oleh kepuasan dalam gambaran bukan-kesakitan-juga-bukan-
kenikmatan, tidak terbelenggu oleh belenggu kepuasan dalam
gambaran bukan-kesakitan-juga-bukan-kenikmatan, maka
kesadarannya disebut ‘tidak terpaku secara internal.’ Itu adalah
bagaimana pikiran disebut ‘tidak terpaku secara internal.’“Bagaimanakah, Teman-teman, terjadinya gejolak karena
kemelekatan?1253 Di sini seorang biasa yang tidak terpelajar, yang
tidak menghargai para mulia dan tidak terampil dan tidak disiplin
dalam Dhamma mereka, yang tidak menghargai manusia sejati
dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka,
menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri sebagai
memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri,
atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Bentuk materinya itu
berubah dan menjadi sebaliknya. Dengan perubahan bentuk
materi dan bentuk materi yang menjadi sebaliknya itu, maka
kesadarannya terlena dengan perubahan bentuk materi itu.
Kondisi-kondisi pikiran yang bergejolak yang muncul dari
keterlenaan pada perubahan bentuk materi muncul bersama-
sama1254 dan menetap di sana menguasai pikirannya. Karena
pikirannya dikuasai, ia menjadi gelisah, sedih, dan cemas, dan
karena kemelekatan ia menjadi bergejolak.1255 [228].“Ia menganggap perasaan sebagai diri … Ia menganggap
persepsi sebagai diri … Ia menganggap bentukan-bentukan Karena pikirannya tidak dikuasai, ia tidak menjadi
gelisah, sedih, dan cemas, dan karena ketidak-melekatan ia
menjadi tidak bergejolak. Itu adalah bagaimana terjadinya
ketiadaan-gejolak karena ketidak-melekatan.“Seseorang seharusnya tidak mengejar kenikmatan indria,
yang rendah, vulgar, kasar, tidak mulia, dan tidak bermanfaat;
dan seseorang seharusnya tidak mengejar penyiksaan-diri, yang
menyakitkan, tidak mulia, dan tidak bermanfaat. Jalan Tengah
yang ditemukan oleh Sang Tathāgata menghindari kedua ekstrim
ini; memberikan penglihatan, memberikan pengetahuan,
mengarah menuju kedamaian, menuju pengetahuan langsung,
menuju pencerahan, menuju Nibbāna.“‘Jalan Tengah yang ditemukan oleh Sang Tathāgata
menghindari kedua ekstrim ini; memberikan penglihatan,
memberikan pengetahuan, mengarah menuju kedamaian, menuju
pengetahuan langsung, menuju pencerahan, menuju Nibbāna.’
Demikianlah dikatakan. Dan sehubungan dengan apakah hal ini
dikatakan? Adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu,
pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan
benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, dan
konsentrasi benar. Adalah sehubungan dengan hal ini maka
dikatakan: ‘Jalan Tengah yang ditemukan oleh Sang Tathāgata
menghindari kedua ekstrim ini … menuju Nibbāna.’“‘Bhikkhu, manusia ini terdiri dari enam unsur.’1268
Demikianlah dikatakan. Dan sehubungan dengan apakah hal ini
dikatakan? Ada unsur tanah, unsur air, unsur api, unsur udara,
unsur ruang, dan unsur kesadaran. Adalah sehubungan dengan
hal ini maka dikatakan: ‘Bhikkhu, manusia ini terdiri dari enam
unsur.’“Bagaimanakah, Bhikkhu, seseorang tidak melalaikan
kebijaksanaan?1272 Ada enam unsur ini: unsur tanah, unsur air,
unsur api, unsur udara, unsur ruang, dan unsur kesadaran.“Apakah, Bhikkhu, unsur tanah? Unsur tanah dapat
berupa internal maupun eksternal. “Apakah, Bhikkhu, unsur tanah? Unsur tanah dapat
berupa internal maupun eksternal. Apakah unsur tanah internal?
Apapun yang internal, bagian dari diri sendiri, padat, keras, dan
dilekati; yaitu rambut-kepala, bulu-badan, kuku, gigi, kulit, daging,
urat, tulang, sumsum, ginjal, jantung, hati, sekat rongga dada,
limpa, paru-paru, usus, selaput pengikat organ dalam tubuh, isi
perut, tinja, atau apapun lainnya yang internal, bagian dari diri
sendiri, padat, keras, dan dilekati: ini disebut unsur tanah internal.Dari waktu ke waktu ia
meniupnya, dari waktu ke waktu ia memercikkan air ke atasnya,
dan dari waktu ke waktu ia hanya melihatnya. Emas itu akan
menjadi murni, lebih murni, dan sangat murni, tanpa cacat, bebas
dari kotoran-kotoran logam, lunak, lentur, dan bersinar. Kemudian
jenis perhiasan apapun yang ingin ia buat dari emas itu, apakah
rantai emas atau anting-anting, atau kalung, atau kalung-bunga
emas, maka keinginannya akan terpenuhi. Demikian pula,
Bhikkhu, kemudian di sana hanya tersisa keseimbangan, yang
murni dan cerah, lunak, lentur, dan bersinar.‘Aku merasakan perasaan yang berujung pada
berhentinya kehidupan.’ Ia memahami: ‘Ketika hancurnya
jasmani, dengan berakhirnya kehidupan, semua yang dirasakan,
karena tidak disenangi, akan menjadi dingin di sini.’
25. “Oleh karena itu seorang bhikkhu yang memiliki
[kebijaksanaan ini] memiliki landasan kebijaksanaan tertinggi.
Karena ini, Bhikkhu, adalah kebijaksanaan mulia tertinggi, yaitu,
pengetahuan hancurnya segala penderitaan.“Kebebasannya, karena didirikan di atas kebenaran,
adalah tidak tergoyahkan. Karena itu adalah salah, Bhikkhu, yang
memiliki sifat menipu, dan itu adalah benar, yang memiliki sifat
tidak menipu – Nibbāna. Oleh karena itu seorang bhikkhu yang
memiliki [kebenaran ini] memiliki landasan kebenaran yang tertinggi. Karena ini, Bhikkhu, adalah kebenaran mulia tertinggi,
yaitu, Nibbāna, yang memiliki sifat tidak menipu.“Sebelumnya, ketika ia bodoh, ia menjalani dan menerima
perolehan;1284 sekarang ia telah meninggalkannya, memotongnya
di akarnya, membuatnya menjadi seperti tunggul pohon palem,
menyingkirkannya sehingga tidak mungkin muncul kembali di
masa depan. Oleh karena itu seorang bhikkhu yang memiliki
[pelepasan ini] memiliki landasan pelepasan yang tertinggi. Karena
ini, Bhikkhu, adalah pelepasan mulia yang tertinggi, yaitu,
pelepasan segala perolehan.sekarang ia
telah meninggalkannya, memotongnya di akarnya, membuatnya
menjadi seperti tunggul pohon palem, menyingkirkannya
sehingga tidak mungkin muncul kembali di masa depan.
Sebelumnya, ketika ia bodoh, ia mengalami ketidak-tahuan dan
delusi; sekarang ia telah meninggalkannya, memotongnya [246] di
akarnya, membuatnya menjadi seperti tunggul pohon palem,
menyingkirkannya sehingga tidak mungkin muncul kembali di
masa depan. Oleh karena itu seorang bhikkhu yang memiliki
[kedamaian ini] memiliki landasan kedamaian yang tertinggi.
Karena ini, Bhikkhu, adalah kedamaian mulia yang tertinggi, yaitu,
damainya nafsu, kebencian, dan delusi.‘aku akan tidak
memiliki persepsi’ adalah anggapan; ‘aku akan bukan memiliki
juga bukan tidak memiliki persepsi’ adalah anggapan. Anggapan
adalah penyakit, anggapan adalah tumor, anggapan adalah anak
panah. Dengan mengatasi segala anggapan, Bhikkhu, maka
seseorang disebut seorang bijaksana damai. Dan sang bijaksana
damai itu tidak dilahirkan, tidak menua, tidak mati; ia tidak
tergoyahkan dan tidak merindukan.
melalui kekuatan kehendakNya Sang Buddha menyembunyikan
ciri-ciri fisikNya seperti tanda-tanda Manusia Luar Biasa, dan Ia
tampil seperti umumnya seorang bhikkhu pengembara. Beliau tiba
di gubuk pengrajin tembikar tidak lama setelah Pukkusāti, yang
telah tiba terlebih dulu, bermaksud untuk pergi ke Sāvatthī pada
keesokan harinya untuk menemui Sang Buddha. Di sini Sang Buddha membabarkan keberadaan yang bukan
sesungguhnya melalui keberadaan yang sesungguhnya; karena
unsur-unsur adalah keberadaan yang sesungguhnya tetapi
manusia adalah keberadaan yang bukan sesungguhnya.
Maksudnya adalah : “Bahwa apa yang engkau lihat sebagai
seorang manusia adalah terdiri dari enam unsur. Sesungguhnya
tidak ada manusia di sini. ‘Manusia’ hanyalah sekadar konsep.”MA mengatakan bahwa pada titik ini Pukkusāti menembus tiga
jalan dan buah, menjadi yang-tidak-kembali. Ia menyadari bahwa
gurunya adalah Sang Buddha sendiri, tetapi ia tidak dapat
mengungkapkan hal ini karena Sang Buddha masih melanjutkan
khotbahNya.yang tidak
dapat dihentikan oleh petapa atau brahmana atau dewa atau
Māra atau Brahmā atau siapapun di dunia – yaitu,
mengumumkan, mengajarkan, menjelaskan, menegakkan,
mengungkapkan, membabarkan, dan memperlihatkan Empat
Kebenaran Mulia. Apakah empat ini?
3. ”Mengumumkan, mengajarkan, menjelaskan, menegakkan,
mengungkapkan, membabarkan, dan memperlihatkan kebenaran
mulia penderitaan. Mengumumkan, mengajarkan, menjelaskan,
menegakkan, mengungkapkan, membabarkan, dan
memperlihatkan kebenaran mulia asal-mula penderitaan …
kebenaran mulia lenyapnya penderitaan … kebenaran mulia jalan
menuju lenyapnya penderitaan.
“Di Benares, Para bhikkhu, di Taman Rusa di Isipatana
Sang Tathāgata, yang sempurna dan tercerahkan sempurna,
memutar Roda Dhamma yang tiada bandingnya, yang tidak dapat dihentikan oleh petapa atau brahmana atau dewa atau
Māra atau Brahmā atau siapapun di dunia – yaitu,
mengumumkan, mengajarkan, menjelaskan, menegakkan,
mengungkapkan, membabarkan, dan memperlihatkan Empat
Kebenaran Mulia ini.”Mengumumkan … dan memperlihatkan kebenaran mulia
penderitaan ... kebenaran mulia asal-mula penderitaan …
kebenaran mulia lenyapnya penderitaan … kebenaran mulia jalan
menuju lenyapnya penderitaan.“Dan apakah, Teman-teman, kebenaran mulia
penderitaan? Kelahiran adalah penderitaan; penuaan adalah
penderitaan; kematian adalah penderitaan; dukacita, ratapan,kesakitan, kesedihan, dan keputus-asaan adalah penderitaan;
tidak memperoleh apa yang diinginkan adalah penderitaan;
singkatnya, kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh
oleh kemelekatan adalah penderitaan.“Dan apakah, Teman-teman, kelahiran itu?1290 Kelahiran
makhluk-makhluk ke dalam berbagai urutan kehidupan, akan
terlahir, berdiam [dalam rahim], pembentukan, perwujudan
kelompok-kelompok unsur kehidupan, memperoleh landasan-
landasan kontak – ini disebut kelahiran.“Dan apakah, Teman-teman, penuaan itu? Penuaan
makhluk-makhluk dalam berbagai urutan kehidupan, usia tua, gigi
tanggal, rambut memutih, kulit keriput, kemunduran kehidupan,
melemahnya indria-indria – ini disebut penuaan.
