Monday, September 9, 2019

Kitab Majhima Nikaya

Dhamma yang ditemukan dan diajarkan oleh Sang Buddha
pada intinya adalah Empat Kebenaran Mulia:
1. Kebenaran Mulia penderitaan (dukkha)
2. Kebenaran Mulia asal-mula penderitaan (dukkhasamudaya)
3. Kebenaran Mulia lenyapnya penderitaan (dukkhanirodha)
4. Kebenaran Mulia jalan menuju lenyapnya penderitaan
(dukkhanirodhagāminī paṭipadā)
bahwa apa yang tidak kekal adalah
kesakitan atau penderitaan
ketagihan pada penjelmaan,
yaitu, pada kehidupan berkelanjutan, dan katagihan pada tanpa-
penjelmaan, yaitu, pemusnahan personal. Kebenaran ke tiga
menyatakan kebalikan dari kebenaran ke dua, bahwa dengan
lenyapnya ketagihan, maka penderitaan yang berasal-mula dari
sana juga lenyap tanpa sisa.
Beliau melakukan ini dengan  membeberkan bahaya yang tersembunyi di
bawah kemanisan dan kemenarikan bentuk luarnya.
Kebenaran ini mengajarkan “Jalan Tengah” yang ditemukan oleh
Sang Buddha, Jalan Mulia Berunsur Delapan:
1. Pandangan Benar (sammā diṭṭhi)
2. Kehendak Benar (sammā sankappa)
3. Ucapan Benar (sammā vācā)
4. Perbuatan Benar (sammā kammanta)
5. Penghidupan Benar (sammā ājiva)
6. Usaha Benar (sammā vāyāma)
7. Perhatian Benar (sammā sati)
8. Konsentrasi Benar (sammā samādhi).
faktor ini dan dipraktikkan oleh para pengikutNya dalam
kerukunan, bebas dari pertikaian.
Unsur-unsur dari kelompok ini adalah sebagai berikut:
1. Empat landasan perhatian (satipaṭṭhāna)
2. Empat jenis pengerahan benar (sammappadhāna)
3. Empat landasan kekuatan batin (iddhipāda)
4. Lima indria (indriya)
5. Lima kekuatan (bala)
6. Tujuh faktor pencerahan (bojjhanga)
7. Jalan Mulia Berunsur Delapan (ariya aṭṭhangika magga).
menyatakan bahwa seorang yang menekuni meditasi pandangan
terang pada indria-indria akan mematangkan seluruh tiga puluh
tujuh bantuan menuju pencerahan.
empat faktor di antaranya –
kegigihan, perhatian, konsentrasi, dan kebijaksanaan.
dua faktor pertama dari
sang jalan. Kemudian, dari keyakinan, ia menerima disiplin moral
dan mengatur ucapan, perbuatan, dan penghidupan.
produk dari konsentrasi pikiran tingkat tinggi yang luar
biasa yang dicapai dalam jhāna ke empat: kekuatan-kekuatan.
supernormal, telinga dewa, kemampuan membaca pikiran orang lain, mengingat kehidupan lampau, dan mata dewa.
Sang Buddha mengajarkan bahwa ketagihan dan kemelekatan
yang mengikat kita pada keterikatan dipelihara oleh sebuah
jaringan “penganggapan” (maññita) – pandangan terdelusi,
keangkuhan, dan anggapan yang dibentuk oleh suatu proses
internal dari komentar pikiran atau “proliferasi” (papañca) dan
kemudian ke luar ke dunia, menganggapnya memiliki kebenaran
objektif. Tugas meditasi pandangan terang adalah untuk
memutuskan kemelekatan kita dengan memungkinkan kita
menembus jaring konseptual ini untuk melihat segala sesuatu
sebagaimana adanya.
Dengan
melihat demikian, ia menjadi kecewa dengan segala bentukan.
Ketika ia menjadi kecewa, maka nafsu dan kemelekatannya
memudar dan pikirannya terbebaskan dari noda-noda.
suatu aliran penjelmaan di mana
kehidupan demi kehidupan berturut-turut terhubung satu sama
lain oleh transmisi pengaruh sebab-akibat.
Mereka yang terlibat dalam perbuatan-perbuatan buruk –
perbuatan-perbuatan yang didorong oleh ketiga akar tidak
bermanfaat keserakahan, kebencian, dan delusi – menghasilkan
kamma tidak bermanfaat yang mengarahkan mereka pada
kelahiran kembali di dalam kondisi-kondisi kehidupan rendah dan,
jika matang di alam manusia, maka akan membawa kesakitan
dan kemalangan bagi mereka.
dalam tanah karena Beliau telah memahami bahwa kesenangan
adalah akar penderitaan.
“Para bhikkhu, ada noda-noda yang harus ditinggalkan
dengan melihat. Ada noda-noda yang harus ditinggalkan dengan
mengendalikan. Ada noda-noda yang harus ditinggalkan dengan
menggunakan. Ada noda-noda yang harus ditinggalkan dengan
menahankan. Ada noda-noda yang harus ditinggalkan dengan
menghindari. Ada noda-noda yang harus ditinggalkan dengan
melenyapkan. Ada noda-noda yang harus ditinggalkan dengan
mengembangkan.“Noda-noda apakah, para bhikkhu, yang harus ditinggalkan
dengan menghindari? Di sini seorang bhikkhu, merenungkan
dengan bijaksana, menghindari gajah liar, kuda liar, sapi liar,
anjing liar, ular, tunggul pohon, [11] semak berduri, jurang, ngarai,
lubang kakus, saluran pembuangan.
“Teman-teman, kejahatan di sini adalah keserakahan dan
kebencian.54 Terdapat Jalan Tengah untuk meninggalkan
keserakahan dan kebencian, menghasilkan penglihatan,
menghasilkan pengetahuan, yang menuntun menuju kedamaian,
“Kejahatan di sini adalah kemarahan dan kekesalan …
sikap meremehkan dan congkak … iri hati dan kekikiran …
kecurangan dan penipuan … sifat keras kepala [16] dan
persaingan … keangkuhan dan kesombongan … kepongahan
dan kelalaian.5-7. “Aku mempertimbangkan sebagai berikut: ‘Ketika para
petapa atau brahmana yang tidak murni dalam ucapan … tidak
murni dalam pikiran … tidak murni dalam penghidupan
mendatangi tempat tinggal di dalam rimba belantara yang
terpencil di dalam hutan …mereka memunculkan kekhawatiran
dan ketakutan yang tidak bermanfaat. Tetapi … Aku murni dalam
hal penghidupan. Aku mendatangi tempat tinggal di dalam rimba
belantara yang terpencil di dalam hutan sebagai satu di antara
para mulia dengan penghidupan yang murni.’ Melihat kemurnian
penghidupan ini dalam diriKu, Aku menemukan penghiburan
besar dalam menetap di hutan.
8. “Aku mempertimbangkan sebagai berikut: ‘Ketika para
petapa atau brahmana yang tamak dan penuh nafsu … Aku tidak
tamak …’ [18]
9. “‘ … dengan pikiran bermusuhan dan kehendak membenci
… Aku memiliki pikiran cinta kasih …’
10. “‘ … dikuasai oleh kelambanan dan ketumpulan … Aku
adalah tanpa kelambanan dan ketumpulan …’
11. “‘ … dikuasai oleh kegelisahan dan pikiran yang tidak
tenang … Aku memiliki pikiran yang tenang …’
12. “‘ … bimbang dan ragu … Aku telah melampaui keraguan
…’
13. “‘[19]… memuji diri sendiri dan menghina orang lain … Aku
tidak memuji diri sendiri dan tidak menghina orang lain …’
14. “‘ … tunduk pada ketakutan dan teror … Aku bebas dari
kegentaran …’
15. “‘ … menginginkan perolehan, penghormatan, dan
kemasyhuran … Aku memiliki sedikit keinginan …’
16. “‘ … malas dan kurang gigih … Aku bersemangat …’
17. “‘ … [20] tanpa perhatian dan tidak waspada … Aku
kokoh dalam perhatian …’
18. “‘ … tidak terkonsentrasi dan dengan pikiran mengembara
… Aku memiliki konsentrasi …’
19. “Aku mempertimbangkan sebagai berikut: ‘Ketika para
petapa atau brahmana yang tanpa kebijaksanaan, pembual,
mendatangi tempat tinggal di dalam rimba belantara yang
terpencil di dalam hutan, maka karena cacat dari ketiadaan
kebijaksanaan dan pengucap omong kosong, para petapa dan
brahmana yang baik ini akan memunculkan kekhawatiran dan
ketakutan yang tidak bermanfaat. Tetapi aku tidak mendatangi
tempat tinggal di dalam rimba belantara yang terpencil di dalam
hutan tanpa kebijaksanaan, sebagai seorang pengucap omong.
“Di sini, Sahabat, ketika seorang yang tanpa noda tidak
memahami sebagaimana adanya bahwa: ‘Aku tidak memiliki
noda dalam diriku,’ maka dapat diharapkan bahwa ia akan
memperhatikan gambaran keindahan,70 bahwa dengan
melakukan demikian maka nafsu akan menjangkiti pikirannya, dan
bahwa ia akan mati dengan nafsu, kebencian, dan delusi, dengan
noda, dengan pikiran yang kotor. Misalkan sebuah piring
perunggu dibawa dari sebuah toko atau dari bengkel pandai besi
dan piring itu bersih dan cemerlang, dan pemiliknya tidak
menggunakannya juga tidak membersihkannya melainkan
meletakkannya di sudut yang berdebu. Apakah piring perunggu
itu akan semakin kotor dan ternoda?” – “Benar, Sahabat.” –
“Demikian pula, Sahabat, ketika seorang yang tanpa noda tidak
memahami sebagaimana adanya bahwa: ‘Aku tidak memiliki
noda dalam diriku,’ maka dapat diharapkan bahwa ia akan mati
… dengan pikiran yang kotor.
‘Seseorang yang tidak setara
denganku menegurku, bukan seseorang yang setara denganku.’
Kemarahan dan ketidak-senangan itu keduanya adalah noda.Kemudian ia membuka penutupnya dan menyingkapnya, mereka
melihat ke dalam, dan segera setelah mereka melihatnya mereka
menjadi terpengaruh oleh rasa suka, berselera, dan kegiuran
sehingga bahkan mereka yang sudah merasa kenyang menjadi
ingin makan, apalagi yang masih lapar.Enam belas kekotoran ditinggalkan oleh jalan mulia
dalam urutan sebagai berikut:
1. Jalan memasuki-arus meninggalkan: meremehkan,
kepongahan, kecemburuan, kekikiran, penipuan, kecurangan
2. Jalan yang-tidak-kembali meninggalkan: permusuhan,
kemarahan, kekesalan, kelalaian.
(PENGHAPUSAN)
12. “Sekarang, Cunda, ini adalah penghapusan yang harus
engkau praktikkan:107
(1) ‘Orang lain akan bertindak kejam; di sini kita tidak akan
bertindak kejam’: penghapusan harus dipraktikkan demikian.108
(2) ‘Orang lain akan membunuh makhluk-makhluk hidup; di sini
kita harus menghindari pembunuhan makhluk-makhluk hidup’;
penghapusan harus dipraktikkan demikian.
(3) ‘Orang lain akan mengambil apa yang tidak diberikan; di
sini kita harus menghindari mengambil apa yang tidak diberikan’:
penghapusan harus dipraktikkan demikian.
(4) ‘Orang lain tidak selibat; di sini kita harus selibat’:
penghapusan harus dipraktikkan demikian.
(5) ‘Orang lain akan mengatakan kebohongan; di sini kita harus
menghindari kebohongan’: penghapusan harus dipraktikkan
demikian.
(6) ‘Orang lain akan mengucapkan fitnah; di sini kita harus
menghindari mengucapkan fitnah’: penghapusan harus
dipraktikkan demikian.
(7) ‘Orang lain akan berkata-kata kasar; di sini kita harus
menghindari berkata-kata kasar’: penghapusan harus
dipraktikkan demikian.
(8) ‘Orang lain akan bergosip; di sini kita harus menghindari
gosip’: penghapusan harus dipraktikkan demikian.
(9) ‘Orang lain akan tamak; di sini kita tidak boleh tamak’:
penghapusan harus dipraktikkan demikian.
(10) ‘Orang lain akan memiliki permusuhan; di sini kita harus
tanpa permusuhan’: penghapusan harus dipraktikkan demikian.
(11) ‘Orang lain akan memiliki pandangan salah; di sini kita
harus memiliki pandangan benar’: penghapusan harus
dipraktikkan demikian.
(12) ‘Orang lain akan memiliki kehendak salah; di sini kita harus
memiliki kehendak benar’: penghapusan harus dipraktikkan
demikian.
(13) ‘Orang lain akan memiliki ucapan salah; di sini kita harus
memiliki ucapan benar’: penghapusan harus dipraktikkan
demikian.
(14) ‘Orang lain akan memiliki perbuatan salah; di sini kita
harus memiliki perbuatan benar’: penghapusan harus
dipraktikkan demikian.
(15) ‘Orang lain akan memiliki penghidupan salah di sini; di sini
kita harus memiliki penghidupan benar’: penghapusan harus
dipraktikkan demikian.
(16) ‘Orang lain akan memiliki usaha salah; di sini kita harus
memiliki usaha benar’: penghapusan harus dipraktikkan demikian.
(17) ‘Orang lain akan memiliki perhatian salah; di sini kita harus
memiliki perhatian benar’: penghapusan harus dipraktikkan
demikian.
(18) ‘Orang lain akan memiliki konsentrasi salah; di sini kita
harus memiliki konsentrasi benar’: penghapusan harus
dipraktikkan demikian.
(19) ‘Orang lain akan memiliki pengetahuan salah; di sini kita
harus memiliki pengetahuan benar’: penghapusan harus
dipraktikkan demikian.
(20) ‘Orang lain akan memiliki kebebasan salah; di sini kita
harus memiliki kebebasan benar’: penghapusan harus
dipraktikkan demikian.
(21) ‘Orang lain akan dikuasai oleh kelambanan dan
ketumpulan; di sini kita harus terbebas dari kelambanan dan
ketumpulan’: penghapusan harus dipraktikkan demikian.
190 · Sallekha Sutta: Sutta 8
(22) ‘Orang lain akan gelisah; di sini kita tidak boleh gelisah’:
penghapusan harus dipraktikkan demikian.
(23) ‘Orang lain akan merasa ragu-ragu; di sini kita harus
melampaui keragu-raguan’: penghapusan harus dipraktikkan
demikian.
(24) ‘Orang lain akan marah; di sini kita tidak boleh marah’:
penghapusan harus dipraktikkan demikian.
(25) ‘Orang lain akan kesal; di sini kita tidak boleh kesal’:
penghapusan harus dipraktikkan demikian. [43]
(26) ‘Orang lain akan bersikap meremehkan; di sini kita tidak
boleh bersikap meremehkan’: penghapusan harus dipraktikkan
demikian.
(27) ‘Orang lain akan congkak; di sini kita tidak boleh
congkak’: penghapusan harus dipraktikkan demikian.
(28) ‘Orang lain akan merasa iri; di sini kita tidak boleh iri’:
penghapusan harus dipraktikkan demikian.
(29) ‘Orang lain akan bersifat serakah; di sini kita tidak boleh
serakah’: penghapusan harus dipraktikkan demikian.
(30) ‘Orang lain akan menipu; di sini kita tidak boleh menipu’:
penghapusan harus dipraktikkan demikian.
(31) ‘Orang lain akan curang; di sini kita tidak boleh curang’:
penghapusan harus dipraktikkan demikian.
(32) ‘Orang lain akan keras-kepala; di sini kita tidak boleh
keras-kepala’: penghapusan harus dipraktikkan demikian.
(33) ‘Orang lain akan angkuh; di sini kita tidak boleh angkuh’:
penghapusan harus dipraktikkan demikian.
(34) ‘Orang lain akan sulit dinasihati; di sini kita harus mudah
dinasihati’: penghapusan harus dipraktikkan demikian.
(35) ‘Orang lain akan memiliki teman-teman jahat; di sini kita
harus memiliki teman-teman baik’: penghapusan harus
dipraktikkan demikian.
(36) ‘Orang lain akan lalai; di sini kita harus rajin’: penghapusan
harus dipraktikkan demikian.
Penghapusan · 191
(37) ‘Orang lain akan tidak berkeyakinan; di sini kita harus
berkeyakinan’: penghapusan harus dipraktikkan demikian.
(38) ‘Orang lain akan tidak memiliki rasa malu; di sini kita harus
memiliki rasa malu’: penghapusan harus dipraktikkan demikian.
(39) ‘Orang lain akan tidak memiliki rasa takut melakukan
perbuatan salah; di sini kita harus takut melakukan perbuatan
salah’: penghapusan harus dipraktikkan demikian.
(40) ‘Orang lain akan sedikit belajar; di sini kita harus banyak
belajar’: penghapusan harus dipraktikkan demikian.
(41) ‘Orang lain akan malas; di sini kita harus bersemangat’:
penghapusan harus dipraktikkan demikian.
(42) ‘Orang lain akan tanpa perhatian; di sini kita harus kokoh
dalam perhatian’: penghapusan harus dipraktikkan demikian.
(43) ‘Orang lain akan tanpa kebijaksanaan; di sini kita harus
memiliki kebijaksanaan’: penghapusan harus dipraktikkan
demikian.
(44) ‘Orang lain akan terikat pada pandangan-pandangan
mereka sendiri, menggenggamnya erat-erat, dan melepaskannya
dengan susah-payah;109 kita tidak boleh terikat pada pandangan-
pandangan kita sendiri atau menggenggamnya erat-erat,
melainkan harus melepaskannya dengan mudah’: penghapusan
harus dipraktikkan demikian.
“Dan apakah akar dari yang bermanfaat? Ketidak-
serakahan adalah akar dari yang bermanfaat; ketidak-bencian
adalah akar dari yang bermanfaat; tanpa-delusi adalah akar dari
yang bermanfaat. Ini disebut dengan akar dari yang bermanfaat.
“Dan apakah penderitaan, apakah asal-mula penderitaan,
apakah lenyapnya penderitaan, apakah jalan menuju lenyapnya
penderitaan? Kelahiran adalah penderitaan; penuaan adalah
penderitaan; sakit adalah penderitaan; kematian adalah
penderitaan; dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan
keputus-asaan adalah penderitaan; tidak memperoleh apa yang
diinginkan adalah penderitaan;
“Dan apakah asal-mula penderitaan? Yaitu ketagihan,
yang memperbarui penjelmaan, disertai oleh kenikmatan dan
nafsu, dan kenikmatan akan ini dan itu; yaitu, ketagihan pada
kenikmatan indria [49], ketagihan untuk menjelma, dan ketagihan
untuk tidak menjelma. Ini disebut asal-mula penderitaan.
17. “Dan apakah lenyapnya penderitaan? Yaitu peluruhan
tanpa sisa dan lenyapnya, dihentikannya, dilepaskannya,
ditinggalkannya, dan ditolaknya keinginan yang sama itu. Ini
disebut lenyapnya penderitaan.
Terdapat empat [51] jenis
kemelekatan ini: kemelekatan pada kenikmatan indria,
kemelekatan pada pandangan-pandangan, kemelekatan pada
ritual dan upacara, dan kemelekatan pada doktrin diri.125 Dengan
munculnya ketagihan maka muncul pula kemelekatan. Dengan
lenyapnya ketagihan maka lenyap pula kemelekatan.
Terdapat enam kelompok ketagihan ini: ketagihan
pada bentuk-bentuk, ketagihan pada suara-suara, ketagihan
pada bau-bauan, ketagihan pada rasa kecapan, ketagihan pada
objek-objek sentuhan, ketagihan pada objek-objek pikiran.126
Dengan munculnya perasaan maka muncul pula ketagihan.
Dengan lenyapnya perasaan maka lenyap pula ketagihan
Terdapat enam kelompok perasaan ini: perasaan yang
muncul dari kontak-mata, perasaan yang muncul dari kontak-
telinga, perasaan yang muncul dari kontak-hidung, perasaan
yang muncul dari kontak-lidah, perasaan yang muncul dari
kontak-badan, perasaan yang muncul dari kontak-pikiran.
Dengan munculnya kontak maka muncul pula perasaan.Dengan
lenyapnya kontak maka lenyap pula perasaan.zat sensitif kelima indria; empat objek indria –
warna, suara, bau-bauan, dan rasa kecapan (objek sentuhan
merupakan tiga unsur tanah, api, dan udara); terdapat empat jenis kelahiran ini. Apakah empat
ini? Kelahiran melalui telur, kelahiran melalui rahim, kelahiran
melalui kelembaban, dan kelahiran secara spontan
pengumuman pembagian makanan, dari mana seekor anjing
sedang menunggu, dari mana lalat beterbangan; Aku tidak
menerima ikan atau daging, Aku tidak meminum minuman keras,
anggur, atau minuman fermentasi
objek sentuhan yang dikenali oleh badan yang diharapkan,
diinginkan, menyenangkan dan disukai, terhubung dengan
kenikmatan indria, dan merangsang nafsu. Ini adalah lima utas
kenikmatan indria. Kenikmatan dan kegembiraan yang muncul
dengan bergantung pada kelima utas kenikmatan indria ini adalah
kepuasan sehubungan dengan kenikmatan indria.
Dengan hancurnya
perbuatan, maka hancur pula penderitaan. Dengan hancurnya
penderitaan, maka hancur pula perasaan. Dengan hancurnya
perasaan, maka semua penderitaan akan menjadi padam.
kehidupan suci berpikir bahwa ia
seharusnya tidak dinasihati atau tidak diberikan instruksi, mereka
menganggapnya sebagai seorang yang tidak dapat dipercaya.
3. “Kualitas-kualitas apakah yang membuatnya sulit dinasihati?
(1) Di sini seorang bhikkhu memiliki keinginan-keinginan jahat
dan dikuasai oleh keinginan-keinginan jahat;213 ini adalah kualitas
yang membuatnya sulit dinasihati.
(2) Kemudian, seorang bhikkhu memuji dirinya sendiri dan
mencela orang lain; ini adalah kualitas yang membuatnya sulit
dinasihati.
