Thursday, September 19, 2019

Samyutta Nikaya

“Kebenaran” [Dhamma] yang telah Ku-capai ini sangat dalam, sukar
ditemukan, sukar disadari, damai, luhur, di luar jarak spekulasi, halus,
dan hanya dikenal oleh para bijaksana. Tetapi, sekarang manusia
menyenangi ikatan, senang karena ikatan dan bersenang-senang dalam
ikatan. Oleh karena generasi ini menyenangi, senang karena ikatan dan
bersenang-senang dalam ikatan, maka sangat sulit untuk dapat melihat
kenyataan ini, yakni kondisi dan asal mula yang saling bergantungan; Dan
ini pun suatu kenyataan yang sulit ditemukan, yaitu intisari dari segala
sesuatu yang berbentuk, melepaskan inti penunjang, penghancuran
nafsu keinginan, tanpa noda, penghentikan, pemadaman. Apabila Aku
mengajarkan Kebenaran ini dan apabila orang lain tidak mengerti, akan
kebenaran ini, alangkah menjemukan dan melelahkan diri-Ku.”SAHABAT SEJATIKU
=============
Tiga puluh tahun sudah kulewati hidup ini
Bersama-sama dengan sahabat sejatiku, yakni, nama-rupa.
Nama-rupa adalah sahabatku yang setia,
Saat tertawa aku bersama dia,
Saat menangis, aku juga bersama dia,
Dia selalu menemaniku dalam berjuta-juta kelahiran
Nama-rupa adalah sahabat sejatiku
Namun jika aku tidak berhati-hati dengan sahabat sejatiku ini,
maka aku akan melekat padanya,
Dan tidak bisa kehilangannya,
Serta membuatku terjerat oleh kenikmatan yang diberikannya,
Sehingga aku lupa
Bahwa setiap kenikmatan yang diberikannya,
akan membawa penderitaan yang panjang,
Karena sahabatku ini sangat hebat,
Dia tahu apa yang kusukai dan kuinginkan,
Dan dia bisa menjadikan aku Raja Dunia.
Tapi jika aku berhati-hati pada sahabatku ini,
aku tidak melekat padanya atau membencinya
Kuperlakukan dia sebagaimana adanya
Kurawat dia seperlunya,
Dan kutunjang kehidupan sahabatku ini,
Tanpa melekat padanya,
Maka sahabatku ini benar-benar menjadi penolongku.
Untuk menyeberangi arus samsara
Untuk menyeberangi banjir nafsu
Untuk menyeberangi banjir pandangan
Karena itu aku tidak berani sekali-kali,“Paradigma
tiga karakteristik” membentuk empat model umum: ketidakkekalan,
dan seterusnya, dalam tiga waktu; perenungan sederhana atas
ketidakkekalan, dan seterusnya; ketidakkekalan, dan seterusnya,
melalui sebab dan kondisi; dan, yang paling penting dalam rancangan
pencapaian Buddha, model “apa yang tidak-kekal adalah penderitaan”,
yang membentuk hubungan antara ketiga karakteristik.Penyebab utama penderitaan, menurut Sang Buddha, adalah
keinginan (taṇhā), juga dikenal sebagai kegemaran dan nafsu (chanda-
rāga)atau dalam hal situasi
di mana sutta itu disampaikan. Contoh yang paling nyata adalah sutta
tentang bagaimana seorang bhikkhu berhasil atau gagal mencapai
Nibbāṅa, yang muncul tujuh kali (dalam 35:118, 119, 124, 125, 126, 128,
131), dalam kata-kata yang persis sama, tetapi disampaikan kepada
pendengar yang berbeda, termasuk raja-deva Sakka dan gandhabba
Pañcasikha.saya menerjemahkan pernyataan
secara lengkap hanya pada bentuk dan kesadaran, dan di antaranya
terdapat “perasaan … persepsi … bentukan-bentukan kehendak …,”
menyiratkan bahwa pernyataan lengkap dengan cara yang sama
juga berlaku di sana. Pada kelompok yang lebih panjang saya sering
menghilangkan hal-hal di tengah, hanya menerjemahkan pernyataan
pertama dan terakhir. Dhamma
adalah hukum tanpa-kenal-waktu yang mana kenyataan, kebenaran,
dan kebajikan bergabung dalam satu kesatuan, dan juga ungkapan
konseptual dari hukum ini dalam tubuh ajaran spiritual dan etika
yang menuntun menuju tujuan tertinggi, Nibbāna, yang tersusun dari
Dhamma. Akan tetapi, kata “Dhamma”, juga dapat menyiratkan ajaran
yang menyimpang dari kebenaran,
bersama-sama dengan kebodohan
dan keinginan, untuk menghasilkan kelahiran kembali dan memelihara
pergerakan saṃsāra yang maju dari satu kelahiran ke kelahiran
berikutnya NIBBĀNA, PARINIBBĀNA
Seperti yang telah dikenal, nibbāna secara literal berarti padamnya
api. Dalam karya-karya tentang Buddhisme yang terkenal, nibbāna
secara sederhana digunakan untuk menyebutkan Nibbāna yang
dialami dalam hidup, parinibbāna adalah Nibbāna yang dicapai pada
saat kematian. Ini adalah kekeliruan. E.J Thomas menunjukkan
(mungkin dengan berdasarkan pada saran dari E. Kuhn) bahwa awalan
pari- mengubah kata kerja dari suatu kondisi menjadi pencapaian suatu
perbuatan, sehingga kata benda yang bersesuaian nibbāna menjadi kondisi kebebasan, parinibbāṅa menjadi pencapaian kondisi tersebut.11 Bentuk pasif, nibbuta dan parinibbuta, adalah dari akar kata yang
lain daripada kata benda nibbāna dan parinibbāna. Nibbuta berasal dari
nir+vr, sedangkan nibbuta berasal dari nir+vā. Kata benda yang sesuai
dengan bentuk pasif adalah nibbuti, yang sering kali muncul dalam
teks sebagai sinonim dari nibbāna tetapi dengan fungsi yang lebih
memicu (ketenangan, kenyamanan, kedamaian) daripada sistematis.
(Sepertinya tidak ada kata benda berawalan parinibbuti terdapat dalam
Pāli.)Elemen yang pertama adalah padamnya
nafsu, kebencian, dan kebodohan yang dicapai oleh Arahanta selagi
masih hidup; elemen yang ke dua adalah padamnya segala keberadaan
yang terkondisi tanpa sisa yang terjadi pada saat kematian Arahanta.
Dalam komentar kedua elemen Nibbāna ini berturut-turut disebut
kilesaparinibbāna.Bhava adalah penjelmaan makhluk nyata
dalam satu dari ketiga alam kehidupan dalam kosmologi Buddhis,
suatu kehidupan yang dimulai dari konsepsi hingga berakhir pada
kematian. Untuk pengaturan Saṃyuktāgama Mandarin saya mengandalkan
pada Anesaki, “The Four Buddhist agamas in Chinese.”Kedua belas bab dari Vibhaṅga dengan pendampingnya dalam SN
adalah sebagai berikut: (1) Khandhavibhaṅga (=SN 22); (2) Āyatana-
(=35); (3) Dhātu- (=14); (4) Sacca- (=56); (5) Indriya- (=48); (6) Paticca-
samuppāda- (=12); (7) Satipaṭṭhāna- (=47); (8) Sammappadhāna-
(=49); (9) Iddhipāda- (=51); (10) Bojjhaṅga- (=46); (11) Magga- (=45);
(12) Jhāna- (=53).Karena kita akan berulang-ulang
menjumpai makhluk-makhluk dari alam non-manusia pada Vagga-
vagga lainnya juga, ringkasan singkat mengenai makhluk-makhluk di
alam semesta akan membantu kita dalam mengidentifikasi makhluk-
makhluk tersebut dan memahami posisi mereka dalam Kosmologi
Buddhis. (Baca Tabel 3, yang menyajikan ilustrasi visual atas kosmologi
ini.)
______________________________
Tabel 3
Tiga Puluh Satu Alam Kehidupan menurut Kosmologi Theravada
Tradisional
(Baca CMA 5:3-7)
Alam Tanpa Bentuk (4 alam)
(31) Landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi.
(30) Landasan kekosongan.
(29) Landasan kesadaran tanpa batas.
(28) Landasan ruang tanpa batas.
Tabel 3
Tiga Puluh Satu Alam Kehidupan menurut Kosmologi Theravada
Tradisional
(Baca CMA 5:3-7)
Alam Tanpa Bentuk (4 alam)
(31) Landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi
(30) Landasan kekosongan
(29) Landasan kesadaran tanpa batas
(28) Landasan ruang tanpa batas

Alam Berbentuk (16 Alam)
Alam jhāna ke empat: Lima Alam Murni
(27) Alam Akaniṭṭha
(26) Alam pandangan-jernih
(25) Alam indah
(24) Alam tenang
(23) Alam tahan lama
Alam jhāna ke empat biasa
(22) Makhluk-makhluk tanpa persepsi
(21) Para deva berbuah besar
Alam jhāna ke tiga
(20) Para deva beraura stabil
(19) Para deva beraura tanpa batas
(18) Para deva beraura minor
Alam jhāna ke dua
(17) Para deva dengan cahaya gemilang
(16) Para deva dengan cahaya tanpa batas
(15) Para deva dengan cahaya minor
Alam jhāna pertama
(14) Alam Mahābrahmā
(13) Para menteri Brahmā
(12) kelompok Brahmā
Alam Indria (11 alam)
Tujuh alam yang baik
Enam alam indria surgawi
(11) Para deva paranimitavasavatti
(10) Para deva Nimānaratī
(9) Para deva Tusita
(8) Para deva Yāma
(7) Para deva Tāvatiṃsa
(6) Empat Raja Deva
Alam manusia
(5) Alam manusia
Empat alam yang buruk
(4) Alam asura
(3) Alam setan
(2) Alam binatang
(1) Alam neraka
_Di atas alam berbentuk ini terdapat bidang kehidupan yang lebih
agung lagi yang disebut alam tanpa bentuk (arūpadhātu). Makhluk-
makhluk di alam ini hanya terdiri dari batin, tanpa landasan materi,
karena bentuk fisik sama sekali tidak ada. Keempat bidang yang
membentuk alam ini, berturut-turut dari yang lebih halus, adalah
alam dari empat pencapaian meditatif āruppa atau tanpa bentuk, yang
disebut: landasan ruang tanpa batas, landasan kesadaran tanpa batas,
landasan kekosongan, dan landasan bukan persepsi juga bukan bukan-
persepsi.alam manusia dan alam para
deva secara kolektif disebut alam baik (sugati). Kelahiran kembali di
alam sengsara adalah buah dari kamma buruk, kelahiran kembali di
alam yang baik adalah buah dari kamma baik. Di atas semua alam dan
bidang kehidupan adalah yang tidak terkondisi, Nibbāna, tujuan akhir
dari Ajaran Sang Buddha.Naskah-naskah Buddhis awal menggambarkan alam semesta
dengan tiga lapisan utama yang terbagi lagi dalam berbagai alam.
Lapisan paling bawah adalah alam bidang-indria (kāmadhātu),
disebut demikian karena kekuatan penggerak di alam ini adalah
keinginan indria. Alam indria (dalam kosmologi tertua) terdiri dari
sepuluh bidang: neraka (niraya), alam siksaan dahsyat; alam binatang
(tiracchānayoni); wilayah peta atau setan (pettivisaya), setan berbentuk
bayangan yang mengalami berbagai jenis kesengsaraan; alam manusia
(manussaloka); dan enam surga bidang-indria (sagga) yang dihuni oleh
para deva, makhluk surgawi yang menikmati kebahagiaan, keindahan,
kekuatan, dan keagungan yang lebih besar daripada yang kita ketahui
di alam manusia.Tradisi yang belakangan menambahkan asuravisaya,
wilayah para raksasa atau anti-dewa, sebagai kelahiran yang buruk,
walaupun dalam Nikāya, mereka digambarkan menempati wilayah
yang berbatasan dengan surga Tāvatiṃsa, dari mana mereka sering
melancarkan serangan terhadap para deva.Devatāsaṃyutta
Devatā adalah kata benda abstrak dari deva, tetapi dalam Nikāya kata ini
digunakan dalam arti yang bervariasi untuk menunjukkan khususnya
makhluk-makhluk surgawi, seperti halnya kata “deity” dalam Bahasa
Inggris, adalah kata benda abstrak yang berarti bersifat ketuhanan,
biasanya digunakan untuk menunjukkan Dewa tertinggi dari ajaran
Theistik atau dewa individu jenis kelamin berasal dari
akhiran abstrak –ta dan tidak harus berarti perempuan. mereka sama
terbelenggunya oleh kebodohan dan keinginan seperti halnya manusia,
dan mereka sama memerlukan tuntunan dari Yang Tercerahkan. Sang
Buddha adalah “guru para deva dan manusia” (satthā devamanussānaṃ),
dan walaupun terlahir di alam manusia, namun Beliau menjulang
melampaui para deva tertinggi dengan kebijaksanaan-Nya yang
tertinggi dan kesucian-Nya yang sempurna.Mereka hanyalah
makhluk yang lebih tinggi, bahagia dan bercahaya, yang sebelumnya
hidup di alam manusia dan terlahir kembali di alam surga karena
buah perbuatan baik mereka.Percakapan ini
membahas praktik-praktik etis seperti memberi, melayani orang
 lain,
dan tidak melukai; kesulitan-kesulitan dalam pelepasan keduniawian
dan kehidupan bermeditasi; upaya yang tekun; dukacita kehidupan
manusia dan perlunya kebebasan Tetapi kita
juga kadang-kadang menemukan kisah singkat, seperti kisah devatā
perempuan yang mencoba untuk menggoda Bhikkhu Samiddhi (1:20)
atau “para deva pencari kesalahan” yang menuduh Sang Buddha sebagai
munafik (1:35), atau kunjungan pada Sang Buddha oleh sekelompok
deva ketika kaki Beliau terluka oleh pecahan batu. (1:38).muncul kembali
sebagai vv.312-15, berasal dari Anāthapiṇḍika, kelahiran kembali di
alam surga si dermawan besar.
Contoh yang mudah diingat
dari teka-teki ini adalah tentang jenis membunuh yang disetujui oleh
Sang Buddha, yang jawabannya adalah membunuh kemarahan
Komentar
mengatakan bahwa sutta ini sangat unik dalam hal bahwa di sini
Sang Buddha tidak memuji usaha. Dalam saṃyutta ini kita juga
melihat dua deva muda bernama Veṇhu dan Siva (2:12 dan 2:21), yang
mungkin adalah model awal dari dewa India bernama Visnu dan Siva
(bentuk Sanskrit dari nama mereka); akan tetapi, teks kita jelas berasal
dari masa sebelum mereka menjadi dewa-dewa utama dari kepercayaan
Hinduisme. Sutta terakhir dalam bab ini (2:30) memperkenalkan
sekelompok deva muda yang dulunya adalah para siswa pesaing Sang
Buddha di India, yaitu Puraṇa Kassapa, Makkhali Gosāla, dan Nigaṇṭha
Nātaputta, guru-guru yang pandangan-pandangannya secara tegas
ditolak oleh Sang Buddha. Dengan demikian, agak membingungkan
bahwa para siswa mereka dapat terlahir kembali di alam surga,
khususnya karena kedua guru pertama mengajarkan ajaran seperti
anarkhisme moral dan fatalisme. Tetapi kesimpulan dalam sutta ini
adalah bahwa guru-guru itu adalah sama jauhnya dari ketinggian
orang suci sejati seperti serigala dengan singa.Samyuta Nikaya hal 49 Kedua sutta tentang penangkapan dewa bulan Candimā dan dewa matahari
Suriya memasukkan syair-syair yang berfungsi sebagai mantera untuk
mengakhiri gerhana bulan dan matahari (2:9, 10); di Sri Lanka kedua
sutta ini termasuk dalam Maha Pirit Pota, “Buku Perlindungan,” yang
terdiri dari sutta-sutta dan mantera-mantera yang dibacakan demi
perlindungan fisik maupun spiritual.
di Sri Lanka kedua
sutta ini termasuk dalam Maha Pirit Pota, “Buku Perlindungan,” yang
terdiri dari sutta-sutta dan mantera-mantera yang dibacakan demi
perlindungan fisik maupun spiritual.
(50) 1. Buku dengan Syair (Sagāthāvagga)
3. Kosalasaṃyutta
syair-syair Sang Buddha menjelaskan kepada Sang Raja
bahwa seorang perempuan mungkin lebih baik daripada seorang laki-
laki (3:16). Di tempat lain Sang Buddha menolak gagasan, yang digagas
oleh para brahmana, bahwa kelahiran adalah kriteria penting dalam
kemuliaan spiritual, sebaliknya menekankan bahwa tanda-tanda sejati
dari kemuliaan spiritual adalah kemurnian dan kebijaksanaan etis.
Mārasaṃyutta
Māra adalah Sang Jahat dalam Buddhisme, Penggoda dan Raja Indriawi
yang cenderung mengalihkan seseorang dari jalan kebebasan dan
menahan mereka dalam siklus kelahiran dan kematian berulang.