13. “Dan apakah, Teman-teman, kematian itu? Berlalunya
makhluk-makhluk dalam berbagai urutan kehidupan,
kematiannya, terputusnya, lenyapnya, sekarat, selesainya waktu,
hancurnya kelompok-kelompok unsur kehidupan, terbaringnya
tubuh – ini disebut kematian.
14. “Dan apakah, Teman-teman, dukacita itu? Dukacita,
bersedih, kesedihan, dukacita batin, kesedihan batin, dari
seseorang yang mengalami kemalangan atau diakibatkan oleh
kondisi-kondisi menyakitkan – ini disebut dukacita.
15. “Dan apakah, Teman-teman, ratapan itu? Mengeluh dan
meratap, mengeluhkan dan meratapi, [250] keluhan dan ratapan,
dari seseorang yang mengalami kemalangan atau diakibatkan
oleh kondisi-kondisi menyakitkan – ini disebut ratapan.
16. “Dan apakah, Teman-teman, kesakitan itu? Kesakitan
jasmani, ketidak-nyamanan jasmani, sakit, perasaan tidak
menyenangkan yang muncul dari kontak jasmani – ini disebut
kesakitan.
17. “Dan apakah, Teman-teman, kesedihan itu? Kesedihan
batin, ketidak-nyamanan batin, perasaan tidak menyenangkan
yang muncul dari kontak pikiran – ini disebut kesedihan.“Dan apakah, Teman-teman, keputus-asaan itu? Kesulitan
dan keputus-asaan, kesulitan besar dan kehilangan harapan, dari
seseorang yang mengalami kemalangan atau diakibatkan oleh
kondisi-kondisi menyakitkan – ini disebut keputus-asaan.
19. “Dan apakah, Teman-teman, ‘tidak memperoleh apa yang
diinginkan adalah penderitaan’? Bagi makhluk-makhluk yang
tunduk pada kelahiran muncul keinginan: ‘Oh, semoga kami tidak
tunduk pada kelahiran! Semoga kelahiran tidak terjadi pada kami!’
Tetapi hal ini tidak diperoleh dengan cara menginginkan, dan
tidak memperoleh apa yang diinginkan adalah penderitaan. Bagi
makhluk-makhluk yang tunduk pada penuaan … tunduk pada
penyakit … tunduk pada kematian … tunduk pada dukacita,
ratapan, kesakitan, kesedihan, dan keputus-asaan, muncul
keinginan: ‘Oh, semoga kami tidak tunduk pada dukacita,
ratapan, kesakitan, kesedihan, dan keputus-asaan! Semoga
dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan keputus-asaan tidak
terjadi pada kami!’ Tetapi hal ini tidak diperoleh dengan cara
menginginkan, dan tidak memperoleh apa yang diinginkan adalah
penderitaan.“Dan apakah, Teman-teman, kelima kelompok unsur
kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan, secara singkat,
adalah penderitaan? Yaitu: kelompok unsur bentuk materi yang
terpengaruh oleh kemelekatan, kelompok unsur perasaan yang
terpengaruh oleh kemelekatan, kelompok unsur persepsi yang
terpengaruh oleh kemelekatan, kelompok unsur bentukan-
bentukan yang terpengaruh oleh kemelekatan, dan kelompok
unsur kesadaran yang terpengaruh oleh kemelekatan. Ini adalah
kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh
kemelekatan, secara singkat, adalah penderitaan. Ini disebut
kebenaran mulia penderitaan.
21. “Dan apakah, Teman-teman, kebenaran mulia asal-mula
penderitaan? Adalah ketagihan, yang membawa penjelmaan
baru, yang disertai dengan kesenangan dan nafsu, dan kesenangan dalam ini dan itu; yaitu, ketagihan pada kenikmatan
indria, ketagihan pada penjelmaan, [251] ketagihan pada tanpa-
penjelmaan. Ini disebut kebenaran mulia asal-mula penderitaan.“Dan apakah, Teman-teman, perhatian benar? Di sini
seorang bhikkhu berdiam dengan merenungkan jasmani sebagai
jasmani, tekun, penuh kewaspadaan, dan penuh perhatian,
setelah menyingkirkan ketamakan dan kesedihan terhadap dunia.
Ia berdiam dengan merenungkan perasaan sebagai perasaan,
tekun, penuh kewaspadaan, dan penuh perhatian, setelah
menyingkirkan ketamakan dan kesedihan terhadap dunia.Ia
berdiam dengan merenungkan pikiran sebagai pikiran, tekun,
penuh kewaspadaan, dan penuh perhatian, setelah
menyingkirkan ketamakan dan kesedihan terhadap dunia. Ia
berdiam dengan merenungkan objek-objek pikiran sebagai objek-
objek pikiran, tekun, penuh kewaspadaan, dan penuh perhatian,
setelah menyingkirkan ketamakan dan kesedihan terhadap dunia.
Ini disebut perhatian benar.“Di Benares, Teman-teman, di Taman Rusa di Isipatana
Sang Tathāgata, yang sempurna dan tercerahkan sempurna,
memutar Roda Dhamma yang tiada bandingnya, yang tidak
dapat dihentikan oleh petapa atau brahmana atau dewa atau
Māra atau Brahmā atau siapapun di dunia – yaitu,
mengumumkan, mengajarkan, menjelaskan, menegakkan,
mengungkapkan, membabarkan, dan memperlihatkan Empat
Kebenaran Mulia ini.”DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang
Bhagavā sedang menetap di negeri Sakya di Kapilavatthu di
Taman Nigrodha.
2. Kemudian Mahāpajāpatī Gotamī membawa sepasang jubah
baru dan mendatangi Sang Bhagavā,.1291 Setelah bersujud
kepada Beliau, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Sang
Bhagavā: “Yang Mulia, sepasang jubah baru ini telah dipintal oleh
saya, ditenun oleh saya, khusus untuk Sang Bhagavā. Yang
Mulia, sudilah Sang Bhagavā menerima persembahanku ini demi
belas kasih.”“Ketika seseorang, berkat orang lain, memiliki keyakinan yang
tak tergoyahkan pada Buddha, Dhamma, dan Sangha, dan
memiliki moralitas yang disenangi oleh para mulia, Aku katakan
adalah tidak mudah bagi orang pertama itu membalas orang ke
dua dengan cara memberikan penghormatan … dan obat-
obatan.
“Ketika seseorang, berkat orang lain, terbebas dari keragu-
raguan terhadap penderitaan, terhadap asal-mula penderitaan,
terhadap lenyapnya penderitaan, dan terhadap jalan menuju
lenyapnya penderitaan, Aku katakan adalah tidak mudah bagi
orang pertama itu membalas orang ke dua dengan cara
memberikan penghormatan … dan obat-obatan.Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada
seorang yang telah memasuki jalan untuk mencapai buah yang-
kembali-sekali; ini adalah persembahan pribadi jenis ke delapan.Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada seorang
pemasuk-arus; ini adalah persembahan pribadi jenis ke sembilan.
Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada seorang
yang telah memasuki jalan untuk mencapai buah memasuki-
arus;1295 ini adalah persembahan pribadi jenis ke sepuluh.
Seseorang memberikan suatu pemberian kepada seseorang di
luar [Pengajaran] yang bebas dari nafsu akan kenikmatan
indria;1296 ini adalah persembahan pribadi jenis ke sebelas.Seseorang memberikan suatu pemberian kepada seorang biasa
yang bermoral; ini adalah persembahan pribadi jenis ke dua
belas. Seseorang memberikan suatu pemberian kepada seorang
biasa yang tidak bermoral; ini adalah persembahan pribadi jenis
ke tiga belas. Seseorang memberikan suatu pemberian kepada
binatang: ini adalah persembahan pribadi jenis ke empat belas.Di sini, Ānanda, dengan memberikan suatu pemberian
kepada seekor binatang, maka persembahan itu diharapkan akan
menghasilkan balasan seratus kali lipat.1297 Dengan memberikan
suatu pemberian kepada seorang biasa yang tidak bermoral,
maka persembahan itu diharapkan akan menghasilkan balasan
seribu kali lipat. Dengan memberikan suatu pemberian kepada
seorang biasa yang bermoral, maka persembahan itu diharapkan
akan menghasilkan balasan seratus ribu kali lipat. Dengan
memberikan suatu pemberian kepada seseorang di luar
[Pengajaran] yang bebas dari nafsu akan kenikmatan indria, maka
persembahan itu diharapkan akan menghasilkan balasan seratus
ribu kali seratus ribu kali lipat.
“Dengan memberikan suatu pemberian kepada seorang
seorang yang telah memasuki jalan untuk mencapai buah
memasuki-arus, maka persembahan itu diharapkan akan
menghasilkan balasan yang tidak terhitung, tidak terukur. Apa lagi
yang harus dikatakan tentang pemberian kepada seorang
pemasuk-arus? Apa lagi yang harus dikatakan tentang pemberian
kepada seorang yang telah memasuki jalan untuk mencapai buah.yang-kembali-sekali … kepada yang-kembali-sekali … kepada
seorang yang telah memasuki jalan untuk mencapai buah yang-
tidak-kembali … kepada seorang yang-tidak-kembali … kepada
seorang yang telah memasuki jalan untuk mencapai buah
Kearahantaan … kepada seorang Arahant … kepada seorang
Paccekabuddha? Apa lagi yang harus dikatakan tentang
pemberian kepada seorang Tathāgata, yang sempurna dan
tercerahkan sempurna?1298
7. “Terdapat tujuh jenis persembahan yang diberikan kepada
Sangha, Ānanda. Seseorang memberikan suatu pemberian
kepada kedua kelompok Sangha [baik bhikkhu maupun
bhikkhunī] yang dipimpin oleh Sang Buddha; ini adalah
persembahan kepada Sangha jenis pertama.1299 Seseorang
memberikan suatu pemberian kepada kedua kelompok Sangha
[baik bhikkhu maupun bhikkhunī] setelah Sang Tathāgata
mencapai Nibbāna akhir;‘Tunjuklah untukku sejumlah
tertentu para bhikkhu dari Sangha’; ini adalah persembahan
kepada Sangha jenis ke enam. Seseorang memberikan suatu
pemberian, dengan mengatakan: ‘Tunjuklah untukku sejumlah
tertentu para bhikkhunī dari Sangha’; ini adalah persembahan
kepada Sangha jenis ke tujuh.
8. “Di masa depan, Ānanda, akan ada anggota-anggota
kelompok yang, ‘berleher-kuning,’ tidak bermoral, dan
berkarakter jahat. 1300 Orang-orang akan memberikan pemberian kepada orang-orang tidak bermoral itu demi Sangha. Bahkan
meskipun begitu, Aku katakan, suatu persembahan yang
diberikan kepada Sangha adalah tidak terhitung, tidak terukur.Dan Aku katakan bahwa tidak mungkin suatu persembahan yang
diberikan kepada seorang individu akan lebih berbuah daripada
persembahan yang diberikan kepada Sangha.1302.Di sini si pemberi adalah
bermoral, berkarakter baik, dan si penerima adalah tidak
bermoral, berkarakter jahat. Demikianlah persembahan yang
dimurnikan oleh si pemberi, bukan oleh si penerima.
11. “Dan bagaimanakah persembahan yang dimurnikan oleh si
penerima, bukan oleh si pemberi? Di sini si pemberi adalah tidak
bermoral, berkarakter jahat, dan si penerima adalah bermoral,
berkarakter baik. Demikianlah persembahan yang dimurnikan oleh
si penerima, bukan oleh si pemberi.
“Ketika seorang bermoral memberi kepada seorang yang
tidak bermoral
Suatu pemberian yang diperoleh dengan benar dengan
penuh keyakinan,
Meyakini bahwa buah perbuatan itu adalah besar,
Moralitas si pemberi memurnikan persembahan itu.