(3) Kemudian, seorang bhikkhu marah dan dikuasai oleh
kemarahan; ini adalah kualitas …
(4) Kemudian, seorang bhikkhu marah, dan kesal karena
kemarahan …
(5) Kemudian, seorang bhikkhu marah, dan keras kepala
karena kemarahan …
(6) Kemudian, seorang bhikkhu marah, dan ia mengucapkan
kata-kata yang berbatasan dengan kemarahan …
(7) Kemudian, seorang bhikkhu ditegur, dan ia menentang si
penegur …
(8) Kemudian, seorang bhikkhu ditegur, dan ia meremehkan si
penegur …
(9) Kemudian, [96] seorang bhikkhu ditegur, dan ia balik
menegur si penegur …
(10) Kemudian, seorang bhikkhu ditegur, dan ia berbicara
berputar-putar, mengarahkan pembicaraan ke hal lain, dan
menunjukkan kemarahan, kebencian, dan kekesalan …
(11) Kemudian, seorang bhikkhu ditegur, dan ia tidak
memperbaiki perilakunya …
(12) Kemudian, seorang bhikkhu merendahkan orang lain dan
kurang ajar …
(13) Kemudian, seorang bhikkhu iri dan tamak …
(14) Kemudian, seorang bhikkhu menipu dan curang …
(15) Kemudian, seorang bhikkhu keras kepala dan angkuh …
(16) Kemudian, seorang bhikkhu melekat pada pandangan-
pandangannya sendiri, menggenggamnya erat-erat, dan
melepaskannya dengan susah-payah; ini adalah kualitas yang
membuatnya sulit dinasihati“Teman-teman, ini disebut kualitas-kualitas yang membuatnya
sulit dinasihati.“Kemudian, seorang bhikkhu terbebas dari nafsu,
keinginan, cinta, dahaga, dan ketagihan pada bentuk ... Ketika
pikirannya condong pada semangat … itu adalah belenggu ke
tiga dalam pikiran yang telah ia patahkan.“Jika, sewaktu ia memeriksa bahaya dalam pikiran-
pikiran tersebut, masih muncul dalam dirinya pikiran-pikiran jahat
yang tidak bermanfaat yang berhubungan dengan keinginan,
dengan kebencian, dan dengan delusi, maka ia harus berusaha
melupakan pikiran-pikiran itu dan tidak memperhatikannya.“Jika, sewaktu ia mengerahkan perhatian untuk
menenangkan bentukan-pikiran dari pikiran-pikiran tersebut,
masih muncul dalam dirinya pikiran-pikiran jahat yang tidak
bermanfaat yang berhubungan dengan keinginan, dengan
kebencian, dan dengan delusi, maka dengan mengertakkan
giginya dan menekan lidahnya ke langit-langit mulutnya, ia harus
menekan, mendesak, dan menggilas pikiran dengan pikiran
Aku telah mengatakan bagaimana
kenikmatan indria memberikan sedikit kepuasan, banyak
penderitaan, dan banyak keputus-asaan, dan bahwa bahaya di
dalamnya bahkan lebih banyak lagi. Tetapi engkau, orang sesat,
telah salah memahami Kami dengan pandangan salahmu dan
melukai dirimu sendiri dan menimbun banyak keburukan; hal ini
akan menuntun menuju bencana dan penderitaanmu untuk waktu
yang lama.“Misalkan seseorang yang memerlukan seekor ular, mencari
seekor ular, mengembara untuk mencari seekor ular, melihat
seekor ular besar dan menangkapnya dengan benar
menggunakan tongkat penjepit, dan setelah itu,
mencengkeramnya tepat di lehernya. Kemudian walaupun ular itu
akan membelit tangannya atau lengannya atau bagian tubuh
lainnya, tetapi ia tidak akan mengalami kematian atau penderitaan
yang mematikan karena belitan itu. Mengapakah? Karena cengkeramannya yang benar pada ular itu. ‘Pemburu rusa’ adalah sebutan bagi Māra si Jahat
Karena
makan begitu sedikit anggota-anggota tubuhKu menjadi seperti
tanaman merambat atau batang bambu. Karena makan begitu
sedikit punggungKu menjadi seperti kuku onta. Karena makan
begitu sedikit tonjolan tulang punggungKu menonjol bagaikan
untaian tasbih.Para bhikkhu, terdapat empat jenis makanan ini untuk
memelihara makhluk-makhluk yang telah muncul dan untuk
menyokong mereka yang akan muncul. Apakah empat ini? Yaitu:
makanan fisik sebagai makanan, kasar atau halus; kontak
sebagai yang ke dua; kehendak pikiran sebagai yang ke tiga; dan
kesadaran sebagai yang ke empat
Dengan lenyapnya kelahiran, maka lenyap pula penuaan dan
kematian.’”
“‘Dengan lenyapnya penjelmaan, maka lenyap pula kelahiran’
… ‘Dengan lenyapnya kemelekatan, maka lenyap pula
penjelmaan’ … ‘Dengan lenyapnya ketagihan, maka lenyap pula
kemelekatan’ … Dengan lenyapnya perasaan, maka lenyap pula
ketagihan… ‘Dengan lenyapnya kontak, maka lenyap pula
perasaan.Nafsu
adalah pembuat penilaian, Kebencian adalah pembuat penilaian,
delusi adalah pembuat penilaian
“Nafsu adalah pembuat gambaran, kebencian adalah
pembuat gambaran, delusi adalah pembuat gambaran.ketagihan, yang membawa
penjelmaan baru, yang disertai dengan kesenangan dan nafsu,
Ketika ia telah duduk, ia mengerahkan pengamatan penuh
pada dirinya, dan melihat bahwa Māra si Jahat telah memasuki
perutnya dan masuk ke dalam ususnya. Ketika ia melihat ini, ia
berkata: “Keluarlah, Yang Jahat! Jangan mengganggu Sang
Tathāgata, jangan menganggu siswa Sang Tathāgata, atau hal ini
akan membawamu ke dalam bencana dan penderitaan untuk
waktu yang lama.”“Pernah terjadi suatu ketika, Yang Jahat,Kemudian Māra si Jahat berpikir: “Petapa ini mengenali aku,
ia melihat aku ketika ia mengatakan itu,” kemudian ia [333] keluar
dari mulut Yang Mulia Mahā Moggallāna dan berdiri dengan
bersandar pada palang pintu.
7. Yang Mulia Mahā Moggallāna melihatnya berdiri di sana dan
berkata: “Aku melihat engkau di sana juga, Yang Jahat. Jangan
berpikir: ‘Ia tidak melihatku.’ Engkau sedang berdiri bersandar
pada palang pintu, Yang Jahat.
 aku adalah Māra
bernama Dūsi,517 dan aku memiliki saudara perempuan bernama
Kāli. Engkau adalah putranya, maka engkau adalah
keponakanku,“Kemudian, Yang Jahat, Māra Dūsi mempertimbangkan:
‘terdapat para bhikkhu bermoral dan berkarakter baik ini, tetapi
aku tidak mengetahui kedatangan dan kepergian mereka. Aku
akan menguasai para brahmana perumah-tangga, dengan
mengatakan kepada mereka: “Marilah, caci, maki, cela, dan
ganggulah para bhikkhu bermoral dan berkarakter baik; dan
mungkin ketika mereka dicaci, dimaki, dicela, dan digoda oleh
kalian, beberapa perubahan akan terjadi dalam pikiran mereka di
mana Māra Dūsi akan memperoleh kesempatan.”“Kemudian, si Jahat, Māra Dūsi mempertimbangkan
sebagai berikut: ‘Walaupun aku melakukan seperti apa yang
sedang kulakukan, namun aku masih tidak mengetahui
kedatangan dan kepergian para bhikkhu bermoral dan
berkarakter baik ini. Aku akan menguasai para brahmana perumah-tangga, dengan mengatakan kepada mereka: “Marilah
sekarang, hormati, hargai, sembah, dan muliakanlah para bhikkhu
bermoral dan berkarakter baik; [336] dan mungkin, ketika mereka
dihormati, dihargai, disembah, dan dimuliakan oleh kalian,
beberapa perubahan akan terjadi dalam pikiran mereka di mana
Māra Dūsi akan memperoleh kesempatan.”Tubuhku berbentuk sama dengan
tubuh manusia, Yang Jahat, tetapi kepalaku menyerupai kepala
ikan.Kali ini Māra berniat untuk menjatuhkan para bhikkhu dalam
kesombongan, kepuasan, dan kelengahan.Neraka Besar, juga disebut Avīci, dijelaskan secara lengkap dalam MN 130.16-19.
gajah itu akan memperlihatkan
segala jenis tipu daya, muslihat, ketidak-jujuran, dan kecurangan
[yang mampu ia lakukan]ia mendatangi
tujuh rumah, tujuh suap. Ia makan satu mangkuk sehari, dua
mangkuk sehari … tujuh mangkuk sehari. Ia makan sekali dalam
sehari, [343] sekali dalam dua hari … sekali dalam tujuh hari, dan
seterusnya hingga sekali setiap dua minggu;“Orang-orang jenis apakah, para bhikkhu, yang menyiksa
makhluk lain dan melakukan praktik menyiksa makhluk lain? Di
sini seseorang tertentu adalah seorang penyembelih domba,
penyembelih babi, penyembelih unggas, penangkap binatang-
binatang liar, pemburu, nelayan, pencuri, algojo, sipir penjara,
atau seorang yang menekuni pekerjaan berdarah itu. Ini disebut
jenis orang yang menyiksa makhluk lain dan melakukan praktik
menyiksa makhluk lain.‘Mari menyembelih
sapi-sapi sebagai pengorbanan, mari menyembelih sapi-sapi
muda sebagai pengorbanan, mari menyembelih anak-anak sapi
sebagai pengorbanan, mari menyembelih domba-domba sebagai
pengorbanan, mari menebang banyak pepohonan sebagai tiang
pengorbanan, mari memotong banyak rumput sebagai rumput
pengorbanan.’ Dan kemudian para budak, kurir, dan pelayannya
membuat persiapan, menangis dengan wajah basah oleh air
mata, karena didorong oleh ancaman hukuman dan oleh
ketakutan. Ini disebut jenis orang menyiksa dirinya sendiri dan
melakukan praktik menyiksa dirinya sendiri dan juga menyiksa
makhluk lain dan melakukan praktik menyiksa makhluk lain. MN 739-740.“Ia menghindari merusak benih dan tanaman. Ia berlatih
makan hanya dalam satu kali sehari, menghindari makan di
malam hari dan di luar waktu yang selayaknya. Ia menghindari
menari, menyanyi, musik, dan pertunjukan hiburan.“Dengan memiliki kelompok moralitas mulia ini, dan
pengendalian mulia atas indria-indria ini, dan memiliki perhatian
mulia dan kewaspadaan mulia ini, ia mencari tempat tinggal yang
terasing: hutan, bawah pohon, gunung, jurang, gua di lereng
gunung, tanah pekuburan, hutan belantara, ruang terbuka,
tumpukan jerami.“Kemudian, dengan menenangkan awal pikiran dan
kelangsungan pikiran, seorang bhikkhu masuk dan berdiam
dalam jhāna ke dua.“Ini juga adalah satu hal yang dinyatakan oleh Sang Bhagavā
... di mana jika seorang bhikkhu berdiam dengan rajin, tekun, dan
bersungguh-sungguh ... ia mencapai keamanan tertinggi dari
belenggu yang belum ia capai sebelumnya.1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang
Bhagavā sedang menetap di negeri Sakya di Kapilavatthu di
Taman Nigrodha.“Ia memiliki rasa malu; ia malu terhadap perilaku salah
dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, malu dalam melakukan
perbuatan jahat yang tidak bermanfaat.Ia memiliki rasa takut pada perbuatan salah; ia takut
terhadap perilaku salah dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, takut
dalam melakukan perbuatan jahat yang tidak bermanfaat.Tetapi perbuatan membunuh
makhluk-makhluk itu sendiri adalah belenggu dan rintangan.“Demikian pula, perumah-tangga, seorang siswa mulia
merenungkan sebagai berikut: ‘Kenikmatan indria telah
diumpamakan sebagai tulang-belulang oleh Sang Bhagavā;
kenikmatan indria memberikan banyak penderitaan dan banyak
keputus-asaan.‘Kenikmatan indria telah
diumpamakan sebagai sepotong daging oleh Sang Bhagavā;
kenikmatan indria memberikan banyak penderitaan dan banyak
keputus-asaan, sementara bahaya di dalamnya sangat besar.Petapa Gotama mengatakan sebagai berikut:
‘Persembahan harus diberikan hanya kepadaKu; persembahan
tidak boleh diberikan kepada orang lain. Persembahan harus
diberikan hanya kepada para siswaKu; persembahan tidak boleh
diberikan kepada para siswa orang lain. Hanya persembahan
yang diberikan kepadaKu yang menghasilkan buah, bukan apa
yang diberikan kepada orang lain. Hanya persembahan yang
diberikan kepada para siswaKu yang menghasilkan buah, bukan
apa yang diberikan kepada para siswa orang lain.’ Tetapi,
sebaliknya, Sang Bhagavā menganjurkan untuk memberikan
persembahan kepada para Nigaṇṭha.Beliau menyatakan dunia ini bersama dengan para dewa, Māra, dan Brahmā,“Karena sesungguhnya ada dunia lain, maka seseorang
yang menganut pandangan ‘tidak ada dunia lain’ memiliki
pandangan salah. Karena sesungguhnya ada dunia lain, maka
seseorang yang menghendaki ‘tidak ada dunia lain’ memiliki kehendak salah. Karena sesungguhnya ada dunia lain, maka
seseorang yang mengungkapkan pernyataan ‘tidak ada dunia
lain’ memiliki ucapan salah. Karena sesungguhnya ada dunia lain,
maka seseorang yang mengatakan ‘tidak ada dunia lain’ adalah
berlawanan dengan para Arahant yang mengetahui dunia lain.ia tidak
memuji diri sendiri dan tidak menghina orang lain. Demikianlah
perilaku buruk apapun yang sebelumnya ia miliki telah
ditinggalkan dan moralitas murni menggantikannya. Dan
pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, tidak
berlawanan dengan para mulia, meyakinkan orang lain untuk
menerima Dhamma sejati, dan menghindari memuji diri sendiri
dan menghindari menghina orang lain ini. Demikianlah
perilaku buruk apapun yang sebelumnya ia miliki telah
ditinggalkan dan moralitas murni menggantikannya. Dan
pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, tidak
berlawanan dengan para mulia, meyakinkan orang lain untuk
menerima Dhamma sejati, dan menghindari memuji diri sendiri
dan menghindari menghina orang lain ini – beberapa kondisi
bermanfaat ini muncul dengan pandangan benar sebagai
kondisinya.
28. (B.iii) “Sehubungan dengan hal ini seorang bijaksana
merenungkan sebagai berikut: ‘Jika ada kausalitas, maka ketika
hancurnya jasmani, orang ini akan muncul kembali di alam tujuan
kelahiran yang bahagia, bahkan di alam surga. Sekarang apakah
kata-kata para petapa dan brahmana itu benar atau salah, biarlah
aku mengasumsikan bahwa tidak ada kausalitas: tetap saja orang
ini di sini dan saat ini dipuji oleh para bijaksana sebagai seorang
yang bermoral, seorang dengan pandangan benar yang
menganut doktrin ada kausalitas.  Dan sebaliknya, jika ternyata
ada [410] kausalitas, maka orang ini telah melakukan lemparan
yang beruntung pada kedua sisi: karena ia dipuji oleh para
bijaksana di sini dan saat ini, dan karena ketika hancurnya
jasmani, setelah kematian, ia akan muncul kembali di alam
berbahagia, bahkan di alam surga. Ia telah secara benar
menerima dan menjalankan ajaran yang tidak dapat dibantah ini.“Pasti
ada alam tanpa materi,” tetapi itu belum diketahui olehku. Jika,
tanpa mengetahui dan tanpa melihat, aku menganut satu pihak
dan menyatakan: “Hanya ini yang benar, yang lainnya adalah
salah,” itu adalah tidak tepat bagiku.
Majhima Nikaya 840.Penerimaannya akan ajaran yang tidak dapat dibantah “hanya
sejauh satu sisi” dalam makna bahwa ia membuat dirinya aman
sehubungan dengan kehidupan berikut hanya atas dugaan bahwa
tidak ada kehidupan setelah kematian, sementara jika ada
kehidupan setelah kematian maka ia kalah dalam kedua sisi.Lenyapnya penjelmaan (bhavanirodha) di sini adalah Nibbāna.. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika
Sang Bhagavā sedang menetap di Rājagaha di Hutan Bambu,
Taman Suaka Tupai.
2. Pada saat itu Yang Mulia Rāhula sedang menetap di
Ambalaṭṭhika.637 Kemudian pada suatu malam, Sang Bhagavā
bangkit dari meditasiNya dan mendatangi Yang Mulia Rāhula di
Ambalaṭṭhikā. Dari jauh Yang Mulia Rāhula melihat kedatangan
Sang Bhagavā dan mempersiapkan tempat duduk dan
menyediakan air untuk mencuci kaki. Sang Bhagavā duduk di
tempat yang telah dipersiapkan dan mencuci kakiNya. Yang Mulia
Rāhula bersujud kepada Beliau dan duduk di satu sisi.
3. Kemudian Sang Bhagavā menyisakan sedikit air di dalam
wadah air dan bertanya kepada Yang Mulia Rāhula: “Rāhula,
apakah engkau melihat sedikit air ini dalam wadah air ini?” – “Ya,
Yang Mulia.” – “Demikian pula, Rāhula, hanya sedikit pertapaan
dari mereka yang tidak malu mengucapkan kebohongan yang telah membuang pertapaan
mereka.”Demikian pula, Rāhula, jika seseorang tidak malu
mengucapkan kebohongan yang disengaja, maka tidak ada kejahatan, Aku katakan, yang tidak akan ia lakukan. Oleh karena
itu, Rāhula, engkau harus berlatih sebagai berikut: ‘Aku tidak
akan mengucapkan kebohongan bahkan sebagai suatu gurauan.’“Bagaimana menurutmu, Rāhula? Apakah gunanya
cermin?”
“Untuk merefleksikan, Yang Mulia.”
“Demikian pula, Rāhula, suatu perbuatan melalui jasmani harus
dilakukan setelah direfleksikan berulang-ulang; suatu perbuatan
melalui ucapan harus dilakukan setelah direfleksikan berulang-
ulang; suatu perbuatan melalui pikiran harus dilakukan setelah
direfleksikan berulang-ulang.
9. “Rāhula, ketika engkau ingin melakukan suatu perbuatan
melalui jasmani, engkau harus merefleksikan perbuatan jasmani
yang sama itu sebagai berikut: ‘Apakah perbuatan yang ingin
kulakukan melalui jasmani ini mengarah pada penderitaanku, atau
pada penderitaan makhluk lain, atau pada penderitaan
keduanya? Apakah ini adalah perbuatan jasmani dengan akibat
yang menyakitkan, dengan hasil yang menyakitkan?’ Ketika
engkau merefleksikan, jika engkau mengetahui: ‘Perbuatan yang
ingin kulakukan melalui jasmani ini akan mengarah pada
penderitaanku, atau pada penderitaan makhluk lain, atau pada
penderitaan keduanya; ini adalah perbuatan jasmani tidak
bermanfaat dengan akibat yang menyakitkan, dengan hasil yang
menyakitkan,’ maka engkau tidak boleh melakukan perbuatan
melalui jasmani itu. [416] Tetapi ketika engkau merefleksikan, jika
engkau mengetahui: ‘Perbuatan yang ingin kulakukan melalui
jasmani ini tidak akan mengarah pada penderitaanku, atau pada
penderitaan makhluk lain, atau pada penderitaan keduanya; ini
adalah perbuatan jasmani bermanfaat dengan akibat yang
menyenangkan, dengan hasil yang menyenangkan,’ maka
engkau boleh melakukan perbuatan melalui jasmani itu.Rāhula adalah putera tunggal Sang Buddha, dilahirkan pada hari
yang sama ketika ayahnya meninggalkan istana untuk mencari
pencerahan. Pada usia tujuh tahun ia ditahbiskam menjadi
seorang samaṇera.“Rāhula, kembangkanlah meditasi yang seperti ruang;
karena jika engkau mengembangkan meditasi yang seperti ruang,
maka kontak-kontak yang menyenangkan dan tidak
menyenangkan yang telah muncul tidak akan menyerang
pikiranmu dan menetap di sana.“Rāhula, kembangkanlah meditasi pada cinta kasih; karena
jika engkau mengembangkan meditasi pada cinta kasih, maka
segala permusuhan akan ditinggalkan.
19. “Rāhula, kembangkanlah meditasi pada belas kasih;
karena jika engkau mengembangkan meditasi pada belas kasih,
maka segala kekejaman akan ditinggalkan.
20. “Rāhula, kembangkanlah meditasi pada kegembiraan
altruistik; karena jika engkau mengembangkan meditasi pada
kegembiraan altruistik, maka segala ketidak-puasan akan
ditinggalkan.
21. “Rāhula, kembangkanlah meditasi pada keseimbangan;
karena jika engkau mengembangkan meditasi pada
keseimbangan, maka segala penolakan akan ditinggalkan.
22. “Rāhula, kembangkanlah meditasi pada kejijikan; karena
jika engkau mengembangkan meditasi pada kejijikan, maka
segala nafsu akan ditinggalkan.
23. “Rāhula, kembangkanlah meditasi pada persepsi ketidak-
kekalan; [425] karena jika engkau mengembangkan meditasi.pada persepsi ketidak-kekalan, maka keangkuhan ‘aku’ akan
ditinggalkan.
24. “Rāhula, kembangkanlah meditasi perhatian pada
pernafasan. Ketika perhatian pada pernafasan dikembangkan dan
dilatih, maka itu akan berbuah besar dan bermanfaat besar. Dan
bagaimanakah perhatian pada pernafasan itu dikembangkan dan
dilatih, sehingga berbuah besar dan bermanfaat besar?