Kadang naskah-naskah menggunakan kata “Māra” dalam makna
metafora, yaitu mewakili penyebab belenggu psikologis seperti
keinginan dan nafsu (22:63-65) dan hal-hal eksternal yang olehnya kita
terbelenggu.Tetapi terbukti bahwa bidang pemikiran dari sutta-sutta
tidak menganggap Māra hanya sebagai personifikasi dari kelemahan
moral manusia, melainkan melihatnya sebagai sesosok dewa jahat
yang berusaha menggagalkan usaha dari mereka yang berniat untuk
memenangkan tujuan tertinggi. Bukti dari hal ini adalah perburuannya
atas Sang Buddha dan para Arahanta setelah pencerahan mereka, yang
tentu tidak dapat dipercaya jika ia hanya dianggap sekadar proyeksi
psikologis.Mārasaṃyutta dibuka di sekitar Pohon Bodhi segera setelah Sang
Buddha mencapai Penerangan Sempurna. Di sini Māra menantang
pengakuan Sang Buddha bahwa Beliau telah mencapai tujuan. Ia
mencela Sang Buddha karena meninggalkan jalan penyiksaan-diri (4:1),
mencoba menakut-nakuti Beliau dengan mengubah dirinya menjadi
bentuk-bentuk yang mengerikan (4:2), dan berusaha menghancurkan
keseimbangan Sang Buddha dengan memperlihatkan sosok-sosok
yang cantik dan menakutkan (4:3). Untuk memenangkan kontes ini
Sang Buddha hanya perlu menghentikan gertakan Māra, dengan
mengatakan bahwa Beliau mengenali lawan di hadapannya bukan lain
adalah Sang Jahat. Kemudian Māra lenyap, frustrasi dan bersedih.Māra juga tampil sebagai sosok yang sinis yang menyangkal bahwa
manusia dapat mencapai kesucian sempurna (4:4, 15). Beberapa
kali ia berusaha mengacaukan para bhikkhu ketika mereka sedang
mendengarkan khotbah Sang Buddha, tetapi setiap kali juga Sang
Buddha mengenalinya (4:16, 17, 19). Pada kesempatan lain Māra
berusaha menggoda Sang Guru dengan iming-iming kekuasaan duniawi,
tetapi Sang Buddha dengan tegas menolaknya (4:20). Yang secara
khusus mengesankan adalah Godhika Sutta (4:23), di mana Bhikkhu
Godhika, yang menderita penyakit yang menghalangi kemajuan
meditasinya, berencana untuk bunuh diri. Māra menampakkan dirinya
di depan Sang Buddha, memohon Beliau agar menghalangi siswanya
dari kebodohan demikian, tetapi Sang Guru memuji ketekunan pada
tujuan bahkan dengan taruhan kehidupan. Di akhir sutta ini Māra
dengan sia-sia mencari kesadaran kelahiran kembali Godhika, tidak
mengetahui bahwa bhikkhu itu telah mencapai Nibbāna dan padam
“dengan kesadaran tidak terbentuk.”
Kedua sutta terakhir dalam saṃyutta ini membawa kita kembali
ke lokasi pencerahan. Di sini kita pertama-tama melihat Māra dan
kemudian ketiga puteri Māra – Taṇhā, Arati, dan Ragā (Keinginan,
ketidak-puasan, dan Nafsu) – berusaha menemukan titik kelemahan
dalam diri Buddha yang baru tercerahkan, namun usaha mereka sia-
sia dan harus pergi dengan kecewa. (4:24, 25).5. Bhikhunīsaṃyutta
Bhikhunīsaṃyutta adalah suatu kumpulan dari sepuluh sutta
pendek dalam bentuk campuran prosa dan syair, tidak dibagi dalam
beberapa vagga. Pelaku utama semuanya adalah bhikkhunī. Walaupun
beberapa dari ketiga puluh tujuh syair juga terdapat dalam Therīgāthā
(dicantumkan dalam catatan dan daftar kata 1 (B)), sebuah penomoran
penting adalah unik dalam koleksi ini, sementara sering kali variasi-
variasi dalam versi paralel juga penting. Minimal satu bhikkhunī dalam
Bhikkhunīsaṃyutta, yaitu Vajirā, sama sekali tidak muncul dalam
Therīgāthā, perseteruan langsung antara Māra dengan bhikkhunī tertentu. Struktur
ini mungkin disebabkan karena penempatan Bhikkhunīsaṃyutta yang
segera setelah Mārasaṃyutta. Masing-masing sutta dalam koleksi
ini dimulai dengan seorang bhikkhunī yang melewatkan hari dalam
keterasingan meditasi. Kemudian Māra mendatanginya dengan sebuah
tantangan – suatu pertanyaan provokatif atau celaan – bermaksud
untuk menjatuhkannya dari konsentrasi.Apa yang tidak diketahui
oleh Māra adalah bahwa semua bhikkhunī itu adalah Arahanta yang
telah melihat dengan begitu mendalam ke dalam kebenaran Dhamma
sehingga tidak terjebak oleh muslihatnya. Bukannya kebingungan
akan tantangan Māra, Sang Bhikkhunī seketika menebak identitas
lawannya dan menjawab tantangan itu dengan jawaban tajam.Dalam suatu dialog antara Raja Indriawi dengan seorang bhikkhunī
yang menyendiri seseorang mungkin mengharapkan bahwa pada tiap-
tiap pembukaan oleh Māra adalah bertujuan sebagai godaan seksual.
Akan tetapi, ini hanya terjadi dalam beberapa sutta.Dialog Māra dengan Somā (5:2) menyuarakan anggapan India
kuno bahwa perempuan memiliki “hanya kebijaksanaan dua jari”
dan karena itu tidak dapat mencapai Nibbāna. Jawaban Somā adalah
peringatan keras bahwa pencerahan tidak bergantung pada jenis
kelamin melainkan pada kapasitas batin akan konsentrasi dan
kebijaksanaan, kualitas-kualitas yang dapat dimiliki oleh siapa pun
yang dengan sungguh-sungguh ingin menembus kebenaran. Dalam 5:3,
Māra mendatangi Kisāgotamī, seorang pahlawan dari kisah biji sawi yang terkenal, berusaha untuk membangkitkan naluri keibuannya
untuk melahirkan anak lagi. Demikianlah tantangannya menyentuh
sensualitas secara tidak langsung, keinginan utamanya adalah
ditujukan pada keinginan keibuan akan anak-anak.
6.Brahmāsaṃyutta
Brahmā adalah dewa tertinggi dari Brahmanisme awal, dianggap
sebagai pencipta alam semesta dan dihormati oleh para brahmana
dengan upacara pengorbanan dan ritual-ritual.Dalam konteks demikian kata “brahmā” digunakan sebagai suatu nama
yang benar, sering juga ditambah menjadi Mahābrahmā, “Brahmā
agung.” Sang Buddha menginterpretasikan ulang gagasan brahmā
dan mengubah sesosok dewa yang maha-kuasa dari para brahmana
menjadi sekelompok para dewa luhur yang berdiam di alam berbentuk yang ada banyak, dengan dimensi dan tingkat kekuasaan
yang bervariasi. Di dalam alam mereka, para brahmā berdiam dalam
kelompok-kelompok, dan Mahābrahmā (atau kadang-kadang brahmā
dengan nama yang lebih personal) terlihat sebagai pemimpin dari
kelompok itu, lengkap dengan para menteri dan pengikut Seperti
juga semua makhluk hidup, brahmā juga tidak kekal, masih terikat
pada lingkaran kelahiran kembali, walaupun kadang-kadang mereka
melupakan hal ini dan menganggap bahwa mereka abadi.sebagai sarana
untuk terlahir kembali di alam brahmā. Yaitu meditasi cinta kasih,
belas kasihan, kegembiraan altruistik, dan keseimbangan yang tanpa
batas (mettā, karuṇā, muditā, upekkhā).Ketika Māra menantang Selā
dengan sebuah pertanyaan tentang asal-mula kehidupan seseorang, ia
menjawab dengan sebuah puisi indah yang merangkum keseluruhan
ajaran sebab-akibat yang saling bergantungan dalam tiga syair empat
baris yang berhiaskan perumpamaan yang mencerahkan (5:9). Ia
mengajukan persoalan serupa kepada Vajirā, yang menjawab dengan
penjelasan mengagumkan dari ajaran bukan-diri, menggambarkan
sifat gabungan dari identitas personal dengan perumpamaan kereta
yang terkenal (5:10).Di satu pihak, brahmā-brahmā
tertentu digambarkan sebagai pelindung gagah berani atas pengajaran
Buddha dan sebagai pengikut Sang Guru yang berbakti. Tetapi tentu
saja karena usianya yang panjang dan tingginya mereka dalam
hirarki kosmis, maka para brahmā cenderung dikuasai kebodohan
dan keangkuhan; bahkan, kadang-kadang mereka menganggap
diri mereka adalah pencipta yang maha-kuasa dan penguasa alam
semesta.Samyutta Nikaya 56.
Brahmā yang paling menonjol dalam hal baktinya pada Sang
Buddha adalah Brahmā Sahampati, yang muncul beberapa kali dalam
SN. Segera setelah Penerangan Sempurna ia turun dari alamnya dan
muncul kembali di hadapan Sang Bhagavā untuk memohon agar Beliau
mengajarkan Dhamma kepada dunia (6:2), memuji seorang bhikkhu
Arahanta ketika mengumpulkan dana makanan (6:3), mencela Si Jahat.Devadatta (6:12), dan muncul kembali pada saat Parinibbāna Sang
Buddha, di mana ia melantunkan sebait syair dukacita (6:15). Ia juga
akan muncul kembali dalam saṃyutta lain (di 11:17; 22:80, 47:18, 43;
dan 48:57).
Brahmā berjenis bodoh diwakili oleh Brahmā Baka, yang
menganggap dirinya abadi dan harus dibebaskan dari pandangan ini
oleh Sang Guru (6:4). Pada kesempatan lain, sesosok brahmā tanpa
nama menganggap dirinya lebih superior daripada para Arahanta, dan
Sang Buddha bersama empat siswa besar mengunjungi alamnya untuk
mengubah pandangannya (6:5). Kita juga menyaksikan sebuah kontes
antara brahmā yang lengah, keras kepala dengan keangkuhannya, dan
dua temannya, pengikut Sang Buddha, yang melenyapkan ilusinya.(6:6). Sutta ke dua terakhir menunjukkan satu siswa dari Buddha masa
lampau Sikhī mengesankan seluruh kelompok brahmā yang sombong
dengan memperlihatkan kekuatan batinnya (6:14). Saṃyutta ini
juga menceritakan kisah sedih Bhikkhu Kokālika, seorang pengikut
Devadatta, yang mencoba untuk memfitnah siswa utama Sāriputta dan
Moggallāna dan terpaksa menerima akibat kamma dengan terlahir
kembali di neraka (6:9-10).
7. Brahmāṇasaṃyutta
Saṃyutta ini, mencatat percakapan Sang Buddha dengan para
brahmana, terdiri dari dua vagga, masing-masing dengan tema yang
berbeda. Dalam yang pertama semua brahmana yang mendatangi
Sang Buddha, sering kali dengan marah (7:1-4) atau dengan menghina
(7:7-9), kemudian begitu tergerak oleh kata-kata Beliau sehingga
mereka memohon penahbisan dan masuk ke dalam Saṅgha dan
“tidak lama setelahnya” mencapai Kearahatan.pengetahuan hukum kamma, dan pengetahuan hancurnya
noda-noda (7:8). Sutta terakhir menambahkan sentuhan humor,
yang masih dapat dikenali hingga sekarang, dengan menggambarkan
perbedaan antara tekanan kehidupan rumah tangga dan kebebasan
tanpa kekangan dari pelepasan keduniawian (7:10).mencoba untuk membangkitkan kembali dorongan
religiusnya. Jelas para devatā ini bukanlah makhluk-makhluk surgawi,
seperti yang kita temui dalam Devatāsaṃyutta, melainkan para peri
hutan, dan mereka sepertinya perempuan. Pada beberapa kesempatan.sang devatā keliru menafsirkan perilaku bhikkhu itu. Demikianlah
dalam 9:2 devatā itu datang dan mencela bhikkhu yang tertidur, tidak
menyadari bahwa bhikkhu itu telah mencapai Kearahatan, dan dalam
9:8 karena bergaul terlalu akrab dengan seorang perempuan, sekali lagi
tidak menyadari bahwa bhikkhu itu adalah seorang Arahanta (menurut
Komentar). Para Yakkha adalah makhluk kejam yang menghuni tempat-tempat
terpencil seperti hutan-hutan, gunung-gunung, dan gua-gua. Mereka
digambarkan berwajah menyeramkan dan cepat marah, tetapi jika
diberi persembahan dan dihormati maka mereka menjadi ramah dan
akan lebih melindungi orang daripada mencelakainya. Banyak altar
yang berbaris disepanjang perbatasan India Utara didirikan untuk
menghormati para yakkha dan mengharapkan kebaikan mereka.
Walaupun hidup dalam kesengsaraan namun mereka memiliki potensi
untuk tercerahkan dan dapat mencapai jalan dan buah kehidupan
spiritual.Dalam legenda Buddhis, para deva Tāvatiṃsa terus-menerus
diserang oleh para asura, raksasa, makhluk-makhluk yang memiliki
kesaktian dan ambisi kekerasan yang ingin menaklukkan mereka
dan mengambil alih wilayah mereka. Sakkasaṃyutta berulang-ulang
menceritakan Sakka dalam pertempurannya melawan para pemimpin
asura, Vepacitti dan Verocana. Kedua belah pihak dapat dilihat sebagai
melambangkan filosofi politis yang bergantian. Para pemimpin
asura lebih menyukai kekuasaan dengan kekerasan dan pembalasan
terhadap musuh-musuhnya; mereka menghalalkan penyerangan dan
memuji etika “kekuatan menciptakan kebenaran.” Sebaliknya Sakka,
teguh pada peraturan keadilan, sabar terhadap para penyerang, dan
perlakuan penuh belas kasihan terhadap pelaku kejahatan.Sakka dan para deva menghormati para petapa dan orang-orang
suci, para asura mencemooh mereka, dan demikianlah para petapa
membantu para deva dan mengutuk para asura (11:9, 10).
Dalam saṃyutta ini Sakka tampil sebagai pengikut awam yang
ideal. Ia mendapatkan posisinya sebagai penguasa para deva, sewaktu
ia masih seorang manusia, dengan memenuhi tujuh tekad yang mengandung nilai-nilai kebajikan seorang perumah tangga (11:11).
Pemahamannya akan kemuliaan Sang Buddha lebih rendah daripada
Brahmā Sahampati (11:17),tetapi dalam tiga sutta ia dengan tegas
menyatakan alasannya berbakti pada Buddha, Dhamma, Saṅgha, dan
bahkan pada perumah tangga yang baik (11:18-20). Dalam tiga sutta
terakhir, Sang Buddha menjadikan kesabaran dan sifat memaafkan
dari Sakka sebagai teladan bagi para bhikkhu (11:23-25).Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang
berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Kemudian,
pada larut malam, satu devatā tertentu, dengan keindahan memesona,
menerangi seluruh Hutan Jeta,“Tahukah Engkau, Yang Mulia, pembebasan, pelepasan, pengasingan
bagi makhluk-makhluk?”6
“Aku tahu, Teman, pembebasan, pelepasan, pengasingan bagi
makhluk-makhluk.”
“Tetapi dengan cara apakah, Yang Mulia, Engkau mengetahui
pembebasan, pelepasan, pengasingan bagi makhluk-makhluk?”
[Sang Bhagavā:]
2 “Dengan kehancuran total dari kegembiraan akan
kehidupan,7
Dengan padamnya persepsi dan kesadaran,
Dengan lenyapnya dan tenangnya perasaan: <4>
Demikianlah, Teman, Aku mengetahui bagi makhluk-
makhluk—
Pembebasan, pelepasan, dan pengasingan.”8Di Sāvatthī. Sambil berdiri di satu sisi, devatā itu mengucapkan syair
ini di hadapan Sang Bhagavā:
9 “Berapa banyakkah yang tidur, sementara [yang lainnya]
bangun?
Berapa banyakkah yang bangun, sementara [yang lainnya]
tidur?
Dengan berapa banyakkah seseorang mengumpulkan debu?
Dengan berapa banyakkah seseorang dimurnikan?”
[Sang Bhagavā:]
10 “Lima tertidur, sementara [yang lainnya] bangun;
Lima bangun, sementara [yang lainnya] tertidur.