Ketika seorang tidak bermoral memberi kepada seorang
yang bermoral
Dengan tidak percaya memberikan suatu pemberian yang
diperoleh dengan tidak benar,
Juga tidak meyakini bahwa buah perbuatan itu adalah
besar,
Moralitas si penerima memurnikan persembahan itu.
Ketika seorang tidak bermoral memberi kepada seorang
yang tidak bermoral
Dengan tidak percaya memberikan suatu pemberian yang
diperoleh dengan tidak benar,
Juga tidak meyakini bahwa buah perbuatan itu adalah
besar,
Moralitas keduanya tidak memurnikan persembahan itu.
Ketika seorang bermoral memberi kepada seorang yang
bermoral
Dengan percaya memberikan suatu pemberian yang
diperoleh dengan benar,
Meyakini bahwa buah perbuatan itu adalah besar,
Pemberian itu, Aku katakan, akan berbuah sepenuhnya.
Ketika seorang yang tanpa nafsu memberi kepada seorang
yang tanpa nafsu
Dengan percaya memberikan suatu pemberian yang
diperoleh dengan benar,
Meyakini bahwa buah perbuatan itu adalah besar,
Pemberian itu, Aku katakan, adalah yang terbaik di antara
pemberian-pemberian duniawi.”1304.namun kisah kanonis tentang berdirinya Sangha Bhikkhunī
menunjukkan bahwa Mahāpajāpatī adalah bhikkhunī pertama
dalam sejarah. Dengan demikian Sangha Bhikkhunī pasti belum
ada pada saat sutta ini dibabarkan jika Mahāpajāpati masih
menjadi seorang umat awam perempuan. Kita dapat
memecahkan persoalan perbedaan ini (yang terabaikan oleh
komentator) dengan menganggap bahwa khotbah asli telah belakangan dimodifikasi setelah berdirinya Sangha Bhikkhunī agar
sesuai dengan skema persembahan kepada Sangha. Ini adalah empat faktor memasuki-arus. Dengan demikian jelas
bahwa pada saat sutta ini dibabarkan, Mahāpājapatī adalah
seorang Pemasuk-arus.Sang Buddha membabarkan ajaran ini karena sutta ini dimulai
dengan pemberian pribadi yang dipersembahkan untukNya, dan
Beliau ingin menjelaskan perbandingan nilai dari persembahan
kepada pribadi dan persembahan kepada Sangha.Dalam seratus kehidupan hal ini menghasilkan umur panjang,
kecantikan, kebahagiaan, kekuatan, dan kecerdasan, dan
menjadikan seseorang bebas dari gejolak. Pencapaian-
pencapaian selanjutnya dapat dipahami dengan cara yang sama. MA menyebutkan bahwa suatu pemberian yang dipersembahkan
kepada seorang bhikkhu yang tidak bermoral yang mewakili
keseluruhan Sangha adalah lebih berbuah dibandingkan suatu
pemberian yang dipersembahkan kepada seorang Arahant secara
pribadi. Tetapi agar pemberian itu dapat dipersembahkan dengan
benar kepada Sangha, si pemberi tidak boleh mempertimbangkan
kualitas-kualitas pribadi si penerima melainkan harus melihatnya
hanya sebagai wakil dari keseluruhan Sangha.
1303 MA: Di sini kata “dimurnikan” memiliki makna “berbuah.”DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika
Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman
Anāthapiṇḍika.
2. Pada saat itu perumah-tangga Anāthapiṇḍika jatuh sakit,
menderita, sakit parah. Kemudian ia menyuruh seseorang:
“Pergilah, temui Sang Bhagavā, bersujudlah atas namaku dengan
kepalamu di kaki Beliau, dan katakan: ‘Yang Mulia, Perumah-
tangga Anāthapiṇḍika jatuh sakit, menderita, dan sakit parah; ia
bersujud dengan kepalanya di kaki Sang Bhagavā.’ Kemudian
pergilah menemui Yang Mulia Sāriputta, bersujudlah atas namaku
dengan kepalamu di kakinya, dan katakan: ‘Yang Mulia,
Perumah-tangga Anāthapiṇḍika jatuh sakit, menderita, dan sakit
parah; ia bersujud dengan kepalanya di kaki Yang Mulia
Sāriputta.’ Kemudian katakan sebagai berikut: ‘Baik sekali, Yang
Mulia, jika Yang Mulia Sāriputta sudi datang ke rumah Perumah-
tangga Anāthapiṇḍika, demi belas kasih.’”“Perumah-tangga, engkau harus berlatih sebagai berikut:
‘Aku tidak akan melekat pada kesadaran-mata … Aku tidak akan
melekat pada kesadaran-telinga … Aku tidak akan melekat pada
kesadaran-hidung … Aku tidak akan melekat pada kesadaran-
lidah … Aku tidak akan melekat pada kesadaran-badan … Aku
tidak akan melekat pada kesadaran-pikiran, dan kesadaranku
tidak akan bergantung pada kesadaran-pikiran.’ Demikianlah
engkau harus berlatih.“Perumah-tangga, engkau harus berlatih sebagai berikut:
‘Aku tidak akan melekat pada unsur tanah … Aku tidak akan
melekat pada unsur air … Aku tidak akan melekat pada unsur api
… Aku tidak akan melekat pada unsur udara … Aku tidak akan
melekat pada unsur ruang … Aku tidak akan melekat pada unsur
kesadaran, dan kesadaranku tidak akan bergantung pada unsur
kesadaran. Demikianlah engkau harus berlatih.“Perumah-tangga, engkau harus berlatih sebagai berikut:
‘Aku tidak akan melekat pada bentuk-bentuk, dan kesadaranku
tidak akan bergantung pada bentuk-bentuk.’ Demikianlah engkau
harus berlatih. Engkau harus berlatih sebagai berikut: ‘Aku tidak
akan melekat pada suara-suara … Aku tidak akan melekat pada
bau-bauan … Aku tidak akan melekat pada rasa kecapan … Aku
tidak akan melekat pada objek-objek sentuhan … Aku tidak akan
melekat pada objek-objek pikiran, dan kesadaranku tidak akan
bergantung pada objek-objek pikiran.’ Demikianlah engkau harus
berlatih.
7. “Perumah-tangga, engkau harus berlatih sebagai berikut:
‘Aku tidak akan melekat pada kesadaran-mata … Aku tidak akan
melekat pada kesadaran-telinga … Aku tidak akan melekat pada
kesadaran-hidung … Aku tidak akan melekat pada kesadaran-
lidah … Aku tidak akan melekat pada kesadaran-badan … Aku
tidak akan melekat pada kesadaran-pikiran, dan kesadaranku
tidak akan bergantung pada kesadaran-pikiran.’ Demikianlah
engkau harus berlatih.
8. “Perumah-tangga, engkau harus berlatih sebagai berikut:
‘Aku tidak akan melekat pada kontak-mata … [260] Aku tidak
akan melekat pada kontak-telinga … Aku tidak akan melekat
pada kontak-hidung … Aku tidak akan melekat pada kontak-lidah
… Aku tidak akan melekat pada kontak-badan … Aku tidak akan
melekat pada kontak-pikiran, dan kesadaranku tidak akan
bergantung pada kontak-pikiran.’ Demikianlah engkau harus
berlatih.
9. “Perumah-tangga, engkau harus berlatih sebagai berikut:
‘Aku tidak akan melekat pada perasaan yang timbul dari kontak-
mata … Aku tidak akan melekat pada perasaan yang timbul dari
kontak-telinga … Aku tidak akan melekat pada perasaan yang
timbul dari kontak-hidung … Aku tidak akan melekat pada perasaan yang timbul dari kontak-lidah … Aku tidak akan melekat
pada perasaan yang timbul dari kontak-badan … Aku tidak akan
melekat pada perasaan yang timbul dari kontak-pikiran, dan
kesadaranku tidak akan bergantung pada perasaan yang timbul
dari kontak-pikiran.’ Demikianlah engkau harus berlatih.
10. “Perumah-tangga, engkau harus berlatih sebagai berikut:
‘Aku tidak akan melekat pada unsur tanah … Aku tidak akan
melekat pada unsur air … Aku tidak akan melekat pada unsur api
… Aku tidak akan melekat pada unsur udara … Aku tidak akan
melekat pada unsur ruang … Aku tidak akan melekat pada unsur
kesadaran, dan kesadaranku tidak akan bergantung pada unsur
kesadaran. Demikianlah engkau harus berlatih.
11. “Perumah-tangga, engkau harus berlatih sebagai berikut:
‘Aku tidak akan melekat pada bentuk materi … Aku tidak akan
melekat pada perasaan … Aku tidak akan melekat pada persepsi
… Aku tidak akan melekat pada bentukan-bentukan … Aku tidak
akan melekat pada kesadaran, dan kesadaranku tidak akan
bergantung pada kesadaran.’ Demikianlah engkau harus berlatih.
12. “Perumah-tangga, engkau harus berlatih sebagai berikut:
‘Aku tidak akan melekat pada landasan ruang tanpa batas … Aku
tidak akan melekat pada landasan kesadaran tanpa batas … Aku
tidak akan melekat pada landasan kekosongan … [261] … Aku
tidak akan melekat pada landasan bukan-persepsi juga bukan
bukan-persepsi, dan kesadaranku tidak akan bergantung pada
landasan bukan-persepsi juga bukan bukan-persepsi.’
Demikianlah engkau harus berlatih.
13. “Perumah-tangga, engkau harus berlatih sebagai berikut:
‘Aku tidak akan melekat pada dunia ini, dan kesadaranku tidak
akan bergantung pada dunia ini. Aku tidak akan melekat pada
dunia lain, dan kesadaranku tidak akan bergantung pada dunia
lain.‘ Demikianlah engkau harus berlatih.