25. “Di sini, Rāhula, seorang bhikkhu, pergi ke hutan atau ke
bawah pohon atau ke gubuk kosong, duduk; setelah duduk
bersila, menegakkan tubuhnya, dan menegakkan perhatian di
depannya, dengan penuh perhatian ia menarik nafas, penuh
perhatian ia mengembuskan nafas.Majhima Nikaya 864-865.“Menarik nafas panjang, ia memahami: ‘Aku menarik nafas
panjang’; atau mengembuskan nafas panjang, ia memahami:
‘Aku mengembuskan nafas panjang.’ Menarik nafas pendek, ia
memahami: ‘Aku menarik nafas pendek’; atau mengembuskan
nafas pendek, ia memahami: ‘Aku mengembuskan nafas
pendek.’ Ia berlatih sebagai berikut: ‘Aku akan menarik nafas
dengan mengalami keseluruhan tubuh’; ia berlatih sebagai
berikut: ‘Aku akan mengembuskan nafas dengan mengalami
keseluruhan tubuh.’ Ia berlatih sebagai berikut: ‘Aku akan menarik
nafas dengan menenangkan bentukan jasmani’; Ia berlatih
sebagai berikut: ‘Aku akan mengembuskan nafas dengan
menenangkan bentukan jasmani.’
27. “Ia berlatih sebagai berikut: ‘Aku akan menarik nafas
dengan mengalami sukacita’; ia berlatih sebagai berikut: ‘Aku
akan mengembuskan nafas dengan mengalami sukacita.’ Ia
berlatih sebagai berikut: ‘Aku akan menarik nafas dengan
mengalami kenikmatan’; ia berlatih sebagai berikut: ‘Aku akan
mengembuskan nafas dengan mengalami kenikmatan.’ Ia berlatih
sebagai berikut: ‘Aku akan menarik nafas dengan mengalami
bentukan pikiran’; ia berlatih sebagai berikut: ‘Aku akan
mengembuskan nafas dengan mengalami bentukan pikiran.’ Ia berlatih sebagai berikut: ‘Aku akan menarik nafas dengan
menenangkan bentukan pikiran’; ia berlatih sebagai berikut: ‘Aku
akan mengembuskan nafas dengan menenangkan bentukan
pikiran.’
28. “Ia berlatih sebagai berikut: ‘Aku akan menarik nafas
dengan mengalami pikiran’; ia berlatih sebagai berikut: ‘Aku akan
mengembuskan nafas dengan mengalami pikiran.’ Ia berlatih
sebagai berikut: ‘Aku akan menarik nafas dengan
menggembirakan pikiran’; ia berlatih sebagai berikut: ‘Aku akan
mengembuskan nafas dengan menggembirakan pikiran.’ Ia
berlatih sebagai berikut: ‘Aku akan menarik nafas dengan
mengonsentrasikan pikiran’; ia berlatih sebagai berikut: ‘Aku akan
mengembuskan nafas dengan mengonsentrasikan pikiran.’ Ia
berlatih sebagai berikut: ‘Aku akan menarik nafas dengan
membebaskan pikiran’; ia berlatih sebagai berikut: ‘Aku akan
mengembuskan nafas dengan membebaskan pikiran.’
29. “Ia berlatih sebagai berikut: ‘Aku akan menarik nafas
dengan merenungkan ketidak-kekalan’; ia berlatih sebagai
berikut: ‘Aku akan mengembuskan nafas dengan merenungkan
ketidak-kekalan.’ Ia berlatih sebagai berikut: ‘Aku akan menarik
nafas dengan merenungkan peluruhan’; ia berlatih sebagai
berikut: ‘Aku akan mengembuskan nafas dengan merenungkan
peluruhan.’ Ia berlatih sebagai berikut: ‘Aku akan menarik nafas
dengan merenungkan lenyapnya’; ia berlatih sebagai berikut: ‘Aku
akan mengembuskan nafas dengan merenungkan lenyapnya.’ Ia
berlatih sebagai berikut: ‘Aku akan menarik nafas dengan
merenungkan pelepasan’; ia berlatih sebagai berikut: ‘Aku akan
mengembuskan nafas dengan merenungkan pelepasan.’
30. “Rāhula, itu adalah bagaimana perhatian pada pernafasan
dikembangkan dan dilatih, sehingga berbuah besar dan
bermanfaat besar. Ketika perhatian pada pernafasan
dikembangkan dan dilatih dengan cara ini, [426] maka bahkan nafas masuk dan nafas keluar terakhir dapat diketahui pada saat
lenyapnya, bukan tidak diketahui.”647
Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Yang Mulia
Rāhula merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang
Bhagavā.tidak diperbudak oleh pandangan identitas.dan pandangan identitas bersama
dengan kecenderungan tersembunyi pada pandangan identitas
ditinggalkan olehnya.“Demikian pula, para bhikkhu, ada empat jenis ketakutan
ini yang muncul pada mereka yang telah meninggalkan
keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan
tanpa rumah dalam Dhamma dan Disiplin ini. Apakah [460] empat
ini? Yaitu: takut ombak, takut buaya, takut pusaran air, dan takut
hiu.“Anuruddha, bukanlah dengan tujuan berkomplot untuk
menipu orang atau dengan tujuan untuk menyanjung orang atau
dengan tujuan untuk perolehan, kehormatan, atau kemasyhuran,
atau dengan pikiran, ‘Biarlah orang-orang mengenalku demikian.“Dengan hancurnya ketiga belenggu
yang lebih rendah dan melemahnya nafsu, kebencian, dan delusi.“Dengan hancurnya tiga belenggu, ia
telah menjadi seorang pemasuk-arus, tidak mungkin lagi terlahir
dalam kesengsaraan, pasti [mencapai kebebasan], mengarah
menuju pencerahan.“Seorang bhikkhu penghuni hutan harus makan
secukupnya. Jika ia makan berlebihan, maka akan ada di antara
mereka yang mengatakan tentangnya: ‘Apakah yang telah
diperoleh Yang Mulia penghuni hutan ini dengan menetap
sendirian di dalam hutan, melakukan apa yang ia sukai, karena ia
makan berlebihan?’ Karena akan ada di antara mereka yang
mengatakan hal ini tentangnya, maka seorang bhikkhu penghuni
hutan harus makan secukupnya.“Di sini, Udāyin, seseorang, setelah memahami bahwa
perolehan adalah akar penderitaan, melepaskan dirinya dari
perolehan dan terbebaskan dalam hancurnya perolehan. Orang
demikian Kusebut tidak terbelenggu, bukan terbelenggu.“Sekarang, Udāyin, kenikmatan dan kegembiraan yang
muncul dengan bergantung pada kelima utas kenikmatan indria
ini disebut kenikmatan indria – kenikmatan yang kotor,
kenikmatan yang kasar, kenikmatan yang tidak mulia. Akukatakan bahwa jenis kenikmatan ini tidak boleh dikejar, bahwa
jenis kenikmatan ini tidak boleh dikembangkan, bahwa jenis
kenikmatan ini tidak boleh dilatih, bahwa jenis kenikmatan ini
seharusnya ditakuti.Ketika ia melihat
seorang perempuan demikian, nafsu mempengaruhi pikirannya.
Karena pikirannya telah terpengaruh nafsu, ia meninggalkan
latihan dan kembali kepada kehidupan rendah. Ia disebut seorang
yang meninggalkan latihan dan kembali kepada kehidupan
rendah karena ia takut hiu. Sekarang ‘takut hiu’ adalah sebutan
bagi perempuan.“Bagus, bagus, Anuruddha! Sang Tathāgata telah
meninggalkan noda-noda yang mengotori, yang membawa
penjelmaan baru, memberikan kesulitan, matang dalam
penderitaan, dan menuntun menuju kelahiran, penuaan, dan
kematian di masa depan; Beliau telah memotongnya di akar,
membuatnya seperti tunggul pohon palem, menyingkirkannya
sehingga tidak dapat muncul kembali di masa depan. Seperti
halnya sebatang pohon palem yang pucuknya dipotong tidak lagi
mampu tumbuh lebih tinggi lagi, demikian pula Sang Tathāgata
telah meninggalkan noda-noda yang mengotori … telah
memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon
palem, menyingkirkannya sehingga tidak dapat muncul kembali di
masa depan.“Tetapi karena hal ini diketahui olehKu, dilihat, ditemukan,
dicapai, disentuh melalui kebijaksanaan sebagai berikut: ‘Di sini,
ketika seseorang merasakan jenis perasaan lainnya yang
menyenangkan, maka kondisi-kondisi tidak bermanfaat
berkurang dalam dirinya dan kondisi-kondisi bermanfaat
bertambah,’ maka oleh karena itu Aku mengatakan: ‘Masuk dan
berdiamlah dalam perasaan yang menyenangkan itu.’“Jika tidak diketahui olehKu ... Tetapi karena diketahui
olehKu ... disentuh melalui kebijaksanaan sebagai berikut: ‘Di sini,
ketika seseorang merasakan jenis perasaan tertentu yang
menyakitkan, maka kondisi-kondisi tidak bermanfaat bertambah
dalam dirinya dan kondisi-kondisi bermanfaat berkurang,’ maka
oleh karena itu Aku mengatakan: ‘Tinggalkan perasaan yang
menyakitkan itu.’
“Jika tidak diketahui olehKu ... Tetapi karena diketahui olehKu
... disentuh melalui kebijaksanaan sebagai berikut: ‘Di sini, ketika
seseorang merasakan jenis perasaan lainnya yang menyakitkan,
maka kondisi-kondisi tidak bermanfaat berkurang dalam dirinya
dan kondisi-kondisi bermanfaat bertambah,’ maka oleh karena itu
Aku mengatakan: ‘Masuk dan berdiamlah dalam perasaan yang menyakitkan itu.“Jika tidak diketahui olehKu ... Tetapi karena diketahui
olehKu ... disentuh melalui kebijaksanaan sebagai berikut: ‘Di sini,
ketika seseorang merasakan jenis perasaan tertentu yang bukan-
menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan, maka kondisi-kondisi
tidak bermanfaat bertambah dalam dirinya dan kondisi-kondisi
bermanfaat berkurang,’ maka oleh karena itu Aku mengatakan:
‘Tinggalkan perasaan yang bukan-menyakitkan-juga-bukan-
menyenangkan itu.’“Jika tidak diketahui olehKu ... Tetapi karena diketahui olehKu
... disentuh melalui kebijaksanaan sebagai berikut: ‘Di sini, ketika
seseorang merasakan jenis perasaan lainnya yang bukan-
menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan, maka kondisi-kondisi
tidak bermanfaat berkurang dalam dirinya dan kondisi-kondisi
bermanfaat bertambah,’ maka oleh karena itu Aku mengatakan:
[477] ‘Masuk dan berdiamlah dalam perasaan yang bukan-
menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan itu.’“Para bhikkhu, terdapat tujuh jenis orang di dunia ini.701
Apakah tujuh ini? Mereka adalah: seorang yang-terbebaskan-
dalam-kedua-cara, seorang yang-terbebaskan-melalui-
kebijaksanaan, seorang saksi-tubuh, seorang yang-mencapai-
pandangan, seorang yang-terbebaskan-melalui-keyakinan,
seorang pengikut-Dhamma, dan seorang pengikut-keyakinan.Majhima Nikaya hal 946.Baca n.671. Selaras dengan MN 66.6, MA menjelaskan bahwa
Sang Buddha pertama-tama melarang makan sore dan kemudian,
belakangan melarang makan malam. Beliau melakukan hal ini
karena peduli dengan para bhikkhu yang lemah dalam Sangha,
karena mereka akan menjadi terlalu cepat lelah jika kedua waktu
makan ini dilarang pada saat bersamaan.Jenis pertama perasaan yang menyenangkan adalah
kegembiraan yang berdasarkan pada kehidupan rumah tangga,
dan jenis berikutnya adalah kegembiraan yang berdasarkan pada
pelepasan keduniawian.“Karena sejauh Aku menghendaki, Aku mengingat banyak
kehidupan lampau, yaitu, satu kelahiran, dua kelahiran ... (seperti
Sutta 51, §24) ... demikianlah dengan ciri-ciri dan aspek-
aspeknya Aku mengingat banyak kehidupan lampau.“Dan sejauh Aku menghendaki, dengan mata dewa, yang
murni dan melampaui manusia, Aku melihat makhluk-makhluk
meninggal dunia dan muncul kembali, hina dan mulia, cantik dan
buruk rupa, kaya dan miskin, dan Aku memahami bagaimana
makhluk-makhluk berlanjut sesuai dengan perbuatan mereka ...
(seperti Sutta 51, §25) ...
9. “Dan dengan menembusnya untuk diriKu sendiri dengan
pengetahuan langsung, Aku di sini dan saat ini masuk dan
berdiam dalam kebebasan pikiran dan kebebasan melalui
kebijaksanaan yang tanpa noda dengan hancurnya noda-noda.“Guru Gotama, adakah perumah-tangga yang, tanpa
meninggalkan belenggu kerumah-tanggaan, pada saat hancurnya
jasmani telah pergi ke alam surga?”
“Vaccha, bukan hanya seratus atau dua atau tiga atau empat
atau lima ratus, melainkan jauh lebih banyak dari itu perumah-
tangga yang, tanpa meninggalkan belenggu kerumah-tanggaan,
pada saat hancurnya jasmani telah pergi ke alam surga.”“Pandangan spekulatif bahwa dunia adalah tidak abadi ...
bahwa dunia adalah terbatas ... bahwa dunia adalah tidak
terbatas ... bahwa jiwa dan badan adalah sama ... bahwa jiwa
adalah satu hal dan badan adalah hal lainnya ... bahwa Sang
Tathāgata ada setelah kematian [486]... bahwa Sang Tathāgata
tidak ada setelah kematian ... bahwa Sang Tathāgata ada dan
juga tidak ada setelah kematian ... bahwa Sang Tathāgata bukan
ada dan juga bukan tidak ada setelah kematian adalah belukar
pandangan, belantara pandangan, distorsi pandangan,
kebingungan pandangan, belenggu pandangan. Pandangan ini
diserang oleh penderitaan, oleh kesusahan, oleh keputus-asaan,
dan oleh demam, dan tidak menuntun menuju kekecewaan,
menuju kebosanan, menuju lenyapnya, menuju kedamaian,
menuju pengetahuan langsung, menuju pencerahan, menuju Nibbāna. Melihat bahaya ini, Aku tidak menganut pandangan-
pandangan ini.”semoga aku memahami pikiran yang
terpengaruh delusi sebagai terpengaruh delusi dan pikiran yang
tidak terpengaruh delusi sebagai tidak terpengaruh delusi;semoga aku memahami pikiran yang terbebaskan
sebagai terbebaskan dan pikiran yang tidak terbebaskan sebagai
tidak terbebaskan jika ada benturan, maka ada perselisihan; jika ada perselisihan,
maka ada pertengkaran; jika ada pertengkaran, maka ada
kekesalan.’ Demikianlah, setelah meramalkan untuk dirinya sendiri
benturan, perselisihan, pertengkaran, dan kekesalan.“Seorang bhikkhu penghuni hutan harus makan
secukupnya. Jika ia makan berlebihan, maka akan ada di antara
mereka yang mengatakan tentangnya: ‘Apakah yang telah
diperoleh Yang Mulia penghuni hutan ini dengan menetap
sendirian di dalam hutan, melakukan apa yang ia sukai, karena ia
makan berlebihan?’ Karena akan ada di antara mereka yang
mengatakan hal ini tentangnya, maka seorang bhikkhu penghuni
hutan harus makan secukupnya.‘Petapa Gotama adalah seorang perusak
kemajuan’?”
“Adalah sehubungan dengan hal ini, Guru Gotama, maka aku
mengatakan: ‘Petapa Gotama adalah seorang perusak
kemajuan.’ Mengapakah? Karena itu tercatat dalam kitab kami.“Telinga bersenang dalam suara-suara … Hidung bersenang
dalam bau-bauan … Lidah bersenang dalam rasa kecapan …
Badan bersenang dalam objek-objek sentuhan … Pikiran
bersenang dalam objek-objek pikiran, menyenangi objek-objek
pikiran, bergembira dalam objek-objek pikiran; itu telah dijinakkan
oleh Sang Tathāgata,Karena ada,
Māgandiya, kenikmatan yang terlepas dari kenikmatan indria,
terlepas dari kondisi-kondisi yang tidak bermanfaat, yang bahkan
melampaui kebahagiaan surgawi. Karena Aku tidak mendapat kesenangan dalam hal itu, maka Aku tidak iri pada apa yang
rendah, juga tidak bersenang di dalamnya.Kemudian pada titik ini Sang Bhagavā mengucapkan
seruan kegembiraan:
“Yang tertinggi dari segala perolehan adalah kesehatan,
Nibbāna adalah kebahagiaan tertinggi,
Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah jalan terbaik
Karena jalan itu menuntun menuju keselamatan, pada
Tanpa-Kematian.”“Tetapi, Māgandiya, ketika engkau mendengar sebelumnya
para pengembara yang adalah para guru dan guru-guru dari para guru mengatakan hal ini, apakah kesehatan itu, apakah Nibbāna
itu?”“Māgandiya, misalkan ada seorang yang buta sejak lahir
yang tidak dapat melihat bentuk-bentuk yang gelap dan terang,
yang tidak dapat melihat bentuk-bentuk berwarna biru, kuning,
merah, atau merah muda, yang tidak dapat melihat apa yang rata
dan tidak rata, yang tidak dapat melihat bintang-bintang atau
matahari dan bulan. Ia mungkin mendengar seseorang yang
berpenglihatan baik mengatakan: ‘Sungguh bagus, tuan-tuan,
kain putih ini, indah, tanpa noda, dan bersih!’ dan ia pergi mencari
kain putih. Kemudian seseorang menipunya dengan kain usang
yang kotor sebagai berikut: ‘Tuan, ini adalah kain putih untukmu,
indah, tanpa noda, dan bersih.’ Dan ia menerimanya dan
memakainya, dan dengan puas ia mengucapkan kata-kata
kepuasan sebagai berikut: ‘Sungguh bagus, tuan-tuan, kain putih
ini, indah, tanpa noda, dan bersih!’ Bagaimana menurutmu,
Māgandiya? Ketika orang yang buta sejak lahir itu menerima kain
usang yang kotor itu, memakainya, dan dengan puas ia
mengucapkan kata-kata kepuasan sebagai berikut: ‘Sungguh
bagus, tuan-tuan, kain putih ini, indah, tanpa noda, dan bersih!’ –
apakah ia melakukan itu karena mengetahui dan melihat, atau
karena percaya pada orang yang berpenglihatan baik itu?”Dan ia menerimanya dan
memakainya. Kemudian teman-teman dan sahabatnya, sanak
saudara dan kerabatnya, akan membawa seorang tabib untuk
mengobatinya. Tabib itu akan meracik obat untuknya – obat
pembuat muntah dan pencahar, salep dan salep-penawar, dan
terapi hidung – dan dengan obat-obatan itu penglihatan orang itu
muncul dan menjadi murni. Bersamaan dengan munculnya
penglihatannya, keinginan dan kesukaannya pada kain usang
yang kotor itu menjadi ditinggalkan; kemudian ia mungkin
terbakar oleh kemarahan dan permusuhan terhadap orang itu
dan mungkin berpikir bahwa orang itu harus dibunuh sebagai
berikut: ‘Sungguh, aku telah lama diperdaya, ditipu, dan dicurangi
oleh orang itu dengan kain usang yang kotor ini ketika ia
memberitahukan kepadaku: “Tuan, ini adalah kain putih untukmu,
indah, tanpa noda, dan bersih.”’mendobrak masuk.“Kemudian, Sandaka, di sini seorang guru menganut
doktrin dan pandangan sebagai berikut: ‘Ketika seseorang
melakukan atau menyuruh orang lain melakukan, ketika
seseorang melukai atau menyuruh orang melukai, ketika
seseorang menyiksa atau menyuruh orang lain menjatuhkan
siksaan, ketika seseorang menyebabkan dukacita atau menyuruh
orang lain menyebabkan dukacita, ketika seseorang menindas
atau menyuruh orang lain melakukan penindasan, ketika
seseorang mengintimidasi atau menyuruh orang lain
mengintimidasi, ketika seseorang membunuh makhluk-makhluk
hidup, mengambil apa yang tidak diberikan, mendobrak masuk ke rumah, merampas kekayaan, melakukan perampokan,
penyerangan di jalan raya, menggoda istri orang lain,
mengucapkan kebohongan – maka tidak ada kejahatan yang
dilakukan oleh si pelaku. Jika, dengan roda berpisau, seseorang
mengubah makhluk-makhluk hidup di bumi ini menjadi
sekumpulan daging, menjadi gunung daging, karena hal ini maka
tidak ada kejahatan atau akibat kejahatan. Jika seseorang
berjalan di sepanjang tepi selatan sungai Gangga membunuh dan
membantai, melukai dan menyuruh orang lain melukai, menyiksa
dan menyuruh orang lain menjatuhkan siksaan, karena hal ini
maka tidak ada kejahatan dan tidak ada akibat kejahatan. Jika
seseorang berjalan di sepanjang tepi utara sungai Gangga
memberikan persembahan dan menyuruh orang lain memberikan
persembahan, karena hal ini maka tidak ada jasa kebajikan dan
tidak ada akibat dari jasa kebajikan. Dengan memberi, dengan
menjinakkan diri sendiri, dengan pengendalian, dengan
mengucapkan kebenaran, maka tidak ada jasa kebajikan dan
tidak ada akibat dari jasa kebajikan.’
Majhima Nikaya hal 1015.‘Petapa Gotama puas dengan segala jenis
makanan dan memuji kepuasan atas segala jenis makanan,’
maka siswa-siswaKu yang adalah pemakan dana makanan yang
dipersembahkan … seharusnya tidak menghormati, tidak
menghargai, tidak memuja, dan tidak memuliakanKu, dan juga
hidup dengan tidak bergantung padaKu, dengan tidak
menghormati dan tidak menghargaiKu.“Kemudian, dengan menenangkan awal pikiran dan
kelangsungan pikiran, seorang bhikkhu masuk dan berdiam
dalam jhāna ke dua, yang memiliki keyakinan-diri dan
keterpusatan pikiran tanpa awal pikiran dan kelangsungan pikiran,Mereka
memahami bagaimana makhluk-makhluk berlanjut sesuai dengan
perbuatan mereka. Dan dengan demikian banyak siswaKu
berdiam setelah mencapai pemenuhan dan kesempurnaan
pengetahuan langsung. [22]Majhima Nikaya hal 1053
“Yang Mulia, belakangan ini terdapat seseorang yang
mengaku sebagai maha-tahu dan maha-melihat, memiliki
pengetahuan dan penglihatan lengkap sebagai berikut: ‘Apakah
aku berjalan atau berdiri atau tidur atau terjaga, pengetahuan dan
penglihatan terus-menerus dan tanpa terputus ada padaku.’