Dengan lima hal, seseorang mengumpulkan debu,
Dengan lima hal, seseorang dimurnikan.”13 [4] <7>(7) Tidak Menembus
Di Sāvatthī. Sambil berdiri di satu sisi, devatā itu mengucapkan syair
ini di hadapan Sang Bhagavā:
11 “Mereka yang belum menembus hal-hal,Yang mungkin berpindah ke ajaran yang lain,
Tertidur lelap, mereka belum terbangun:
Sekarang adalah waktunya bagi mereka untuk bangun.”14
[Sang Bhagavā:]
12 “Mereka yang telah menembus hal-hal dengan baik,
Yang tidak mungkin berpindah ke ajaran yang lain,
Mereka yang telah bangun, telah mengetahui dengan benar,
Berjalan lurus di tengah-tengah yang tidak lurus.”15.(8) Kebingungan Total
Di Sāvatthī. Sambil berdiri di satu sisi, devatā itu mengucapkan syair
ini di hadapan Sang Bhagavā:
13 “Mereka yang bingung total terhadap hal-hal,
Yang mungkin berpindah ke ajaran yang lain,
Tertidur lelap, mereka belum terbangun:
Sekarang adalah waktunya bagi mereka untuk bangun.”
[Sang Bhagavā:]
14 “Mereka yang tidak bingung terhadap hal-hal,
Yang tidak mungkin berpindah ke ajaran yang lain,
Mereka yang telah bangun, telah mengetahui dengan benar,
Berjalan lurus di tengah-tengah yang tidak lurus.”
“Tidak ada penjinakan di sini bagi seseorang yang cenderung
pada kesombongan,
Juga tidak ada kebijaksanaan bagi yang tidak terkonsentrasi:
Walaupun berdiam sendirian di dalam hutan, lengah,
Seseorang tidak dapat menyeberang melewati alam
Kematian.”16
Mereka yang berdiam jauh di dalam hutan,
Damai, menjalani hidup suci,
Makan hanya satu kali sehari:
Mengapakah kulit mereka begitu cerah?”18
[Sang Bhagavā:]
18 “Mereka tidak meratapi masa lampau,
Juga tidak merindukan masa depan.
Mereka mempertahankan diri mereka dengan apa yang
ada sekarang:
Karena itu, kulit mereka begitu cerah.
19 “Dengan merindukan masa depan,
Dengan meratapi masa lampau,
Si dungu mengering dan layu
Bagaikan sebatang buluh hijau yang ditebang.”“’Mereka yang tidak mengetahui kebahagiaan
Yang belum pernah melihat Nandana,
Alam para dewa agung laki-laki
Dari kelompok Tiga Puluh Tiga.’
19 [6]
“Ketika ini diucapkan, para bhikkhu, satu devatā tertentu
menjawabnya dengan syair ini:
21 “’Tidakkah engkau tahu, Dungu,
Pepatah para Arahanta?
Semua bentukan adalah tidak kekal;
Bersifat muncul dan lenyap,
Setelah muncul, kemudian lenyap:
Penenangnya adalah kebahagiaan.’”20
Di Sāvatthī. Sambil berdiri di satu sisi, devatā itu mengucapkan syair
ini di hadapan Sang Bhagavā: <12>
22 “Ia yang memiliki anak, gembira karena anak-anaknya,
Ia yang memiliki sapi, gembira karena sapinya,Perolehan, sungguh adalah kegembiraan manusia;
Tanpa perolehan maka seseorang tidak bergembira.”21
[Sang Bhagavā:]
23 “Ia yang memiliki anak, bersedih karena anaknya,
Ia yang memiliki sapi, bersedih karena sapinya.
Perolehan, sungguh adalah kesedihan manusia;
Tanpa perolehan maka seseorang tidak bersedih.”“Tidak ada kasih sayang yang menyamai kasih sayang terhadap
anak,
Tidak ada kekayaan yang menyamai sapi,
Tidak ada cahaya yang menyamai matahari,
Di antara air, samudra adalah yang tertinggi.”22Sang Bhagavā:]
25 “Tidak ada kasih sayang yang menyamai kasih sayang terhadap
diri sendiri,
Tidak ada kekayaan yang menyamai padi,
Tidak ada cahaya yang menyamai kebijaksanaan,
Di antara air, hujan adalah yang tertinggi.” <13>“Khattiya adalah yang terbaik di antara makhluk berkaki
dua,
Banteng, adalah yang terbaik di antara makhluk berkaki
empat;
Seorang bidadari adalah yang terbaik di antara para istri,
Yang pertama lahir, adalah yang terbaik di antara para
putra.“Sang Buddha adalah yang terbaik di antara makhluk berkaki
dua,
Kuda, adalah yang terbaik di antara makhluk berkaki empat;
Perempuan yang patuh adalah yang terbaik di antara para
istri,
Putra yang patuh, adalah yang terbaik di antara para putra.”
[7]“Ketika siang hari berakhir
Dan burung-burung telah pulang, <14>
Hutan yang lebat mengeluh sendiri:
Betapa menakutkannya terlihat olehku!”24
29 “Ketika siang hari berakhir
Dan burung-burung telah pulang,
Hutan yang lebat mengeluh sendiri:
Betapa indahnya terlihat olehku!”
16 (6) Kantuk dan Kelesuan
30 “Kantuk, kelesuan, kemalasan, <15>
Tidak puas, ketumpulan setelah makan;
Karena hal ini, di antara makhluk-makhluk,
Jalan mulia tidak muncul.”
31 “Kantuk, kelesuan, kemalasan,
Tidak puas, ketumpulan setelah makan;
Ketika seseorang menyingkirkan hal ini dengan usaha,
Jalan mulia dibersihkan.”25
17 (7) Sulit untuk Dipraktikkan
32 “Kehidupan pertapaan adalah sulit untuk dipraktikkan
Dan sulit bagi yang tidak layak untuk menahankannya,
Karena banyak rintangan di sana
Yang harus dihadapi oleh si dungu.”
“Kehidupan pertapaan adalah sulit untuk dipraktikkan
Dan sulit bagi yang tidak layak untuk menahankannya,
Karena banyak rintangan di sana
Yang harus dihadapi oleh si dungu.”
“Berapa harikah seseorang dapat mempraktikkan hidup
bertapa
Jika ia tidak mengekang pikirannya?
Ia harus menghadapi dalam setiap langkah
Di bawah kendali kehendaknya.26
34 “Menarik ke dalam pikiran
Seperti seekor kura-kura menarik anggota badannya ke
dalam cangkangnya, <16>
Tidak bergantung, tidak mengganggu orang lain, padam
sepenuhnya,
Seorang bhikkhu tidak akan menyalahkan siapa pun.”2
Adakah seseorang di suatu tempat di dunia ini
Yang terkendali oleh rasa malu,
Ia yang menarik mundur dari celaan
Seperti yang dilakukan kuda yang baik dari cambuknya?”28
36 “Sangat sedikit yang terkendali oleh rasa malu
Yang selalu penuh perhatian;
Sedikit, yang telah mencapai akhir penderitaan,
Berjalan lurus di tengah-tengah yang tidak lurus.” [8] <17>
“Tidakkah Engkau memiliki sebuah gubuk kecil?
Tidakkah Engkau memiliki sebuah sarang kecil?
Tidakkah Engkau memiliki penyambung garis?
Apakah Engkau bebas dari belenggu?”
38 “Tentu saja Aku tidak memiliki gubuk kecil,
Tentu saja Aku tidak memiliki sarang kecil,
Tentu saja Aku tidak memiliki penyambung garis,
Tentu saja Aku bebas dari belenggu.Apakah yang Engkau pikir yang kusebut sebuah gubuk
kecil?
Apakah yang Engkau pikir yang kusebut sebuah sarang
kecil?
Apakah yang Engkau pikir yang kusebut penyambung garis?
Apakah yang Engkau pikir yang kusebut belenggu?”30
40 “Adalah seorang ibu, yang engkau sebut gubuk kecil,
Seorang istri, yang engkau sebut sarang kecil, <18>
Putra, yang engkau sebut penyambung garis,
Keinginan, yang engkau sebut belenggu.”
41 “Baik sekali Engkau tidak memiliki gubuk kecil,
Baik sekali Engkau tidak memiliki sarang kecil,
Baik sekali Engkau tidak memiliki penyambung garis,
Baik sekali Engkau bebas dari belenggu.”“Tanpa bersenang-senang engkau mencari makanan,
Bhikkhu,
Engkau tidak mencari makanan setelah engkau bersenang-
senang.
Pertama-tama bersenang-senang, Bhikkhu, kemudian carilah
makanan
Jangan biarkan waktu melewatimu!” [9]“Aku tidak tahu apakah waktu itu;
Waktu itu tersembunyi dan tidak dapat dilihat.
Karena itu, tanpa bersenang-senang, aku mencari
makanan;
Tidak membiarkan waktu melewatiku!”32
Kemudian devatā itu turun ke tanah dan berkata kepada Yang
Mulia Samiddhi: “Engkau telah meninggalkan keduniawian sejak
muda, Bhikkhu, seorang pemuda berambut hitam, memiliki berkah
kemudaan, dalam masa prima, tanpa pernah terlibat dalam kenikmatan
indria. Nikmatilah kenikmatan indria manusia, Bhikkhu, jangan
lepaskan apa yang telah terlihat secara langsung untuk mengejar apa
yang memerlukan waktu lama.”“Aku tidak melepaskan apa yang terlihat secara langsung, Teman,
untuk mengejar apa yang memerlukan waktu lama. Aku telah
melepaskan apa yang memerlukan waktu yang lama untuk mengejar
apa yang terlihat secara langsung. <20> Karena Sang Bhagavā, Teman,
telah menyatakan bahwa kenikmatan indria adalah membuang-
buang waktu, penuh penderitaan, penuh keputusasaan, dan bahaya
di dalamnya lebih besar, sedangkan Dhamma adalah terlihat secara
langsung, segera, mengundang seseorang untuk datang dan melihat,
dapat diterapkan, untuk dialami secara pribadi oleh para bijaksana.”
“Jika engkau memahami, Makhluk halus, bicaralah.”
“Aku tidak memahami secara terperinci, Yang Mulia, makna dari
apa yang dinyatakan secara singkat oleh Sang Bhagavā. Mohon, Yang
Mulia, mohon Sang Bhagavā menjelaskan kepadaku dengan cara yang
dapat kupahami secara terperinci makna dari apa yang Beliau nyatakan
secara singkat.” [12]
[Sang Bhagavā:]
48 “Seseorang yang menganggap ‘Aku sama, lebih baik, atau lebih buruk,’
Dapat karena hal itu, terlibat dalam perselisihan.
Tetapi seseorang yang tidak tergoyahkan dalam tiga
pembedaan ini
Tidak berpikir, ‘aku sama atau lebih baik.’
37 <25>[Sang Bhagavā:]
49 “Ia meninggalkan pengakuan, tidak sombong;38
Ia memotong keinginan di sini akan jasmani-dan-batin.
Walaupun para dewa dan manusia mencarinya
Di sini dan di tempat lainnya, di surga dan di seluruh alam,
Mereka tidak menemukan ia yang telah memotong ikatan,
Ia yang tidak mengalami kesulitan, bebas dari keinginan.
“Jika engkau memahami, Makhluk halus, bicaralah.”
“Aku memahaminya secara terperinci, Yang Mulia, makna dari apa
yang dinyatakan secara singkat oleh Sang Bhagavā sebagai berikut:
<26>
50 “Seseorang tidak boleh melakukan kejahatan di semua
alam,
Tidak melalui ucapan, pikiran, atau jasmani.
Setelah meninggalkan kenikmatan indria,
Penuh perhatian dan memahami dengan jelas,
Ia tidak boleh mengejar jalan
Yang menyakitkan dan membahayakan.”39 “Ia tidak menyentuh seseorang yang tidak menyentuh,
Namun akan menyentuh seseorang yang menyentuh.
Oleh karena itu, ia menyentuh seseorang yang menyentuh.
Seorang yang menyerang orang yang tidak bersalah.”41
“Seseorang yang mantap dalam moralitas, bijaksana,
Mengembangkan batin dan kebijaksanaan,
“Kusut di dalam, kusut di luar,
Generasi ini terjerat dalam kekusutan.Aku bertanya kepada-Mu, O, Gotama,
Siapakah yang mampu menguraikan kekusutan ini?”43.Samyutta Nikaya 77
Seorang bhikkhu yang tekun dan waspada:
Ia mampu menguraikan kekusutan ini.44.“Mereka yang mana nafsu dan kebencian
Bersama dengan kebodohan telah dihapuskan,
Para Arahanta dengan noda terhancurkan:
Bagi mereka, kekusutan telah diuraikan.45.“Dari apa pun seseorang mengekang pikiran,
Dari itu tidak ada penderitaan menghampirinya. <30>
Seseorang harus mengekang pikirannya dari segala
sesuatu,
Maka ia terbebas dari segala penderitaan.”
60. “Seseorang tidak perlu mengekang dari segala sesuatu,
Ketika pikirannya telah terkendali.
Dari apa pun yang mendatangkan kejahatan,
Dari itu seseorang harus mengekang pikirannya.”47.
“Jika seorang bhikkhu adalah seorang Arahanta, <31>
Sempurna, dengan noda-noda yang telah dihancurkan,
Seseorang yang membawa jasmani terakhirnya,
Ia mungkin masih mengatakan, ‘Aku berkata’
Dan ia mungkin berkata, ‘Mereka berkata kepadaku.’
Terampil, mengetahui bahasa duniawi,
Ia menggunakan kata-kata hanya sekedar ungkapan.”49.“Jika seorang bhikkhu adalah seorang Arahanta,
Sempurna, dengan noda-noda yang telah dihancurkan,
Seseorang yang membawa jasmani terakhirnya,
Apakah karena keangkuhan
Maka ia berkata, ‘Aku berkata,’
Maka ia berkata, ‘Mereka berkata kepadaku’?”50.“Ada berapakah sumber cahaya di dunia ini
Yang dengannya dunia ini diterangi?
Kita harus bertanya kepada Sang Bhagavā
Bagaimana memahami hal ini?”
66. “Ada empat sumber cahaya di dunia ini;Tidak ada yang ke lima.
Matahari bersinar di siang hari,
Bulan bersinar di malam hari,
67. Dan api menyala di sana-sini
Baik di siang hari maupun di malam hari.
Namun Sang Buddha adalah yang terbaik dari semua cahaya
itu: <33>
Beliau adalah cahaya yang tidak terlampaui.”“Dari manakah arus berbalik?
Di manakah lingkaran tidak lagi berputar?
Di manakah nama-dan-bentuk lenyap,
Berhenti tanpa sisa?”
69. “Di mana air, tanah, api, dan udara,
Tidak mendapatkan tempat berpijak:
Dari sinilah arus berbalik,
Di sini lingkaran tidak lagi berputar;
Di sini nama-dan-bentuk lenyap,
Berhenti tanpa sisa.”52“Setelah meninggalkan rumah mereka,Setelah meninggalkan anak-anak tersayang dan ternak
mereka,
Meninggalkan nafsu dan kebencian, <35>
Setelah menghapuskan kebodohan –
Sang Arahanta dengan noda yang telah dihancurkan
Adalah mereka di dunia ini yang tidak lagi ketagihan.”
[16].
“Memiliki empat roda dan sembilan pintu,
Dipenuhi dan dilingkupi dengan keserakahan,
Terlahir dari lumpur, O, Pahlawan besar!
Bagaimanakah seseorang membebaskan diri dari sana?”55
75. “Setelah memotong kulit pengikat dan tali pengikat,
Setelah memotong keinginan jahat dan keserakahan,
Setelah mencabut keserakahan sampai ke akarnya:
Demikianlah seseorang membebaskan diri dari sana.”56
“Setelah mendatangi, kami mengajukan pertanyaan
Pahlawan semampai dengan kaki rusa.
Tanpa keserakahan, hidup dengan sedikit makanan,
Mengembara sendirian bagaikan seekor singa atau nāga
Tanpa memedulikan kenikmatan indria:
Bagaimanakah seseorang terbebas dari penderitaan?”57
77. “Lima jerat kenikmatan indria di dunia ini,
Dengan pikiran sebagai yang ke enam:
Setelah melenyapkan keinginan di sini
Demikianlah seseorang terbebas dari penderitaan.”58
“Seseorang harus bergaul hanya dengan orang yang baik; <38>
Dengan orang baik, seseorang harus menjalin keakraban.
Setelah mendengarkan Dhamma sejati dari orang yang
baik,
Seseorang menjadi lebih baik, tidak mungkin lebih buruk.”“Seseorang harus bergaul hanya dengan orang yang baik;
Dengan orang baik, seseorang harus menjalin keakraban.
Setelah mendengarkan Dhamma sejati dari orang yang
baik,
Kebijaksanaan diperoleh, tetapi bukan dari orang lain.”60.“Seseorang harus bergaul hanya dengan orang yang baik;
Dengan orang baik, seseorang harus menjalin keakraban.
Setelah mendengarkan Dhamma sejati dari orang yang
baik, <39>
Seseorang tidak akan bersedih di tengah-tengah orang yang
bersedih.”“Melalui kekikiran dan kelalaian
Sesuatu benda tidak akan diberikan.
Seseorang yang mengetahui, menginginkan jasa, <40>
Tentu harus memberikan sesuatu.”.
“Apa yang ditakuti oleh si kikir ketika ia tidak memberi
Adalah bahaya yang mendatangi ia yang tidak memberi.
Lapar dan haus yang ditakuti oleh si kikir
Menimpa si dungu di dunia ini dan berikutnya.