14. “Perumah-tangga, engkau harus berlatih sebagai berikut:
‘Aku tidak akan melekat pada apa yang dilihat, didengar, dicerap dikenali, diperoleh, dicari, dan diperiksa oleh pikiran, dan
kesadaranku tidak akan bergantung pada itu.’ Demikianlah
engkau harus berlatih.”“Teman Sāriputta, aku menganggap mata, kesadaran-mata,
bentuk-bentuk yang dikenali [oleh pikiran] melalui kesadaran-mata
sebagai: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’ Aku
menganggap telinga … hidung … lidah … badan … pikiran,
kesadaran-pikiran, dan hal-hal yang dikenali [oleh pikiran] melalui
kesadaran-pikiran sebagai: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini
bukan diriku.’”“Teman Channa, apakah yang telah engkau lihat dan
ketahui secara langsung dalam mata, dalam kesadaran-mata,
dan dalam bentuk-bentuk yang dikenali [oleh pikiran] melalui
kesadaran-mata, yang engkau anggap sebagai: ‘Ini bukan
milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku’? Apakah yang telah
engkau lihat dan ketahui secara langsung dalam telinga … dalam
hidung … dalam lidah … dalam badan … dalam pikiran, dalam
kesadaran-pikiran, dan dalam hal-hal yang dikenali [oleh pikiran]
melalui kesadaran-pikiran, yang engkau anggap sebagai: ‘Ini
bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku’?”Ketika hal ini dikatakan, Yang Mulia Mahā Cunda berkata
kepada Yang Mulia Channa:1309 “Oleh karena itu, Teman Channa,
ajaran Sang Bhagavā ini harus terus-menerus diperhatikan: ‘Ada
keraguan bagi seseorang yang tergantung, tidak ada keraguan
bagi seseorang yang tidak tergantung. Ketika tidak ada keraguan,maka ada ketenangan; ketika ada ketenangan, maka tidak ada
prasangka; ketika tidak ada prasangka, maka tidak ada datang
dan pergi; ketika tidak ada datang dan pergi, maka tidak ada
meninggal dunia dan terlahir kembali; ketika tidak ada meninggal
dunia dan terlahir kembali, maka tidak ada di sini juga tidak ada di
sana juga tidak ada di antara keduanya. Inilah akhir
penderitaan.’”Ada
keraguan bagi seseorang yang tergantung, tidak ada keraguan
bagi seseorang yang tidak tergantung. Ketika tidak ada keraguan,maka ada ketenangan; ketika ada ketenangan, maka tidak ada
prasangka; ketika tidak ada prasangka, maka tidak ada datang
dan pergi;ketika tidak ada datang dan pergi, maka tidak ada
meninggal dunia dan terlahir kembali; ketika tidak ada meninggal
dunia dan terlahir kembali, maka tidak ada di sini juga tidak ada di
sana juga tidak ada di antara keduanya. Inilah akhir
penderitaan.’”Kemudian, setelah Yang Mulia Sāriputta dan Yang Mulia
Mahā Cunda memberikan nasihat kepada Yang Mulia Channa,
mereka bangkit dari duduk dan pergi. Kemudian, tidak lama
setelah mereka pergi, Yang Mulia Channa menggunakan
pisau.Kemudian Yang Mulia Sāriputta mendekati Sang Bhagavā,
bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada
Beliau: “Yang Mulia, Yang Mulia Channa telah menggunakan
pisau. Ke manakah alam tujuannya, di manakah ia dilahirkan
kembali?”Makna dari instruksi dapat dijelaskan dengan bantuan MA sebagai
berikut: Seseorang menjadi bergantung karena ketagihan dan
pandangan dan menjadi tidak bergantung dengan
meninggalkannya melalui tercapainya Kearahantaan.Anggapan
(nati, lit. kecenderungan) terjadi melalui ketagihan, dan
ketiadaannya berarti tidak ada kecenderungan atau keinginan
pada kehidupan. Tidak ada datang dan pergi dicapai melalui
berakhirnya kelahiran kembali dan kematian, tidak ada di sini juga
tidak ada di sana juga tidak ada di antara keduanya dicapai
melalui dilampauinya dunia ini, dunia berikutnya, dan jalan antara
dunia ini dan dunia berikutnya. Ini adalah akhir penderitaan
kekotoran dan penderitaan lingkaran.“Puṇṇa, ada Bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata yang
diharapkan, diinginkan, menyenangkan dan disukai, terhubung
dengan kenikmatan indria, dan merangsang nafsu. Jika seorang
bhikkhu bersenang di dalamnya, menyambutnya, dan terus-
menerus menggenggamnya, maka kesenangan muncul dalam
dirinya. Dengan munculnya kesenangan, Puṇṇa, maka muncul
pula penderitaan, Aku katakan.1316 Ada, Puṇṇa, suara-suara yang
dikenali oleh telinga … bau-bauan yang dikenali oleh hidung …
rasa kecapan yang dikenali oleh lidah … objek-objek sentuhan
yang dikenali oleh badan … objek-objek pikiran yang dikenali oleh
pikiran yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan dan disukai,terhubung dengan kenikmatan indria, [268] dan merangsang
nafsu.“Puṇṇa, ada bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata …
suara-suara yang dikenali oleh telinga … bau-bauan yang dikenali
oleh hidung … rasa kecapan yang dikenali oleh lidah … objek-
objek sentuhan yang dikenali oleh badan … objek-objek pikiran
yang dikenali oleh pikiran yang diharapkan, diinginkan,
menyenangkan dan disukai, terhubung dengan kenikmatan indria,
dan merangsang nafsu. Jika seorang bhikkhu tidak bersenang di
dalamnya, tidak menyambutnya, dan tidak terus-menerus
menggenggamnya, maka kesenangan lenyap dalam dirinya.
Dengan lenyapnya kesenangan, Puṇṇa, maka lenyap pula
penderitaan, Aku katakan.Tetapi, Puṇṇa, jika orang-orang Sunāparanta memukulmu
dengan tongkat kayu, bagaimanakah engkau akan berpikir?”
“Yang Mulia, jika orang-orang Sunāparanta memukulku
dengan tongkat kayu, maka aku akan berpikir: ‘Orang-orang
Sunāparanta ini sungguh baik, sungguh sangat baik, sehingga
mereka tidak menusukku dengan pisau.’ Aku akan berpikir
demikian, Sang Bhagavā; aku akan berpikir demikian, Yang
Sempurna.”
“Tetapi, Puṇṇa, jika orang-orang Sunāparanta menusukmu
dengan pisau, bagaimanakah engkau akan berpikir?”
“Yang Mulia, jika orang-orang Sunāparanta menusukku
dengan pisau, maka aku akan berpikir: ‘Orang-orang
Sunāparanta ini sungguh baik, sungguh sangat baik, sehingga
mereka tidak membunuhku dengan pisau tajam.’ Aku akan
berpikir demikian, Sang Bhagavā; aku akan berpikir demikian,
Yang Sempurna.”
“Tetapi, Puṇṇa, jika orang-orang Sunāparanta membunuhmu
dengan pisau tajam, bagaimanakah engkau akan berpikir?”“Yang Mulia, jika orang-orang Sunāparanta membunuhku
dengan pisau tajam, maka aku akan berpikir: ‘Ada para siswa
Sang Bhagavā yang, karena merasa muak, dan malu, dan jijik
dengan jasmani ini dan dengan kehidupan, telah mencari
penyerang. Tetapi aku telah memperoleh penyerang ini bahkan
tanpa mencari.’ Aku akan berpikir demikian, Sang Bhagavā; aku
akan berpikir demikian, Yang Sempurna.”Kemudian, setelah dengan senang dan gembira mendengar
kata-kata Sang Bhagavā, Yang Mulia Puṇṇa bangkit dari
duduknya, dan setelah bersujud kepada Sang Bhagavā, pergi
dengan Beliau tetap di sisi kanannya. Kemudian ia merapikan
tempat tinggalnya, dengan membawa mangkuk dan jubah
luarnya, ia melakukan perjalanan menuju negeri Sunāparanta.
Dengan berjalan secara bertahap, ia akhirnya tiba di negeri
Sunāparanta dan menetap di sana. Kemudian, selama masa
vassa, Yang Mulia Puṇṇa menegakkan lima ratus umat awam
laki-laki dan lima ratus umat awam perempuan dalam praktik, dan
ia sendiri mencapai tiga pengetahuan sejati. Beberapa waktu
kemudian, Yang Mulia Puṇṇa mencapai Nibbāna akhir.MA menjelaskan instruksi ini sebagai ajaran singkat tentang Empat
Kebenaran Mulia. Kesenangan (nandi) adalah suatu aspek
ketagihan. Melalui munculnya kesenangan sehubungan dengan
mata dan bentuk-bentuk maka muncullah penderitaan pada
kelima kelompok unsur kehidupan. Demikianlah pada bagian
pertama dari instruksi Sang Buddha mengajarkan lingkaran
kehidupan melalui dua kebenaran pertama – penderitaan dan
asal-mulanya – pada saat kemunculannya melalui keenam indria.
Pada bagian ke dua (§4) Beliau mengajarkan akhir dari lingkaran
melalui dua kebenaran berikutnya – lenyapnya dan sang jalan –
yang diungkapkan sebagai ditinggalkannya kesenangan dalam
keenam indria dan objek-objeknya.DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang
Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman
Anāthapiṇḍika.Kemudian Mahāpajāpatī Gotamī bersama dengan lima ratus
bhikkhunī mendatangi Sang bhagavā. Setelah bersujud kepada
Sang Bhagavā, ia berdiri di satu sisi dan berkata kepada Beliau:
“Yang Mulia, sudilah Sang Bhagavā menasihati para bhikkhunī,
sudilah Sang Bhagavā memberikan instruksi kepada para
bhikkhunī, sudilah Sang Bhagavā memberikan khotbah Dhamma
kepada para bhikkhunī Pada saat itu para bhikkhu senior bergiliran dalam
memberikan nasihat kepada para bhikkhunī, tetapi Yang mulia
Nandaka tidak mau menasihati mereka ketika gilirannya tiba.1318
Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada Yang Mulia Ānanda:
“Ānanda, giliran siapakah menasihati para bhikkhunī hari ini?”
“Yang Mulia, adalah giliran Yang Mulia Nandaka untuk
menasihati para bhikkhunī, tetapi ia tidak mau menasihati mereka
walaupun hari ini adalah gilirannya.”
“Saudari-saudari, bagaimana menurut kalian? Apakah
bentuk-bentuk … suara-suara … bau-bauan … rasa kecapan …
objek-objek sentuhan … objek-objek pikiran adalah kekal atau
tidak kekal?” – “Tidak kekal, Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak
kekal itu adalah penderitaan atau kebahagiaan?” – “Penderitaan,
Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak kekal, penderitaan, dan
tunduk pada perubahan itu layak dianggap sebagai: ‘Ini milikku,
ini aku, ini diriku’?” – “Tidak, Yang Mulia. Mengapakah? Karena,
Yang Mulia, kami telah melihatnya sebagaimana adanya dengan
kebijaksanaan benar sebagai berikut: ‘Enam landasan eksternal
ini adalah tidak kekal.’”“Saudari-saudari, bagaimana menurut kalian? Apakah
kesadaran-mata … [273] … kesadaran-telinga … kesadaran-
hidung … kesadaran-lidah … kesadaran-badan … kesadaran-
pikiran adalah kekal atau tidak kekal?” – “Tidak kekal, Yang
Mulia.” – “Apakah yang tidak kekal itu adalah penderitaan atau
kebahagiaan?” – “Penderitaan, Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak
kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan itu layak
dianggap sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?” – “Tidak, Yang
Mulia. Mengapakah? Karena, Yang Mulia, kami telah melihatnya
sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai
berikut: ‘Enam kelompok kesadaran ini adalah tidak kekal.’”“Saudari-saudari, Aku memberikan perumpamaan ini
untuk menyampaikan maknanya. Berikut ini adalah maknanya:
‘daging bagian dalam’ adalah sebutan untuk enam landasan
internal. ‘Kulit luar’ adalah sebutan untuk enam landasan
eksternal. ‘Urat daging bagian dalam, otot, dan sendi-sendi’
adalah sebutan untuk kesenangan dan nafsu. ‘Pisau daging yang
tajam’ adalah sebutan untuk kebijaksanaan mulia – kebijaksanaan
mulia yang membelah, memotong, dan mencincang kekotoran-
kekotoran bagian dalam, belenggu-belenggu, dan ikatan-ikatan.“Saudari-saudari, ada tujuh faktor pencerahan ini1321 yang
melalui pengembangan dan pelatihannya seorang bhikkhu,
dengan menembusnya untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan
langsung, di sini dan saat ini masuk dan berdiam dalam
kebebasan pikiran dan kebebasan melalui kebijaksanaan yang
tanpa noda dengan hancurnya noda-noda. Apakah tujuh ini? Di
sini, Saudari-saudari, seorang bhikkhu mengembangkan faktor
pencerahan perhatian, yang didukung oleh keterasingan,
kebosanan, dan lenyapnya, dan matang dalam pelepasan. Ia
mengembangkan faktor pencerahan penyelidikan kondisi-kondisi
… faktor pencerahan kegigihan … faktor pencerahan sukacita …
faktor pencerahan ketenangan … faktor pencerahan konsentrasi
… faktor pencerahan keseimbangan, yang didukung oleh keterasingan, kebosanan, dan lenyapnya, dan matang dalam
pelepasan. Ini adalah tujuh faktor pencerahan yang melalui
pengembangan dan pelatihannya seorang bhikkhu, dengan
menembusnya untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan
langsung, di sini dan saat ini masuk dan berdiam dalam
kebebasan pikiran dan kebebasan melalui kebijaksanaan yang
tanpa noda dengan hancurnya noda-noda.Kemudian, sewaktu Sang Bhagavā sedang sendirian dalam
meditasi, sebuah pemikiran muncul pada Beliau sebagai berikut:
“Kondisi-kondisi yang matang dalam kebebasan telah muncul
dalam diri Rāhula.1324 Bagaimana jika Aku menuntunnya lebih jauh
menuju hancurnya noda-noda.”“Bawalah alas dudukmu, Rāhula; mari kita pergi ke Hutan
Orang Buta [278] untuk melewatkan hari.”