Ketika aku mengajukan pertanyaan tentang masa lampau, ia
berbicara berputar-putar, mengalihkan pembicaraan, dan
menunjukkan kemarahan, kebencian, dan kejengkelan. Kemudian
sukacita sehubungan dengan Sang Bhagavā muncul padaku
sebagai berikut: ‘Ah, tentu saja adalah Sang Bhagavā, tentu saja
adalah Yang Sempurna yang terampil dalam hal-hal ini.’”Beliau menyatakan dunia ini bersama dengan para
dewa, Māra, dan Brahmā, generasi ini dengan para petapa dan
brahmana, para pangeran dan rakyatnya, yang telah Beliau
tembus oleh diriNya sendiri dengan pengetahuan langsung.“‘[Kehidupan di] alam manapun juga adalah tidak lengkap,
tidak pernah terpuaskan, budak ketagihan:805 ini adalah ringkasan
ke empat dari Dhamma yang diajarkan oleh Sang Bhagavā yang
mengetahui dan melihat.Yang kaya dan yang miskin sama-sama akan merasakan
sentuhan [Kematian],
Yang dungu dan yang bijaksana juga akan merasakannya;
Tetapi sementara si dungu terpukul oleh kedunguannya,
Si bijaksana tidak gemetar akan sentuhannya.
Kebijaksanaan adalah lebih baik di sini daripada harta
kekayaan,
Karena dengan kebijaksanaan seseorang mencapai tujuan
akhir.
Karena orang-orang melalui ketidak-tahuan melakukan
perbuatan-perbuatan jahat
Sementara gagal mencapai tujuan dalam kehidupan demi
kehidupan.
Ketika seseorang memasuki rahim dan alam berikutnya,
Memperbarui lingkaran kelahiran berikutnya,
Yang lain yang memiliki sedikit kebijaksanaan, karena
mempercayainya,
Juga memasuki rahim dan alam berikutnya. [74]Mereka
berdiam dengan meliputi satu arah dengan pikiran penuh cinta
kasih ... penuh belas kasih ... penuh kegembiraan altruistik ...
penuh keseimbangan ... tanpa permusuhan.Kemudian Sang Bhagavā berpikir: “Murid brahmana Uttara ini
melihat, lebih kurang, ketiga-puluh-dua tanda Manusia Luar Biasa
pada tubuhKu, kecuali dua; ia ragu dan bimbang mengenai dua
dari tanda-tanda tersebut, dan ia tidak dapat menentukan dan
memutuskannya: mengenai organ kelamin yang terselubung
lapisan penutup dan mengenai besarnya lidah.”
7. Kemudian Sang Bhagavā mengerahkan kekuatan batinNya
sehingga murid brahmana Uttara melihat bahwa organ kelamin
Sang Bhagavā terselubung lapisan penutup.854 Selanjutnya Sang
Bhagavā menjulurkan lidahNya, dan Beliau berulang-ulang menyentuh kedua telingaNya dan kedua lubang hidungNya, dan
Beliau menutupi seluruh keningNya dengan lidahNya.
8. Kemudian murid brahmana Uttara berpikir: “Petapa Gotama
memiliki ketiga-puluh-dua tanda seorang Manusia Luar Biasa.
Bagaimana jika aku mengikuti Petapa Gotama dan mengamati
perilakuNya?”Dunia ini, diselimuti dalam kegelapan
kekotoran, tertutup oleh tujuh selubung: nafsu, kebencian, delusi,
keangkuhan, pandangan-pandangan, ketidak-tahuan, dan
perilaku tidak bermoral.Sela
“O yang sempurna tubuhNya, menarik,
Indah dan menyenangkan dipandang;
O Sang Bhagavā, keemasan warna kulitMu,
Dan putih gigiMu; Engkau kuat.
Ciri-ciri yang terlihat seluruhnya
Yang membedakan seorang yang berkelahiran baik;
Semuanya terdapat pada tubuhMu,
Tanda-tanda ini mengungkapkan seorang Manusia Luar
Biasa.
Dengan mata yang jernih, dengan wajah cerah,
Agung, tegak bagaikan kobaran api,
Di tengah-tengah sosok para petapa ini
Engkau bersinar bagaikan matahari yang menyala.
Seorang bhikkhu yang begitu indah dipandang
Dengan kulit yang berkilau keemasan –
Dengan ketampanan yang begitu jarang terdapat mengapa
Engkau
Puas dengan kehidupan seorang petapa?
Engkau layak menjadi seorang raja, pemimpin barisan
kereta,
Seorang raja yang memutar roda,
Seorang pemenang di empat penjuru
Dan pemimpin Hutan Pohon Jambu.868 [109]
Dengan para prajurit dan para pangeran agung
Semuanya mengabdi padaMu,
O Gotama, Engkau seharusnya berkuasa
Sebagai pemimpin manusia, raja di atas segala raja.”Buddha
“Aku memang adalah seorang raja, O Sela,”
Sang Bhagavā menjawab.
“Aku adalah raja Dhamma yang tertinggi;
Dengan Dhamma Aku memutar roda,
Roda yang tidak dapat dihentikan oleh siapapun.”
18. Sela
“Engkau mengaku tercerahkan sempurna,” Brahmana Sela
berkata,
“Engkau mengatakan kepadaku, O Gotama,
‘Aku adalah raja Dhamma yang tertinggi;
Dengan Dhamma Aku memutar roda.’
Siapakah JenderalMu, siswaMu
Yang mengikuti dalam jalan Sang Guru?
Siapakah yang membantuMu memutar
Roda Dhamma yang Engkau putar?”
19. Buddha
“Roda yang Kuputar,”
Sang Bhagavā menjawab,
“Roda Dhamma tertinggi yang sama itu,
Sāriputta putera Sang Tathāgata
membantuKu memutar roda ini.
Apa yang harus diketahui telah diketahui secara langsung,
Apa yang harus dikembangkan telah dikembangkan,
Apa yang harus ditinggalkan telah ditinggalkan,
Oleh karena itu, Brahmana, Aku adalah seorang Buddha.Maka singkirkanlah keragu-raguanmu padaKu
Dan biarkan tekad muncul,
Karena adalah sulit untuk menyaksikan
Pemandangan Para Yang Tercerahkan. [110]
Aku adalah seorang yang kehadiranNya di dunia ini
Adalah sangat jarang terjadi,
Aku adalah Yang Tercerahkan Sempurna,
Aku, O Brahmana, adalah tabib tertinggi.
Aku adalah Yang Suci, tanpa tandingan,
Yang telah menggilas gerombolan Māra;
Setelah mengalahkan semua musuhKu,
Aku bergembira bebas dari ketakutan.”
20. Sela
“O Tuan-tuan, dengarkan ini, dengarkan apa yang Beliau
katakan,
Orang berpenglihatan, sang tabib,
Pahlawan perkasa yang mengaum
Bagaikan singa di dalam hutan.
Siapakah, bahkan walaupun seorang yang berkelahiran
hina,
Yang tidak mempercayaiNya ketika ia melihat
Bahwa Beliau adalah Yang Suci, tanpa tandingan,
Yang telah menggilas gerombolan Māra?
Sekarang silahkan mengikutiku bagi yang menginginkan
Dan yang tidak menginginkan, silahkan pergi.
Karena aku akan meninggalkan keduniawian di bawah
Beliau,
Orang ini yang berkebijaksanaan mulia.”Murid-murid
‘Jika, O Tuan, sekarang engkau menyetujui
Ajaran dari Yang Tercerahkan ini,
Kami juga akan meninggalkan keduniawian di bawah
Beliau,
Orang ini yang berkebijaksanaan mulia.”
22. Sela
“Ada tiga ratus brahmana di sini
Yang dengan tangan teracung memohon:
‘O semoga kami menjalani kehidupan suci
Di bawah Engkau, O Sang Bhagavā.’”
23. Buddha
“Kehidupan suci telah dinyatakan dengan sempurna,
O Sela,” Sang Bhagavā berkata,
“Terlihat di sini dan tidak tertunda;
Seorang yang berlatih dengan tekun
Akan memperoleh buah pelepasan keduniawian.”24. Kemudian Brahmana Sela dan kelompoknya menerima
pelepasan keduniawian di bawah Sang Bhagavā, dan mereka
menerima penahbisan penuh.
25. Kemudian, ketika malam telah berlalu, si petapa berambut
kusut Keṇiya mempersiapkan berbagai jenis makanan baik di
pertapaannya [111] dan mengumumkan waktunya kepada Sang
Bhagavā: “Sudah waktunya, Guru Gotama, makanan sudah
siap.” Kemudian, pada pagi harinya, Sang Bhagavā merapikan
jubah, dan dengan membawa mangkuk dan jubah luarnya, Beliau
pergi bersama dengan Sangha para bhikkhu menuju pertapaan si
petapa berambut kusut Keṇiya dan duduk di tempat yang telah
dipersiapkan. Kemudian, dengan kedua tangannya sendiri, si
petapa berambut kusut melayani Sangha para bhikkhu yang
dipimpin oleh Sang Bhagavā dengan berbagai jenis makananbaik. Ketika Sang Bhagavā telah selesai makan dan telah
menggeser mangkukNya ke samping, si petapa berambut kusut
mengambil bangku rendah dan duduk di satu sisi. Kemudian
Sang Bhagavā memberikan pemberkahan kepadanya dengan
syair ini:
26. “Persembahan yang terbakar adalah keagungan api,
Sāvitri adalah keagungan syair pujian Veda,
Seorang raja adalah keagungan manusia,
Samudra adalah keagungan sungai yang mengalir;
Bulan adalah keagungan bintang-bintang,
Matahari adalah keagungan dari segala yang bersinar;
Jasa adalah keagungan dari semua yang
mengharapkannya;
Sangha adalah keagungan dari mereka yang memberi.”
Setelah Sang Bhagavā memberikan berkah dengan syair-syair ini,
Beliau bangkit dari duduknya dan pergi.
27. Kemudian tidak lama setelah penahbisan penuh mereka,
dengan berdiam sendirian, terasing, rajin, tekun, dan
bersungguh-sungguh, Yang Mulia Sela dan kelompoknya, [112]
dengan menembusnya untuk diri mereka sendiri dengan
pengetahuan langsung, di sini dan saat ini masuk dan berdiam
dalam tujuan tertinggi kehidupan suci yang dicari oleh para
anggota keluarga yang meninggalkan keduniawian dari kehidupan
rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah. Mereka secara
langsung mengetahui: “Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan
suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak
akan ada lagi penjelmaan menjadi kondisi makhluk apapun.” Dan
Yang Mulia Sela dan kelompoknya menjadi para Arahant.
28. Kemudian Yang Mulia Sela dan kelompoknya menghadap
Sang Bhagavā. Setelah mengatur jubah atasnya di salah satu
bahunya, dengan merangkapkan tangannya sebagaipenghormatan kepada Sang Bhagavā, ia berkata dalam syair
sebagai berikut:
“Delapan hari telah berlalu, Yang Maha-Melihat,
Sejak kami berlindung padaMu.
Dalam tujuh malam ini, O Sang Bhagavā,
Kami telah dijinakkan di dalam ajaranMu.
Engkau adalah Sang Buddha, Engkau adalah Sang Guru,
Engkau adalah Sang Bijaksana, penakluk Māra.
Setelah memotong segala kecenderungan buruk,
Engkau telah menyeberang dan menuntun umat manusia
menyeberang.
Engkau telah mengatasi segala perolehan,
Engkau telah melenyapkan segala noda.
Engkau adalah singa yang bebas dari kemelekatan,
Engkau telah meninggalkan ketakutan dan kekhawatiran.
Di sini ketiga-ratus bhikkhu ini berdiri
Dengan tangan dirangkapkan dalam penghormatan.
O Pahlawan, julurkanlah kakiMu,
Dan ijinkan makhluk-makhluk agung ini menyembah Sang
Guru.”Kemudian murid brahmana Assalāyana pergi bersama
dengan sejumlah besar para brahmana mendatangi Sang
Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika ramah tamah ini berakhir, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Sang
Bhagavā: “Guru Gotama, para brahmana mengatakan sebagai
berikut: ‘Para brahmana adalah kasta tertinggi, para kasta lainnya
adalah rendah; para brahmana adalah kasta yang paling cerah,
para kasta lainnya adalah gelap; hanya para brahmana yang
dimurnikan, bukan non-brahmana; hanya para brahmana yang
merupakan para putera Brahmā, keturunan Brahmā, lahir dari
mulutnya, lahir dari Brahmā, diciptakan oleh Brahmā, pewaris
Brahmā.’ Apakah yang Guru Gotama katakan sehubungan
dengan hal itu?”“Bagaimana menurutmu, Assalāyana? Pernahkah engkau
mendengar bahwa Yona dan Kamboja872 dan di negeri asing
lainnya terdapat hanya dua kasta, majikan dan budak, dan bahwa
para majikan menjadi budak dan budak menjadi majikan?”
“Demikianlah yang kudengar, Tuan.”
“Kalau begitu atas kekuatan [argumentasi] apakah atau
dengan dukungan [otoritas] apakah para brahmana dalam hal ini
mengatakan sebagai berikut: ‘Para brahmana adalah kasta
tertinggi ... pewaris Brahmā.’?”
7. “Walaupun Guru Gotama mengatakan hal ini, tetapi para
brahmana tetap berpikir sebagai berikut: ‘Para brahmana adalah
kasta tertinggi ... pewaris Brahmā.’”“Bagaimana menurutmu, Assalāyana?873 Misalkan seorang
mulia membunuh makhluk-makhluk hidup, mengambil apa yang
tidak diberikan, berperilaku salah dalam kenikmatan indria,
mengucapkan ucapan salah, mengucapkan ucapan fitnah,
bergosip, tamak, memiliki pikiran permusuhan, dan menganut
pandangan salah. Ketika hancurnya jasmani, setelah kematian,
apakah hanya ia [yang sewajarnya] muncul kembali dalam kondisi
buruk, di alam yang tidak bahagia, dalam kesengsaraan, bahkan
di neraka – dan bukan seorang brahmana? Misalkan seorang
pedagang … seorang pekerja membunuh makhluk-makhluk
hidup … dan menganut pandangan salah. Ketika hancurnya
jasmani, setelah kematian, apakah hanya ia [yang sewajarnya]
muncul kembali dalam kondisi buruk, di alam yang tidak bahagia,
dalam kesengsaraan, bahkan di neraka – dan bukan seorang
brahmana?”
“Tidak, Guru Gotama. Apakah ia adalah seorang mulia, atau
seorang brahmana, atau seorang pedagang, atau seorang
pekerja – mereka dari keempat kasta itu yang membunuh
makhluk-makhluk hidup [150] … dan menganut pandangan
salah, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, adalah
[sewajarnya] muncul kembali dalam kondisi buruk, di alam yang
tidak bahagia, dalam kesengsaraan, bahkan di neraka.”
“Kalau begitu atas kekuatan [argumentasi] apakah atau
dengan dukungan [otoritas] apakah para brahmana dalam hal ini
mengatakan sebagai berikut: ‘Para brahmana adalah kasta
tertinggi ... pewaris Brahmā.’?”
8. “Walaupun Guru Gotama mengatakan hal ini, tetapi para
brahmana tetap berpikir sebagai berikut: ‘Para brahmana adalah
kasta tertinggi ... pewaris Brahmā.’”
“Bagaimana menurutmu, Assalāyana? Misalkan seorang
brahmana menghindari membunuh makhluk-makhluk hidup,
menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari
perilaku salah dalam kenikmatan indria, menghindari ucapan salah, menghindari ucapan fitnah, menghindari ucapan kasar, dan
menghindari gosip, dan tidak tamak, memiliki pikiran tanpa
permusuhan, dan menganut pandangan benar. Ketika hancurnya
jasmani, setelah kematian, apakah ia [sewajarnya] muncul kembali
di alam yang bahagia, bahkan di alam surga – dan bukan seorang
mulia, atau seorang pedagang, atau seorang pekerja?”
“Tidak, Guru Gotama. Apakah ia adalah seorang mulia, atau
seorang brahmana, atau seorang pedagang, atau seorang
pekerja – mereka dari keempat kasta itu yang menghindari
membunuh makhluk-makhluk hidup … dan menganut
pandangan benar, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian,
adalah [sewajarnya] muncul kembali alam yang bahagia, bahkan
di alam surga.”“Kalau begitu atas kekuatan [argumentasi] apakah atau
dengan dukungan [otoritas] apakah para brahmana dalam hal ini
mengatakan sebagai berikut: ‘Para brahmana adalah kasta
tertinggi ... pewaris Brahmā.’?”
9. “Walaupun Guru Gotama mengatakan hal ini, [151] tetapi
para brahmana tetap berpikir sebagai berikut: ‘Para brahmana
adalah kasta tertinggi ... pewaris Brahmā.’”
“Bagaimana menurutmu, Assalāyana? Apakah hanya seorang
brahmana yang mampu mengembangkan pikiran cinta kasih
terhadap wilayah ini, tanpa pertentangan dan tanpa permusuhan,
dan bukan seorang mulia, atau seorang pedagang, atau seorang
pekerja?”
“Tidak, Guru Gotama. Apakah ia adalah seorang mulia, atau
seorang brahmana, atau seorang pedagang, atau seorang
pekerja – mereka dari keempat kasta itu mampu
mengembangkan pikiran cinta kasih terhadap wilayah ini, tanpa
pertentangan dan tanpa permusuhan.”
“Kalau begitu atas kekuatan [argumentasi] apakah atau
dengan dukungan [otoritas] apakah para brahmana dalam hal ini.mengatakan sebagai berikut: ‘Para brahmana adalah kasta
tertinggi ... pewaris Brahmā.’?”
10. “Walaupun Guru Gotama mengatakan hal ini, tetapi para
brahmana tetap berpikir sebagai berikut: ‘Para brahmana adalah
kasta tertinggi ... pewaris Brahmā.’”
“Bagaimana menurutmu, Assalāyana? Apakah hanya seorang
brahmana yang mampu membawa perlengkapan mandi dan
bubuk mandi, pergi ke sungai, dan membersihkan diri dari debu
dan kotoran, dan bukan seorang mulia, atau seorang pedagang,
atau seorang pekerja?”
“Tidak, Guru Gotama. Apakah ia adalah seorang mulia, atau
seorang brahmana, atau seorang pedagang, atau seorang
pekerja – mereka dari keempat kasta itu mampu membawa
perlengkapan mandi dan bubuk mandi, pergi ke sungai, dan
membersihkan diri dari debu dan kotoran.”
“Kalau begitu atas kekuatan [argumentasi] apakah atau
dengan dukungan [otoritas] apakah para brahmana dalam hal ini
mengatakan sebagai berikut: ‘Para brahmana adalah kasta
tertinggi ... pewaris Brahmā.’?”
11. “Walaupun Guru Gotama mengatakan hal ini, tetapi para
brahmana tetap berpikir sebagai berikut: ‘Para brahmana adalah
kasta tertinggi ... pewaris Brahmā.’”
“Bagaimana menurutmu, Assalāyana? [152] Misalkan seorang
raja mulia yang sah mengumpulkan di sini seratus orang yang
berasal dari kelahiran berbeda dan berkata kepada mereka:
‘Tuan-tuan, silakan siapapun juga di sini yang terlahir dalam
keluarga mulia atau keluarga brahmana atau keluarga bangsawan
mengambil sebatang kayu api kayu sāla, kayu salala, kayu
cendana, atau kayu padumaka dan menyalakan api dan
menghasilkan panas. Dan juga silahkan siapapun juga di sini yang
terlahir dalam keluarga buangan, keluarga pemburu, keluarga
pembuat keranjang, keluarga pembuat kereta, atau keluarga
pemungut sampah, mengambil kayu dari tempat minum anjing,dari tempat makan babi, dari tempat sampah, atau dari kayu jarak
dan menyalakan api dan menghasilkan panas.’
“Bagaimana menurutmu, Assalāyana? Ketika api dinyalakan
dan panas dihasilkan oleh seseorang dalam kelompok pertama,
apakah api itu memiliki kobaran, warna, dan cahaya, dan apakah
mungkin untuk menggunakannya sebagai fungsi api, sementara
ketika api dinyalakan dan panas dihasilkan oleh seseorang dari
kelompok ke dua, api itu tidak memiliki kobaran, tanpa warna,
dan tanpa cahaya, dan tidak mungkin menggunakannya sebagai
fungsi api?”
“Tidak, Guru Gotama. Ketika api dinyalakan dan panas
dihasilkan oleh seseorang dalam kelompok pertama, api itu
memiliki kobaran, warna, dan cahaya, dan adalah mungkin untuk
menggunakannya sebagai fungsi api. Dan api yang dinyalakan
dan panas dihasilkan oleh seseorang dalam kelompok ke dua, api
itu juga memiliki kobaran, warna, dan cahaya, dan adalah
mungkin untuk menggunakannya sebagai fungsi api. Karena
semua api memiliki kobaran, [153] warna, dan cahaya, dan
adalah mungkin untuk menggunakannya sebagai fungsi api.”
“Kalau begitu atas kekuatan [argumentasi] apakah atau
dengan dukungan [otoritas] apakah para brahmana dalam hal ini
mengatakan sebagai berikut: ‘Para brahmana adalah kasta
tertinggi ... pewaris Brahmā.’?”
12. “Walaupun Guru Gotama mengatakan hal ini, tetapi para
brahmana tetap berpikir sebagai berikut: ‘Para brahmana adalah
kasta tertinggi ... pewaris Brahmā.’”
“Bagaimana menurutmu, Assalāyana? Misalkan seorang
pemuda mulia hidup bersama dengan seorang gadis brahmana,
dan seorang anak lahir dari mereka. Apakah anak yang terlahir
dari pemuda brahmana dan gadis mulia itu disebut seorang mulia
mengikuti sang ayah atau seorang brahmana mengikuti sang
ibu?”
“Ia dapat disebut keduanya, Guru Gotama.”14. “Bagaimana menurutmu, Assalāyana? Misalkan seekor
kuda betina dikawinkan dengan seekor keledai jantan, dan seekor
anak kuda terlahir sebagai akibatnya. Apakah anak kuda itu
disebut seekor kuda mengikuti sang ibu atau seekor keledai
mengikuti sang ayah?”