87. “Oleh karena itu, setelah melenyapkan kekikiran,
Penakluk noda harus memberi.63
Perbuatan baik adalah penyokong makhluk hidup
[Ketika mereka terlahir] di dunia lain.”“Mereka tidak mati di antara orang mati
Yang, bagaikan pengembara di jalan,
Memberi walaupun memiliki sedikit:
Ini adalah prinsip kuno.64 <41>.“Orang jahat tidak meniru orang baik,
Yang memberikan apa yang sulit diberikan
Dan melakukan perbuatan yang sulit dilakukan:
Dhamma orang baik adalah sulit diikuti.“Beberapa orang memberi sedikit dari yang mereka miliki,
Orang lain yang berkecukupan tidak suka memberi.
Persembahan yang diberikan oleh orang yang memiliki
sedikit
Bernilai seribu kali lipat dari nilainya.Samyutta Nikaya hal 84” [19].Kemudian devatā lainnya mengucapkan syair ini di hadapan Sang
Bhagavā:
90. “Orang jahat tidak meniru orang baik,
Yang memberikan apa yang sulit diberikan
Dan melakukan perbuatan yang sulit dilakukan:
Dhamma orang baik adalah sulit diikuti.Samyutta Nikaya hal 85
91. “Oleh karena itu, alam kelahiran kembali setelah kematian
mereka
Berbeda antara orang baik dan orang jahat:
Yang jahat pergi ke neraka,
Yang baik menuju ke surga.”Samyutta Nikaya hal 85
92.“Jika seseorang mempraktikkan Dhamma,
Walaupun mengumpulkannya sedikit demi sedikit,
Jika sewaktu menyokong istrinya
Ia memberikan dari sedikit yang ia miliki,
Maka seratus ribu persembahan
Dari mereka yang mengorbankan seribu
Tidak sebanding dengan sebagian kecil
[Dari persembahan] yang diberikan olehnya.”65.“Mengapakah pengorbanan mereka, yang banyak dan
mewah,
Tidak sebanding dengan pemberian seorang yang baik?
Mengapakah seratus ribu persembahan
Dari mereka yang mengorbankan seribu
Tidak sebanding dengan sebagian kecil
[Dari persembahan] yang diberikan olehnya?”“Karena mereka memberikan selagi berdiam dalam
ketidakbajikan,
Setelah menganiaya dan membunuh, menyebabkan
penderitaan,
Persembahan mereka—menyedihkan, penuh dengan
kekerasan—
Tidak sebanding dengan pemberian dari seorang yang baik.
<43>
Itulah mengapa seratus ribu persembahan
Dari mereka yang mengorbankan seribu
Tidak sebanding dengan sebagian kecil
[Dari persembahan] yang diberikan olehnya.” [20].Memberi adalah baik, Yang Mulia!”
95. “Melalui kekikiran dan kelalaian
Sesuatu benda tidak akan diberikan
Seseorang yang mengetahui, menginginkan jasa,
Tentu harus memberikan sesuatu.”
Kemudian devatā lainnya mengucapkan ucapan inspiratif ini di
hadapan Sang Bhagavā:
“Memberi adalah baik, Yang Mulia!”
Dan lebih jauh lagi:
“Bahkan ketika memiliki sedikit, memberi adalah baik.
<44>.“Beberapa orang memberi sedikit dari yang mereka miliki,
Orang lain yang berkecukupan tidak suka memberi.
Persembahan yang diberikan oleh orang yang memiliki
sedikit
Bernilai seribu kali lipat dari nilainya.Samyutta Nikaya hal 87.
“Memberi adalah baik, Yang Mulia!”
Dan lebih jauh lagi:
“Ketika dilakukan dengan keyakinan, memberi adalah
baik.”“Memberi dan berperang adalah serupa, kata mereka:
Sedikit orang baik menaklukkan banyak orang.
Jika seseorang dengan keyakinan memberi bahkan hanya
sedikit,
Ia karenanya akan berbahagia di dunia lain.Memberi adalah baik, Yang Mulia!
Bahkan ketika memiliki sedikit, memberi adalah baik. [21]
Juga, ketika dilakukan dengan keyakinan, memberi adalah
baik.”
Dan lebih jauh lagi:
“Pemberian dari perolehan benar adalah juga baik. <45>
98. “Ketika ia memberikan sesuatu dari perolehan benar
Yang diperoleh dengan daya dan upaya,
Setelah menyeberangi Sungai Vetaraṇi Yama,
Ia tiba di alam surga.”67.
“Memberi adalah baik, Yang Mulia!
Bahkan ketika memiliki sedikit, memberi adalah baik.
Juga, ketika dilakukan dengan keyakinan, memberi adalah
baik.
Pemberian dari perolehan benar adalah juga baik.”
Dan lebih jauh lagi:
“Memberi dengan membedakan adalah juga baik.68.
“Seseorang yang mengembara dengan tidak menyakiti
makhluk-makhluk hidup
Tidak mengalami rasa takut akan celaan orang lain.
Dalam hal itu, mereka memuji ketakutan itu, bukan
keberaniannya.
Karena dengan bebas dari rasa takut, orang baik tidak
melakukan kejahatan.”“Tentu saja memberi dipuji dalam berbagai cara,
Namun Jalan Dhamma melampaui perbuatan memberi.
Karena di masa lalu dan bahkan jauh di masa lalu,
Orang-orang baik dan bijaksana mencapai Nibbāna.”69.“Kesengsaraan timbul dari keinginan; penderitaan
timbul dari keinginan. Dengan melenyapkan keinginan, kesengsaraan
dilenyapkan; dengan melenyapkan kesengsaraan, penderitaan
dilenyapkan.”71.[Sang Bhagavā:]
103. “Bukan kenikmatan indria, hal-hal menarik di dunia:
Kenikmatan manusia adalah niat terhadap nafsu. <48>
Hal-hal menarik tetap sebagaimana adanya di dunia Tetapi para bijaksana melenyapkan keinginan
terhadapnya “Ia meninggalkan pandangan, tidak angkuh;
Ia memotong keserakahan di sini terhadap nama-dan- bentuk.
Walaupun para dewa dan manusia mencarinya
Di sini dan di sana, di alam surga dan di semua alam,
Mereka tidak akan menemukan ia yang telah memotong
simpul,
Yang tidak tergoyahkan, bebas dari keinginan.”Jika para dewa dan manusia tidak melihat
Ia yang terbebas di sini dan di sana,“
[Kata Yang Mulia Mogharāja],
Apakah mereka dipuji oleh ia yang menghormatinya,
Orang-orang terbaik, mengembara demi kebaikan
manusia?“Bukan hanya dengan ucapan dan juga bukan dengan
mendengarkan
Seseorang memperoleh kemajuan dalam jalan praktik yang
kokoh ini
Yang dengannya para bijaksana, para meditator,
Terbebaskan dari belenggu Māra.
Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Sāvatthī di
Hutan Jeta, di Taman Anāthapiṇḍika. Kemudian, pada larut malam,
sejumlah devatā penghuni Satullapa, dengan keindahan yang
memesona, menerangi seluruh Hutan Jeta, mendekati Sang Bhagavā.
Setelah mendekat, mereka memberi hormat kepada Sang Bhagavā dan
berdiri di satu sisi.
Kemudian salah satu devatā, sambil berdiri di satu sisi, mengucapkan
syair ini di hadapan Sang Bhagavā:
“Keyakinan adalah pendamping seseorang;
Jika kurangnya keyakinan tidak ada,
Kemasyhuran dan ketenaran akan mendatanginya, <54>
Dan ia akan pergi ke alam surga saat meninggalkan tubuh.“Seseorang harus meninggalkan kemarahan, melepaskan
keangkuhan,
Melampaui semua belenggu.
Tidak ada ikatan yang menyiksa ia yang tidak memiliki
apa-apa,
Yang tidak melekat pada nama-dan-bentuk.”81.“Jangan menyerah pada kelalaian,
Jangan berdekatan dengan kenikmatan indria.
Karena mereka yang tekun, bermeditasi,
Mencapai kebahagiaan tertinggi.” [26].Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang
berdiam di antara orang-orang Sakya di Kapilavatthu, di Hutan Besar
bersama dengan sejumlah besar Saṅgha para bhikkhu, dengan lima
ratus bhikkhu yang semuanya adalah Arahanta.8.Kemudian, secepat seorang kuat merentangkan tangannya yang
terlipat atau melipat tangannya yang terentang, para devatā itu
lenyap dari antara para dewa di Alam Murni <56> dan muncul kembali
di hadapan Sang Bhagavā. Kemudian para devatā itu memberi hormat
kepada Sang Bhagavā dan berdiri di satu sisi. Sambil berdiri di satu sisi,
salah satu devatā mengucapkan syair ini di hadapan Sang Bhagavā:
121. “Kumpulan besar terjadi di dalam hutan,
Para dewa telah berkumpul.
Kami datang pada kumpulan Dhamma ini
Untuk melihat Saṅgha yang tidak terkalahkan.”Mereka telah meluruskan pikiran mereka.
Bagaikan kusir yang memegang tali kekang,
Para bijaksana menjaga indria mereka.” [27]Kemudian devatā lainnya mengucapkan syair ini di hadapan Sang
Bhagavā:
123. “Setelah memotong kegersangan, memotong jeruji
rintangan,
Setelah mencabut tonggak-tonggak indria, tidak
tergoyahkan,
Mereka mengembara dengan murni dan tanpa noda,
Para Nāga muda dijinakkan dengan baik oleh Yang Memiliki
Penglihatan.Kemudian devatā lainnya mengucapkan syair ini di hadapan Sang
Bhagavā:
124. “Mereka yang telah berlindung pada Buddha
Tidak akan pergi ke alam sengsara.
Saat melepaskan tubuh manusia,
Mereka akan bergabung dengan para dewa.”85.Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang
berdiam di Rājagaha di Taman Rusa Maddakucchi. Pada saat itu,
kaki Sang Buddha terluka oleh pecahan batu.86 Kesakitan luar biasa
menyerang Sang Bhagavā—perasaan jasmani yang sangat sakit,
menyiksa, tajam, menusuk, mengerikan, tidak menyenangkan. Tetapi
Sang Bhagavā menahannya, penuh perhatian dan dengan pemahaman
jernih, tanpa menjadikannya sebagai penderitaan.Kemudian Sang
Bhagavā melipat menjadi empat bagian jubah luar-Nya, dan Beliau
berbaring di sisi kanan dalam posisi singa dengan satu kaki di atas kaki
lainnya, penuh perhatian dan dengan pemahaman jernih. <58>.
Kemudian, pada larut malam, tujuh ratus devatā penghuni Satullapa,
dengan keindahan yang memesona, menerangi seluruh Taman Rusa.
Maddakucchi, mendekati Sang Bhagavā. Setelah mendekat, mereka
memberi hormat kepada Sang Bhagavā dan berdiri di satu sisi.
Kemudian salah satu devatā, sambil berdiri di satu sisi, mengucapkan
ucapan inspiratif ini di hadapan Sang Bhagavā: [28] “Petapa Gotama
sesungguhnya adalah nāga, Yang Mulia! Dan ketika perasaan jasmani
muncul yang menyakitkan, menyiksa, tajam, menusuk, mengerikan,
tidak menyenangkan, dengan gaya-Nya yang menyerupai nāga, Kemudian devatā lainnya mengucapkan ucapan inspiratif ini di
hadapan Sang Bhagavā: “Petapa Gotama sesungguhnya adalah singa,
Yang Mulia! Dan ketika perasaan jasmani muncul yang menyakitkan,
menyiksa, tajam, menusuk, mengerikan, tidak menyenangkan, dengan
gaya-Nya yang menyerupai singa, Beliau menahankannya, dengan
penuh perhatian dan dengan pemahaman jernih, tanpa menjadikannya
sebagai penderitaan.”Kemudian devatā lainnya mengucapkan ucapan inspiratif ini di
hadapan Sang Bhagavā: “Petapa Gotama sesungguhnya adalah seorang
yang berdarah murni.
125. Walaupun para brahmana terpelajar dalam lima Veda
Melakukan praktik keras selama seratus tahun,Batin mereka tidak terbebaskan dengan benar:
Mereka yang rendah tidak mencapai pantai seberang. 89.Mereka tenggelam dalam keserakahan, terikat pada
sumpah dan aturan,
Melakukan praktik keras selama seratus tahun,
Namun batin mereka tidak terbebaskan dengan benar:
Mereka yang rendah tidak mencapai pantai seberang.
127. Tidak ada penjinakan di sini bagi seseorang yang gemar
akan keangkuhan,
Juga tidak ada kebijaksanaan bagi mereka yang tidak
terkonsentrasi:
Walaupun berdiam sendirian di dalam hutan, lengah, <61>
Ia tidak dapat menyeberang melampaui alam kematian.
128. Setelah meninggalkan keangkuhan, terkonsentrasi baik,
Dengan batin yang mulia, terbebaskan di mana pun:
Selagi berdiam sendirian di dalam hutan, tekun
Ia dapat menyeberang melampaui alam kematian. “Sebelumnya aku hanya mendengar bahwa Dhamma
Hanya dicapai oleh Ia yang memiliki Penglihatan;
Tetapi sekarang aku mengetahuinya sebagai saksi
Sewaktu Sang Bijaksana, Yang Sempurna, mengajarkan.
131. “Orang-orang dungu itu yang sibuk
Mengkritik Dhamma mulia
Menuju Neraka Roruva yang mengerikan
Dan mengalami penderitaan dalam waktu yang lama.93.
Samyutta Nikaya hal 98
132. “Tetapi mereka yang memiliki kedamaian dan penerimaan
 Sehubungan dengan Dhamma mulia,
Saat meninggalkan jasmani manusia,
Akan bergabung dengan para dewa.”94.“Seseorang seharusnya tidak melakukan kejahatan di seluruh
dunia, <64>Tidak melalui ucapan, pikiran, atau jasmani.
Setelah meninggalkan kenikmatan indria,
Penuh perhatian dan pemahaman jernih,
Ia seharusnya tidak melanjutkan jalan
Yang menyakitkan dan berbahaya.”
Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang
berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, di Taman Anāthapiṇḍika. Kemudian
pada larut malam, satu devatā dengan keindahan memesona,
menerangi seluruh Hutan Jeta, mendekati Sang Bhagavā. <65> Setelah
mendekat, ia memberi hormat kepada Sang Bhagavā, berdiri di satu
sisi, dan mengucapkan syair-syair ini di hadapan Sang Bhagavā:
“Memberikan makanan, seseorang memperoleh kekuatan;
Memberikan pakaian, seseorang memperoleh kecantikan;
Memberikan kendaraan, seseorang memperoleh
kemudahan;
Memberikan pelita, seseorang memperoleh penglihatan.
143. “Seorang yang memberikan tempat tinggal
Adalah pemberi segalanya.
Tetapi seorang yang mengajarkan Dhamma
Adalah pemberi Keabadian.”“Gema suara sekumpulan bidadari,
Dibayangi oleh sekumpulan siluman!
Hutan ini disebut ‘menipu’:
Bagaimana seseorang membebaskan diri darinya?”100
150. “’Jalan lurus’ adalah bagaimana jalan itu disebut,
Dan ‘tanpa ketakutan’ adalah tujuannya.
Kereta itu disebut ‘tidak berguncang’,
Cocok dengan roda-roda keadaan baik.
151. “Rasa malu adalah papan sandaran,
Perhatian adalah penyokongnya;“Seseorang yang memiliki kendaraan seperti itu—
Baik laki-laki maupun perempuan—
Telah, dengan menggunakan kereta ini,
Tertarik mendekati Nibbāna.”102.
Bagi siapakah jasa selalu meningkat,
Pada siang dan malam hari?
Siapakah orang-orang yang menuju ke surga,
Mantap dalam Dhamma, memiliki moralitas?”
154. “Mereka yang membangun taman atau hutan,
Orang-orang yang membangun jembatan,
Tempat untuk minum dan sumur,
Mereka yang memberikan tempat tinggal:103.“Bagi mereka, jasa selalu meningkat,
Pada siang dan malam hari;
Mereka adalah orang-orang yang menuju ke surga,
Mantap dalam Dhamma, memiliki moralitas.” <71>[Sang Bhagavā:]
162. “Mereka yang kikir, di sini, di dunia ini,
Orang-orang pelit, pencaci,
Orang-orang yang membuat rintangan
Bagi orang lain yang suka memberikan persembahan:
Mereka akan terlahir kembali di neraka,
Di alam binatang atau alam Yama.106.“Mereka yang kikir, di sini, di dunia ini,
Orang-orang pelit, pencaci,
Orang-orang yang membuat rintangan
Bagi orang lain yang suka memberikan persembahan:
Mereka akan terlahir kembali di neraka,
Di alam binatang atau alam Yama.106
163. “Jika mereka kembali ke alam manusia
Mereka akan terlahir dalam keluarga miskin <73>
Di mana pakaian, makanan, dan aktivitas olahraga
Diperoleh dengan susah-payah.“Bagi mereka yang terlahir di alam manusia
Ramah dan dermawan,
Yakin dalam Buddha dan Dhamma
Dan sangat menghormati Sangha:
Orang-orang ini menerangi alam surga
Di mana mereka akan terlahir kembali.107 [35].“Jika mereka kembali ke alam manusia
Mereka akan terlahir kembali dalam keluarga kaya
Di mana pakaian, makanan, dan aktivitas olahraga
Diperoleh tanpa susah-payah.“Mereka bergembira bagaikan para dewa yang
mengendalikan
Barang-barang yang dikumpulkan oleh orang lain.108
Ini adalah akibat dalam kehidupan ini;
Dan kelahiran yang baik di masa depan.” <75>.Di masa lampau, aku adalah pengrajin tembikar,
Ghaṭīkāra di Vehaḷiṅga.