“Baik, Yang Mulia,” Yang Mulia Rāhula menjawab, dan dengan
membawa alas duduknya, ia mengikuti persis di belakang Sang
Bhagavā.
Pada saat itu ribuan para dewa mengikuti Sang Bhagavā,
dengan berpikir: “Hari ini Sang Bhagavā akan menuntun Yang
Mulia Rāhula lebih jauh menuju hancurnya noda-noda.”1325
Kemudian Sang Bhagavā memasuki Hutan Orang Buta dan
duduk di bawah sebatang pohon di atas tempat duduk yang telah dipersiapkan. Dan Yang Mulia Rāhula bersujud kepada
Sang Bhagavā dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā
berkata kepada Yang Mulia Rāhula:
“Rāhula, bagaimana menurutmu? Apakah mata adalah
kekal atau tidak kekal?” – “Tidak kekal, Yang Mulia.” – “Apakah
yang tidak kekal itu adalah penderitaan atau kebahagiaan?” –
“Penderitaan, Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak kekal,
penderitaan, dan tunduk pada perubahan itu layak dianggap
sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?” – “Tidak, Yang Mulia.”“Apakah yang tidak kekal,
penderitaan, dan tunduk pada perubahan itu layak dianggap
sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?” – “Tidak, Yang Mulia.”
“Rāhula, bagaimana menurutmu? Apakah bentuk-bentuk …
Apakah kesadaran-mata … [279] … Apakah kontak-mata …
Apakah segala sesuatu yang terdapat dalam perasaan, persepsi,
bentukan-bentukan, dan kesadaran yang muncul dengan kontak-
mata sebagai kondisinya adalah kekal atau tidak kekal?”1326 –
“Tidak kekal, Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak kekal itu adalah
penderitaan atau kebahagiaan?” – “Penderitaan, Yang Mulia.” –
“Apakah yang tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada
perubahan itu layak dianggap sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini
diriku’?” – “Tidak, Yang Mulia.”“Rāhula, bagaimana menurutmu? Apakah telinga adalah
kekal atau tidak kekal?… Apakah hidung adalah kekal atau tidak
kekal … Apakah lidah adalah kekal atau tidak kekal? … Apakah
badan adalah kekal atau tidak kekal?… Apakah pikiran adalah
kekal atau tidak kekal? … Apakah objek-objek pikiran adalah
kekal atau tidak kekal? … Apakah kesadaran-pikiran adalah kekal
atau tidak kekal? … Apakah kontak-pikiran adalah kekal atau
tidak kekal … Apakah segala sesuatu yang terdapat dalam
perasaan, persepsi, bentukan-bentukan, dan kesadaran yang
muncul dengan kontak pikiran sebagai kondisinya adalah kekal
atau tidak kekal?” – “Tidak kekal, Yang Mulia.” – “Apakah yang
tidak kekal itu adalah penderitaan atau kebahagiaan?” –
“Penderitaan, Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak kekal,penderitaan, dan tunduk pada perubahan itu layak dianggap
sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?” – “Tidak, Yang Mulia.”
9. “Dengan melihat demikian, Rāhula, seorang siswa mulia
yang terpelajar menjadi kecewa dengan mata, kecewa dengan
bentuk-bentuk, kecewa dengan kesadaran-mata, kecewa
dengan kontak-mata, dan kecewa dengan segala sesuatu yang
terdapat dalam perasaan, persepsi, bentukan-bentukan, dan
kesadaran yang muncul dengan kontak-mata sebagai kondisinya.
“Ia menjadi kecewa dengan telinga ... Ia menjadi kecewa
dengan hidung … Ia menjadi kecewa dengan lidah … Ia menjadi
kecewa dengan badan … Ia menjadi kecewa dengan pikiran,
kecewa dengan objek-objek pikiran, kecewa dengan kesadaran-
pikiran, kecewa dengan kontak-pikiran, [280] dan kecewa dengan
segala sesuatu yang terdapat dalam perasaan, persepsi,
bentukan-bentukan, dan kesadaran yang muncul dengan kontak-
pikiran sebagai kondisinya.”Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Yang Mulia
Rāhula merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang
Bhagavā. Sewaktu khotbah ini sedang dibabarkan Batin Rāhula
terbebas dari noda-noda. Dan pada ribuan para dewa itu muncul
penglihatan Dhamma yang bersih tanpa noda: “Segala sesuatu
yang tunduk pada kemunculan juga tunduk pada kelenyapan.”MA menginterpretasikan ini sebagai
lima belas kualitas yang memurnikan lima indria (keyakinan,
kegigihan, perhatian, konsentrasi, dan kebijaksanaan), yaitu, untuk
masing-masing indria: menghindari orang-orang yang tidak
memiliki indria itu, bergaul dengan orang-orang yang memiliki
indria itu, dan merenungkan sutta-sutta yang menginspirasi
kematangannya. MA membawakan kelompok lima belas kualitas
yang lain: kelima indria itu sendiri, lima persepsi yang berhubungan
dengan penembusan, yaitu, persepsi ketidak-kekalan,penderitaan, tanpa-diri, meninggalkan, dan kebosanan; dan lima
kualitas yang diajarkan kepada Meghiya, yaitu, persahabatan
mulia, moralitas peraturan-peraturan monastik, percakapan yang
sesuai, kegigihan, dan kebijaksanaan.MA mengatakan bahwa para dewa ini, yang datang dari berbagai
alam surga adalah teman-teman Rāhula pada kehidupan lampau
di mana ia pertama kali bercita-cita untuk mencapai Kearahantaan
sebagai putera seorang Buddha.DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang
Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman
Anāthapiṇḍika. Di sana Beliau memanggil para bhikkhu sebagai
berikut: “Para bhikkhu.” – “Yang Mulia,” mereka menjawab. Sang
Bhagavā berkata sebagai berikut:“‘Enam kelompok kesadaran harus dipahami.’
Demikianlah dikatakan. Dan sehubungan dengan apakah hal ini
dikatakan? Dengan bergantung pada mata dan bentuk-bentuk,
muncul kesadaran-mata; Dengan bergantung pada telinga dan
suara-suara, muncul kesadaran-telinga; Dengan bergantung pada
hidung dan bau-bauan, muncul kesadaran-hidung; Dengan
bergantung pada lidah dan rasa kecapan, muncul kesadaran-
lidah; Dengan bergantung pada badan dan objek-objek sentuhan,
muncul kesadaran-badan; Dengan bergantung pada pikiran dan
objek-objek pikiran, muncul kesadaran-pikiran. Adalah
sehubungan dengan hal ini maka dikatakan: ‘Enam kelompok
kesadaran harus dipahami.’ Ini adalah kelompok enam ke tiga.“‘Enam kelompok kontak harus dipahami.’ Demikianlah
dikatakan. Dan sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan?
Dengan bergantung pada mata dan bentuk-bentuk, muncul
kesadaran-mata; pertemuan ketiga ini adalah kontak. Dengan
bergantung pada telinga dan suara-suara, muncul kesadaran-
telinga; pertemuan ketiga ini adalah kontak. Dengan bergantung
pada hidung dan bau-bauan, muncul kesadaran-hidung;
pertemuan ketiga ini adalah kontak. Dengan bergantung pada
lidah dan rasa kecapan, muncul kesadaran-lidah; pertemuan ketiga ini adalah kontak. Dengan bergantung pada badan dan
objek-objek sentuhan, muncul kesadaran-badan; pertemuan
ketiga ini adalah kontak. Dengan bergantung pada pikiran dan
objek-objek pikiran, muncul kesadaran-pikiran; pertemuan ketiga
ini adalah kontak. Adalah sehubungan dengan hal ini maka
dikatakan: ‘Enam kelompok kontak harus dipahami.’ Ini adalah
kelompok enam ke empat.Ada
keraguan bagi seseorang yang tergantung, tidak ada keraguan
bagi seseorang yang tidak tergantung. Ketika tidak ada keraguan,maka ada ketenangan; ketika ada ketenangan, maka tidak ada
prasangka; ketika tidak ada prasangka, maka tidak ada datang
dan pergi;ketika tidak ada datang dan pergi, maka tidak ada
meninggal dunia dan terlahir kembali; ketika tidak ada meninggal
dunia dan terlahir kembali, maka tidak ada di sini juga tidak ada di
sana juga tidak ada di antara keduanya. Inilah akhir
penderitaan.’”Kemudian, setelah Yang Mulia Sāriputta dan Yang Mulia
Mahā Cunda memberikan nasihat kepada Yang Mulia Channa,
mereka bangkit dari duduk dan pergi. Kemudian, tidak lama
setelah mereka pergi, Yang Mulia Channa menggunakan
pisau.Kemudian Yang Mulia Sāriputta mendekati Sang Bhagavā,
bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada
Beliau: “Yang Mulia, Yang Mulia Channa telah menggunakan
pisau. Ke manakah alam tujuannya, di manakah ia dilahirkan
kembali?”Makna dari instruksi dapat dijelaskan dengan bantuan MA sebagai
berikut: Seseorang menjadi bergantung karena ketagihan dan
pandangan dan menjadi tidak bergantung dengan
meninggalkannya melalui tercapainya Kearahantaan.Anggapan
(nati, lit. kecenderungan) terjadi melalui ketagihan, dan
ketiadaannya berarti tidak ada kecenderungan atau keinginan
pada kehidupan. Tidak ada datang dan pergi dicapai melalui
berakhirnya kelahiran kembali dan kematian, tidak ada di sini juga
tidak ada di sana juga tidak ada di antara keduanya dicapai
melalui dilampauinya dunia ini, dunia berikutnya, dan jalan antara
dunia ini dan dunia berikutnya. Ini adalah akhir penderitaan
kekotoran dan penderitaan lingkaran.“Puṇṇa, ada Bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata yang
diharapkan, diinginkan, menyenangkan dan disukai, terhubung
dengan kenikmatan indria, dan merangsang nafsu. Jika seorang
bhikkhu bersenang di dalamnya, menyambutnya, dan terus-
menerus menggenggamnya, maka kesenangan muncul dalam
dirinya. Dengan munculnya kesenangan, Puṇṇa, maka muncul
pula penderitaan, Aku katakan.1316 Ada, Puṇṇa, suara-suara yang
dikenali oleh telinga … bau-bauan yang dikenali oleh hidung …
rasa kecapan yang dikenali oleh lidah … objek-objek sentuhan
yang dikenali oleh badan … objek-objek pikiran yang dikenali oleh
pikiran yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan dan disukai,terhubung dengan kenikmatan indria, [268] dan merangsang
nafsu.“Puṇṇa, ada bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata …
suara-suara yang dikenali oleh telinga … bau-bauan yang dikenali
oleh hidung … rasa kecapan yang dikenali oleh lidah … objek-
objek sentuhan yang dikenali oleh badan … objek-objek pikiran
yang dikenali oleh pikiran yang diharapkan, diinginkan,
menyenangkan dan disukai, terhubung dengan kenikmatan indria,
dan merangsang nafsu. Jika seorang bhikkhu tidak bersenang di
dalamnya, tidak menyambutnya, dan tidak terus-menerus
menggenggamnya, maka kesenangan lenyap dalam dirinya.
Dengan lenyapnya kesenangan, Puṇṇa, maka lenyap pula
penderitaan, Aku katakan.Tetapi, Puṇṇa, jika orang-orang Sunāparanta memukulmu
dengan tongkat kayu, bagaimanakah engkau akan berpikir?”
“Yang Mulia, jika orang-orang Sunāparanta memukulku
dengan tongkat kayu, maka aku akan berpikir: ‘Orang-orang
Sunāparanta ini sungguh baik, sungguh sangat baik, sehingga
mereka tidak menusukku dengan pisau.’ Aku akan berpikir
demikian, Sang Bhagavā; aku akan berpikir demikian, Yang
Sempurna.”