“Itu adalah seekor bagal, Guru Gotama, karena anak kuda itu
tidak berasal dari jenis manapun. [154] Aku melihat perbedaan
dalam kasus terakhir ini, tetapi aku tidak melihat perbedaan
dalam kasus-kasus sebelumnya.”Bagaimana menurutmu, Assalāyana? Misalkan ada dua
orang murid brahmana bersaudara, terlahir dari ibu yang sama,
yang satu rajin belajar dan cerdas, dan yang lainnya tidak rajin
belajar dan tidak cerdas. Yang manakah yang akan diberi
makanan pertama kali oleh para brahmana pada suatu upacara
pemakaman, atau pada suatu upacara persembahan nasi-susu,
atau pada suatu upacara pengorbanan, atau pada suatu pesta
menyambut tamu?”
“Pada kesempatan itu, para brahmana akan memberi makan
pertama kali kepada seorang yang rajin belajar dan cerdas, Guru
Gotama; karena bagaimana mungkin apa yang diberikan kepada
seorang yang tidak rajin belajar dan tidak cerdas dapat
menghasilkan buah besar?”
16. “Bagaimana menurutmu, Assalāyana? Misalkan ada dua
orang murid brahmana bersaudara, terlahir dari ibu yang sama,
yang satu rajin belajar dan cerdas tetapi tidak bermoral dan
berkarakter buruk, dan yang lainnya tidak rajin belajar dan tidak cerdas, tetapi bermoral dan berkarakter baik. Yang manakah
yang akan diberi makanan pertama kali oleh para brahmana pada
suatu upacara pemakaman, atau pada suatu upacara
persembahan nasi-susu, atau pada suatu upacara pengorbanan,
atau pada suatu pesta menyambut tamu?”
“Pada kesempatan itu, para brahmana akan memberi makan
pertama kali kepada seorang yang tidak rajin belajar dan tidak
cerdas, tetapi bermoral dan berkarakter baik, Guru Gotama;
karena bagaimana mungkin apa yang diberikan kepada seorang
yang tidak bermoral dan berkarakter buruk dapat menghasilkan
buah besar?”“Suatu ketika, Assalāyana, ketika tujuh petapa brahmana
sedang berdiskusi di dalam sebuah gubuk daun di dalam hutan,
pandangan sesat ini muncul pada mereka: ‘Para Brahmana
adalah kasta tertinggi ... [155] ... pewaris Brahmā.’ Petapa Devala
si Gelap mendengar hal ini.874 Kemudian ia merapikan rambut
dan janggutnya, mengenakan pakaian berwarna kuning, memakai
sandal besar, dan memegang tongkat emas, ia muncul di
halaman gubuk ketujuh petapa brahmana itu. Kemudian, selagi
berjalan mondar-mandir di halaman gubuk ketujuh petapa
brahmana itu, Petapa Devala si Gelap berkata sebagai berikut:
‘Ke manakah para petapa brahmana mulia itu pergi? Ke manakah
para petapa brahmana mulia itu pergi?’ Kemudian ketujuh petapa
brahmana itu berpikir: ‘Siapakah yang berjalan mondar-mandir di halaman gubuk ketujuh petapa brahmana seperti orang dusun
dan mengatakan: “Ke manakah para petapa brahmana mulia itu
pergi? Ke manakah para petapa brahmana mulia itu pergi?”
Mari kita mengutuknya!’ Kemudian ketujuh petapa brahmana itu
mengutuk petapa Devala si Gelap sebagai berikut: ‘Jadilah abu,
orang busuk! Jadilah abu, orang busuk!’ Tetapi semakin ketujuh
petapa brahmana itu mengutuknya, Petapa Devala si Gelap itu
menjadi semakin menarik dan tampan. Kemudian ketujuh petapa
brahmana itu berpikir: ‘Pertapaan kami sia-sia, kehidupan suci
kami tidak berbuah; karena sebelumnya jika kami mengutuk
seseorang sebagai berikut: “Jadilah abu, orang busuk! Jadilah
abu, orang busuk!” maka ia pasti menjadi abu; tetapi semakin
kami mengutuk orang ini, ia menjadi semakin menarik dan
tampan.’“‘Pertapaan kalian tidak sia-sia, tuan-tuan, kehidupan suci
kalian bukan tidak berbuah. Tetapi, Tuan-tuan, singkirkanlah
kebencian kalian terhadapku.’ [156]
“‘Kami telah menyingkirkan kebencian kami terhadapmu,
Tuan. Siapakah engkau?’
“‘Pernahkah kalian mendengar tentang Petapa Devala si
Gelap, Tuan-tuan?’ – ‘Pernah, Tuan.’ – ‘Akulah Petapa si gelap
itu, Tuan-tuan.’
“Kemudian ketujuh petapa brahmana itu mendatangi Petapa
Devala si Gelap dan bersujud padanya. Kemudian ia berkata
kepada mereka: ‘Tuan-tuan, aku mendengar ketika ketujuh
petapa brahmana sedang berdiam di dalam gubuk daun di dalam
hutan, pandangan sesat ini muncul pada mereka: “Para
Brahmana adalah kasta tertinggi ... pewaris Brahmā.”’ –
‘Demikianlah, Tuan.’“‘Tetapi, Tuan-tuan, tahukah kalian bahwa ibu yang melahirkan
kalian hanya menikah dengan seorang brahmana dan tidak
pernah dengan seorang bukan brahmana?’ – ‘Tidak, Tuan.’“‘Kalau begitu, Tuan-tuan, jadi siapakah kalian?’
“‘Kalau begitu, Tuan, kami tidak mengetahui siapa kami ini.’
“Sekarang, Assalāyana, bahkan ketujuh petapa brahmana itu,
ketika ditekan dan dipertanyakan dan didebat oleh Petapa Devala
si Gelap tentang pernyataan mereka sendiri sehubungan dengan
kelahiran, tidak mampu mempertahankannya. Tetapi bagaimana
mungkin engkau, ketika ditekan dan dipertanyakan dan didebat
olehKu tentang pernyataanmu sehubungan dengan kelahiran,
mampu mempertahankannya? Engkau, yang mengandalkan doktrin-doktrin gurumu, [bahkan] tidak [sebanding dengan] Puṇṇa
pemegang sendok mereka.”876
19. Ketika hal ini dikatakan, murid brahmana Assalāyana
berkata kepada Sang Bhagavā: “Mengagumkan, Guru Gotama!
Mengagumkan, Guru Gotama! ... (seperti Sutta 91, §37) ... Mulai
hari ini sudilah Guru Gotama mengingatku sebagai seorang umat
awam yang telah menerima perlindungan seumur hidup.”Yona adalah kata Pali untuk Ionia. Kamboja adalah suatu wilayah
barat laut “Negeri Tengah” India.872 no  Majhima Nikaya hal 1248.
MA mengidentifikasi Devala si Gelap, Asita Devala, sebagai Sang
Buddha dalam kehidupan lampau. Sang Buddha membabarkan
ajaran ini untuk menunjukkan: “Di masa lampau, ketika engkau
berkelahiran tinggi dan Aku berkelahiran rendah, engkau tidak
dapat menjawab pertanyaan yang Kuajukan tentang pernyataan
sehubungan dengan kelahiran. Jadi bagaimana mungkin engkau
dapat melakukannya sekarang, ketika engkau adalah seorang
rendah dan Aku telah menjadi seorang Buddha?”
875 Seperti pada MN 38.26. baca n.411. Perhatikan bahwa dialog
persis di bawah menegaskan makna gandhabba sebagai makhluk
yang telah meninggal dunia menjelang kelahiran kembali.Puṇṇa adalah nama pelayan ketujuh petapa brahmana itu; ia
mengambilkan sendok, memasak dedaunan, dan melayani
mereka.“Brahmana, ada dua jenis kelompok. Apakah dua ini? Di sini
kelompok tertentu bernafsu pada perhiasan dan anting-anting
dan mencari istri dan anak-anak, budak laki-laki dan perempuan,
ladang dan tanah, emas dan perak. Tetapi di sini kelompok
tertentu tidak bernafsu pada perhiasan dan anting-anting,
melainkan setelah meninggalkan istri dan anak-anak, budak laki-
laki dan perempuan, ladang dan tanah, emas dan perak,
meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju
kehidupan tanpa rumah. Sekarang ada jenis orang yang tidak
menyiksa dirinya dan tidak melakukan praktik menyiksa dirinya
dan yang tidak menyiksa makhluk lain dan tidak melakukan
praktik menyiksa makhluk lain; yang, karena tidak menyiksa
dirinya dan orang kain, ia di sini dan saat ini tidak merasa lapar,
padam, dan sejuk, dan ia berdiam dengan mengalami
kebahagiaan, setelah dirinya sendiri menjadi suci. Dalam
kelompok manakah dari kedua jenis kelompok ini engkau
biasanya melihat orang jenis ini, Brahmana – dalam kelompok
yang bernafsu pada perhiasan dan anting-anting dan mencari istri
dan anak-anak, budak laki-laki dan perempuan, ladang dan
tanah, emas dan perak; atau dalam kelompok yang tidak
bernafsu pada perhiasan dan anting-anting, melainkan setelah
meninggalkan istri dan anak-anak, budak laki-laki dan
perempuan, ladang dan tanah, emas dan perak, meninggalkan
keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan
tanpa rumah?”“Kami tidak diperbolehkan menerima emas dan perak,
Brahmana.”
“Jika tidak diperbolehkan bagi Guru Udena, maka aku akan
membangun sebuah vihara untuk Guru Udena.”
“Jika engkau ingin membangun sebuah vihara untukku,
Brahmana, bangunlah sebuah aula untuk Sangha di
Pāṭaliputta.“Aku bahkan menjadi lebih puas dan lebih senang dengan usul
Guru Udena untuk memberikan persembahan kepada Sangha.
Maka dengan persembahan rutin ini dan persembahan rutin
lainnya, aku akan membangun sebuah aula untuk Sangha di
Pāṭaliputta.”
Kemudian dengan persembahan rutin [yang ia persembahkan
kepada Guru Udena] dan persembahan rutin lainnya [yang
ditambahkan], Brahmana Ghoṭamukha membangun sebuah aula
untuk Sangha di Pāṭaliputta. Dan sekarang dikenal sebagai
Ghoṭamukhi.“Bagaimanakah, Bhāradvāja, di antara para brahmana
adakah bahkan seorang brahmana yang mengatakan sebagai
berikut: ‘Aku mengetahui ini, aku melihat ini: hanya ini yang benar,
yang lainnya adalah salah’?” – “Tidak, Guru Gotama.”
“Bagaimanakah, Bhāradvāja, di antara para brahmana adakah
bahkan seorang guru atau guru dari para guru sampai tujuh
generasi para guru sebelumnya yang mengatakan sebagai
berikut: ‘Aku mengetahui ini, aku melihat ini: hanya ini yang benar,
yang lainnya adalah salah’?” – “Tidak, Guru Gotama.”apakah bahkan para petapa
brahmana masa lampau ini mengatakan sebagai berikut: ‘Aku
mengetahui ini, aku melihat ini: hanya ini yang benar, yang lainnya
adalah salah’?” – [170] “Tidak, Guru Gotama.”“Ketika ia telah menyelidikinya dan telah melihat bahwa ia
murni dari kondisi-kondisi yang berdasarkan pada kebencian,
selanjutnya ia menyelidikinya sehubungan dengan kondisi-kondisi
yang berdasarkan pada delusi: ‘Adakah pada Yang Mulia ini
kondisi-kondisi apapun yang berdasarkan pada delusi sehingga,
dengan pikirannya dikuasai oleh kondisi-kondisi tersebut …Dengan cara itu, Guru Gotama, terjadi penemuan
kebenaran; dengan cara itu seseorang menemukan kebenaran;
dengan cara itu kami mengetahui penemuan kebenaran. Tetapi
dengan cara bagaimanakah, Guru Gotama, terjadi kedatangan
akhir pada kebenaran? Dengan cara bagaimanakah seseorang
akhirnya sampai pada kebenaran? Kami bertanya kepada Guru
Gotama tentang kedatangan akhir pada kebenaran.” [174]
“Kedatangan akhir pada kebenaran, Bhāradvāja, terletak pada
pengulangan, pengembangan, dan pelatihan hal-hal yang sama
itu. Dengan cara inilah, Bhāradvāja, terjadi kedatangan akhir pada
kebenaran; dengan cara ini seseorang akhirnya sampai pada
kebenaran; dengan cara ini kami menjelaskan kedatangan akhir
pada kebenaran.”
22. “Dengan cara itu, Guru Gotama, terjadi kedatangan akhir
pada kebenaran; dengan cara itu seseorang akhirnya sampai
pada kebenaran; dengan cara itu kami mengetahui kedatangan
akhir pada kebenaran. Tetapi apakah, Guru Gotama, hal yang
paling membantu bagi kedatangan akhir pada kebenaran? Kami
bertanya kepada Guru Gotama tentang hal yang paling
membantu bagi kedatangan akhir pada kebenaran.”
“Usaha adalah yang paling membantu bagi kedatangan akhir
pada kebenaran, Bhāradvāja. Jika seseorang tidak berusaha,
maka ia tidak akan pada akhirnya sampai pada kebenaran; tetapi
karena ia berusaha, maka ia akhirnya sampai pada kebenaran.
Itulah sebabnya mengapa usaha adalah yang paling membantu
bagi kedatangan akhir pada kebenaran.”“Karena di sini, Brahmana, seseorang yang berasal dari
keluarga bangsawan mungkin membunuh makhluk-makhluk
hidup, mengambil apa yang tidak diberikan, berperilaku salah
dalam kenikmatan indria, mengucapkan ucapan salah,
mengucapkan ucapan fitnah, bergosip, tamak, memiliki pikiran
permusuhan, dan menganut pandangan salah. Oleh karena itu
Aku tidak mengatakan bahwa seseorang adalah lebih baik karena
ia berasal dari keluarga bangsawan. Tetapi juga, Brahmana,
seseorang dari keluarga bangsawan mungkin menghindari
membunuh mangkuk-makhluk hidup, menghindari mengambil
apa yang tidak diberikan, menghindari perilaku salah dalam kenikmatan indria, menghindari mengucapkan ucapan salah,
menghindari mengucapkan ucapan fitnah, menghindari gosip,
tidak tamak, memiliki pikiran tanpa niat-buruk, dan menganut
pandangan benar. Oleh karena itu Aku tidak mengatakan bahwa
seseorang adalah lebih buruk karena ia berasal dari keluarga
bangsawan.Jika ia terlahir kembali dalam kasta
mulia, maka ia diakui sebagai seorang mulia; jika ia terlahir
kembali dalam kasta brahmana, maka ia diakui sebagai seorang
brahmana; jika ia terlahir kembali dalam kasta pedagang, maka ia
diakui sebagai seorang pedagang; jika ia terlahir kembali dalam
kasta pekerja, maka ia diakui sebagai seorang pekerja. Seperti
halnya api diakui melalui kondisi tertentu yang bergantung pada
apa api itu membakar – jika api membakar dengan bergantung
pada kayu batang, maka api itu dikenal sebagai api kayu batang;
jika api membakar dengan bergantung pada kayu ranting, maka
api itu dikenal sebagai api kayu ranting; jika api membakar
dengan bergantung pada rumput, maka api itu dikenal sebagai
api rumput; jika api membakar dengan bergantung pada kotoran-
sapi.“Demikian pula, Brahmana, jika seseorang dari kasta mulia
meninggalkan keduniawian … (ulangi §13) … ia adalah seorang
yang menyelesaikan jalan yang benar, Dhamma yang
bermanfaat.”
17. Ketika hal ini dikatakan, Brahmana Esukārī berkata kepada
Sang Bhagavā: “Mengagumkan, Guru Gotama! Mengagumkan,
Guru Gotama! … Mulai hari ini sudilah Guru Gotama mengingatku
sebagai seorang umat awam yang telah menerima perlindungan
seumur hidup.”“Guru Sāriputta, seorang yang demi mengistirahatkan dan
memelihara jasmani ini berperilaku berlawanan dengan Dhamma,
berperilaku tidak jujur, adalah tidak lebih baik; seorang yang demi
mengistirahatkan dan memelihara jasmani ini berperilaku sesuai
dengan Dhamma, berperilaku jujur, adalah yang lebih baik.”Guru Sāriputta, aku tidak bertambah baik, aku tidak
nyaman. Perasaan sakitku bertambah, bukan mereda;
bertambahnya dan bukan meredanya menjadi nyata. Seolah-olah
[193] seorang kuat membelah kepalaku dengan pedang tajam,
demikian pula, angin kencang menembus kepalaku. Aku tidak
bertambah baik … Seolah-olah seorang kuat mengikat kepalaku
dengan tali kulit yang kuat, demikian pula, ada kesakitan hebat di
kepalaku. Aku tidak bertambah baik … Seolah-olah seorang
penjagal terampil atau muridnya membelah perut sapi dengan
pisau daging yang tajam, demikian pula, angin kencang
membelah perutku. Aku tidak bertambah baik … Seolah-olah dua
orang kuat mencengkeram seorang yang lemah pada kedua
lengannya dan memanggangnya di atas celah bara api menyala,
demikian pula, ada kebakaran hebat dalam tubuhku. Aku tidak
bertambah baik, aku tidak nyaman. Perasaan sakitku bertambah,
bukan mereda; bertambahnya dan bukan meredanya menjadi
nyata.“Adalah tidak mungkin, murid, tidak dapat terjadi api menyala
tanpa bergantung pada bahan bakar seperti rumput dan kayu
kecuali dengan [pengerahan] kekuatan batin. Yang seperti api
yang menyala dengan bergantung pada bahan bakar seperti
rumput dan kayu, Aku katakan, adalah sukacita [204] yang
bergantung pada kelima utas kenikmatan indria. Yang seperti api
yang menyala tanpa bergantung pada bahan bakar seperti
rumput dan kayu, Aku katakan, adalah sukacita yang terpisah
dari kenikmatan indria, terpisah dari kondisi-kondisi tidak
bermanfaat.menyenangkan?’ – ‘Tidak, Teman.’
18. “‘Bagaimana menurutmu, Teman-teman Nigaṇṭha?
Mungkinkah bahwa suatu perbuatan [yang akibatnya] harus
dialami dalam [pribadi] yang matang dapat, melalui pengerahan
dan usaha keras, menjadi perbuatan [yang akibatnya] harus
dialami dalam [pribadi] yang belum matang?’927 – ‘Tidak, Teman.’
– ‘Tetapi mungkinkah bahwa suatu perbuatan [yang akibatnya]
harus dialami dalam [pribadi] yang belum matang dapat, melalui
pengerahan dan usaha keras, menjadi perbuatan [yang akibatnya]
harus dialami dalam pribadi yang matang?’ – ‘Tidak, Teman.’Majhima Nikaya hal 1341.“Misalkan, para bhikkhu, seorang laki-laki mencintai
seorang perempuan dengan pikiran terikat padanya oleh
keinginan dan nafsu yang kuat. Ia mungkin melihat perempuan itu
berdiri bersama laki-laki lain, berbincang-bincang, bergurau, dan
tertawa. Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu? Tidakkah
dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan keputus-asaan
muncul pada laki-laki itu ketika ia melihat perempuan itu berdiri
bersama laki-laki lain, berbincang-bincang, bergurau, dan
tertawa?”“Ketika ia mengetahui dan melihat demikian, pikirannya
terbebaskan dari noda keinginan indria, dari noda penjelmaan,
dan dari noda ketidak-tahuan. Ketika terbebaskan muncullah
pengetahuan: ‘Terbebaskan.’ Ia memahami: ‘Kelahiran telah
dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus
dilakukan telah dilakukan, tidak akan ada lagi penjelmaan menjadi
kondisi makhluk apapun.’ Demikian jugalah, para bhikkhu,
pengerahan menjadi berbuah, usaha menjadi berbuah.“Jika kenikmatan dan kesakitan yang sedang dirasakan
adalah disebabkan oleh apa yang telah dilakukan di masa
lampau, maka Sang Tathāgata pasti telah melakukan perbuatan
baik di masa lampau, karena Beliau saat ini merasakan perasaan
menyenangkan yang tanpa noda.
(2) “Jika kenikmatan dan kesakitan yang sedang dirasakan
adalah disebabkan oleh tindakan kreatif Tuhan yang Tertinggi,
maka Sang Tathāgata pasti diciptakan oleh Tuhan Tertinggi yang
baik, karena Beliau saat ini merasakan perasaan menyenangkan
yang tanpa noda.
(3) “Jika kenikmatan dan kesakitan yang sedang dirasakan
adalah disebabkan oleh situasi dan alam, maka Sang Tathāgata
pasti bernasib baik, karena Beliau saat ini merasakan perasaan
menyenangkan yang tanpa noda.
(4) “Jika kenikmatan dan kesakitan yang sedang dirasakan
adalah disebabkan oleh kelompok [di antara enam kelompok
kelahiran], maka Sang Tathāgata pasti berasal dari kelompok
yang baik, karena Beliau saat ini merasakan perasaan
menyenangkan yang tanpa noda.
(5) “Jika kenikmatan dan kesakitan yang sedang dirasakan
adalah disebabkan oleh pengerahan di sini dan saat ini, maka
Sang Tathāgata pasti berusaha dengan baik di sini dan saat ini,karena Beliau saat ini merasakan perasaan menyenangkan yang
tanpa noda.MA menjelaskan sumber penderitaan sebagai ketagihan, disebut
demikian karena merupakan akar penderitaan yang terdapat
dalam kelima kelompok unsur kehidupan. Paragraf ini
menunjukkan dua pendekatan alternatif untuk mengatasi ketagihan – yang satu menggunakan usaha yang gigih, yang
lainnya adalah keseimbangan yang tidak melekat. “Peluruhan” dari
sumbernya diidentifikasikan oleh MA sebagai jalan lokuttara.
Paragraf ini dikatakan mengilustrasikan praktik dari seseorang
yang berjalan pada jalan yang menyenangkan dengan
pengetahuan langsung yang cepat (sukhapaṭipadā khippābhiññā).“Para bhikkhu, ada beberapa petapa dan brahmana yang
berspekulasi tentang masa lampau dan menganut pandangan
tentang masa lampau, yang menyatakan berbagai dalil doktrin
sehubungan dengan masa lampau.