Saat itu, aku menyokong ibu dan ayahku
Sebagai pengikut awam dari Buddha Kassapa” [36].“
178.Aku menghindari hubungan seksual,
Aku hidup selibat, bebas dari ikatan jasmani.
Aku adalah teman sedesa-Mu,
Di masa lampau, aku adalah sahabat-Mu.
179. “Aku adalah yang mengetahui
Tujuh bhikkhu yang telah bebas ini,
Yang dengan nafsu dan kebencian dihancurkan seluruhnya
telah menyeberangi kemelekatan terhadap dunia.”“Demikianlah pada waktu itu,
Seperti yang engkau katakan, O, Bhaggava:114
Di masa lampau, engkau adalah pengrajin tembikar, <78>
Ghaṭīkāra di Vehaḷiṅga.
Engkau menyokong ibu dan ayahmu
Sebagai pengikut awam dari Buddha Kassapa.
181. “Engkau menghindari hubungan seksual,
Engkau hidup selibat, bebas dari ikatan jasmani.Engkau adalah teman sedesa-Ku,
Di masa lampau, engkau adalah sahabat-Ku.”Anak-anak adalah penyokong manusia,
Seorang istri adalah pendamping terbaik;
Makhluk-makhluk yang berdiam di bumi
Mempertahankan hidup mereka dengan hujan.”118 <82>
55 (5) Menghasilkan (1)
191. “Apakah yang menghasilkan seseorang?
Apakah yang ia miliki yang berlarian?
Apakah yang memasuki saṃsāra?
Apakah ketakutan terbesarnya?” <83>
192. “Adalah keserakahan yang menghasilkan seseorang;
Pikirannya yang berlarian;
“Setelah membunuh kemarahan, seseorang tidur dengan
lelap;
Setelah membunuh kemarahan, seseorang tidak bersedih;
Pembunuhan kemarahan, O, Devatā,
Dengan akarnya yang beracun dan pucuknya yang
bermadu:
Inilah pembunuhan yang dipuji oleh para mulia,
Karena setelah membunuhnya, seseorang tidak
bersedih.”128.“Oleh keinginan, dunia ini terkepung;
Dengan melenyapkan keinginan, dunia ini terbebaskan.
Keinginan adalah apa yang harus ditinggalkan oleh
seseorang <92>
Untuk memotong semua belenggu.” [41].
“Sebuah bendera adalah penanda dari sebuah kereta;
Asap adalah penanda dari api;
Raja adalah penanda suatu kerajaan;
Seorang suami adalah penanda dari seorang perempuan.”“Keyakinan adalah harta terbaik seseorang;
Dhamma yang dipraktikkan dengan baik membawa
kebahagiaan;
Kebenaran adalah yang termanis dari segala rasa; <95>
Seseorang yang hidup dengan kebijaksanaan dikatakan
hidup yang terbaik.”130.“Benih adalah yang terbaik dari segala sesuatu yang naik;
Hujan melampaui segalanya yang turun;
Sapi adalah yang terbaik dari segala sesuatu yang
mengembara;
Putra adalah pembabar yang terbaik.”131.“Pengetahuan adalah yang terbaik dari segala sesuatu yang
naik;
Kebodohan adalah yang terbaik dari segalanya yang turun;
Saṅgha adalah yang terbaik dari segala sesuatu yang
mengembara;
Pembabar yang terbaik adalah Sang Buddha.”132.
“Bentuk fisik makhluk-makhluk hidup mengalami
kerusakan,
Nama dan suku mereka tidak mengalami kerusakan.
Nafsu dikatakan sebagai jalan menyimpang,
Keserakahan adalah rintangan bagi kondisi [yang
bermanfaat].“Kehidupan mengalami kehancuran siang dan malam;
Perempuan adalah noda bagi kehidupan suci:
Di sinilah di mana para lelaki terjebak.
Praktik keras dan kehidupan suci—
Itu adalah mandi tanpa air. <98>“Ada enam retakan di dunia
Di mana pikiran tidak dapat berdiri kokoh:
Kemalasan dan kelengahan,
Ketumpulan, kurangnya pengendalian-diri,
Kantuk dan kelesuan—
Hindarilah retakan-retakan ini sepenuhnya.“Keterampilan adalah kekuasaan di dunia;136
Seorang perempuan mendapat peringkat sebagai benda
terbaik;
Di dunia ini, kemarahan adalah pedang berkarat;
Pencuri di dunia ini dianggap sebagai wabah.137
“Keterampilan adalah kekuasaan di dunia;136
Seorang perempuan mendapat peringkat sebagai benda
terbaik;
Di dunia ini, kemarahan adalah pedang berkarat;
Pencuri di dunia ini dianggap sebagai wabah.137.“Apakah yang seharusnya tidak diberikan oleh ia yang
mencintai kebaikan?
Apakah yang seharusnya tidak dilepaskan oleh seseorang
yang bermoral?
Apakah yang seharusnya dilepaskan seseorang jika itu
adalah sesuatu yang baik,
Tetapi tidak dilepaskan jika itu adalah sesuatu yang
buruk?”
244. “Seseorang seharusnya tidak memberikan dirinya sendiri;
<100>
Ia seharusnya tidak melepaskan dirinya sendiri.138
Seseorang seharusnya melepaskan ucapan yang baik,
Tidak mengucapkan apa yang buruk.”“Seseorang seharusnya tidak memberikan dirinya sendiri;
<100>
Ia seharusnya tidak melepaskan dirinya sendiri.138
Seseorang seharusnya melepaskan ucapan yang baik,
Tidak mengucapkan apa yang buruk.”“Keyakinan menjaga perbekalan untuk suatu perjalanan;
Keberuntungan adalah tempat tinggal kekayaan;
Keinginan menarik seseorang berputar;
Keinginan adalah hal yang sulit ditinggalkan di dunia ini.
Oleh keinginan, banyak makhluk terbelenggu <101>
Bagaikan burung-burung terjerat dalam perangkap.”“Kebijaksanaan adalah sumber cahaya di dunia ini;
Perhatian, di dunia ini, adalah yang selalu bangun;“Petapa adalah yang tenang di dunia ini;
Kehidupan petapa adalah tidak sia-sia;
Para petapa sepenuhnya memahami keinginan;
Mereka menikmati kebebasan terus-menerus.
254. “Orang tua dan saudara menghormati petapa
Ketika ia berdiri mantap dan kokoh.140
Walaupun petapa berkelahiran rendah
Bahkan para khattiya menghormatinya.”Sang Bhagavā sedang
berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anathapiṇḍika. Kemudian
pada larut malam, deva muda bernama Kassapa dengan keindahan
memesona, menerangi seluruh Hutan Jeta, mendekati Sang Bhagavā.14.“Seorang bhikkhu seharusnya adalah seorang meditator,
Seorang yang pikirannya bebas,
Jika ia menginginkan pencapaiannya,
Condong pada hal itu sebagai keuntungannya.
Setelah mengetahui timbul dan lenyapnya dunia,
Pikirannya menjadi luhur dan tidak melekat.Ada empat sumber cahaya di dunia ini;
Yang ke lima tidak ditemukan di sini.
Matahari bersinar di siang hari,
Bulan bersinar di malam hari,
261. Dan api menyala di sana-sini
Baik siang maupun malam hari.
Namun Sang Buddha adalah yang terbaik dari semua yang
bersinar:
Beliau adalah cahaya tanpa tandingan.”Hafalkanlah syair-syair Tāyana ini, para bhikkhu. Syair-syair Tāyana
ini bermanfaat, para bhikkhu, syair-syair ini menyentuh dasar-dasar.“Kepalaku akan pecah menjadi tujuh keping,21 (1) Siva
Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang
berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anathapiṇḍika. Kemudian,
pada larut malam, deva muda bernama Siva dengan keindahan
memesona, menerangi seluruh Hutan Jeta, mendekati Sang Bhagavā.
Setelah mendekat, ia memberi hormat kepada Sang Bhagavā, berdiri
di satu sisi, dan melantunkan syair-syair ini di hadapan Sang Bhagavā:
172
320. “Seseorang harus bergaul hanya dengan mereka yang baik;
Dengan mereka yang baik seharusnya menjalin keakraban.
Setelah mempelajari Dhamma sejati yang baik,21 (1) Siva
Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang
berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anathapiṇḍika. Kemudian,
pada larut malam, deva muda bernama Siva dengan keindahan
memesona, menerangi seluruh Hutan Jeta, mendekati Sang Bhagavā.
Setelah mendekat, ia memberi hormat kepada Sang Bhagavā, berdiri
di satu sisi, dan melantunkan syair-syair ini di hadapan Sang Bhagavā:
172
320. “Seseorang harus bergaul hanya dengan mereka yang baik;
Dengan mereka yang baik seharusnya menjalin keakraban.
Setelah mempelajari Dhamma sejati yang baik,
21 (1) Siva
Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang
berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anathapiṇḍika. Kemudian,
pada larut malam, deva muda bernama Siva dengan keindahan
memesona, menerangi seluruh Hutan Jeta, mendekati Sang Bhagavā.
Setelah mendekat, ia memberi hormat kepada Sang Bhagavā, berdiri
di satu sisi, dan melantunkan syair-syair ini di hadapan Sang Bhagavā:
172
320. “Seseorang harus bergaul hanya dengan mereka yang baik;
Dengan mereka yang baik seharusnya menjalin keakraban.
Setelah mempelajari Dhamma sejati yang baik,Seseorang menjadi lebih baik, tidak mungkin lebih buruk.
<130>“Seseorang harus bergaul hanya dengan mereka yang baik;
Dengan mereka yang baik seharusnya menjalin keakraban.
Setelah mempelajari Dhamma sejati yang baik,
Kebijaksanaan diperoleh, tetapi bukan dari yang lain.“Orang-orang dungu tidak memiliki kebijaksanaan
Bersikap bagaikan musuh terhadap diri mereka sendiri.
Mereka selalu melakukan perbuatan jahat
Yang menghasilkan buah yang pahit.“Tetapi perbuatan yang dilakukan dengan baik
Yang, setelah dilakukan, tidak disesali,
Akibat yang akan dialami
Penuh kegembiraan dengan pikiran bahagia.”173 “Orang-orang dungu tidak memiliki kebijaksanaan
Bersikap bagaikan musuh terhadap diri mereka sendiri.
Mereka selalu melakukan perbuatan jahat
Yang menghasilkan buah yang pahit.“Oleh karena itu, setelah melenyapkan kekikiran,
Sang penakluk noda harus memberikan persembahan.
Kebajikan adalah penyokong makhluk-makhluk hidup
[Ketika mereka muncul] di alam lain.” [58]ha·rem n kelompok wanita yang dinikahi oleh satu pria (*ed).”’Ketika mereka memberi dengan keyakinan
Dengan hati penuh kepercayaan,
Makanan akan kembali kepada [si pemberi itu] sendiri
Baik di dunia ini maupun di alam berikutnya.”’Oleh karena itu, setelah melenyapkan kekikiran,
Sang penakluk noda harus memberikan persembahan.
Kebajikan adalah penyokong makhluk-makhluk hidup
[Ketika mereka muncul] di alam lain.’” [60].“Tujuh bhikkhu terlahir kembali di Avihā
 Telah terbebaskan sempurna….”
 … (syair 340-352 = syair 170-82, pada 1:50) <138-141> …
 Keduanya sekarang batinnya telah berkembang,
 Pembawa jasmani terakhir mereka. [61]gubuk kecil, hutan
lereng Himalaya — gelisah, sombong, angkuh, berbahasa kasar,
berbicara yang tanpa tujuan, bingung, tanpa pemahaman jernih, tidak
terkonsentrasi, melamun, lengah dalam indria.176 Tanpa keinginan, mereka mengumpulkan dana makanan,
Tanpa keinginan, mereka menggunakan tempat tinggal
mereka.
Setelah mengetahui ketidakkekalan dunia,
Mereka mengakhiri penderitaan.Aku mengatakan bahwa hal itu tidak
dapat diketahui, dilihat, atau dicapai dengan melakukan perjalanan.’“Akhir dunia tidak mungkin dicapai
Dengan melakukan perjalanan [melewati dunia],
Namun tanpa mencapai akhir dunia
Tidak ada pembebasan dari penderitaan.Mulia Sāriputta, jika tidak dungu, penuh kebencian, tertipu, atau gila?
Yang Mulia Sāriputta, Yang Mulia, adalah bijaksana, seorang yang
memiliki kebijaksanaan tinggi, berkebijaksanaan luas, berkebijaksanaan
gembira, berkebijaksanaan cepat, berkebijaksanaan tajam, memiliki
kebijaksanaan penembusan.Bagaikan permata beryl—indah, berkualitas
tinggi, bersegi delapan, yang dikerjakan oleh ahlinya—ketika
diletakkan di atas kain brokat, bersinar dan memancar dan bercahaya,
<150> demikian pula para dewa muda dalam kelompok Susima [65] …
memancarkan cahaya aneka warna.
Dan bagaikan perhiasan emas.“Ia dikenal luas sebagai orang bijaksana,
Sāriputta, yang bebas dari kemarahan;
Memiliki sedikit keinginan, lembut, jinak.
Sang bijaksana yang dihias oleh pujian Sang Guru.”Asama dan Sahalī dan Niṅka dan Ākoṭaka dan
Vetambarī dan Māṇavagāmiya—dengan keindahan memesona, [66]
menerangi seluruh Hutan Bambu,“Dengan latihan keras dan ketelitian <153>
Ia mencapai pengendalian-diri sepenuhnya
Ia meninggalkan perdebatan dengan orang lain,
Menghindari kebohongan, pembicara kebenaran.
Seorang demikian pasti tidak melakukan kejahatan.”19.Apakah empat itu? Seorang Khattiya,
Baginda, tidak boleh dianggap remeh dan rendah sebagai ‘muda’;
seekor ular tidak boleh dianggap remeh dan rendah sebagai ‘muda’; api
tidak boleh dianggap remeh dan rendah sebagai ‘muda’; dan seorang
bhikkhu tidak boleh dianggap remeh dan rendah sebagai ‘muda’. Ini
adalah empat hal itu. <159>.“Seseorang tidak boleh meremehkan sebagai ‘muda’
Api yang menyala yang melahap banyak,
Kebakaran besar dengan jejak hitam:
Seseorang tidak boleh merendahkannya.“Tetapi jika seorang bhikkhu dengan moralitas sempurna
<161>
Membakar seseorang dengan api [moralitasnya],
Seseorang tidak akan memperoleh putra dan ternak,
Juga keturunannya tidak memperoleh kekayaan.
Mereka menjadi tanpa anak dan tanpa keturunan,
Bagaikan tunggul pohon palem.203 [70].“Keserakahan, kebencian, dan kebodohan,
Muncul dalam diri seseorang,
Melukai seseorang yang berpikiran jahat <163>
Bagaikan buahnya sendiri yang menghancurkan buluh.”204.Arahanta, yang noda-nodanya telah dihancurkan, yang telah menjalani
kehidupan suci, telah melakukan apa yang harus dilakukan, melepaskan
beban, <164> mencapai tujuan mereka, secara total menghancurkan
belenggu kehidupan, dan sepenuhnya terbebas melalui pengetahuan
tertinggi: bahkan bagi mereka, jasmani ini mengalami kehancuran,
akan dibaringkan.”206.Tetapi
mereka yang melibatkan diri dalam perbuatan baik melalui jasmani,
ucapan, dan pikiran memperlakukan diri mereka sebagai kekasih.Karena alasan apakah? Karena
perlindungan itu adalah eksternal, bukan internal;‘Sedikit orang di dunia ini, yang <169> ketika mereka memperoleh
sesuatu yang bagus, tidak menjadi mabuk dan lupa diri, menimbulkan
keserakahan akan kenikmatan indria, dan memperlakukan makhluk
lain dengan buruk. Lebih banyak orang di dunia ini, yang ketika
mereka memperoleh sesuatu yang bagus, menjadi mabuk dan lupa
diri, [74] menimbulkan keserakahan akan kenikmatan indria, dan
memperlakukan makhluk lain dengan buruk.”membicarakan kebohongan dengan bebas demi kenikmatan indria,
dengan kenikmatan indria sebagai penyebab, sehubungan dengan
kenikmatan indria. Oleh karena itu, ia yang menyayangi dirinya sendiri seharusnya
tidak mencelakai orang lain.”“Adalah dengan pergaulan dengan seseorang, Baginda, maka
kejujurannya diketahui, dan setelah waktu yang lama, bukan setelah
waktu yang singkat, oleh seorang yang memperhatikan, bukan oleh
seorang yang tidak memperhatikan; oleh seorang yang bijaksana,
bukan oleh seorang yang dungu. <179>.Kemudian Raja Pasenadi dari Kosala setahap demi setahap
mengurangi konsumsi makanan hingga semangkuk kecil nasi.231 Pada
kesempatan lain, ketika tubuhnya telah menjadi cukup langsing,“Kemenangan menimbulkan permusuhan,
Yang kalah tidur dengan buruk,
Yang damai tidur dengan nyaman,
Setelah meninggalkan kemenangan dan kekalahan.”235.“Seseorang akan terus merampas
Selama rampasan itu berguna baginya, <193>
Tetapi ketika orang lain merampasnya,
Perampas dirampas.236
406. “Si dungu berpikir keberuntungan berada di pihaknya
Selama kejahatannya belum masak,
Tetapi ketika kejahatan masak
Si dungu mengalami penderitaan.