“Tetapi, Puṇṇa, jika orang-orang Sunāparanta menusukmu
dengan pisau, bagaimanakah engkau akan berpikir?”
“Yang Mulia, jika orang-orang Sunāparanta menusukku
dengan pisau, maka aku akan berpikir: ‘Orang-orang
Sunāparanta ini sungguh baik, sungguh sangat baik, sehingga
mereka tidak membunuhku dengan pisau tajam.’ Aku akan
berpikir demikian, Sang Bhagavā; aku akan berpikir demikian,
Yang Sempurna.”
“Tetapi, Puṇṇa, jika orang-orang Sunāparanta membunuhmu
dengan pisau tajam, bagaimanakah engkau akan berpikir?”“Yang Mulia, jika orang-orang Sunāparanta membunuhku
dengan pisau tajam, maka aku akan berpikir: ‘Ada para siswa
Sang Bhagavā yang, karena merasa muak, dan malu, dan jijik
dengan jasmani ini dan dengan kehidupan, telah mencari
penyerang. Tetapi aku telah memperoleh penyerang ini bahkan
tanpa mencari.’ Aku akan berpikir demikian, Sang Bhagavā; aku
akan berpikir demikian, Yang Sempurna.”Kemudian, setelah dengan senang dan gembira mendengar
kata-kata Sang Bhagavā, Yang Mulia Puṇṇa bangkit dari
duduknya, dan setelah bersujud kepada Sang Bhagavā, pergi
dengan Beliau tetap di sisi kanannya. Kemudian ia merapikan
tempat tinggalnya, dengan membawa mangkuk dan jubah
luarnya, ia melakukan perjalanan menuju negeri Sunāparanta.
Dengan berjalan secara bertahap, ia akhirnya tiba di negeri
Sunāparanta dan menetap di sana. Kemudian, selama masa
vassa, Yang Mulia Puṇṇa menegakkan lima ratus umat awam
laki-laki dan lima ratus umat awam perempuan dalam praktik, dan
ia sendiri mencapai tiga pengetahuan sejati. Beberapa waktu
kemudian, Yang Mulia Puṇṇa mencapai Nibbāna akhir.MA menjelaskan instruksi ini sebagai ajaran singkat tentang Empat
Kebenaran Mulia. Kesenangan (nandi) adalah suatu aspek
ketagihan. Melalui munculnya kesenangan sehubungan dengan
mata dan bentuk-bentuk maka muncullah penderitaan pada
kelima kelompok unsur kehidupan. Demikianlah pada bagian
pertama dari instruksi Sang Buddha mengajarkan lingkaran
kehidupan melalui dua kebenaran pertama – penderitaan dan
asal-mulanya – pada saat kemunculannya melalui keenam indria.
Pada bagian ke dua (§4) Beliau mengajarkan akhir dari lingkaran
melalui dua kebenaran berikutnya – lenyapnya dan sang jalan –
yang diungkapkan sebagai ditinggalkannya kesenangan dalam
keenam indria dan objek-objeknya.DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang
Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman
Anāthapiṇḍika.Kemudian Mahāpajāpatī Gotamī bersama dengan lima ratus
bhikkhunī mendatangi Sang bhagavā. Setelah bersujud kepada
Sang Bhagavā, ia berdiri di satu sisi dan berkata kepada Beliau:
“Yang Mulia, sudilah Sang Bhagavā menasihati para bhikkhunī,
sudilah Sang Bhagavā memberikan instruksi kepada para
bhikkhunī, sudilah Sang Bhagavā memberikan khotbah Dhamma
kepada para bhikkhunī Pada saat itu para bhikkhu senior bergiliran dalam
memberikan nasihat kepada para bhikkhunī, tetapi Yang mulia
Nandaka tidak mau menasihati mereka ketika gilirannya tiba.1318
Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada Yang Mulia Ānanda:
“Ānanda, giliran siapakah menasihati para bhikkhunī hari ini?”
“Yang Mulia, adalah giliran Yang Mulia Nandaka untuk
menasihati para bhikkhunī, tetapi ia tidak mau menasihati mereka
walaupun hari ini adalah gilirannya.”
“Saudari-saudari, bagaimana menurut kalian? Apakah
bentuk-bentuk … suara-suara … bau-bauan … rasa kecapan …
objek-objek sentuhan … objek-objek pikiran adalah kekal atau
tidak kekal?” – “Tidak kekal, Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak
kekal itu adalah penderitaan atau kebahagiaan?” – “Penderitaan,
Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak kekal, penderitaan, dan
tunduk pada perubahan itu layak dianggap sebagai: ‘Ini milikku,
ini aku, ini diriku’?” – “Tidak, Yang Mulia. Mengapakah? Karena,
Yang Mulia, kami telah melihatnya sebagaimana adanya dengan
kebijaksanaan benar sebagai berikut: ‘Enam landasan eksternal
ini adalah tidak kekal.’”“Saudari-saudari, bagaimana menurut kalian? Apakah
kesadaran-mata … [273] … kesadaran-telinga … kesadaran-
hidung … kesadaran-lidah … kesadaran-badan … kesadaran-
pikiran adalah kekal atau tidak kekal?” – “Tidak kekal, Yang
Mulia.” – “Apakah yang tidak kekal itu adalah penderitaan atau
kebahagiaan?” – “Penderitaan, Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak
kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan itu layak
dianggap sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?” – “Tidak, Yang
Mulia. Mengapakah? Karena, Yang Mulia, kami telah melihatnya
sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai
berikut: ‘Enam kelompok kesadaran ini adalah tidak kekal.’”“Saudari-saudari, Aku memberikan perumpamaan ini
untuk menyampaikan maknanya. Berikut ini adalah maknanya:
‘daging bagian dalam’ adalah sebutan untuk enam landasan
internal. ‘Kulit luar’ adalah sebutan untuk enam landasan
eksternal. ‘Urat daging bagian dalam, otot, dan sendi-sendi’
adalah sebutan untuk kesenangan dan nafsu. ‘Pisau daging yang
tajam’ adalah sebutan untuk kebijaksanaan mulia – kebijaksanaan
mulia yang membelah, memotong, dan mencincang kekotoran-
kekotoran bagian dalam, belenggu-belenggu, dan ikatan-ikatan.“Saudari-saudari, ada tujuh faktor pencerahan ini1321 yang
melalui pengembangan dan pelatihannya seorang bhikkhu,
dengan menembusnya untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan
langsung, di sini dan saat ini masuk dan berdiam dalam
kebebasan pikiran dan kebebasan melalui kebijaksanaan yang
tanpa noda dengan hancurnya noda-noda. Apakah tujuh ini? Di
sini, Saudari-saudari, seorang bhikkhu mengembangkan faktor
pencerahan perhatian, yang didukung oleh keterasingan,
kebosanan, dan lenyapnya, dan matang dalam pelepasan. Ia
mengembangkan faktor pencerahan penyelidikan kondisi-kondisi
… faktor pencerahan kegigihan … faktor pencerahan sukacita …
faktor pencerahan ketenangan … faktor pencerahan konsentrasi
… faktor pencerahan keseimbangan, yang didukung oleh keterasingan, kebosanan, dan lenyapnya, dan matang dalam
pelepasan. Ini adalah tujuh faktor pencerahan yang melalui
pengembangan dan pelatihannya seorang bhikkhu, dengan
menembusnya untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan
langsung, di sini dan saat ini masuk dan berdiam dalam
kebebasan pikiran dan kebebasan melalui kebijaksanaan yang
tanpa noda dengan hancurnya noda-noda.Kemudian, sewaktu Sang Bhagavā sedang sendirian dalam
meditasi, sebuah pemikiran muncul pada Beliau sebagai berikut:
“Kondisi-kondisi yang matang dalam kebebasan telah muncul
dalam diri Rāhula.1324 Bagaimana jika Aku menuntunnya lebih jauh
menuju hancurnya noda-noda.”“Bawalah alas dudukmu, Rāhula; mari kita pergi ke Hutan
Orang Buta [278] untuk melewatkan hari.”
“Baik, Yang Mulia,” Yang Mulia Rāhula menjawab, dan dengan
membawa alas duduknya, ia mengikuti persis di belakang Sang
Bhagavā.
Pada saat itu ribuan para dewa mengikuti Sang Bhagavā,
dengan berpikir: “Hari ini Sang Bhagavā akan menuntun Yang
Mulia Rāhula lebih jauh menuju hancurnya noda-noda.”1325
Kemudian Sang Bhagavā memasuki Hutan Orang Buta dan
duduk di bawah sebatang pohon di atas tempat duduk yang telah dipersiapkan. Dan Yang Mulia Rāhula bersujud kepada
Sang Bhagavā dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā
berkata kepada Yang Mulia Rāhula:
“Rāhula, bagaimana menurutmu? Apakah mata adalah
kekal atau tidak kekal?” – “Tidak kekal, Yang Mulia.” – “Apakah
yang tidak kekal itu adalah penderitaan atau kebahagiaan?” –
“Penderitaan, Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak kekal,
penderitaan, dan tunduk pada perubahan itu layak dianggap
sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?” – “Tidak, Yang Mulia.”“Apakah yang tidak kekal,
penderitaan, dan tunduk pada perubahan itu layak dianggap
sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?” – “Tidak, Yang Mulia.”
“Rāhula, bagaimana menurutmu? Apakah bentuk-bentuk …
Apakah kesadaran-mata … [279] … Apakah kontak-mata …
Apakah segala sesuatu yang terdapat dalam perasaan, persepsi,
bentukan-bentukan, dan kesadaran yang muncul dengan kontak-
mata sebagai kondisinya adalah kekal atau tidak kekal?”1326 –
“Tidak kekal, Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak kekal itu adalah
penderitaan atau kebahagiaan?” – “Penderitaan, Yang Mulia.” –
“Apakah yang tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada
perubahan itu layak dianggap sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini
diriku’?” – “Tidak, Yang Mulia.”“Rāhula, bagaimana menurutmu? Apakah telinga adalah
kekal atau tidak kekal?… Apakah hidung adalah kekal atau tidak
kekal … Apakah lidah adalah kekal atau tidak kekal? … Apakah
badan adalah kekal atau tidak kekal?… Apakah pikiran adalah
kekal atau tidak kekal? … Apakah objek-objek pikiran adalah
kekal atau tidak kekal? … Apakah kesadaran-pikiran adalah kekal
atau tidak kekal? … Apakah kontak-pikiran adalah kekal atau
tidak kekal … Apakah segala sesuatu yang terdapat dalam
perasaan, persepsi, bentukan-bentukan, dan kesadaran yang
muncul dengan kontak pikiran sebagai kondisinya adalah kekal
atau tidak kekal?” – “Tidak kekal, Yang Mulia.” – “Apakah yang
tidak kekal itu adalah penderitaan atau kebahagiaan?” –
“Penderitaan, Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak kekal,penderitaan, dan tunduk pada perubahan itu layak dianggap
sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?” – “Tidak, Yang Mulia.”
9. “Dengan melihat demikian, Rāhula, seorang siswa mulia
yang terpelajar menjadi kecewa dengan mata, kecewa dengan
bentuk-bentuk, kecewa dengan kesadaran-mata, kecewa
dengan kontak-mata, dan kecewa dengan segala sesuatu yang
terdapat dalam perasaan, persepsi, bentukan-bentukan, dan
kesadaran yang muncul dengan kontak-mata sebagai kondisinya.