(1) Beberapa menyatakan sebagai berikut: ‘Diri dan dunia
adalah abadi: hanya ini yang benar, yang lainnya adalah salah.’950
(2) Beberapa menyatakan sebagai berikut: ‘Diri dan dunia
adalah tidak abadi: hanya ini yang benar, yang lainnya adalah
salah.’951
(3) Beberapa menyatakan sebagai berikut: ‘Diri dan dunia
adalah abadi dan juga tidak abadi: hanya ini yang benar, yang
lainnya adalah salah.’952
(4) Beberapa menyatakan sebagai berikut: ‘Diri dan dunia
adalah bukan abadi dan juga bukan tidak abadi: hanya ini yang
benar, yang lainnya adalah salah.’953
(5) Beberapa menyatakan sebagai berikut: ‘Diri dan dunia
adalah terbatas: hanya ini yang benar, yang lainnya adalah
salah.’954
(6) Beberapa menyatakan sebagai berikut: ‘Diri dan dunia
adalah tidak terbatas: hanya ini yang benar, yang lainnya adalah
salah.’(7) Beberapa menyatakan sebagai berikut: ‘Diri dan dunia
adalah terbatas dan juga tidak terbatas: hanya ini yang benar,
yang lainnya adalah salah.’
(8) Beberapa menyatakan sebagai berikut: ‘Diri dan dunia
adalah bukan terbatas dan juga bukan tidak terbatas: hanya ini
yang benar, yang lainnya adalah salah.’
(9) Beberapa menyatakan sebagai berikut: ‘Diri dan dunia
memiliki persepsi kesatuan: hanya ini yang benar, yang lainnya
adalah salah.’955
(10) Beberapa menyatakan sebagai berikut: ‘Diri dan dunia
memiliki persepsi keberagaman: hanya ini yang benar, yang
lainnya adalah salah.’
(11) Beberapa menyatakan sebagai berikut: ‘Diri dan dunia
memiliki persepsi terbatas: hanya ini yang benar, yang lainnya
adalah salah.’
(12) Beberapa menyatakan sebagai berikut: ‘Diri dan dunia
memiliki persepsi tidak terukur: hanya ini yang benar, yang lainnya
adalah salah.’
(13) Beberapa menyatakan sebagai berikut: ‘Diri dan dunia
[mengalami] kenikmatan luar biasa: hanya ini yang benar, yang
lainnya adalah salah.’ [234]
(14) Beberapa menyatakan sebagai berikut: ‘Diri dan dunia
[mengalami] kesakitan luar biasa: hanya ini yang benar, yang
lainnya adalah salah.’
(15) Beberapa menyatakan sebagai berikut: ‘Diri dan dunia
[mengalami] kenikmatan dan juga kesakitan: hanya ini yang
benar, yang lainnya adalah salah.’
(16) Beberapa menyatakan sebagai berikut: ‘Diri dan dunia
tidak [mengalami] kenikmatan maupun kesakitan: hanya ini yang
benar, yang lainnya adalah salah.’
15. (1) “Di sana, para bhikkhu, sehubungan dengan para
petapa dan brahmana itu yang menganut doktrin dan pandangan
sebagai berikut: ‘Diri dan dunia adalah abadi: hanya ini yang benar yang lain salah.
Sepertinya seolah-olah terjadi pembantaian di tengah-tengah
para murid Nigaṇṭha Nātaputta. Dan para pengikut awam
berpakaian putih menjadi jijik, cemas, dan kecewa dengan murid-
murid Nigaṇṭha Nātaputta, seperti seharusnya yang terjadi pada Dhamma dan Disiplin yang dinyatakan dengan buruk dan
dibabarkan dengan buruk,
“Kemudian, seorang bhikkhu bersikap meremehkan dan
congkak … iri dan tamak … curang dan menipu … berkeinginan
jahat dan berpandangan salah … melekat pada pandangannya
sendiri, menggenggamnya erat-erat, dan melepaskannya dengan
susah-payah. Bhikkhu demikian berdiam tanpa menghormati dan
tanpa menghargai Sang Guru, Dhamma, dan Sangha, dan ia
tidak memenuhi latihan. Seorang bhikkhu yang tidak
menghormati dan tidak menghargai Sang Guru, Dhamma, dan
Sangha, dan yang tidak memenuhi latihan, menciptakan
perselisihan dalam Sangha, yang dapat mengakibatkan bahaya
dan ketidak-bahagiaan banyak makhluk, menghasilkan
kehilangan, kemalangan, dan penderitaan para dewa dan
manusia.Ketika seseorang condong
pada hal-hal materi duniawi … dan ia tidak mendapatkan
kepuasan dalam hal itu. Ia harus dipahami sebagai seorang yang
condong pada hal-hal materi duniawi.‘Ketagihan telah disebut
sebagai anak panah oleh Sang Petapa;1001 cairan beracun
ketidak-tahuan telah dilumurkan oleh keinginan, nafsu, dan
permusuhan. Anak panah ketagihan itu telah disingkirkan dari
diriku; cairan beracun ketidak-tahuan telah dikeluarkan. Aku
adalah seorang yang sepenuhnya condong pada Nibbāna.Ketika ia dengan mata mengikuti pemandangan
bentuk-bentuk yang tidak selayaknya … dengan pikirannya
mengikuti objek-objek pikiran yang tidak selayaknya, maka nafsu
akan menyerbu pikirannya. Dengan pikirannya diserbu oleh nafsu,
maka ia akan mengalami kematian atau penderitaan mematikan.Makanlah hanya makanan-makanan yang layak;
jangan memakan makanan yang tidak layak agar luka itu tidak
bernanah. Dari waktu ke waktu cucilah luka itu dan dari waktu ke
waktu olesi luka itu dengan salep agar nanah dan darah tidak
menutupi luka itu.Dari waktu ke waktu ia tidak
mencuci lukanya dan dari waktu ke waktu ia tidak mengolesi
lukanya dengan salep, dan nanah dan darah menutupi lukanya.Anak panah ketagihan itu telah disingkirkan dari
diriku; [258] cairan beracun ketidak-tahuan telah dikeluarkan. Aku
adalah seorang yang sepenuhnya condong pada Nibbāna.’
Karena ia menganggap dirinya demikian, walaupun berlawanan
dengan fakta, ia mungkin mengikuti hal-hal itu yang tidak
selayaknya bagi seorang yang sepenuhnya condong pada
Nibbāna … (seperti di atas) … maka nafsu akan menyerbu
pikirannya, ia akan mengalami kematian atau penderitaan
mematikan.“Para bhikkhu, kenikmatan indria1008 adalah tidak kekal,
kosong, palsu, menipu; kenikmatan indria adalah ilusi, ocehan
orang-orang dungu. Kenikmatan indria di sini dan saat ini dan
kenikmatan indria pada kehidupan-kehidupan mendatang, [262]
persepsi indria di sini dan saat ini dan persepsi indria pada
kehidupan-kehidupan mendatang – keduanya adalah alam Māra,
wilayah Māra, umpan Māra, tanah perburuan Māra. Oleh
karenanya, kondisi-kondisi batin buruk yang tidak bermanfaat ini
seperti ketamakan, permusuhan, dan anggapan muncul, dan
merupakan rintangan bagi seorang siswa mulia yang dalam
latihan di sini.persepsi bentuk-bentuk di sini dan saat ini
dan persepsi bentuk-bentuk pada kehidupan-kehidupan
mendatang – keduanya adalah tidak kekal. Apa yang tidak kekal
adalah tidak layak disenangi, tidak layak disambut, tidak layak
digenggam.Ketika
hancurnya jasmani, setelah kematian, adalah mungkin bahwa
kesadaran yang berkembang bisa berlanjut [pada kelahiran
kembali] di dalam landasan kekosongan. Ini, para bhikkhu,
dinyatakan sebagai cara ke dua yang mengarah pada landasan
kekosongan.Seorang
bhikkhu yang melekat, Ānanda, tidak mencapai Nibbāna.Ada bawah pepohonan ini, gubuk-
gubuk kosong ini. Bermeditasilah, Ānanda, jangan menunda, agar
engkau tidak menyesalinya kelak. Ini adalah instruksi Kami
kepadamu.”
Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Yang Mulia
Ānanda merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang
Bhagavā.Dengan demikian pencapaian Nibbāna adalah “padamnya”
api nafsu, kebencian, dan delusi.‘Marilah, Bhikkhu,
jagalah pintu-pintu indriamu. Ketika melihat suatu bentuk dengan
mata, jangan menggenggam gambaran dan ciri-cirinya. Karena,
jika engkau membiarkan indria mata tanpa terkendali, kondisi
jahat yang tidak bermanfaat berupa ketamakan dan kesedihan
akan dapat menyerangmu, latihlah cara pengendaliannya, jagalah
indria mata, jalankanlah pengendalian indria mata.‘Marilah, Bhikkhu, datangilah
tempat tinggal terasing: hutan, bawah pohon, gunung, jurang,
gua di lereng gunung, tanah pekuburan, belantara, ruang terbuka,
tumpukan jerami.’Ketika hal ini dikatakan, Brahmana Gaṇaka Moggallāna
bertanya kepada Sang Bhagavā: “Ketika para siswa Guru
Gotama dinasihati demikian, diberikan instruksi demikian, apakah mereka semuanya mencapai Nibbāna, tujuan tertinggi, atau
apakah beberapa di antara mereka tidak mencapainya?”
“Ketika, Brahmana, mereka dinasihati demikian, diberikan
instruksi demikian, beberapa siswaKu mencapai Nibbāna, tujuan
tertinggi, dan beberapa lainnya tidak mencapainya.”“Demikian pula, Brahmana, Nibbāna ada, dan jalan menuju
Nibbāna ada dan Aku juga ada sebagai penuntun. Namun ketika
para siswaKu telah dinasihati dan diberikan instruksi demikian,
beberapa di antara mereka mencapai Nibbāna, tujuan Tertinggi,
dan beberapa lainnya tidak mencapainya. Apakah yang dapat
Kulakukan sehubungan dengan hal itu, Brahmana? Sang
Tathāgata hanyalah seorang yang menunjukkan jalan.Ketika hal ini dikatakan, Brahmana Gaṇaka Moggallāna
berkata kepada Sang Bhagavā:
1029 “Ada orang-orang yang tidak
berkeyakinan dan meninggalkan keduniawian dari kehidupan
rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah bukan karena
keyakinan melainkan untuk mencari penghidupan, yang palsu,
menipu, curang, congkak, kosong, sombong, berkata-kasar,
berbicara-lepas, dengan organ-organ indria tidak terjaga, makan
berlebihan, tidak menekuni keawasan, tidak mempedulikan
kehidupan pertapaan, tidak menghargai latihan, hidup dalam
kemewahan, lengah, para pemimpin dalam kemunduran,
mengabaikan keterasingan, malas, kurang gigih, tidak penuh
perhatian, tidak penuh kewaspadaan, tidak terkonsentrasi,dengan pikiran berkeliaran, hampa dari kebijaksanaan, pembual.
Guru Gotama tidak berdiam bersama dengan orang-orang ini.MA: Adalah tidak mungkin membangun istana bertingkat tujuh
dalam satu hari. Begitu lahan dibersihkan, sejak saat fondasi dibangun hingga pekerjaan mengecat diselesaikan terdapat
kemajuan bertahap.Paramajjadhammesu. MA: doktrin dari Gotama adalah yang
terbaik, tertinggi, di antara ajaran-ajaran masa itu – ajaran-ajaran
enam guru lainnya.“Ia memahami pikiran makhluk-makhluk lain, pikiran
orang-orang lain, dengan melingkupi pikiran mereka dengan
pikirannya. Ia memahami pikiran yang terpengaruh nafsu sebagai
terpengaruh nafsu dan pikiran yang tidak terpengaruh nafsu
sebagai tidak terpengaruh nafsu; ia memahami pikiran yang
terpengaruh kebencian sebagai terpengaruh kebencian dan
pikiran yang tidak terpengaruh kebencian sebagai tidak
terpengaruh kebencian; ia memahami pikiran yang terpengaruh
delusi sebagai terpengaruh delusi dan pikiran yang tidak
terpengaruh delusi sebagai tidak terpengaruh delusi; ia
memahami pikiran yang mengerut sebagai mengerut dan pikiran
yang kacau sebagai kacau; ia memahami pikiran luhur sebagai
luhur dan pikiran tidak luhur sebagai tidak luhur; ia memahami
pikiran yang terbatas sebagai terbatas dan pikiran tidak terbatas
sebagai tidak terbatas; ia memahami pikiran terkonsentrasi
sebagai terkonsentrasi dan pikiran tidak terkonsentrasi sebagai
tidak terkonsentrasi; ia memahami pikiran yang terbebaskan
sebagai terbebaskan dan pikiran yang tidak terbebaskan sebagai
tidak terbebaskan.apakah yang tidak dipuji oleh Sang Bhagavā? Di sini,
Brahmana, seseorang berdiam dengan pikirannya dikuasai oleh
nafsu indria, mangsa bagi nafsu indria, dan ia tidak memahami
sebagaimana adanya jalan membebaskan diri dari nafsu indria
yang telah muncul. Sementara ia memendam nafsu indria dalam
batinnya, ia bermeditasi, mengulangi meditasi, melampaui
meditasi, dan bermeditasi secara keliru.1035 Ia berdiam dengan
pikirannya dikuasai oleh permusuhan, mangsa bagi permusuhan
… dengan pikirannya dikuasai oleh kelambanan dan ketumpulan,
mangsa bagi kelambanan dan ketumpulan … dengan pikirannya
dikuasai oleh kegelisahan dan penyesalan, mangsa bagi
kegelisahan dan penyesalan … dengan pikirannya dikuasai oleh keragu-raguan, mangsa bagi keragu-raguan, dan ia tidak
memahami sebagaimana adanya jalan membebaskan diri dari
keragu-raguan yang telah muncul. Sementara ia memendam
keragu-raguan dalam batinnya, ia bermeditasi, mengulangi
meditasi, melampaui meditasi, dan bermeditasi secara keliru.
Sang Bhagavā tidak memuji jenis meditasi ini.kondisi bagi perwujudan kelompok unsur kesadaran.”1040
10. “Yang Mulia, bagaimanakah pandangan identitas
terjadi?”1041
“Di sini, Bhikkhu, seorang biasa yang tidak terpelajar, yang
tidak menghargai para mulia dan tidak terampil dan tidak disiplin.
Dhamma mereka, tidak menganggap bentuk materi
sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentuk materi, atau bentuk
materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk
materi. Ia tidak menganggap perasaan sebagai diri … persepsi
sebagai diri … bentukan-bentukan sebagai diri … kesadaran
sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran
sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Ini
adalah bagaimana pandangan identitas tidak terjadi.”“Kenikmatan dan kegembiraan, Bhikkhu, yang muncul dengan
bergantung pada bentuk materi – ini adalah kepuasan
sehubungan dengan bentuk materi. Bentuk materi adalah tidak
kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan – ini adalah bahaya sehubungan dengan bentuk materi. Pelenyapan
keinginan dan nafsu, ditinggalkannya keinginan dan nafsu
terhadap bentuk materi – ini adalah jalan membebaskan diri
sehubungan dengan bentuk materi.
Pelenyapan
keinginan dan nafsu, ditinggalkannya keinginan dan nafsu
terhadap bentuk materi – ini adalah jalan membebaskan diri
sehubungan dengan bentuk materi.“Adalah mungkin, para bhikkhu, seseorang sesat di sini,
yang bodoh dan dungu, dengan pikirannya yang dikuasai oleh
ketagihan, akan berpikir bahwa ia dapat melampaui pengajaran
Sang Guru sebagai berikut: ‘Jadi, sepertinya, bentuk materi
adalah bukan diri … kesadaran adalah bukan diri. Kalau begitu,
diri apakah, yang melakukan perbuatan sebagai akibat dari apa
yang dilakukan oleh apa yang bukan diri?’ Sekarang, para
bhikkhu, kalian telah dilatih olehKu melalui tanya jawab dalam
berbagai kesempatan sehubungan dengan berbagai hal.para petapa dan brahmana
yang tidak memiliki keyakinan, tidak memiliki rasa malu, tidak
memiliki rasa takut akan perbuatan-salah; yang tidak terpelajar,
malas, lengah, dan tidak bijaksana. Itu adalah bagaimana seorang
bukan manusia sejati bergaul seperti seorang bukan manusia
sejati.“Dan bagaimanakah seorang bukan manusia sejati
bertindak seperti seorang bukan manusia sejati? Di sini seorang
bukan manusia sejati membunuh makhluk-makhluk hidup,
mengambil apa yang tidak diberikan, dan berperilaku salah dalam
kenikmatan indria. Itu adalah bagaimana seorang bukan manusia
sejati bertindak seperti seorang bukan manusia sejati.Bagus, para bhikkhu.
Adalah mungkin, bahwa seorang manusia sejati dapat mengenali
seorang manusia sejati: ‘Orang ini adalah manusia sejati.’ Tetapi
mungkinkah seorang manusia sejati mengenali seorang bukan
manusia sejati: ,Di sini seorang manusia sejati memiliki
keyakinan, memiliki rasa malu, memiliki rasa takut akan
perbuatan-salah; ia terpelajar, bersemangat, penuh perhatian,
dan bijaksana. Itu adalah bagaimana seorang manusia sejati
memiliki kualitas-kualitas baik.para petapa dan brahmana yang memiliki
keyakinan, memiliki rasa malu, memiliki rasa takut akan
perbuatan-salah; yang terpelajar, bersemangat, penuh perhatian,
dan bijaksana. Itu adalah bagaimana seorang manusia sejati
bergaul seperti seorang manusia sejati.seorang manusia sejati berbicara
seperti seorang manusia sejati? Di sini seorang manusia sejati
menghindari mengucapkan kebohongan, menghindari
mengucapkan fitnah, menghindari mengucapkan kata-kata kasar,
dan menghindari bergosip. Itu adalah bagaimana seorang
manusia sejati berbicara seperti seorang manusia sejati.Aku mengetahui secara langsung
sebagaimana adanya “Ini adalah noda-noda” … “Ini adalah asal-
mula noda-noda” … “Ini adalah lenyapnya noda-noda” … “Ini
adalah jalan menuju lenyapnya noda-noda.Maka, dengan
menempatkan ketiadaan-identifikasi sebagai yang utama, ia tidak
memuji diri sendiri juga tidak merendahkan orang lain karena
pencapaian jhāna pertama. Ini juga adalah karakter seorang
manusia sejati.
22-24. “Terlebih lagi, dengan menenangkan awal pikiran dan
kelangsungan pikiran, seorang bukan manusia sejati masuk dan
berdiam dalam jhāna ke dua ... Dengan meluruhnya sukacita ... ia
masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga ... Dengan meninggalkan
kenikmatan dan kesakitan ... ia masuk dan berdiam dalam jhāna
ke empat ...Perilaku ucapan
ada dua jenis, Aku katakan: yang harus dilatih dan yang tidak
boleh dilatih. Dan perilaku ucapan adalah salah satu atau yang
lainnya. Perilaku pikiran ada dua jenis, Aku katakan: yang harus
dilatih dan yang tidak boleh dilatih. Dan perilaku pikiran adalah
salah satu atau yang lainnya. Kecenderungan pikiran ada dua
jenis, Aku katakan: yang harus dilatih dan yang tidak boleh dilatih.
Dan kecenderungan pikiran adalah salah satu atau yang lainnya.Jika dunia ini bersama dengan para dewa, Māra, dan
Brahmā, generasi ini bersama dengan para petapa dan
brahmana, para pangeran dan rakyatnya, memahami makna
secara terperinci demikian dari ucapanKu, yang Kusampaikan
secara ringkas, maka itu akan menuntun menuju kesejahteraan
dan kebahagiaan dunia ini untuk waktu yang lama.“Terdapat, Ānanda, enam landasan indria internal dan
eksternal ini: mata dan bentuk-bentuk, telinga dan suara-suara,
hidung dan bau-bauan, lidah dan rasa kecapan, badan dan objek-objek sentuhan, pikiran dan objek-objek pikiran.1082 Ketika
ia mengetahui dan melihat keenam landasan internal dan
eksternal ini, maka seorang bhikkhu dapat disebut terampil dalam
landasan-landasan.”“Ia memahami: ‘Adalah mustahil, tidak mungkin terjadi
bahwa dua orang Yang Sempurna, Yang Tercerahkan Sempurna
dapat muncul pada masa yang sama dalam satu sistem dunia –
tidak ada kemungkinan seperti itu.’1089 Dan ia memahami: ‘Adalah
mungkin bahwa satu orang Yang Sempurna, Yang Tercerahkan
Sempurna dapat muncul dalam satu sistem dunia – ada
kemungkinan seperti itu.’ Ia memahami: ‘Adalah mustahil, tidak
mungkin terjadi bahwa dua orang Raja Pemutar-Roda dapat
muncul pada masa yang sama dalam satu sistem dunia – tidak
ada kemungkinan seperti itu.’ Dan ia memahami: ‘Adalah mungkin bahwa satu orang Raja Pemutar-Roda dapat muncul
dalam satu sistem dunia – ada kemungkinan seperti itu.’Dan ia memahami: ‘Adalah mungkin
bahwa seorang laki-laki dapat menjadi seorang Yang Sempurna,
seorang Yang Tercerahkan Sempurna – ada kemungkinan seperti
itu.’ Ia memahami: ‘Adalah mustahil, tidak mungkin terjadi bahwa
seorang perempuan dapat menjadi seorang Raja Pemutar-Roda
… bahwa seorang perempuan dapat menempati posisi Sakka.
bahwa seorang perempuan dapat menempati posisi Sakka
[66] … bahwa seorang perempuan dapat menempati posisi Māra
… bahwa seorang perempuan dapat menempati posisi Brahmā –
tidak ada kemungkinan seperti itu.’Pernyataan ini hanya menegaskan bahwa seorang Buddha yang
Tercerahkan Sempurna adalah selalu berjenis kelamin laki-laki,
tetapi tidak menyangkal bahwa seorang yang sekarang adalah
perempuan dapat menjadi seorang Yang Tercerahkan Sempurna
di masa depan. Akan tetapi, untuk menjadi demikian, pada tahap
awalnya, ia harus terlahir kembali sebagai seorang laki-laki.Ia
mengembangkan faktor pencerahan penyelidikan kondisi-kondisi
… faktor pencerahan kegigihan … faktor pencerahan sukacita …
faktor pencerahan ketenangan … faktor pencerahan konsentrasi
… faktor pencerahan keseimbangan, yang didukung oleh
keterasingan, kebosanan, dan lenyapnya, dan matang dalam
pelepasan.‘Ia memiliki kediaman yang
menyenangkan yang memiliki keseimbangan dan penuh
perhatian.’ Ia membuat kenikmatan yang terlepas dari sukacita itu
basah, merendam, mengisi, dan meliputi tubuhnya sehingga tidak
ada bagian dari tubuhnya yang tidak terliputi oleh kenikmatan
yang terlepas dari sukacita itu.“Para bhikkhu, jika seseorang tidak mengembangkan dan
melatih perhatian pada jasmani, maka Māra memperoleh
kesempatan dan dukungan dalam dirinya. Misalkan seseorang
melemparkan sebongkah bola batu berat ke atas gundukan
tanah liat yang basah. Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu?