“Pembunuh melahirkan pembunuh,
Seorang yang menaklukkan adalah seorang penakluk.
Penyiksa melahirkan siksaan,
Pemaki adalah seseorang yang memaki.
Demikianlah dengan membentangkan kamma
Si perampas dirampas.”237 [86].
“Seorang perempuan, O, Raja manusia.
Dapat lebih baik daripada seorang lelaki:
Ia mungkin menjadi bijaksana dan bermoral,
Seorang istri yang baik, menghormati mertuanya.239.“Putra yang ia lahirkan
Mungkin menjadi seorang pahlawan, O, Raja manusia.
Putra dari seorang perempuan yang terberkahi itu
Mungkin bahkan akan memerintah wilayahnya.”240 <195>.“Bagi ia yang menginginkan kesehatan dan umur yang
panjang,
Kecantikan, surga, dan kelahiran mulia,
[berbagai] kegembiraan luhur
Yang berturut-turut,
Para bijaksana memuji ketekunan
Dalam melakukan kebajikan.pendamping-pendamping baik,
sahabat-sahabat baik, bukan untuk seseorang yang memiliki teman-
teman jahat, pendamping-pendamping jahat, sahabat-sahabat jahat.Benar … Usaha Benar … Perhatian Benar … Konsentrasi Benar, yang
berdasarkan pada pengasingan, kebosanan, dan pelenyapan, yang
matang dalam pembebasan.makhluk yang mengalami kelahiran akan terbebas dari kelahiran;
makhluk-makhluk yang mengalami penuaan akan terbebas dari
penuaan; makhluk-makhluk yang mengalami sakit akan terbebas dari
sakit; makhluk-makhluk yang mengalami kematian akan terbebas
dari kematian; makhluk-makhluk yang mengalami kesedihan,
ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan akan
terbebas dari kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan
keputusasaan.“Orang bijaksana yang tekun <201>
Mengamankan kedua jenis kebaikan:
Kebaikan yang terlihat dalam kehidupan ini
Dan kebaikan dalam kehidupan mendatang.
Yang teguh, dengan mencapai apa yang baik,
Disebut orang bijaksana.”ia juga tidak memberikan persembahan kepada para petapa dan
brahmana, yang dapat mengangkatnya ke atas, menuju buah surgawi,
yang menghasilkan kebahagiaan, kondusif menuju alam surga. digunakan dengan benar, menjadi berguna dan tidak sia-sia. Demikian
pula, Baginda, ketika seorang besar memperoleh kekayaan berlimpah
… <205> kekayaan itu, karena dimanfaatkan dengan benar, menjadi
berguna, dan tidak sia-sia.“Karena hartawan itu mempersembahkan dana makanan kepada
Paccekabuddha Tagarasikhī, <207> sebagai akibat dari kamma itu, ia
terlahir kembali sebanyak tujuh kali di alam yang baik, di alam surga.
Sebagai akibat sisa dari kamma yang sama, ia memperoleh posisi sebagai
hartawan sebanyak tujuh kali di kota yang sama,Dan karena hartawan itu membunuh putra tunggal adiknya demi
kekayaannya, sebagai akibat dari kamma itu, ia tersiksa di alam neraka
selama bertahun-tahun, selama ratusan tahun, selama ribuan tahun,
selama ratusan ribu tahun. Sebagai akibat sisa dari kamma yang sama,
ia diperlengkapi dengan harta kekayaan istana dengan takdir tidak
memiliki keturunan untuk ke tujuh kalinya ini.”“Baginda, ada empat jenis orang yang terdapat di dunia ini. Empat
apakah? Seorang yang bergerak dari gelap menuju gelap, seorang yang
bergerak dari gelap menuju terang, seorang yang bergerak dari terang
menuju gelap, seorang yang bergerak dari terang menuju terang.249.“Dan bagaimanakah, Baginda, seorang yang bergerak dari gelap
menuju terang? Di sini, beberapa orang terlahir di keluarga rendah …
dan di mana makanan dan pakaian diperoleh dengan susah-payah; dan
ia buruk rupa … atau lumpuh. Ia bukanlah seseorang yang memperoleh
makanan … dan penerangan. Ia terlibat dalam perbuatan baik melalui
jasmani, ucapan, dan pikiran. Setelah melakukan demikian, dengan harta dan komoditi berlimpah, hasil panen
dan kekayaan berlimpah; dan ia tampan, menarik, anggun, memiliki
kecantikan kulit yang luar biasa. Ia adalah seorang yang memperoleh
makanan, minuman, pakaian, dan kendaraan; kalung bunga,
wewangian, dan salep; tempat tidur, rumah, dan penerangan. Ia terlibat
dalam perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran. Setelah
melakukan demikian, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia
terlahir kembali di alam sengsara, di alam yang buruk, di alam rendah,
di neraka.“Misalkan, Baginda, seseorang yang berpindah dari satu tandu ke tandu lain, atau dari satu punggung kuda ke punggung kuda lainnya,
atau dari satu kereta gajah ke kereta gajah lainnya, atau dari satu
istana ke istana lainnya. Orang ini, Aku mengatakan, adalah sama
persis. Dengan cara demikian, Baginda, orang itu bergerak dari terang
menuju terang. [96]
“Ini, Baginda, adalah empat jenis orang yang ada di dunia ini.Ketika orang demikian meninggal dunia, O, Baginda,
Ia pergi, O, Raja manusia,
Ke tiga alam surga,
Begerak dari terang menuju terang.”
“Keserakahan, kebencian, dan kebodohan,
Yang muncul dalam diri seseorang,
Melukai seseorang yang berpikiran jahat
Bagaikan buahnya sendiri yang menghancurkan sang buluh.”
“Kemudian seorang pemuda brahmana tiba … seorang pemuda
vessa … seorang pemuda sudda … yang tidak terlatih … cepat melarikan
diri. Akankah engkau mempekerjakan orang itu, dan akankah engkau
menggunakan orang demikian?”
“Tentu saja tidak, Yang Mulia.”
“Bagaimana menurutmu, Baginda? Misalkan engkau sedang dalam
perang dan sebuah pertempuran akan segera terjadi. Kemudian
seorang pemuda khattiya tiba, seorang yang terlatih, mahir, cakap,
berpengalaman, berani, teguh, tegas, siap di tempatnya. Akankah
engkau mempekerjakan orang itu, dan akankah engkau menggunakan
orang demikian?”
“Tentu saja, Yang Mulia.”“Karena itu adalah halilintarnya
Bagaikan langit ketika hujan.
Curahan kebajikan, begitu besar,
Akan tercurahkan kepada si pemberi.”Dengan mengembangkan jalan menuju Penerangan—
Moralitas, konsentrasi, dan kebijaksanaan—
Aku telah mencapai kesucian tertinggi:
Engkau terkalahkan, Pembuat-akhir!”265.Kemudian, Māra si Jahat, menyadari, “Sang Bhagavā mengenaliku,
Yang Sempurna mengenaliku,” sedih dan kecewa, ia lenyap dari sana.Kemudian Māra si Jahat, setelah mengetahui melalui pikirannya
sendiri apa yang direnungkan oleh Sang Bhagavā, mendekati Sang
Bhagavā dan berkata kepada Beliau dalam syair:
446. “Setelah menyimpang dari praktik keras
Yang dengannya manusia memurnikan diri mereka,
Meskipun tidak suci, Engkau menganggap Engkau suci:
<232>
Engkau telah kehilangan jalan menuju kesucian.”262.Kemudian Sang Bhagavā, setelah memahami, “Ini adalah Māra si
jahat,” menjawab dalam syair:

Kemudian, Māra si Jahat, menyadari, “Sang Bhagavā mengenaliku,
Yang Sempurna mengenaliku,” sedih dan kecewa, ia lenyap dari sana.Kemudian Māra si Jahat, ingin menakuti, menimbulkan keraguan,
dan meneror Sang Bhagavā, dengan berwujud raja gajah raksasa dan
mendekati Sang Bhagavā. Kepalanya seperti batu besar, gadingnya
bagaikan perak murni, belalainya bagaikan alat membajak raksasa.
Kemudian Sang Bhagavā, setelah memahami, “Ini adalah Māra si
Jahat,” berkata kepadanya dalam syair:
449. “Engkau berkelana melalui jalan yang panjang
Menciptakan bentuk yang indah maupun menakutkan.
Cukup, Penjahat, dengan tipuanmu itu:
Engkau dikalahkan, Pembuat-akhir.”267
Kemudian, Māra si Jahat, menyadari, “Sang Bhagavā mengenaliku,
Yang Sempurna mengenaliku,” sedih dan kecewa, ia lenyap dari sana. Samyutta Nikaya 186-187 Ketika itu, Māra si Jahat, ingin menakuti, menimbulkan
keraguan, dan meneror Sang Bhagavā, mendekati Sang Bhagavā, dan
tidak jauh dari Beliau, ia memperlihatkan berbagai bentuk cemerlang,
baik yang indah maupun yang menakutkan. Kemudian Sang Bhagavā,
setelah memahami, “Ini adalah Māra si jahat,” berkata kepadanya
dalam syair:
450. “Engkau berkelana melalui jalan yang panjang
Menciptakan bentuk yang indah maupun menakutkan.
Cukup, Penjahat, dengan tipuanmu itu:
Engkau dikalahkan, Pembuat-akhir.
451. “Mereka yang terkendali dengan baik
Dalam jasmani, ucapan, dan pikiran,
Tidak jatuh dalam kuasa Māra
Juga tidak menjadi pengikut Māra.”268
Kemudian Māra si Jahat … lenyap dari sana. [105].Kemudian Māra si Jahat mendekati Sang Bhagavā dan berkata
kepada-Nya dalam syair:271
Pada
saat itu, Sang Bhagavā sedang duduk di ruang terbuka dalam kegelapan
malam yang ketika itu turun hujan gerimis. Kemudian Māra si jahat …
dalam wujud raja ular besar mendekati Sang Bhagavā. <238> Tubuhnya
sebesar perahu yang terbuat dari satu batang pohon utuh; tudung
kepalanya bagaikan saringan penyuling minuman keras; matanya
bagaikan piring makan perunggu dari Kosala; lidahnya mencuat keluar
dari mulutnya, bagaikan kilatan halilintar ketika langit bergemuruh;
suara nafasnya masuk dan keluar, bagaikan tiupan pandai besi.
Kemudian Sang Bhagavā, setelah memahami, “Ini adalah Māra si
Jahat,” berkata kepadanya dalam syair:
456. “Ia yang mendatangi gubuk kosong sebagai tempat
tinggal—
Ia adalah seorang bijaksana, terkendali.
Ia seharusnya menetap di sana, setelah melepaskan
segalanya:
Itu adalah yang seharusnya bagi seseorang sepertinya.275
457. “Walaupun banyak makhluk merayap,
Banyak teror, lalat, ular-ular, [107] <239>
Sang bijaksana mulia masuk ke gubuk kosongnya
Tidak tergerak bahkan sehelai rambut pun, oleh
karenanya.“Walaupun langit terbelah; bumi berguncang,
Dan semua makhluk didera ketakutan,
Walaupun orang-orang mengacungkan panah ke dadanya,
Yang Tercerahkan tidak berlindung dalam perolehannya.”276
Kemudian Māra si Jahat … lenyap dari sana.
Kemudian Māra si Jahat mendekati Sang Bhagavā dan melantunkan
syair ini di hadapan Sang Bhagavā:
461. “Seseorang yang memiliki putra bergembira dalam
putranya,
Seseorang dengan ternak bergembira dalam ternaknya.
[108] <241>
Perolehan sungguh adalah kegembiraan manusia;
Tanpa perolehan, seseorang tidak bergembira.”
[Sang Bhagavā:]
462. “Seseorang yang memiliki putra bersedih karena putranya,
Seseorang yang memiliki ternak bersedih karena
ternaknya.
Perolehan sungguh adalah kesedihan manusia;
Tanpa perolehan, seseorang tidak bersedih.”
Kemudian Māra si Jahat … lenyap dari sana.Kemudian Māra si jahat mendekati Sang Bhagavā dan berkata
kepada Beliau dalam syair:
463. “Umur kehidupan manusia adalah panjang,
Orang baik seharusnya tidak meremehkannya.Seseorang harus hidup bagai bayi mengisap susu:
Kematian masih belum tiba.”279 <242>
[Sang Bhagavā:]
464. “Umur kehidupan manusia adalah singkat,
Orang baik seharusnya meremehkannya.
Seseorang harus hidup bagaikan seorang dengan kepala
terbakar:
Tidak mungkin menghindari datangnya kematian.”
Kemudian Māra si Jahat … lenyap dari sana.“Siang dan malam tidak berlalu dengan cepat,
Kehidupan belum berakhir.
Umur kehidupan makhluk-makhluk bergulir panjang
Bagaikan roda kereta mengelilingi sumbunya.”280 <243>
[Sang Bhagavā:]
466. “Siang dan malam berlalu dengan cepat,
Kehidupan segera berakhir.
Umur kehidupan makhluk-makhluk semakin berkurang
Bagaikan air di parit.”
Kemudian Māra si Jahat … lenyap dari sana.Samyutta Nikaya hal 192
Kemudian Sang Bhagavā, setelah memahami, “Ini adalah Māra si
Jahat,” berkata kepada Māra si Jahat dalam syair:
467. “Bahkan jika engkau membuat Puncak Nasar ini
Gempa ke segala arah seluruhnya,
Yang Tercerahkan tidak akan terganggu,
Karena mereka terbebaskan sepenuhnya.”
Kemudian, Māra si Jahat, menyadari, “Sang Bhagavā mengenaliku,
Yang Sempurna mengenaliku,” sedih dan kecewa, ia lenyap dari sana.Kemudian Māra si Jahat berpikir: “Petapa Gotama ini sedang
membabarkan Dhamma dengan dikelilingi oleh sekumpulan besar.
<245> Aku akan mendekati Petapa Gotama ini untuk mengacaukan
mereka.”281
Kemudian Māra si Jahat mendekati Sang Bhagavā dan berkata
kepada Beliau dalam syair:
468. “Mengapa sekarang Engkau mengaum seperti singa,
Penuh percaya diri di tengah-tengah kumpulan?Karena ada seorang yang menjadi tandingan-Mu,
Mengapa Engkau berpikir bahwa Engkau adalah
pemenangnya?”
[Sang Bhagavā:]
469. “Para pahlawan besar mengaumkan auman singa
Penuh percaya diri di tengah-tengah kerumunan—
Sang Tathāgata yang memiliki kekuatan-kekuatan
Telah menyeberangi kemelekatan terhadap dunia.”282
Kemudian Māra si Jahat … lenyap dari sana.Kemudian Sang Bhagavā melipat
menjadi empat jubah-Nya, dan Beliau berbaring di sisi kanan dalam
postur singa dengan satu kaki di atas kaki lain-Nya, penuh perhatian
dan dengan pemahaman murni.283
Kemudian Māra si Jahat mendekati Sang Bhagavā dan berkata
kepada Beliau dalam syair:
470. “Apakah Engkau berbaring karena pusing atau menggubah
puisi?
Bukankah Engkau memiliki tujuan yang harus dicapai?
Sendirian di tempat yang sunyi
Mengapa Engkau tidur dengan wajah mengantuk?”284
[Sang Bhagavā:]
471. “Aku tidak berbaring karena pusing atau menggubah puisi;
Setelah mencapai tujuan, Aku bebas dari kesedihan.
Sendirian di tempat yang sunyi Aku berbaring dengan penuh belas kasih kepada semua
makhluk.
472. “Bahkan mereka yang dengan anak panah menembus dada
<247>
Menusuk jantung saat demi saat—
Bahkan juga tidur; [111]
Mengapa Aku tidak tidur
Ketika anak panahKu telah dicabut?285
473. “Aku bukan berbaring dalam ketakutan,
Juga bukan Aku takut tidur.
Siang dan malam tidak memengaruhiKu,
Aku melihat untuk diriku sendiri tidak ada kemunduran di
dunia ini.
Oleh karena itu, Aku dapat tidur dengan damai,
Penuh belas kasih kepada semua makhluk.”