“Ia menjadi kecewa dengan telinga ... Ia menjadi kecewa
dengan hidung … Ia menjadi kecewa dengan lidah … Ia menjadi
kecewa dengan badan … Ia menjadi kecewa dengan pikiran,
kecewa dengan objek-objek pikiran, kecewa dengan kesadaran-
pikiran, kecewa dengan kontak-pikiran, [280] dan kecewa dengan
segala sesuatu yang terdapat dalam perasaan, persepsi,
bentukan-bentukan, dan kesadaran yang muncul dengan kontak-
pikiran sebagai kondisinya.”Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Yang Mulia
Rāhula merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang
Bhagavā. Sewaktu khotbah ini sedang dibabarkan Batin Rāhula
terbebas dari noda-noda. Dan pada ribuan para dewa itu muncul
penglihatan Dhamma yang bersih tanpa noda: “Segala sesuatu
yang tunduk pada kemunculan juga tunduk pada kelenyapan.”MA menginterpretasikan ini sebagai
lima belas kualitas yang memurnikan lima indria (keyakinan,
kegigihan, perhatian, konsentrasi, dan kebijaksanaan), yaitu, untuk
masing-masing indria: menghindari orang-orang yang tidak
memiliki indria itu, bergaul dengan orang-orang yang memiliki
indria itu, dan merenungkan sutta-sutta yang menginspirasi
kematangannya. MA membawakan kelompok lima belas kualitas
yang lain: kelima indria itu sendiri, lima persepsi yang berhubungan
dengan penembusan, yaitu, persepsi ketidak-kekalan,penderitaan, tanpa-diri, meninggalkan, dan kebosanan; dan lima
kualitas yang diajarkan kepada Meghiya, yaitu, persahabatan
mulia, moralitas peraturan-peraturan monastik, percakapan yang
sesuai, kegigihan, dan kebijaksanaan.MA mengatakan bahwa para dewa ini, yang datang dari berbagai
alam surga adalah teman-teman Rāhula pada kehidupan lampau
di mana ia pertama kali bercita-cita untuk mencapai Kearahantaan
sebagai putera seorang Buddha.DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang
Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman
Anāthapiṇḍika. Di sana Beliau memanggil para bhikkhu sebagai
berikut: “Para bhikkhu.” – “Yang Mulia,” mereka menjawab. Sang
Bhagavā berkata sebagai berikut:“‘Enam kelompok kesadaran harus dipahami.’
Demikianlah dikatakan. Dan sehubungan dengan apakah hal ini
dikatakan? Dengan bergantung pada mata dan bentuk-bentuk,
muncul kesadaran-mata; Dengan bergantung pada telinga dan
suara-suara, muncul kesadaran-telinga; Dengan bergantung pada
hidung dan bau-bauan, muncul kesadaran-hidung; Dengan
bergantung pada lidah dan rasa kecapan, muncul kesadaran-
lidah; Dengan bergantung pada badan dan objek-objek sentuhan,
muncul kesadaran-badan; Dengan bergantung pada pikiran dan
objek-objek pikiran, muncul kesadaran-pikiran. Adalah
sehubungan dengan hal ini maka dikatakan: ‘Enam kelompok
kesadaran harus dipahami.’ Ini adalah kelompok enam ke tiga.“‘Enam kelompok kontak harus dipahami.’ Demikianlah
dikatakan. Dan sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan?
Dengan bergantung pada mata dan bentuk-bentuk, muncul
kesadaran-mata; pertemuan ketiga ini adalah kontak. Dengan
bergantung pada telinga dan suara-suara, muncul kesadaran-
telinga; pertemuan ketiga ini adalah kontak. Dengan bergantung
pada hidung dan bau-bauan, muncul kesadaran-hidung;
pertemuan ketiga ini adalah kontak. Dengan bergantung pada
lidah dan rasa kecapan, muncul kesadaran-lidah; pertemuan ketiga ini adalah kontak. Dengan bergantung pada badan dan
objek-objek sentuhan, muncul kesadaran-badan; pertemuan
ketiga ini adalah kontak. Dengan bergantung pada pikiran dan
objek-objek pikiran, muncul kesadaran-pikiran; pertemuan ketiga
ini adalah kontak. Adalah sehubungan dengan hal ini maka
dikatakan: ‘Enam kelompok kontak harus dipahami.’ Ini adalah
kelompok enam ke empat.Ada
keraguan bagi seseorang yang tergantung, tidak ada keraguan
bagi seseorang yang tidak tergantung. Ketika tidak ada keraguan,maka ada ketenangan; ketika ada ketenangan, maka tidak ada
prasangka; ketika tidak ada prasangka, maka tidak ada datang
dan pergi;ketika tidak ada datang dan pergi, maka tidak ada
meninggal dunia dan terlahir kembali; ketika tidak ada meninggal
dunia dan terlahir kembali, maka tidak ada di sini juga tidak ada di
sana juga tidak ada di antara keduanya. Inilah akhir
penderitaan.’”Kemudian, setelah Yang Mulia Sāriputta dan Yang Mulia
Mahā Cunda memberikan nasihat kepada Yang Mulia Channa,
mereka bangkit dari duduk dan pergi. Kemudian, tidak lama
setelah mereka pergi, Yang Mulia Channa menggunakan
pisau.Kemudian Yang Mulia Sāriputta mendekati Sang Bhagavā,
bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada
Beliau: “Yang Mulia, Yang Mulia Channa telah menggunakan
pisau. Ke manakah alam tujuannya, di manakah ia dilahirkan
kembali?”Makna dari instruksi dapat dijelaskan dengan bantuan MA sebagai
berikut: Seseorang menjadi bergantung karena ketagihan dan
pandangan dan menjadi tidak bergantung dengan
meninggalkannya melalui tercapainya Kearahantaan.Anggapan
(nati, lit. kecenderungan) terjadi melalui ketagihan, dan
ketiadaannya berarti tidak ada kecenderungan atau keinginan
pada kehidupan. Tidak ada datang dan pergi dicapai melalui
berakhirnya kelahiran kembali dan kematian, tidak ada di sini juga
tidak ada di sana juga tidak ada di antara keduanya dicapai
melalui dilampauinya dunia ini, dunia berikutnya, dan jalan antara
dunia ini dan dunia berikutnya. Ini adalah akhir penderitaan
kekotoran dan penderitaan lingkaran.“Puṇṇa, ada Bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata yang
diharapkan, diinginkan, menyenangkan dan disukai, terhubung
dengan kenikmatan indria, dan merangsang nafsu. Jika seorang
bhikkhu bersenang di dalamnya, menyambutnya, dan terus-
menerus menggenggamnya, maka kesenangan muncul dalam
dirinya. Dengan munculnya kesenangan, Puṇṇa, maka muncul
pula penderitaan, Aku katakan.1316 Ada, Puṇṇa, suara-suara yang
dikenali oleh telinga … bau-bauan yang dikenali oleh hidung …
rasa kecapan yang dikenali oleh lidah … objek-objek sentuhan
yang dikenali oleh badan … objek-objek pikiran yang dikenali oleh
pikiran yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan dan disukai,terhubung dengan kenikmatan indria, [268] dan merangsang
nafsu.“Puṇṇa, ada bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata …
suara-suara yang dikenali oleh telinga … bau-bauan yang dikenali
oleh hidung … rasa kecapan yang dikenali oleh lidah … objek-
objek sentuhan yang dikenali oleh badan … objek-objek pikiran
yang dikenali oleh pikiran yang diharapkan, diinginkan,
menyenangkan dan disukai, terhubung dengan kenikmatan indria,
dan merangsang nafsu. Jika seorang bhikkhu tidak bersenang di
dalamnya, tidak menyambutnya, dan tidak terus-menerus
menggenggamnya, maka kesenangan lenyap dalam dirinya.
Dengan lenyapnya kesenangan, Puṇṇa, maka lenyap pula
penderitaan, Aku katakan.Tetapi, Puṇṇa, jika orang-orang Sunāparanta memukulmu
dengan tongkat kayu, bagaimanakah engkau akan berpikir?”
“Yang Mulia, jika orang-orang Sunāparanta memukulku
dengan tongkat kayu, maka aku akan berpikir: ‘Orang-orang
Sunāparanta ini sungguh baik, sungguh sangat baik, sehingga
mereka tidak menusukku dengan pisau.’ Aku akan berpikir
demikian, Sang Bhagavā; aku akan berpikir demikian, Yang
Sempurna.”
“Tetapi, Puṇṇa, jika orang-orang Sunāparanta menusukmu
dengan pisau, bagaimanakah engkau akan berpikir?”
“Yang Mulia, jika orang-orang Sunāparanta menusukku
dengan pisau, maka aku akan berpikir: ‘Orang-orang
Sunāparanta ini sungguh baik, sungguh sangat baik, sehingga
mereka tidak membunuhku dengan pisau tajam.’ Aku akan
berpikir demikian, Sang Bhagavā; aku akan berpikir demikian,
Yang Sempurna.”
“Tetapi, Puṇṇa, jika orang-orang Sunāparanta membunuhmu
dengan pisau tajam, bagaimanakah engkau akan berpikir?”“Yang Mulia, jika orang-orang Sunāparanta membunuhku
dengan pisau tajam, maka aku akan berpikir: ‘Ada para siswa
Sang Bhagavā yang, karena merasa muak, dan malu, dan jijik
dengan jasmani ini dan dengan kehidupan, telah mencari
penyerang. Tetapi aku telah memperoleh penyerang ini bahkan
tanpa mencari.’ Aku akan berpikir demikian, Sang Bhagavā; aku
akan berpikir demikian, Yang Sempurna.”Kemudian, setelah dengan senang dan gembira mendengar
kata-kata Sang Bhagavā, Yang Mulia Puṇṇa bangkit dari
duduknya, dan setelah bersujud kepada Sang Bhagavā, pergi
dengan Beliau tetap di sisi kanannya. Kemudian ia merapikan
tempat tinggalnya, dengan membawa mangkuk dan jubah
luarnya, ia melakukan perjalanan menuju negeri Sunāparanta.
Dengan berjalan secara bertahap, ia akhirnya tiba di negeri
Sunāparanta dan menetap di sana. Kemudian, selama masa
vassa, Yang Mulia Puṇṇa menegakkan lima ratus umat awam
laki-laki dan lima ratus umat awam perempuan dalam praktik, dan
ia sendiri mencapai tiga pengetahuan sejati. Beberapa waktu
kemudian, Yang Mulia Puṇṇa mencapai Nibbāna akhir.MA menjelaskan instruksi ini sebagai ajaran singkat tentang Empat
Kebenaran Mulia. Kesenangan (nandi) adalah suatu aspek
ketagihan. Melalui munculnya kesenangan sehubungan dengan
mata dan bentuk-bentuk maka muncullah penderitaan pada
kelima kelompok unsur kehidupan. Demikianlah pada bagian
pertama dari instruksi Sang Buddha mengajarkan lingkaran
kehidupan melalui dua kebenaran pertama – penderitaan dan
asal-mulanya – pada saat kemunculannya melalui keenam indria.
Pada bagian ke dua (§4) Beliau mengajarkan akhir dari lingkaran
melalui dua kebenaran berikutnya – lenyapnya dan sang jalan –
yang diungkapkan sebagai ditinggalkannya kesenangan dalam
keenam indria dan objek-objeknya.DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang
Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman
Anāthapiṇḍika.Kemudian Mahāpajāpatī Gotamī bersama dengan lima ratus
bhikkhunī mendatangi Sang bhagavā. Setelah bersujud kepada
Sang Bhagavā, ia berdiri di satu sisi dan berkata kepada Beliau:
“Yang Mulia, sudilah Sang Bhagavā menasihati para bhikkhunī,
sudilah Sang Bhagavā memberikan instruksi kepada para
bhikkhunī, sudilah Sang Bhagavā memberikan khotbah Dhamma
kepada para bhikkhunī Pada saat itu para bhikkhu senior bergiliran dalam
memberikan nasihat kepada para bhikkhunī, tetapi Yang mulia
Nandaka tidak mau menasihati mereka ketika gilirannya tiba.1318
Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada Yang Mulia Ānanda:
“Ānanda, giliran siapakah menasihati para bhikkhunī hari ini?”