Apakah bola berat itu akan masuk ke dalam gundukan tanah liat
basah itu?” – “Benar, Yang Mulia.” – [95] “Demikian pula, para
bhikkhu, jika seseorang tidak mengembangkan dan melatih perhatian pada jasmani, maka Māra memperoleh kesempatan
dan dukungan dalam dirinya.“Misalkan terdapat sepotong kayu kering tanpa getah, dan
seseorang datang membawa kayu api sebelah atas, dengan
berpikir: ‘Aku akan menyalakan api, aku akan menghasilkan
panas.’ Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu? Dapatkah
orang itu menyalakan api dan menghasilkan panas dengan
menggosokkan sepotong kayu kering tanpa getah itu dengan
kayu api sebelah atas?” – “Dapat, Yang Mulia.” – “Demikian pula,
para bhikkhu, jika seseorang tidak mengembangkan dan melatih
perhatian pada jasmani, maka Māra memperoleh kesempatan
dan dukungan dalam dirinya.“Misalkan terdapat sebuah kendi air yang kosong
diletakkan di atas sebuah bidang, dan seseorang datang dengan
membawa persediaan air. Bagaimana menurut kalian, para
bhikkhu? Dapatkah orang itu menuangkan air ke dalam kendi
itu?” - “Dapat, Yang Mulia.” – “Demikian pula, para bhikkhu, jika
seseorang tidak mengembangkan dan melatih perhatian pada
jasmani, maka Māra memperoleh kesempatan dan dukungan
dalam dirinya.“Para bhikkhu, jika seseorang telah mengembangkan dan
melatih perhatian pada jasmani, maka Māra tidak memperoleh
kesempatan dan dukungan dalam dirinya. Misalkan seseorang
melemparkan sebuah bola benang yang ringan pada sebidang
daun pintu yang terbuat dari inti kayu. Bagaimana menurut kalian,
para bhikkhu? Apakah bola benang yang ringan itu dapat masuk
menembus daun pintu yang terbuat dari inti kayu itu?” – “Tidak,
Yang Mulia.” - “Demikian pula, para bhikkhu, jika seseorang telah
mengembangkan dan melatih perhatian pada jasmani, maka
Māra tidak memperoleh kesempatan dan dukungan dalam
dirinya.“Misalkan terdapat sepotong kayu basah bergetah, dan
seseorang datang membawa kayu api sebelah atas, dengan berpikir: ‘Aku akan menyalakan api, aku akan menghasilkan
panas.’ [96] Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu? Dapatkah
orang itu menyalakan api dan menghasilkan panas dengan
menggosokkannya dengan sepotong kayu basah bergetah itu?” –
“Tidak, Yang Mulia.” – “Demikian pula, para bhikkhu, jika
seseorang telah mengembangkan dan melatih perhatian pada
jasmani, maka Māra tidak memperoleh kesempatan dan
dukungan dalam dirinya.“Misalkan terdapat sepotong kayu basah bergetah, dan
seseorang datang membawa kayu api sebelah atas, dengan berpikir: ‘Aku akan menyalakan api, aku akan menghasilkan
panas.’ [96] Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu? Dapatkah
orang itu menyalakan api dan menghasilkan panas dengan
menggosokkannya dengan sepotong kayu basah bergetah itu?” –
“Tidak, Yang Mulia.” – “Demikian pula, para bhikkhu, jika
seseorang telah mengembangkan dan melatih perhatian pada
jasmani, maka Māra tidak memperoleh kesempatan dan
dukungan dalam dirinya.“Misalkan, di atas sebuah bidang, terdapat sebuah kendi
air yang penuh dengan air hingga ke pinggirnya, dan seseorang
datang dengan membawa persediaan air. Bagaimana menurut
kalian, para bhikkhu? Dapatkah orang itu menuangkan air ke
dalam kendi itu?” - “Tidak, Yang Mulia.” – “Demikian pula, para
bhikkhu, jika seseorang telah mengembangkan dan melatih
perhatian pada jasmani, maka Māra tidak memperoleh
kesempatan dan dukungan dalam dirinya.“Para bhikkhu, jika seseorang telah mengembangkan dan
melatih perhatian pada jasmani, jika ia mengarahkan pikirannya
pada pencapaian apapun yang dapat dicapai melalui
pengetahuan langsung, maka ia mencapai kemampuan untuk
melihat aspek apapun di dalamnya, jika ada landasan yang
sesuai. Misalkan, di atas sebuah bidang, terdapat sebuah kendi
air yang penuh dengan air hingga ke pinggirnya sehingga burung-
burung gagak dapat meminum airnya. Jika seorang kuat
menepuknya, apakah air itu akan memercik keluar?” – “Ya, Yang
Mulia.” – “Demikian pula, para bhikkhu, jika seseorang telah
mengembangkan dan melatih perhatian pada jasmani, jika ia
mengarahkan pikirannya pada pencapaian apapun yang dapat
dicapai melalui pengetahuan langsung, maka ia mencapai
kemampuan untuk melihat aspek apapun di dalamnya, jika ada
landasan yang sesuai.
30. “Misalkan terdapat sebuah kolam persegi empat di atas
tanah datar, dikelilingi oleh dinding, penuh dengan air hingga ke pinggirnya sehingga burung-burung gagak dapat meminum
airnya. Ketika seorang kuat melepaskan dindingnya, apakah
airnya akan keluar?” – “Ya, Yang Mulia.” – “Demikian pula, para
bhikkhu, jika seseorang telah mengembangkan dan melatih
perhatian pada jasmani … maka ia mencapai kemampuan untuk
melihat aspek apapun di dalamnya, jika ada landasan yang
sesuai.“Misalkan terdapat sebuah kereta di atas tanah datar di
persimpangan jalan, ditarik oleh kuda dari keturunan murni,
menunggu dengan tongkat kendali siap digunakan, sehingga
seorang pelatih terampil, seorang kusir kuda-kuda yang harus
dijinakkan, dapat menaikinya, dan memegang tali kekang di
tangan kirinya dan tongkat kendali di tangan kanannya,
mengendarainya ke sana-sini melalui jalan-jalan yang ia pilih.
Demikian pula, para bhikkhu, jika seseorang telah
mengembangkan dan melatih perhatian pada jasmani … maka ia
mencapai kemampuan untuk melihat aspek apapun di dalamnya,
jika ada landasan yang sesuai.
“Misalkan terdapat sebuah kereta di atas tanah datar di
persimpangan jalan, ditarik oleh kuda dari keturunan murni,
menunggu dengan tongkat kendali siap digunakan, sehingga
seorang pelatih terampil, seorang kusir kuda-kuda yang harus
dijinakkan, dapat menaikinya, dan memegang tali kekang di
tangan kirinya dan tongkat kendali di tangan kanannya,
mengendarainya ke sana-sini melalui jalan-jalan yang ia pilih.
Demikian pula, para bhikkhu, jika seseorang telah
mengembangkan dan melatih perhatian pada jasmani … maka ia
mencapai kemampuan untuk melihat aspek apapun di dalamnya,
jika ada landasan yang sesuai.“Para bhikkhu, ketika perhatian pada jasmani telah berulang-
ulang dipraktikkan, dikembangkan, dilatih, digunakan sebagai
kendaraan, digunakan sebagai landasan, ditegakkan,
digabungkan, dan dijalankan dengan baik, maka sepuluh manfaat
ini dapat diharapkan. Apakah sepuluh ini?
33. (i) “Seseorang menjadi penakluk ketidak-puasan dan
kesenangan, dan ketidak-puasan tidak menaklukkan dirinya; ia
berdiam setelah mengatasi ketidak-puasan pada saat munculnya.
34. (ii) “Seseorang menjadi penakluk ketakutan dan
kekhawatiran, dan ketakutan dan kekhawatiran tidak
menaklukkan dirinya; ia berdiam setelah mengatasi ketakutan dan
kekhawatiran pada saat munculnya.
“Seseorang menahankan dingin dan panas, lapar dan
haus, dan kontak dengan lalat, nyamuk, angin, matahari, dan
binatang-binatang melata; ia menahankan ucapan-kasar, kata-
kata yang tidak menyenangkan dan perasaan jasmani yang telah
muncul yang menyakitkan, menyiksa, tajam, menusuk, tidak
menyenangkan, menyusahkan, dan mengancam kehidupan.
36. (iv) “Seseorang sesuai kehendaknya dan tanpa kesulitan
atau kesusahan memperoleh empat jhāna yang merupakan
pikiran yang lebih tinggi dan [98] memberikan kediaman yang
nyaman di sini dan saat ini.
37. (v) “Seseorang mengerahkan berbagai jenis kekuatan batin
… (seperti Sutta 108, §18) … ia mengerahkan kekuatan jasmani
bahkan hingga sejauh alam Brahma.
38. (vi) “Dengan unsur telinga dewa, yang murni dan
melampaui manusia, ia mendengarkan kedua jenis suara, surgawi
dan manusia, suara-suara yang jauh maupun dekat.
39. (vii) “Seseorang memahami pikiran makhluk-makhluk lain,
orang-orang lain, setelah melingkupi pikiran mereka dengan
pikirannya sendiri. Ia memahami pikiran yang terpengaruh nafsu
sebagai terpengaruh nafsu … (seperti Sutta 108, §20) … pikiran
tidak terbebaskan sebagai tidak terbebaskan.
40. (viii) “Seseorang mengingat banyak kehidupan lampaunya,
yaitu, [99] satu kelahiran, dua kelahiran … (seperti Sutta 51, §24)
… Demikianlah dengan aspek-aspek dan ciri-cirinya ia mengingat
banyak kehidupan lampaunya.
41. (ix) “Dengan mata dewa, yang murni dan melampaui
manusia, ia melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan
muncul kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk-rupa, kaya dan
miskin, dan ia memahami bagaimana makhluk-makhluk berlanjut
sesuai perbuatan mereka.
42. (x) “Dengan menembusnya untuk dirinya sendiri dengan
pengetahuan langsung, ia di sini dan saat ini masuk dan berdiam dalam kebebasan pikiran dan kebebasan melalui kebijaksanaan
yang tanpa noda dengan hancurnya noda-noda.
43. “Para bhikkhu, ketika perhatian pada jasmani telah
berulang-ulang dipraktikkan, dikembangkan, dilatih, digunakan
sebagai kendaraan, digunakan sebagai landasan, ditegakkan,
digabungkan, dan dijalankan dengan baik, maka sepuluh manfaat
ini dapat diharapkan.”
Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Para Bhikkhu
merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.“Kemudian, seorang bhikkhu memiliki keyakinan …
kebijaksanaan. Ia mendengar bahwa para dewa Bercahaya1135 …
para dewa dengan Cahaya Terbatas … para dewa dengan
Cahaya Tanpa Batas … para dewa dengan Cahaya Gemilang …
para Dewa Agung … para dewa dengan Keagungan Terbatas …
para dewa dengan Keagungan Tanpa Batas … para dewa
dengan Keagungan Gemilang … [103] … para dewa dengan
Buah Besar … para dewa Aviha … para dewa Atappa … para
dewa Sudassa … para dewa Sudassī … para dewa Akaniṭṭha
berumur panjang, rupawan, dan menikmati kebahagiaan luar
biasa. Ia berpikir: ‘Oh, semoga ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, aku dapat muncul kembali di tengah-tengah para dewa
Akaniṭṭha!’ Ia mengarahkan pikirannya pada hal itu … Ini, para
bhikkhu, adalah jalan, cara yang mengarah pada kemunculan
kembali di sana.Demikianlah ia menganggapnya
sebagai kosong dari apa yang tidak ada di sana, tetapi
sehubungan dengan apa yang ada di sana ia memahami apa
yang ada di sana sebagai berikut: ‘Ini ada.’ Demikianlah, Ānanda,
ini juga adalah masuknya ia ke dalam kekosongan, yang asli,
tidak menyimpang, dan murni.“Kemudian, Ānanda, seorang bhikkhu - dengan tidak
memperhatikan persepsi landasan kesadaran tanpa batas, tidak
memperhatikan persepsi landasan kekosongan – memperhatikan
ketergantungan tunggal pada persepsi landasan bukan persepsi
juga bukan bukan-persepsi. Pikirannya memasuki persepsi
landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi itu dan
memperoleh keyakinan, kekokohan, dan kesungguhan. 1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR.1145 Pada suatu ketika Sang
Bhagavā sedang menetap di negeri Sakya di Kapilavatthu di
Taman Nigrodha.Kemudian, pada suatu pagi, Sang Bhagavā merapikan
jubah, dan dengan membawa mangkuk dan jubah luarnya,
memasuki Kapilavatthu untuk menerima dana makanan. Ketika
Beliau telah menerima dana makanan di Kapilavatthu dan telah
kembali dari perjalanan itu, setelah makan Beliau pergi untuk
melewatkan hari di kediaman Kāḷakhemaka orang Sakya. Pada
saat itu terdapat banyak tempat-tempat peristirahatan
dipersiapkan di kediaman Kāḷakhemaka orang Sakya.1146 Ketika
Sang Bhagavā melihat ini, [110] Beliau berpikir: “Ada banyak
tempat-tempat peristirahatan dipersiapkan di kediaman
Kāḷakhemaka orang Sakya. Apakah ada banyak bhikkhu menetap
di sana?”“Ketika seorang bhikkhu berdiam demikian, jika pikirannya
condong untuk berbicara, maka ia memutuskan: ‘Pembicaraan
demikian adalah rendah, vulgar, kasar, tidak mulia, tidak
bermanfaat, dan tidak menuntun menuju kekecewaan,
kebosanan, lenyapnya, kedamaian, pengetahuan langsung,
pencerahan, dan Nibbāna, yaitu, pembicaraan tentang para raja,
para perampok, para menteri, para prajurit, bahaya-bahaya,
peperangan, makanan, minuman, pakaian, tempat tidur, kalung bunga, wangi-wangian, sanak saudara, kendaraan-kendaraan,
desa-desa, pemukiman-pemukiman, kota-kota, negeri-negeri,
para perempuan, para pahlawan, jalan-jalan, sumur-sumur,
orang-orang mati, hal-hal sepele, asal-mula dunia, asal-mula
lautan, apakah hal-hal itu adalah demikian atau tidak demikian:
pembicaraan demikian tidak akan aku ucapkan.’ Dengan cara ini
ia memiliki kewaspadaan penuh akan hal itu.“Di sini seorang bhikkhu harus terus-menerus memeriksa
pikirannya sebagai berikut: ‘Apakah ada kegairahan pikiran
sehubungan dengan landasan apapun di antara kelima utas
kenikmatan indria ini yang muncul padaku?’ Jika, ketika
memeriksa pikirannya, bhikkhu itu memahami: ‘Kegairahan
pikiran sehubungan dengan landasan apapun di antara kelima
utas kenikmatan indria ini memang muncul padaku,pembicaraan tentang keinginan yang sedikit, tentang kepuasan, kesendirian, keterasingan dari masyarakat,
pembangkitan kegigihan, moralitas, konsentrasi, kebijaksanaan,
kebebasan, pengetahuan dan penglihatan kebebasan: demi
pembicaraan demikian maka seorang siswa seharusnya
mendekati Sang Guru bahkan jika ia disuruh pergi.“Ānanda, seorang siswa seharusnya tidak mendekati Sang
Guru demi khotbah-khotbah, syair-syair, dan penjelasan-
penjelasan. Mengapakah? Sejak lama, Ānanda, engkau telah
mempelajari ajaran-ajaran, menghafalkannya, membacanya
secara lisan, memeriksanya dengan pikiran, dan menembusnya
dengan baik melalui pandangan. Tetapi pembicaraan-
pembicaraan demikian yang membahas tentang penghapusan,
yang mendukung kebebasan pikiran, dan yang menuntun menuju
kekecewaan sepenuhnya, kebosanan sepenuhnya, lenyapnya,
kedamaian, pengetahuan langsung, pencerahan, dan Nibbāna,
yaitu, pembicaraan tentang keinginan yang sedikit, tentang epuasan, kesendirian, keterasingan dari masyarakat,
pembangkitan kegigihan, moralitas, konsentrasi, kebijaksanaan,
kebebasan, pengetahuan dan penglihatan kebebasan: demi
pembicaraan demikian maka seorang siswa seharusnya
mendekati Sang Guru bahkan jika ia disuruh pergi “Dan bagaimanakah kegagalan dari seorang yang
menjalani kehidupan suci terjadi? di sini Seorang Tathāgata
muncul di dunia, sempurna, tercerahkan sempurna, sempurna
dalam pengetahuan dan perilaku, mulia, pengenal segala alam,
pemimpin yang tanpa bandingan bagi orang-orang yang harus
dijinakkan, guru para dewa dan manusia, tercerahkan, terberkahi.
Beliau mendatangi tempat tinggal terasing: hutan … tumpukan
jerami.Sewaktu Beliau menjalani kehidupan terasing demikian,
para brahmana dan perumah-tangga dari kota dan desa
mengunjunginya, namun Beliau tidak menjadi tersesat, tidak
menjadi dipenuhi dengan keinginan, tidak menyerah pada
ketagihan, dan tidak kembali kepada kemewahan.Demikianlah terjadinya kegagalan dari seorang yang
menjalani kehidupan suci memiliki akibat yang lebih menyakitkan,
akibat yang lebih pahit, daripada kegagalan guru atau kegagalan
murid, dan hal ini bahkan dapat mengarah menuju
kesengsaraan.“Oleh karena itu, Ānanda, perlakukanlah Aku sebagai
teman, bukan sebagai musuh. Itu akan menuntun menuju kesejahteraan dan kebahagiaanmu untuk waktu yang lama. Dan
bagaimanakah para siswa memperlakukan gurunya sebagai
musuh, bukan sebagai teman?Berulang-ulang untuk mencegah kalian, Aku akan berbicara
kepada kalian, Ānanda. Berulang-ulang untuk menegur kalian,
Aku akan berbicara kepada kalian, Ānanda. Inti yang benar akan
bertahan [terhadap pengujian].”1159
Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Yang Mulia
Ānanda merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang
Bhagavā.“Aku mendengar dan mempelajari ini dari mulut Sang
Bhagavā sendiri: ‘Ketika Sang Bodhisatta keluar dari rahim
ibuNya, Beliau keluar dalam keadaan bersih, tidak berlumuran
[123] air atau cairan atau darah atau kotoran apapun juga, bersih,
dan tanpa noda. Misalkan terdapat sebutir permata yang
diletakkan di atas sehelai kain Kāsi, maka permata itu tidak
mengotori kain atau kain mengotori permata. Mengapakah?