Kemudian Māra si Jahat … lenyap dari sana.(4) Selayaknya
Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di antara penduduk
Kosala, di desa brahmana Ekasālā. Pada saat itu, Sang Bhagavā sedang
mengajarkan Dhamma dikelilingi oleh sekumpulan besar umat awam.
Kemudian Māra si Jahat berpikir: “Petapa Gotama sedang
mengajarkan Dhamma dengan dikelilingi oleh sekumpulan besar umat
awam. <248> Aku akan mendekati Petapa Gotama untuk mengacaukan
mereka.”
Kemudian Māra si Jahat mendekati Sang Bhagavā dan berkata
kepada Beliau dalam syair:
474. “Tidaklah selayaknya bagi-Mu,
Bahwa Engkau mengajarkan orang lain.
Ketika menjalankannya tidak tertangkap
Dalam ketertarikan dan kejijikan.”286.“Belas kasihan demi kesejahteraan mereka,
Sang Buddha mengajarkan orang lain.
Sang Tathāgata terbebaskan sempurna
Dari ketertarikan dan kejijikan.”
Kemudian Māra si Jahat … lenyap dari sana.
(5) Batin
“Ada jerat melayang di angkasa, <249>
Sesuatu yang bersifat batin yang bergerak288
Dengan apakah aku akan menangkap Engkau:
Engkau tidak dapat menghindariku, Petapa!”
[Sang Bhagavā:]
477. “Bentuk, suara, rasa kecapan, aroma,
Dan objek sentuhan yang menyenangkan—
Keinginan akan hal-hal ini telah lenyap dalam diriku:
Engkau dikalahkan, Pembuat-akhir!”
Kemudian Māra si Jahat … lenyap dari sana. [112]
Di Sāvatthī. Pada suatu kesempatan, Sang Bhagavā mengajarkan,
menasihati, menginspirasi, dan menggembirakan para bhikkhu dengan
khotbah Dhamma sehubungan dengan lima kelompok kemelekatan.Kemudian Māra si Jahat berpikir: “Petapa Gotama sedang bhikkhu … <250> yang mengarahkan seluruh perhatian mereka pada
khotbah itu. Aku akan mendekati Petapa Gotama untuk mengacaukan
mereka.”
Pada saat itu, sejumlah mangkuk dana diletakkan di ruang terbuka.
Kemudian Māra si Jahat dalam wujud lembu jantan mendekati mangkuk
dana itu. Kemudian salah satu bhikkhu berkata kepada bhikkhu
lainnya: “Bhikkhu, Bhikkhu! Lembu itu akan memecahkan mangkuk-
mangkuk dana itu.
“Bentuk, perasaan, dan persepsi,
Kesadaran, dan bentukan-bentukan—
‘Aku bukan ini, ini bukan milikku,’
Demikianlah seseorang melepaskan kemelekatan
terhadapnya.289
479. “Walaupun mereka mencarinya di mana-mana,
Māra dan bala tentaranya tidak menemukannya:
Seorang yang terbebas demikian, aman,
Yang telah pergi melampaui segala belenggu.”290 <251>
Kemudian Māra si Jahat … lenyap dari sana.
Enam Landasan Kontak
“Bentuk, suara, rasa kecapan, aroma,
Objek sentuhan, dan segala objek pikiran:
Ini adalah umpan mengerikan dunia ini
Yang dengannya dunia ini tergila-gila.
481. “Tetapi ketika ia telah melampaui ini,
Siswa Sang Buddha yang penuh perhatian
Bersinar cemerlang bagaikan matahari,
Setelah mengatasi alam Māra.”292
Kemudian Māra si Jahat … lenyap dari sana.“Kalau begitu, silakan Bhagavā memasuki Pañcasālā untuk ke
dua kalinya untuk menerima dana makanan. Aku akan memastikan
Bhagavā memperoleh dana makanan.”294
[Sang Bhagavā:]
482. “Engkau telah menimbulkan keburukan, Māra,
Setelah menyerang Sang Tathagata.
Apakah engkau berpikir, Penjahat, <254>
‘Kejahatanku tidak berbuah’?
483. “Sungguh bahagia kami hidup,
Kami yang tidak memiliki apa-apa.
Kami akan bertahan hidup dari kegembiraan
Bagaikan para dewa yang memancarkan cahaya.”295
Kemudian Māra si Jahat … lenyap dari sana.Kemudian Māra si Jahat berpikir: “Petapa Gotama sedang
mengajarkan, menasihati, menginspirasi, dan menggembirakan
para bhikkhu … yang mengarahkan seluruh perhatian mereka pada
khotbah itu. Aku akan mendekati Petapa Gotama untuk mengacaukan
mereka.” Kemudian Māra mengubah wujudnya menjadi seorang petani, membawa bajak besar di bahunya, <255> memegang sebatang
galah yang panjang, rambutnya acak-acakan, mengenakan pakaian
terbuat dari serat rami, kakinya kotor oleh lumpur. Ia mendekati Sang
Bhagavā dan berkata kepada Beliau: “Mungkin Engkau telah melihat
lembu-lembu jantan, Petapa?”.
Raja
pegunungan, berubah menjadi emas, dan gunung itu akan berubah
menjadi emas.”299 [117]
[Sang Bhagavā:]
486. “Jika ada gunung terbuat dari emas,
Terbuat seluruhnya dari emas padat,
Bahkan dua kalinya tidak akan cukup bagi-Ku:
Setelah mengetahui ini, perjalanan lancar.300
487. “Bagaimana mungkin seseorang condong pada kenikmatan
indria
Baginya yang telah melihat sumber dari mana penderitaan
muncul?
Setelah mengetahui perolehan sebagai suatu ikatan di dunia
ini,
Seseorang harus berlatih melenyapkannya.”301
Kemudian, Māra si Jahat, menyadari, “Sang Bhagavā mengenaliku,
Yang Sempurna mengenaliku,” sedih dan kecewa, lenyap dari sana.
kenikmatan-indria adalah
membuang-buang waktu, penuh penderitaan, penuh keputusasaan,
dan bahaya di dalamnya adalah lebih besar, sedangkan Dhamma ini
adalah terlihat secara langsung, seketika, mengundang seseorang
untuk datang dan melihat, dapat dipraktikkan, untuk dialami melalui
pengalaman pribadi oleh para bijaksana.” [118]duduk di satu sisi, dan melaporkan segalanya.
<261> [Sang Bhagavā berkata:] “Dia bukanlah seorang brahmana, Para
bhikkhu. Dia adalah Māra si Jahat, yang datang untuk mengacaukan
kalian.”Kemudian Sang Bhagavā, setelah memahami makna dari peristiwa
ini, pada kesempatan itu mengucapkan syair ini: <262>
488. “Bagaimana mungkin seseorang condong pada kenikmatan
indria
Baginya yang telah melihat sumber dari mana penderitaan
muncul?
Setelah mengetahui perolehan sebagai suatu ikatan di dunia
ini,
Seseorang harus berlatih melenyapkannya.” [119].Sungguh suatu keuntungan
bagiku, sungguh menguntungkan bagiku, bahwa guruku adalah Sang
Arahanta, Yang telah mencapai Penerangan Sempurna! Sungguh suatu
keuntungan bagiku, sungguh menguntungkan bagiku, bahwa aku telah
meninggalkan keduniawian dalam Dhamma dan Disiplin! Sungguh
suatu keuntungan bagiku, sungguh menguntungkan bagiku, bahwa
teman-temanku dalam kehidupan suci ini begitu bermoral, bersikap
baik!”
Kemudian Māra si Jahat, setelah mengetahui perenungan dalam
pikiran Yang Mulia Samiddhi dengan pikirannya sendiri, mendekatinya,
dan tidak jauh darinya, mengeluarkan suara keras, menakutkan dan
mengerikan, <263> seolah-olah bumi terbelah.306.Kemudian Yang Mulia Samiddhi mendekati Sang Bhagavā, memberi
hormat kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan melaporkan apa yang
terjadi. [Sang Bhagavā berkata:] “Itu bukan bumi terbelah, Samiddhi. Itu
adalah Māra si Jahat, yang datang untuk mengacaukanmu. Kembalilah,
Samiddhi, dan berdiamlah dengan tekun, rajin, dan teguh.suatu perenungan muncul dalam pikirannya…. Dan untuk
ke dua kalinya, Māra si Jahat … <264> … mengeluarkan suara keras,
menakutkan dan mengerikan, seolah-olah bumi terbelah.Kemudian Yang Mulia Samiddhi, setelah memahami, “Ini adalah
Māra si jahat,” berkata kepadanya dalam syair:
489. “Aku telah meninggalkan keduniawian dengan penuh
keyakinan
Dari kehidupan rumah tangga dan menjalani kehidupan
tanpa rumah.
Perhatian dan kebijaksanaanku telah matang,
Dan pikiranku terkonsentrasi baik.
Ciptakanlah bentuk apa pun yang engkau inginkan,
Tetapi engkau tidak akan pernah membuatku gemetar.”307
Kemudian, Māra si Jahat, menyadari, “Bhikkhu Samiddhi
mengenaliku,” sedih dan kecewa, lenyap dari sana.Kemudian Māra si Jahat, setelah mengetahui perenungan dalam
pikiran Yang Mulia Godhika dengan pikirannya sendiri, mendekati
Sang Bhagavā dan berkata kepada Beliau dalam syair-syair ini:310
490. “O, Pahlawan besar, luas dalam kebijaksanaan,
Menyala dengan kekuatan dan kemenangan!
Aku menyembah kaki-Mu, yang memiliki penglihatan,
Yang telah mengatasi segala permusuhan dan ketakutan.
491. “O, Pahlawan besar yang telah menaklukkan kematian,
Siswa-Mu menginginkan kematian.
Ia berniat [untuk membunuh dirinya sendiri]:
Cegahlah ia dari hal ini, O, Yang Bersinar!
492. “Bagaimana mungkin, Bhagavā, siswa-Mu—
Seorang yang bergembira dalam Ajaran,
Seorang siswa yang mencari yang terbaik bagi batinnya—
Membunuh dirinya sendiri, O ,Yang Termasyhur luas?”311.Pada saat itu, Yang Mulia Godhika telah menggunakan pisau itu.312
Kemudian Sang Bhagavā, setelah memahami, “Ini adalah Māra si
Jahat,” berkata kepadanya dalam syair:
493. “Demikianlah sesungguhnya bagaimana yang teguh
bertindak:
Mereka tidak melekat pada kehidupan. <267>
Setelah mencabut keinginan hingga ke akarnya,
Godhika telah mencapai Nibbāna akhir.”
Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Marilah,
Para bhikkhu, kita pergi ke Batu Hitam, di Lereng Isigili, di mana
Godhika menggunakan pisaunya.”Samyutta Nikaya 206
“Baik, Yang Mulia,” para bhikkhu itu menjawab. Kemudian Sang
Bhagavā, bersama dengan sejumlah bhikkhu, pergi ke Batu Hitam, di
Lereng Isigili. Dari jauh Sang Bhagavā melihat Yang Mulia Godhika
terbaring di tempat tidur dengan bahunya terbalik.313 [122]
Pada saat itu, segumpal asap, pusaran kegelapan, sedang bergerak dari timur, kemudian ke barat, ke utara, ke selatan, ke atas, ke bawah,
dan ke bidang-bidang di antaranya. Sang Bhagavā kemudian berkata
kepada para bhikkhu: “Apakah kalian lihat, Para bhikkhu, bahwa
segumpal asap, pusaran kegelapan, bergerak dari timur, kemudian ke
barat, ke utara, ke selatan, ke atas, ke bawah, dan ke bidang-bidang di
antaranya?”
“Ya, Yang Mulia.”
“Itu, Para bhikkhu, adalah Māra si Jahat yang sedang mencari
kesadaran Godhika, bertanya-tanya: ‘Di manakah sekarang <268>
kesadaran Godhika muncul Para bhikkhu, dengan
kesadaran yang tidak muncul di mana pun, Godhika telah mencapai
Nibbana akhir.”314
Kemudian Māra si Jahat, membawa kecapi dari kayu vilva-kuning,
mendekati Sang Bhagavā dan berkata kepada Beliau dalam syair:
494. “Ke atas, ke bawah, dan ke sekeliling,
Di empat penjuru dan di antaranya,
Aku mencari tetapi tidak menemukan
Ke mana Godhika telah pergi.”
[Sang Bhagavā:]
495. “Orang yang teguh tidak tergoyahkan,
Seorang meditator selalu gembira dalam meditasi,
Mengerahkan dirinya siang dan malam
Tanpa kemelekatan bahkan pada hidupnya.
496. “Setelah menaklukkan bala tentara Kematian,
Tidak kembali ke kehidupan baru,
Setelah mencabut keinginan hingga ke akarnya,
Godhika telah mencapai Nibbāna akhir.” <269>
497. Begitu banyak ia didera oleh kesedihan
Sehingga kecapinya jatuh dari ketiaknya.
Lalu makhluk yang kecewa itu
Lenyap dari tempat itu.315.
Māra si Jahat telah mengikuti Sang Bhagavā
selama tujuh tahun, mencari peluang untuk menguasai-Nya tetapi
tidak berhasil.316 Kemudian Māra si Jahat mendekati Sang Bhagavā dan
berkata kepada Beliau dalam syair: [123]
498. “Apakah karena Engkau tenggelam dalam kesedihan
Maka Engkau bermeditasi di dalam hutan?
Karena Engkau kehilangan harta atau menginginkan harta,
Atau melakukan kejahatan di desa?
Mengapa Engkau tidak bergaul dengan orang-orang? <270>
Mengapa Engkau tidak menjalin hubungan akrab?”
[Sang Bhagavā:]
499. “Setelah mencabut seluruhnya akar kesedihan,
Tanpa kesalahan, Aku bermeditasi bebas dari kesedihan.
Setelah memotong segala keserakahan akan kehidupan,317
Aku bermeditasi tanpa noda, O, Kerabat kelengahan!”“Yang mereka katakan ‘Ini milikku’,
Dan mereka yang mengatakan sebagai ‘milikku’
Jika pikiranmu ada di antara hal-hal ini,
Engkau tidak mungkin menghindar dariku, Petapa.”
[Sang Bhagavā:]
501. “Apa yang mereka katakan adalah bukan milik-Ku,
Aku bukanlah satu di antara mereka yang mengatakan
[milik-Ku].
Engkau harus mengetahui demikian, O, Penjahat:
Bahkan Jalan-Ku tidak terlihat olehmu.”
[Mara:]
502. “Jika Engkau telah menemukan Sang Jalan,Jalan aman menuju Keabadian, <271>
Pergilah dan jalani Jalan itu sendirian;
Apa gunanya mengajarkan orang lain?”
[Sang Bhagavā:]
503. “Orang-orang itu yang pergi ke pantai seberang
Bertanya apa yang ada di alam setelah kematian.
Ketika ditanya, Aku menjelaskan kepada mereka
Kebenaran tanpa perolehan.”318
Kemudian Māra si Jahat melantunkan syair kekecewaan ini di
hadapan Sang Bhagavā:320
504. “Ada seekor burung gagak yang berjalan ke sana kemari
Sebongkah batu yang terlihat seperti sebongkah daging.
‘Mari cari bagian yang lunak di sini,’ [ia berpikir,]
‘Mungkin ada yang lezat.’
505. Tetapi karena ia tidak menemukan apa pun yang lezat di
sana,
Burung gagak itu pergi dari tempat itu.
Bagaikan burung gagak itu yang diserang dengan batu,
Kami meninggalkan Gotama dengan kecewa.” <273>Kemudian Māra si Jahat, setelah mengucapkan syair kekecewaan di
hadapan Sang Bhagavā, pergi dari tempat itu dan duduk bersila di atas
tanah tidak jauh dari Sang Bhagavā, diam, cemas dengan bahu turun,
putus asa, merenung, tidak mampu berkata-kata, menggores tanah
dengan sebatang tongkat.321
Kemudian putri-putri Māra—Taṇhā, Arati, dan Ragā—mendekati
Māra si Jahat dan berkata kepadanya dalam syair:322
506. “Mengapa engkau bersedih, Ayah?
Siapakah orang yang membuatmu berduka?
Kami akan menangkapnya dengan jerat nafsu
Seperti mereka menangkap gajah hutan.
Kami akan mengikatnya erat dan membawanya kembali,
Dan ia akan berada di bawah kekuasaanmu.”323
[Mara:]
507. “Sang Arahanta, Yang Sempurna di dunia ini,
Tidaklah mudah ditarik dengan menggunakan nafsu.
Ia telah pergi meninggalkan alam Māra:
Oleh karena itu, aku berduka dengan pahit.” <274>.Kemudian putri-putri Māra—Taṇhā, Arati, dan Ragā—mendekati
Sang Bhagavā dan berkata kepada-Nya: “Kami melayani-Mu, Petapa.”
Tetapi Sang Bhagavā tidak memperhatikan, karena Beliau terbebas
dalam padamnya perolehan yang tiada bandingnya.324
Kemudian putri-putri Māra—Taṇhā, Arati, dan Ragā—pergi ke
pinggir dan berembuk: “Selera laki-laki berbeda-beda. Bagaimana jika
masing-masing dari kita menjelma menjadi bentuk seratus bidadari.”