“Yang Mulia, adalah giliran Yang Mulia Nandaka untuk
menasihati para bhikkhunī, tetapi ia tidak mau menasihati mereka
walaupun hari ini adalah gilirannya.”
“Saudari-saudari, bagaimana menurut kalian? Apakah
bentuk-bentuk … suara-suara … bau-bauan … rasa kecapan …
objek-objek sentuhan … objek-objek pikiran adalah kekal atau
tidak kekal?” – “Tidak kekal, Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak
kekal itu adalah penderitaan atau kebahagiaan?” – “Penderitaan,
Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak kekal, penderitaan, dan
tunduk pada perubahan itu layak dianggap sebagai: ‘Ini milikku,
ini aku, ini diriku’?” – “Tidak, Yang Mulia. Mengapakah? Karena,
Yang Mulia, kami telah melihatnya sebagaimana adanya dengan
kebijaksanaan benar sebagai berikut: ‘Enam landasan eksternal
ini adalah tidak kekal.’”“Saudari-saudari, bagaimana menurut kalian? Apakah
kesadaran-mata … [273] … kesadaran-telinga … kesadaran-
hidung … kesadaran-lidah … kesadaran-badan … kesadaran-
pikiran adalah kekal atau tidak kekal?” – “Tidak kekal, Yang
Mulia.” – “Apakah yang tidak kekal itu adalah penderitaan atau
kebahagiaan?” – “Penderitaan, Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak
kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan itu layak
dianggap sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?” – “Tidak, Yang
Mulia. Mengapakah? Karena, Yang Mulia, kami telah melihatnya
sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai
berikut: ‘Enam kelompok kesadaran ini adalah tidak kekal.’”“Saudari-saudari, Aku memberikan perumpamaan ini
untuk menyampaikan maknanya. Berikut ini adalah maknanya:
‘daging bagian dalam’ adalah sebutan untuk enam landasan
internal. ‘Kulit luar’ adalah sebutan untuk enam landasan
eksternal. ‘Urat daging bagian dalam, otot, dan sendi-sendi’
adalah sebutan untuk kesenangan dan nafsu. ‘Pisau daging yang
tajam’ adalah sebutan untuk kebijaksanaan mulia – kebijaksanaan
mulia yang membelah, memotong, dan mencincang kekotoran-
kekotoran bagian dalam, belenggu-belenggu, dan ikatan-ikatan.“Saudari-saudari, ada tujuh faktor pencerahan ini1321 yang
melalui pengembangan dan pelatihannya seorang bhikkhu,
dengan menembusnya untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan
langsung, di sini dan saat ini masuk dan berdiam dalam
kebebasan pikiran dan kebebasan melalui kebijaksanaan yang
tanpa noda dengan hancurnya noda-noda. Apakah tujuh ini? Di
sini, Saudari-saudari, seorang bhikkhu mengembangkan faktor
pencerahan perhatian, yang didukung oleh keterasingan,
kebosanan, dan lenyapnya, dan matang dalam pelepasan. Ia
mengembangkan faktor pencerahan penyelidikan kondisi-kondisi
… faktor pencerahan kegigihan … faktor pencerahan sukacita …
faktor pencerahan ketenangan … faktor pencerahan konsentrasi
… faktor pencerahan keseimbangan, yang didukung oleh keterasingan, kebosanan, dan lenyapnya, dan matang dalam
pelepasan. Ini adalah tujuh faktor pencerahan yang melalui
pengembangan dan pelatihannya seorang bhikkhu, dengan
menembusnya untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan
langsung, di sini dan saat ini masuk dan berdiam dalam
kebebasan pikiran dan kebebasan melalui kebijaksanaan yang
tanpa noda dengan hancurnya noda-noda.Kemudian, sewaktu Sang Bhagavā sedang sendirian dalam
meditasi, sebuah pemikiran muncul pada Beliau sebagai berikut:
“Kondisi-kondisi yang matang dalam kebebasan telah muncul
dalam diri Rāhula.1324 Bagaimana jika Aku menuntunnya lebih jauh
menuju hancurnya noda-noda.”“Bawalah alas dudukmu, Rāhula; mari kita pergi ke Hutan
Orang Buta [278] untuk melewatkan hari.”
“Baik, Yang Mulia,” Yang Mulia Rāhula menjawab, dan dengan
membawa alas duduknya, ia mengikuti persis di belakang Sang
Bhagavā.
Pada saat itu ribuan para dewa mengikuti Sang Bhagavā,
dengan berpikir: “Hari ini Sang Bhagavā akan menuntun Yang
Mulia Rāhula lebih jauh menuju hancurnya noda-noda.”1325
Kemudian Sang Bhagavā memasuki Hutan Orang Buta dan
duduk di bawah sebatang pohon di atas tempat duduk yang telah dipersiapkan. Dan Yang Mulia Rāhula bersujud kepada
Sang Bhagavā dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā
berkata kepada Yang Mulia Rāhula:
“Rāhula, bagaimana menurutmu? Apakah mata adalah
kekal atau tidak kekal?” – “Tidak kekal, Yang Mulia.” – “Apakah
yang tidak kekal itu adalah penderitaan atau kebahagiaan?” –
“Penderitaan, Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak kekal,
penderitaan, dan tunduk pada perubahan itu layak dianggap
sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?” – “Tidak, Yang Mulia.”“Apakah yang tidak kekal,
penderitaan, dan tunduk pada perubahan itu layak dianggap
sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?” – “Tidak, Yang Mulia.”
“Rāhula, bagaimana menurutmu? Apakah bentuk-bentuk …
Apakah kesadaran-mata … [279] … Apakah kontak-mata …
Apakah segala sesuatu yang terdapat dalam perasaan, persepsi,
bentukan-bentukan, dan kesadaran yang muncul dengan kontak-
mata sebagai kondisinya adalah kekal atau tidak kekal?”1326 –
“Tidak kekal, Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak kekal itu adalah
penderitaan atau kebahagiaan?” – “Penderitaan, Yang Mulia.” –
“Apakah yang tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada
perubahan itu layak dianggap sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini
diriku’?” – “Tidak, Yang Mulia.”“Rāhula, bagaimana menurutmu? Apakah telinga adalah
kekal atau tidak kekal?… Apakah hidung adalah kekal atau tidak
kekal … Apakah lidah adalah kekal atau tidak kekal? … Apakah
badan adalah kekal atau tidak kekal?… Apakah pikiran adalah
kekal atau tidak kekal? … Apakah objek-objek pikiran adalah
kekal atau tidak kekal? … Apakah kesadaran-pikiran adalah kekal
atau tidak kekal? … Apakah kontak-pikiran adalah kekal atau
tidak kekal … Apakah segala sesuatu yang terdapat dalam
perasaan, persepsi, bentukan-bentukan, dan kesadaran yang
muncul dengan kontak pikiran sebagai kondisinya adalah kekal
atau tidak kekal?” – “Tidak kekal, Yang Mulia.” – “Apakah yang
tidak kekal itu adalah penderitaan atau kebahagiaan?” –
“Penderitaan, Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak kekal,penderitaan, dan tunduk pada perubahan itu layak dianggap
sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?” – “Tidak, Yang Mulia.”
9. “Dengan melihat demikian, Rāhula, seorang siswa mulia
yang terpelajar menjadi kecewa dengan mata, kecewa dengan
bentuk-bentuk, kecewa dengan kesadaran-mata, kecewa
dengan kontak-mata, dan kecewa dengan segala sesuatu yang
terdapat dalam perasaan, persepsi, bentukan-bentukan, dan
kesadaran yang muncul dengan kontak-mata sebagai kondisinya.
“Ia menjadi kecewa dengan telinga ... Ia menjadi kecewa
dengan hidung … Ia menjadi kecewa dengan lidah … Ia menjadi
kecewa dengan badan … Ia menjadi kecewa dengan pikiran,
kecewa dengan objek-objek pikiran, kecewa dengan kesadaran-
pikiran, kecewa dengan kontak-pikiran, [280] dan kecewa dengan
segala sesuatu yang terdapat dalam perasaan, persepsi,
bentukan-bentukan, dan kesadaran yang muncul dengan kontak-
pikiran sebagai kondisinya.”Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Yang Mulia
Rāhula merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang
Bhagavā. Sewaktu khotbah ini sedang dibabarkan Batin Rāhula
terbebas dari noda-noda. Dan pada ribuan para dewa itu muncul
penglihatan Dhamma yang bersih tanpa noda: “Segala sesuatu
yang tunduk pada kemunculan juga tunduk pada kelenyapan.”MA menginterpretasikan ini sebagai
lima belas kualitas yang memurnikan lima indria (keyakinan,
kegigihan, perhatian, konsentrasi, dan kebijaksanaan), yaitu, untuk
masing-masing indria: menghindari orang-orang yang tidak
memiliki indria itu, bergaul dengan orang-orang yang memiliki
indria itu, dan merenungkan sutta-sutta yang menginspirasi
kematangannya. MA membawakan kelompok lima belas kualitas
yang lain: kelima indria itu sendiri, lima persepsi yang berhubungan
dengan penembusan, yaitu, persepsi ketidak-kekalan,penderitaan, tanpa-diri, meninggalkan, dan kebosanan; dan lima
kualitas yang diajarkan kepada Meghiya, yaitu, persahabatan
mulia, moralitas peraturan-peraturan monastik, percakapan yang
sesuai, kegigihan, dan kebijaksanaan.MA mengatakan bahwa para dewa ini, yang datang dari berbagai
alam surga adalah teman-teman Rāhula pada kehidupan lampau
di mana ia pertama kali bercita-cita untuk mencapai Kearahantaan
sebagai putera seorang Buddha.DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang
Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman
Anāthapiṇḍika. Di sana Beliau memanggil para bhikkhu sebagai
berikut: “Para bhikkhu.” – “Yang Mulia,” mereka menjawab. Sang
Bhagavā berkata sebagai berikut:“‘Enam kelompok kesadaran harus dipahami.’
Demikianlah dikatakan. Dan sehubungan dengan apakah hal ini
dikatakan? Dengan bergantung pada mata dan bentuk-bentuk,
muncul kesadaran-mata; Dengan bergantung pada telinga dan
suara-suara, muncul kesadaran-telinga; Dengan bergantung pada
hidung dan bau-bauan, muncul kesadaran-hidung; Dengan
bergantung pada lidah dan rasa kecapan, muncul kesadaran-
lidah; Dengan bergantung pada badan dan objek-objek sentuhan,
muncul kesadaran-badan; Dengan bergantung pada pikiran dan
objek-objek pikiran, muncul kesadaran-pikiran. Adalah
sehubungan dengan hal ini maka dikatakan: ‘Enam kelompok
kesadaran harus dipahami.’ Ini adalah kelompok enam ke tiga.“‘Enam kelompok kontak harus .’ Demikianlah
dikatakan. Dan sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan?
Dengan bergantung pada mata dan bentuk-bentuk, muncul
kesadaran-mata; pertemuan ketiga ini adalah kontak. Dengan
bergantung pada telinga dan suara-suara, muncul kesadaran-
telinga; pertemuan ketiga ini adalah kontak. Dengan bergantung
pada hidung dan bau-bauan, muncul kesadaran-hidung;
pertemuan ketiga ini adalah kontak. Dengan bergantung pada
lidah dan rasa kecapan, muncul kesadaran-lidah; pertemuan ketiga ini adalah kontak. Dengan bergantung pada badan dan
objek-objek sentuhan, muncul kesadaran-badan; pertemuan
ketiga ini adalah kontak. Dengan bergantung pada pikiran dan
objek-objek pikiran, muncul kesadaran-pikiran; pertemuan ketiga
ini adalah kontak. Adalah sehubungan dengan hal ini maka
dikatakan: ‘Enam kelompok kontak harus dipahami.’ Ini adalah
kelompok enam ke empat.
No comments:
Post a Comment