Karena kemurnian keduanya. Demikian pula Sang Bodhisatta
keluar ... bersih, dan tanpa noda.’ Ini juga kuingat sebagai satu
kualitas mengagumkan dan menakjubkan dari Sang Bhagavā.“Aku mendengar dan mempelajari ini dari mulut Sang
Bhagavā sendiri: ‘Segera setelah Sang Bodhisatta lahir, Beliau
berdiri tegak dengan kaki menginjak tanah; kemudian Beliau
berjalan tujuh langkah ke arah utara, dan dengan payung putih
memayungiNya, Beliau mengamati tiap-tiap penjuru dan
mengucapkan kata-kata seorang Pemimpin Kelompok: “Akulah
yang tertinggi di dunia; Akulah yang terbaik di dunia; Akulah yang
terkemuka di dunia. Inilah kelahiranKu yang terakhir; sekarang
tidak ada lagi penjelmaan baru bagiKu.”’1165 Ini juga kuingat
sebagai satu kualitas mengagumkan dan menakjubkan dari Sang
Bhagavā.“Karena itu, Ānanda, ingatlah ini juga sebagai kualitas
mengagumkan dan menakjubkan dari Sang Tathāgata: Di sini,
Ānanda, bagi Sang Tathāgata perasaan-perasaan dikenali pada
saat munculnya, pada saat berlangsungnya, pada saat
lenyapnya; persepsi-persepsi dikenali pada saat munculnya, pada
saat berlangsungnya, pada saat lenyapnya; pikiran-pikiran
dikenali pada saat munculnya, pada saat berlangsungnya, pada
saat lenyapnya.1166 Ingatlah ini juga, Ānanda, sebagai satu
kualitas mengagumkan dan menakjubkan dari Sang Bhagavā.”MA menjelaskan masing-masing aspek dari peristiwa ini sebagai
simbol dari pencapaian Sang Buddha kelak. Demikianlah, berdiri
pada kedua kakinya (pāda) dengan tegak di atas tanah adalah
simbol dari pencapaian empat landasan kekuatan batin
(iddhipāda); Beliau menghadap ke utara, melambangkan Beliau
mengarah ke atas dan melampaui banyak makhluk; tujuh
langkahNya, melambangkan Beliau memperoleh tujuh faktor
pencerahan sempurna; payung putih, melambangkan Beliau
memperoleh payung kebebasan; mengamati segala penjuru,
melambangkan Beliau memperoleh pengetahuan kemahatahuan
yang tanpa halangan; mengucapkan kata-kata seorang Pemimpin.“Tetapi Apakah kedua ekor gajah, kuda,
atau sapi yang dapat dijinakkan yang tidak jinak dan tidak disiplin,
karena tidak jinak, dapat memiliki perilaku yang jinak, apakah
mereka akan sampai pada tingkat yang jinak, seperti dua ekor
gajah, kuda, atau sapi yang dapat dijinakkan yang telah jinak dan
disiplin.“Demikian pula, Aggivessana,
adalah tidak mungkin bahwa Pangeran Jayasena, yang hidup di
tengah-tengah kenikmatan indria ... dapat mengetahui, melihat,
atau menembus apa yang harus diketahui melalui pelepasan
keduniawian, dilihat melalui pelepasan keduniawian, dicapai
melalui pelepasan keduniawian, ditembus melalui pelepasan
keduniawian.“Di sini, Yang Mulia, para bhikkhu senior telah mendatangiku
dan berkata: ‘Perumah-tangga, kembangkanlah kebebasan
pikiran yang tanpa batas’; dan beberapa bhikkhu senior
mengatakan: ‘Perumah-tangga, kembangkanlah kebebasan
pikiran yang luhur.’ Yang Mulia, kebebasan pikiran yang Tanpa
Batas dan kebebasan pikiran yang luhur1180 - apakah kedua
kondisi ini berbeda dalam makna dan [146] berbeda dalam kata,
atau apakah kedua itu bermakna sama dan hanya berbeda dalam
kata?”“Ada, perumah-tangga, empat jenis kemunculan kembali
dari suatu makhluk [di masa depan.]1182 Apakah empat ini? Di sini
seseorang berdiam dengan melingkupi dan meliputi ‘cahaya
terbatas’; ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia muncul
kembali di tengah-tengah para dewa dengan Cahaya Terbatas. Di
sini seseorang berdiam dengan melingkupi dan meliputi ‘cahaya
tanpa batas’; ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia
muncul kembali di tengah-tengah para dewa dengan Cahaya
Tanpa Batas. Di sini seseorang berdiam dengan melingkupi dan
meliputi ‘cahaya ternoda’; ketika hancurnya jasmani, setelah
kematian, ia muncul kembali di tengah-tengah para dewa dengan
Cahaya Ternoda. Di sini seseorang berdiam dengan melingkupi
dan meliputi ‘cahaya murni’; ketika hancurnya jasmani, setelah
kematian, ia muncul kembali di tengah-tengah para dewa dengan Cahaya Murni. Ini adalah empat jenis kemunculan kembali dari
suatu makhluk [di masa depan].Ketika hal ini dikatakan, Yang Mulia Abhiya Kaccāna
berkata kepada Yang Mulia Anuruddha: “Bagus, Yang Mulia
Anuruddha, namun aku memiliki pertanyaan lebih lanjut: Apakah semua para dewa bercahaya itu memiliki Cahaya Terbatas, atau
apakah beberapa dari mereka adalah para dewa dengan Cahaya
Tanpa Batas?”“Dengan alasan faktor [yang bertanggung jawab atas kelahiran
kembali], Teman Kaccāna, maka beberapa dewa memiliki Cahaya
Terbatas, dan beberapa dewa memiliki Cahaya Tanpa Batas.”
14. “Yang Mulia Anuruddha, apakah sebab dan alasan
mengapa di antara para dewa yang muncul kembali dalam satu
kelompok yang sama, [149] beberapa dewa memiliki Cahaya
Terbatas, beberapa dewa memiliki Cahaya Tanpa Batas?”Untuk ke dua kalinya ... untuk ke tiga kalinya Sang Bhagavā
berkata: “Cukup, para bhikkhu, jangan ada lagi pertengkaran,
percekcokan, atau perselisihan.” Untuk ke tiga kalinya bhikkhu itu
berkata kepada Sang Bhagavā: “Tunggu, Yang Mulia ... Kamilah yang bertanggung jawab atas pertengkaran, percekcokan, dan
perselisihan ini.”‘Keragu-raguan muncul
dalam diriKu, dan karena keragu-raguan maka konsentrasiKu
jatuh; ketika konsentrasiKu jatuh, maka cahaya dan penampakan
bentuk-bentuk menjadi lenyap. Aku harus mengusahakan agar
keragu-raguan tidak muncul dalam diriKu lagi.’“Ketika, Anuruddha, Aku sedang berdiam dengan rajin …
Aku mempertimbangkan sebagai berikut: ‘Kelambanan dan
ketumpulan muncul dalam diriKu, dan karena kelambanan dan ketumpulan itu maka konsentrasiKu jatuh; ketika konsentrasiKu
jatuh, maka cahaya dan penampakan bentuk-bentuk menjadi
lenyap. Aku harus mengusahakan agar keragu-raguan dan
kelengahan dan kelambanan dan ketumpulan tidak muncul dalam
diriKu lagi.’“Ketika, Anuruddha, Aku sedang berdiam dengan rajin …
Aku mempertimbangkan sebagai berikut: ‘Ketakutan muncul
dalam diriKu, dan karena ketakutan itu maka konsentrasiKu jatuh;
ketika konsentrasiKu jatuh, maka cahaya dan penampakan
bentuk-bentuk menjadi lenyap.’ Misalkan seseorang melakukan
perjalanan dan para pembunuh melompat keluar dari kedua
sisinya; kemudian ketakutan akan muncul dalam dirinya.
Demikian pula, ketakutan muncul dalam diriKu … cahaya dan
penampakan bentuk-bentuk menjadi lenyap. [Aku
mempertimbangkan sebagai berikut:] ‘Aku harus mengusahakan
[159] agar keragu-raguan dan kelengahan dan kelambanan dan
ketumpulan dan ketakutan tidak muncul dalam diriKu lagi.’“Ketika, Anuruddha, Aku sedang berdiam dengan rajin …
Aku mempertimbangkan sebagai berikut: ‘Kegirangan muncul
dalam diriKu, dan karena kegirangan itu maka konsentrasiKu
jatuh; ketika konsentrasiKu jatuh, maka cahaya dan penampakan
bentuk-bentuk menjadi lenyap.’ Misalkan seseorang mencari
pintu masuk menuju harta karun tersembunyi dan seketika
sampai pada lima pintu masuk menuju harta karun tersembunyi
itu;1191 maka kegirangan muncul dalam dirinya karena hal itu.
Demikian pula, kegirangan muncul dalam diriKu … cahaya dan
penampakan bentuk-bentuk menjadi lenyap. [Aku
mempertimbangkan sebagai berikut:] ‘Aku harus mengusahakan
agar keragu-raguan dan kelengahan ... dan ketakutan dan
kegirangan tidak muncul dalam diriKu lagi.’“Ketika, Anuruddha, aku sedang berdiam dengan rajin …
Aku mempertimbangkan sebagai berikut: ‘Meditasi berlebihan
pada bentuk-bentuk muncul dalam diriKu,1193 dan karena
meditasi berlebihan pada bentuk-bentuk itu maka konsentrasiKu
jatuh; ketika konsentrasiKu jatuh, maka cahaya dan penampakan
bentuk-bentuk menjadi lenyap. Aku harus mengusahakan agar
keragu-raguan dan kelengahan ... dan persepsi keberagaman
dan meditasi berlebihan pada bentuk-bentuk tidak muncul dalam
diriKu lagi.’“Bhikkhu, ada tiga karakteristik dari seorang dungu ini, tanda-
tanda seorang dungu, sifat-sifat seorang dungu. Apakah tiga ini?
Di sini seorang dungu adalah seorang yang memikirkan pikiran-
pikiran buruk, mengucapkan kata-kata buruk, dan melakukan
perbuatan-perbuatan buruk. Jika seorang dungu tidak demikian,
bagaimana mungkin para bijaksana dapat mengenalinya sebagai
berikut: ‘Orang ini adalah seorang dungu, seorang bukan
manusia sejati’? Tetapi karena seorang dungu adalah seorang
yang memikirkan pikiran-pikiran buruk, mengucapkan kata-kata
buruk, dan melakukan perbuatan-perbuatan buruk, maka para
bijaksana mengenalinya sebagai berikut: ‘Orang ini adalah
seorang dungu, seorang bukan manusia sejati.’“Seorang dungu merasakan kesakitan dan kesedihan di sini
dan saat ini dalam tiga cara. Jika seorang dungu duduk dalam
suatu pertemuan atau berada di jalan atau di suatu lapangan dan
orang-orang di sana sedang mendiskusikan persoalan-persoalan
yang berhubungan dan berkaitan, maka, jika si dungu itu adalah seorang yang membunuh makhluk-makhluk hidup, mengambil
apa yang tidak diberikan, berperilaku salah dalam kenikmatan
indria, mengucapkan kebohongan, meminum anggur, minuman
keras, dan minuman memabukkan, yang menjadi dasar bagi
kelengahan, ia berpikir: ‘Orang-orang ini sedang mendiskusikan
persoalan-persoalan yang berhubungan dan berkaitan; hal-hal ini
terdapat dalam diriku, dan aku terlihat sedang melakukan hal-hal
tersebut.’ Ini adalah jenis pertama kesakitan dan kesedihan yang
dirasakan oleh seorang dungu di sini dan saat ini.“Kemudian, seorang penjahat perampok tertangkap,
seorang dungu menyaksikan raja-raja menjatuhkan berbagai jenis
hukuman padanya:1198 [164] setelah menderanya dengan
cambukan, memukulnya dengan rotan, memukulnya dengan
pemukul; setelah memotong tangannya, memotong kakinya,
memotong tangan dan kakinya; memotong telinganya,
memotong hidungnya, memotong telinga dan hidungnya; dikenai
siksaan ‘panci bubur,’ ‘cukuran kulit kerang yang digosok,’ ‘mulut
Rāhu,’ ‘lingkaran api,’ ‘tangan menyala,’ ‘helai rumput,’ ‘pakaian
kulit kayu,’ ‘kijang,’ ‘kail daging,’ ‘kepingan uang,’ ‘cairan asin,’
‘tusukan berporos,’ ‘gulungan tikar jerami’; dan mereka disiram
dengan minyak mendidih, dan mereka dibuang agar dimangsa
oleh anjing-anjing, dan mereka dalam keadaan hidup ditusuk
dengan kayu pancang, dan kepalanya dipenggal dengan pedang.
Kemudian si dungu berpikir: ‘Karena perbuatan-perbuatan jahat
demikian, ketika seorang penjahat perampok tertangkap, raja-raja
menjatuhkan berbagai jenis hukuman padanya: mereka
menderanya dengan cambukan ... dan memenggal kepalanya
dengan pedang. Hal-hal itu terdapat dalam diriku, dan aku terlihat
sedang melakukan hal-hal tersebut.’ Ini adalah jenis ke dua
kesakitan dan kesedihan yang dirasakan oleh seorang dungu di
sini dan saat ini.
5. “Kemudian, ketika seorang dungu sedang berada di atas
kursinya atau di atas ranjangnya atau sedang beristirahat di atas lantai, kemudian perbuatan-perbuatan jahat yang ia lakukan di
masa lalu – perilaku salah secara jasmani, ucapan, dan pikiran –
meliputinya, menyelimutinya, dan membungkusnya. Bagaikan
bayangan sebuah puncak gunung besar di malam hari meliputi,
menyelimuti, dan membungkus bumi ini, demikian pula, ketika
seorang dungu sedang berada di atas kursinya atau di atas
ranjangnya atau sedang beristirahat di atas lantai, [165] kemudian
perbuatan-perbuatan jahat yang ia lakukan di masa lalu – perilaku
salah secara jasmani, ucapan, dan pikiran – meliputinya,
menyelimutinya, dan membungkusnya. Kemudian si dungu
berpikir: ‘Aku tidak pernah melakukan apa yang baik, aku tidak
pernah melakukan apa yang bermanfaat, aku tidak pernah
membangun tempat bernaung dari kesedihan untuk diriku. Aku
telah melakukan apa yang buruk, aku telah melakukan apa yang
kejam, aku telah melakukan apa yang jahat. Ketika aku meninggal
dunia, aku akan pergi menuju kelahiran kembali dari mereka yang
tidak pernah melakukan apa yang baik ... yang telah melakukan
apa yang jahat.’ Ia berdukacita, sedih, dan meratap, ia menangis
dengan memukul dadanya dan menjadi kebingungan. Ini adalah
jenis ke tiga kesakitan dan kesedihan yang dirasakan oleh
seorang dungu di sini dan saat ini.
6. “Seorang dungu yang telah menyerahkan diri kepada
perilaku salah dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, ketika
hancurnya jasmani, setelah kematian, akan muncul kembali
dalam kondisi kesengsaraan, di alam tujuan kelahiran yang tidak
bahagia, bahkan di neraka.
(NERAKA)
7. “Jika dengan benar mengatakan tentang sesuatu: ‘Sungguh
tidak diharapkan, sungguh tidak diinginkan, sungguh tidak
menyenangkan,’ adalah tentang neraka hal itu dikatakan,sedemikian sehingga sulit menemukan perumpamaan bagi
penderitaan di neraka.”
Ketika hal ini dikatakan, seorang bhikkhu bertanya kepada
Sang Bhagavā: “Tetapi, Yang Mulia, dapatkah suatu
perumpamaan diberikan?”
8. “Dapat, Bhikkhu,” Sang Bhagavā berkata.1199 “Para
bhikkhu, misalkan beberapa orang menangkap seorang penjahat
perampok dan membawanya ke hadapan raja, dengan berkata:
‘Baginda, ini adalah seorang penjahat perampok. Perintahkanlah
hukuman apapun yang engkau inginkan atas dirinya.’ Kemudian
raja berkata: ‘Pergilah dan tusuk orang ini di pagi hari dengan
seratus tombak.’ Dan mereka menusuknya di pagi hari dengan
seratus tombak. Kemudian di siang hari raja bertanya:
‘Bagaimana orang itu?’ – ‘Baginda, ia masih hidup.’ Kemudian ia
berkata: ‘Pergilah dan tusuk orang ini di siang hari dengan
seratus tombak.’ Dan mereka menusuknya di siang hari dengan
seratus tombak. Kemudian di malam hari raja bertanya:
‘Bagaimana orang itu?’ – ‘Baginda, ia masih hidup.’ Kemudian ia
berkata: ‘Pergilah dan tusuk orang ini di malam hari dengan
seratus tombak.’ Dan mereka menusuknya di malam hari dengan
seratus tombak. [166] Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu?
Apakah orang itu mengalami kesakitan dan kesedihan karena
ditusuk dengan tiga ratus tombak?”
“Yang Mulia, orang itu akan mengalami kesakitan dan
kesedihan karena ditusuk bahkan hanya dengan satu tombak,
apa lagi tiga ratus.”
9. Kemudian, dengan mengambil sebutir batu berukuran
sekepalan tanganNya, Sang Bhagavā berkata kepada para
bhikkhu: “Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu? Manakah
yang lebih besar, batu kecil yang kuambil ini, yang berukuran
sekepalan tanganKu, atau Himalaya, raja pegunungan?”
“Yang Mulia, batu kecil yang telah Sang Bhagavā ambil itu,
yang berukuran sekepalan tangan Beliau, tidak berarti dibandingkan Himalaya, raja pegunungan; bahkan tidak ada
sebagian kecilnya, tidak dapat dibandingkan.”
“Demikian pula, para bhikkhu, kesakitan dan kesedihan yang
orang itu alami karena ditusuk dengan tiga ratus tombak adalah
tidak berarti dibandingkan penderitaan neraka; bahkan tidak ada
sebagian kecilnya, tidak dapat dibandingkan.
10. “Kemudian para penjaga neraka menyiksanya dengan lima
tusukan. Mereka menusukkan sebatang pancang besi membara
menembus satu tangan, mereka menusukkan sebatang pancang
besi membara menembus tangan lainnya, mereka menusukkan
sebatang pancang besi membara menembus satu kakinya,
mereka menusukkan sebatang pancang besi membara
menembus kaki lainnya, mereka menusukkan sebatang pancang
besi membara menembus perutnya. Di sana ia merasakan
perasaan menyakitkan, menyiksa, menusuk. Namun ia tidak mati
selama akibat dari perbuatan jahatnya belum habis.
11. “Kemudian para penjaga neraka melemparnya ke bawah
dan mengulitinya dengan kapak. Di sana ia merasakan perasaan
menyakitkan, menyiksa, menusuk. Namun ia tidak mati selama
akibat dari perbuatan jahatnya belum habis.
12. “Kemudian para penjaga neraka menggantungnya dengan
kaki di atas dan kepala di bawah dan mengulitinya dengan alat
pengukir kayu. Di sana ia merasakan perasaan menyakitkan,
menyiksa, menusuk. Namun ia tidak mati selama akibat dari
perbuatan jahatnya belum habis.
13. “Kemudian para penjaga neraka mengikatnya pada
sebuah kereta dan menariknya ke sana-sini di atas tanah yang
terbakar, menyala, dan berpijar. [167] Di sana ia merasakan
perasaan menyakitkan, menyiksa, menusuk. Namun ia tidak mati
selama akibat dari perbuatan jahatnya belum habis.
14. “Kemudian para penjaga neraka menyuruhnya memanjat
naik dan turun di atas gundukan bara api yang terbakar, menyala,
dan berpijar. Di sana ia merasakan perasaan menyakitkan,menyiksa, menusuk. Namun ia tidak mati selama akibat dari
perbuatan jahatnya belum habis.
15. “Kemudian para penjaga neraka menggantungnya dengan
kaki di atas dan kepala di bawah dan mencelupkannya ke dalam
panci logam panas yang terbakar, menyala, dan berpijar. Ia
direbus di sana di dalam pusaran buih. Dan ketika ia direbus di
sana di dalam pusaran buih, ia kadang-kadang terhanyut ke atas,
kadang-kadang ke bawah, kadang-kadang ke sekeliling. Di sana
ia merasakan perasaan menyakitkan, menyiksa, menusuk.
Namun ia tidak mati selama akibat dari perbuatan jahatnya belum
habis.
16. “Kemudian para penjaga neraka melemparnya ke dalam
Neraka Besar. Sekarang sehubungan dengan Neraka Besar, para
bhikkhu:
Neraka ini memiliki empat sudut dan dibangun
Dengan empat pintu, satu di setiap sisinya,
Terbatasi dinding terbuat dari besi dan mengelilinginya
Dan ditutup dengan atap besi.
Lantainya juga terbuat dari besi
Dan dipanaskan dengan api hingga berpijar
Luasnya seratus liga
Yang mencakup seluruh wilayah itu.
17. “Para bhikkhu, Aku dapat menjelaskan dalam banyak cara
tentang neraka.1200 Begitu banyak sehingga sulit menyelesaikan
penjelasan terhadap penderitaan di neraka.
(ALAM BINATANG)
18. “Para bhikkhu, ada binatang-binatang yang memakan
rumput. Binatang-binatang itu makan dengan mengunyah
rumput-rumput segar atau kering dengan giginya. Dan binatang-
binatang apakah yang memakan rumput? Kuda, sapi, keledai,kambing, dan rusa, dan binatang-binatang lain semacam itu.
Seorang dungu yang sebelumnya bersenang dalam rasa kecapan
di sini dan melakukan perbuatan jahat di sini, ketika hancurnya
jasmani, setelah kematian, akan muncul kembali di tengah-tengah
binatang-binatang pemakan rumput itu.
19. “Ada binatang-binatang yang memakan kotoran. Binatang-
binatang itu mencium bau kotoran dari kejauhan dan
mendatanginya, dengan berpikir: ‘Kami bisa makan, kami bisa
makan!’ Seperti halnya para brahmana yang mendatangi aroma
suatu pengorbanan, dengan berpikir: ‘Kami bisa makan di sini,
kami bisa makan di sini!’ demikian pula binatang-binatang yang
memakan kotoran ini [168] mencium kotoran dari kejauhan dan
mendatanginya, dengan berpikir: ‘Kami bisa makan di sini, kami
bisa makan di sini!’ Dan binatang-binatang apakah yang
memakan kotoran? Unggas, babi, anjing, dan serigala, dan
binatang-binatang lain semacam itu. Seorang dungu yang
sebelumnya bersenang dalam rasa kecapan di sini dan
melakukan perbuatan jahat di sini, ketika hancurnya jasmani,
setelah kematian, akan muncul kembali di tengah-tengah
binatang-binatang pemakan kotoran itu.
20. “Ada binatang-binatang yang lahir, menjadi tua, dan mati
dalam kegelapan. Dan binatang-binatang apakah yang lahir,
menjadi tua, dan mati dalam kegelapan? Ngengat, belatung, dan
cacing tanah, dan binatang-binatang lain semacam itu. Seorang
dungu yang sebelumnya bersenang dalam rasa kecapan di sini
dan melakukan perbuatan jahat di sini, ketika hancurnya jasmani,
setelah kematian, akan muncul kembali di tengah-tengah
binatang-binatang yang lahir, menjadi tua, dan mati dalam
kegelapan.
21. “Ada binatang-binatang yang lahir, menjadi tua, dan mati
dalam air. Dan binatang-binatang apakah yang lahir, menjadi tua,
dan mati dalam air? Ikan, kura-kura, dan buaya, dan binatang-
binatang lain semacam itu. Seorang dungu yang sebelumnya “Kemudian, setelah mendesak dan mempertanyakan dan
mendebatnya tentang utusan surgawi pertama, Raja Yama
mendesak dan mempertanyakan dan mendebatnya tentang
utusan surgawi ke dua: ‘Tidak pernahkah engkau melihat utusan
surgawi ke dua muncul di dunia?’ Ia berkata: ‘Tidak, Tuan.’
Kemudian Raja Yama berkata: ‘Tidak pernahkah engkau melihat
di dunia seorang laki-laki – atau seorang perempuan – berumur
delapan puluh, sembilan puluh, atau seratus tahun, tua, bungkuk
seperti rusuk atap, merunduk, berjalan dengan ditopang oleh
tongkat, terhuyung-huyung, lemah, kehilangan kemudaan, gigi
tanggal, rambut memutih, rambut berguguran, botak, keriput,
dengan bercak pada bagian-bagian tubuh?’ Ia berkata: ‘Pernah,
Tuan.’“Kemudian Raja Yama berkata: ‘Tidak pernahkah terpikir
olehmu – seorang manusia yang cerdas dan dewasa – “Mereka
yang melakukan perbuatan jahat akan mengalami berbagai jenis siksaan di sini dan saat ini; [182] apa lagi setelah kematian? Tentu
saja aku lebih baik melakukan perbuatan baik dalam jasmani,
ucapan, dan pikiran”?’ Ia berkata: ‘Aku tidak mampu, Tuan, aku
lalai.’

No comments:

Post a Comment