[125] Kemudian ketiga putri Māra itu, masing-masing mengubah
wujudnya menjadi seratus bidadari, mendekati Sang Bhagavā dan
berkata kepada Beliau: “Kami melayani-Mu, Petapa.” Tetapi Sang
Bhagavā tidak memperhatikan, karena Beliau terbebas dalam
padamnya perolehan yang tiada bandingnya.
Kemudian putri-putri Māra pergi ke pinggir dan sekali lagi
berembuk: “Selera laki-laki berbeda-beda. Bagaimana jika masing masing dari kita menjelma menjadi bentuk seratus orang perempuan
yang belum pernah melahirkan.” Kemudian ketiga putri Māra itu,
masing-masing mengubah wujudnya menjadi seratus perempuan
yang belum pernah melahirkan … dalam bentuk seratus orang
perempuan yang pernah melahirkan satu kali … <275> … dalam bentuk
seratus orang perempuan yang pernah melahirkan dua kali … dalam
bentuk seratus orang perempuan setengah tua … dalam bentuk
seratus orang perempuan tua, mendekati Sang Bhagavā dan berkata
kepada-Nya: “Kami melayani-Mu, Petapa.” Tetapi Sang Bhagavā tidak
memperhatikan, karena Beliau terbebas dalam padamnya perolehan
yang tiada bandingnya.
Kemudian putri-putri Māra—Taṇhā, Arati, dan Ragā—pergi ke
pinggir dan berkata: “Apa yang dikatakan ayah kepada kita adalah
benar:”
508. “Sang Arahanta, Yang Sempurna di dunia ini …
Oleh karena itu, aku berduka dengan pahit.’Kemudian putri-putri Māra—Taṇhā, Arati, dan Ragā—mendekati
Sang Bhagavā dan berdiri di satu sisi. <276> Sambil berdiri di satu sisi,
Putri Māra bernama Taṇhā berkata kepada Sang Bhagavā dalam syair:
509. “Apakah karena Engkau tenggelam dalam kesedihan
Maka Engkau bermeditasi di dalam hutan?
Karena Engkau kehilangan harta atau menginginkan harta,
Atau melakukan kejahatan di desa?
Mengapa Engkau tidak bergaul dengan orang-orang?
Mengapa Engkau tidak menjalin hubungan akrab?”Kemudian putri-putri Māra—Taṇhā, Arati, dan Ragā—pergi ke
pinggir dan berkata: “Apa yang dikatakan ayah kepada kita adalah
benar:”
508. “Sang Arahanta, Yang Sempurna di dunia ini …
Oleh karena itu, aku berduka dengan pahit.’“Bagaimanakah seorang bhikkhu di sini sering berdiam
Bahwa, lima banjir telah terseberangi, di sini ia
menyeberangi yang ke enam?
Bagaimanakah ia bermeditasi sehingga persepsi indria
Dipojokkan dan tidak dapat mencengkeramnya?”326
[Sang Bhagavā:]
512. “Tenang dalam jasmani, dalam pikiran yang terbebaskan
sepenuhnya,
Tidak menghasilkan, penuh perhatian, tanpa rumah,
Mengetahui Dhamma, bermeditasi yang bebas-pikiran,
Ia tidak meledak, atau hanyut, atau kaku.327
513. “Ketika seorang bhikkhu di sini sering berdiam demikian,
Dengan lima banjir terseberangi, ia di sini menyeberangi
yang ke enam.
Ketika ia bermeditasi demikian, persepsi indria
Dipojokkan dan tidak dapat mencengkeramnya.” [127]Dan membawa mereka melampaui Raja Kematian.”328
[Sang Bhagavā:]
515. “Sungguh Para Tathāgata, para pahlawan besar,
Dituntun oleh Dhamma sejati.
Ketika mereka menuntun dengan Dhamma sejati,
Kecemburuan apakah yang ada dalam diri mereka yang
mengerti?”329
Kemudian putri-putri Māra—Taṇhā, Arati, dan Ragā—mendekati
Māra si Jahat. Māra melihat mereka datang dari jauh dan berkata
kepada mereka dalam syair-syair:330
516. “Bodoh! Kalian mencoba untuk menyerang gunung
Dengan tangkai bunga teratai,
Menggali gunung dengan kukumu,
Mengunyah besi dengan gigimu. <279>
517. “Seolah-olah, setelah mengangkat batu dengan kepalamu,
Engkau mencari tempat berpijak di jurang;
Seolah-olah engkau menabrak tunggul dengan dadamu,
Engkau meninggalkan Gotama dengan kecewa.”
518. Mereka mendatangi Beliau, gemerlap dengan kecantikan—
Taṇhā, Arati, dan Ragā—
Tetapi Sang Guru menyapu mereka dari sana
Bagaikan angin, gumpalan kapas jatuh. <280>.Kemudian Māra si Jahat, ingin menakuti, menimbulkan keraguan,
dan meneror Bhikkhunī Āḷavikā, ingin membuatnya jatuh dari
keheningan, mendekatinya dan berkata kepadanya dalam syair:
519. “Tidak ada pembebasan di dunia ini,
Jadi apa yang akan engkau lakukan dengan keheningan?
Nikmatilah kegembiraan kenikmatan indria:
Jangan menyesal kelak!”
2. Somā
Kemudian Māra si Jahat, ingin menakuti, menimbulkan keraguan,
dan meneror Bhikkhunī Somā, ingin membuatnya jatuh dari
konsentrasi, mendekatinya dan berkata kepadanya dalam syair:
522. “Kondisi itu sungguh sulit dicapai
Yang harus dicapai oleh para bijaksana,
Tidak mungkin dicapai oleh seorang perempuan
Dengan kebijaksanaan dua-jari.”336
Kemudian Bhikkhunī Somā berpikir: “Siapakah yang melantunkan
syair itu—seorang manusia ataukah bukan manusia?” Kemudian ia
berpikir: “Ini adalah Māra si Jahat, yang telah melantunkan syair ini
dengan niat untuk menakuti, menimbulkan keraguan, menerorku,
berniat menjatuhkanku dari konsentrasi.”“Apakah persoalannya bagi keperempuanan
Ketika pikiran terkonsentrasi dengan baik,
Ketika pengetahuan mengalir terus-menerus
Ketika seseorang melihat Dhamma dengan benar.337
524. “Seorang yang berpikir,
‘Aku adalah seorang perempuan’ atau ‘aku adalah seorang
laki-laki’
Atau ‘Aku adalah bukan siapa-siapa’—
Adalah layak bagi Māra untuk berbicara dengannya.”338
Kemudian Māra si Jahat, menyadari, “Bhikkhunī Somā mengenaliku,”
sedih dan kecewa, lenyap dari sana.
Kemudian Māra si Jahat, ingin menakuti, menimbulkan keraguan,
dan meneror Bhikkhunī Kisāgotamī, ingin membuatnya jatuh dari
konsentrasi, mendekatinya dan berkata kepadanya dalam syair:
525. “Mengapa sekarang, ketika putramu telah meninggal dunia,
Engkau duduk sendirian dengan wajah basah oleh air mata?
Setelah memasuki hutan sendirian,
Apakah engkau mencari seorang laki-laki?”Kemudian Bhikkhunī Vijayā, setelah memahami, “Ini adalah Māra
si Jahat,” menjawab dalam syair-syair berikut:“Bentuk-bentuk, suara-suara, rasa-rasa kecapan, aroma,
Dan objek-objek sentuhan yang menyenangkan—
Aku kembalikan padamu,
Karena aku, O, Māra, tidak memerlukannya.
530. “Aku ditolak dan dihina
Oleh tubuh yang kotor, menjijikkan ini,
Yang pasti mengalami kehancuran, mudah rusak:
Aku telah mencabut keinginan indria.344
531. “Sedangkan bagi mereka yang mengembara di tengah-tengah
bentuk,
Dan mereka yang berdiam dalam tanpa-bentuk,
Dan mereka yang mencapai kedamaian juga:
Di mana-mana kegelapan telah dihancurkan.”345.“Setelah pergi ke pohon sal yang sedang berbunga lebat,
Engkau berdiri di bawahnya sendirian, Bhikkhunī.
Tidak ada yang kecantikannya menyaingimu:
Gadis dungu, tidakkah engkau takut pada penjahat?”347
Kemudian Bhikkhunī Uppalavaṇṇā berpikir: [132] “Siapakah …?
Ini adalah Māra si Jahat … berniat menjatuhkanku dari konsentrasi.”
<289>
Kemudian Bhikkhunī Uppalavaṇṇā, setelah memahami, “Ini adalah
Māra si Jahat,” menjawab dalam syair-syair berikut:“Walaupun seratus ribu penjahat
Sepertimu datang ke sini,
Tidak sehelai rambutku pun tergetar, aku tidak merasa
takut;
Bahkan sendirian, Māra, aku tidak takut padamu.348
534. “Aku dapat membuat diriku menghilang
Atau aku dapat masuk ke dalam perutmu.
Aku dapat berdiri di antara alis matamu
Namun engkau tidak dapat menangkap bayanganku.
535. “Aku adalah tuan dari pikiranku,
Landasan-landasan kekuatan batin telah terkembang dengan
baik;
Aku terbebas dari segala belenggu,
Oleh karena itu, aku tidak takut padamu, Sahabat.”349 <290>
Kemudian Māra si Jahat, menyadari, “Bhikkhunī Uppalavaṇṇā
mengenaliku,” sedih dan kecewa, lenyap dari sana.“Walaupun seratus ribu penjahat
Sepertimu datang ke sini,
Tidak sehelai rambutku pun tergetar, aku tidak merasa
takut;
Bahkan sendirian, Māra, aku tidak takut padamu.348
534. “Aku dapat membuat diriku menghilang
Atau aku dapat masuk ke dalam perutmu.
Aku dapat berdiri di antara alis matamu
Namun engkau tidak dapat menangkap bayanganku.
535. “Aku adalah tuan dari pikiranku,
Landasan-landasan kekuatan batin telah terkembang dengan
baik;
Aku terbebas dari segala belenggu,
Oleh karena itu, aku tidak takut padamu, Sahabat.”349 mata kalau kalah sedih,kecewa,lenyap dari sana.“Mengapa engkau tidak menyetujui kelahiran?
Begitu terlahir, seseorang menikmati kenikmatan indria.
Siapakah yang mengajari engkau tentang ini:
’Bhikkhunī, jangan menyetujui kelahiran’?”
[Bhikkhunī Cālā:]
537. “Bagi seseorang yang terlahir maka ada kematian;
Begitu terlahir, seseorang menjumpai penderitaan—Belenggu, pembunuhan, kesusahan—
Karenanya, seseorang seharusnya tidak menyetujui
kelahiran.351
538. “Sang Buddha telah mengajarkan Dhamma, <291>
Yang melampaui kelahiran;
Untuk melepaskan segala penderitaan
Beliau telah meyakinkan aku dalam kebenaran. [133]
539. “Sedangkan bagi mereka yang mengembara di tengah-tengah
bentuk,
Dan mereka yang berdiam dalam tanpa-bentuk,
Belum memahami pemadaman,
Mereka terlahir kembali dalam kehidupan baru.”352.
“Aku tidak ingin terlahir kembali di mana pun, Sahabat.”
540. “Ada para deva Tāvatiṃsa dan Yāma,
Dan para devatā di alam Tusita,
Para deva yang bergembira dalam penciptaan, <292>
Dan para deva yang mengendalikan,
Arahkan pikiranmu ke sana [ke alam-alam itu]
Dan engkau akan mengalami kegembiraan.”353
[Bhikkhunī Upacālā:]
541. “Ada para deva Tāvatiṃsa dan Yāma,
Dan para devatā di alam Tusita,
Para deva yang bergembira dalam penciptaan,
Dan para deva yang mengendalikan,   
Kemudian Bhikkhunī Vajirā, setelah memahami, “Ini adalah Māra
si Jahat,” menjawab dalam syair-syair berikut:
553. “Mengapa sekarang engkau menganggap ada ‘makhluk’?
Māra, apakah itu adalah pandangan spekulatifmu? <297>
Ini bukan lain hanyalah timbunan bentukan-bentukan:
Tidak ada makhluk di sini.
554. “Bagaikan sekumpulan bagian-bagian,
Kata ‘kereta’ digunakan,
Demikian pula, kelompok-kelompok kehidupan muncul,
Ada konvensi ‘makhluk’.
555. “Itu hanyalah penderitaan yang menjelma,
Penderitaan yang berlangsung dan lenyap.
Bukan lain hanyalah penderitaan yang muncul,
Bukan lain hanyalah penderitaan yang lenyap dari sana pelepasan
semua perolehan, penghancuran keinginan, kebosanan, pelenyapan,
Nibbāna.364 Jika Aku harus mengajarkan Dhamma dan jika orang lain.“Para Buddha di masa lampau,
Para Buddha di masa depan,
Dan Ia yang menjadi Buddha masa kini,
Melenyapkan kesedihan banyak orang—
563. “Semuanya telah berdiam, akan berdiam, dan berdiam,
Secara mendalam menghormati Dhamma sejati:
Bagi Para Buddha
Ini adalah hukum alam.
564. “Oleh karena itu, seseorang yang menginginkan
kebaikannya sendiri,
Menginginkan kemajuan spiritual,
Harus secara mendalam menghormati Dhamma sejati,
Merenungkan Ajaran Sang Buddha.”375.“Kami tujuh puluh dua, Gotama, adalah pelaku-kebajikan;
<312>
Sekarang kami memiliki kekuatan, melampaui kelahiran
dan penuaan.
Ini, guru-pengetahuan, adalah pencapaian tertinggi Brahmā
kami.
Banyak orang yang merindukan kami.”387.“Umur kehidupan di sini adalah singkat, tidak lama,
Walaupun engkau, Baka, menganggapnya lama.
Aku tahu, O, Brahmā, umur kehidupanmu adalah
Seratus ribu nirabbuda.”388
[Brahmā Baka:]
574. “O, Bhagavā, [Engkau mengatakan]:
‘Aku adalah seorang dengan penglihatan tanpa batas
Seorang yang telah mengatasi kelahiran, usia-tua, dan
kesedihan.’
Apakah praktikku dalam hal tekad dan moralitas di masa
lampau?
Jelaskan padaku agar aku mengerti.“Tentu saja Engkau mengetahui umur kehidupanku;
Yang lainnya juga Engkau mengetahuinya, karena Engkau
adalah Buddha.
Demikianlah keagungan gemilang ini adalah milik-Mu
Yang bahkan menerangi alam brahmā.”Kemudian Yang Mulia
Mahāmoggallāna menempatkan dirinya di sisi timur dan duduk bersila
di udara di atas brahmā itu—lebih rendah dari Sang Bhagavā—setelah
memasuki meditasi pada unsur api.
Kemudian Yang Mulia Mahākappina berpikir: “Di manakah Sang
Bhagavā berada sekarang?” dengan kekuatan batin mata-dewa.“Banyak siswa Sang Buddha
Yang telah mencapai kesucian Arahat dengan noda-noda
dihancurkan,
Pembawa tiga pengetahuan dengan kekuatan batin,
Terampil dalam membaca pikiran makhluk-makhluk lain.”395.“’Banyak siswa Sang Buddha …
Terampil dalam membaca pikiran makhluk-makhluk lain.’”“Kami datang, Tuan, dari hadapan Sang Bhagavā, Sang Arahanta,
Tercerahkan Sempurna. Tuan, engkau seharusnya pergi melayani
Sang Bhagavā, Sang Arahanta, Tercerahkan Sempurna.“Aku melihat, Tuan, bahwa engkau memiliki kekuasaan dan
kekuatan yang besar.”
“Sang Bhagavā, Tuan, adalah lebih berkuasa dan kuat dari kalian
berdua dan aku. Engkau harus pergi, Tuan, untuk melayani Sang
Bhagavā itu, Sang Arahanta, Tercerahkan Sempurna.”Kemudian brahmā mandiri Subrahmā dan Suddhāvāsa, setelah
membangkitkan semangat religius dalam diri brahmā itu, lenyap dari
sana. Dan kelak, brahmā itu datang dan melayani Sang Bhagavā, Sang
Arahanta, Tercerahkan Sempurna.
 Bhikkhu Kokālika meninggal dunia, [151] dan
karena ia memendam permusuhan terhadap Sāriputta dan Moggāllāna,
setelah kematiannya, ia terlahir kembali di Neraka Paduma.408
“Seseorang seharusnya menyukai tempat tinggal-tempat tinggal terpencil,
Berlatih agar terbebas dari belenggu-belenggu.
Tetapi jika seseorang tidak gembira di sana,
Terjaga dan penuh perhatian, berdiam dalam Saṅgha.413.Di mana ular mengerikan merayap,
Di mana kilat menyambar dan langit bergemuruh,
Dalam kepekatan gelap malam
Duduk seorang bhikkhu yang hampa dari ketakutan.415
601. “Karena ini sungguh telah terlihat olehku,
Ini bukanlah sekedar kabar angin:
Dalam satu kehidupan suci
Seribu telah meninggalkan Kematian.416
602. “Terdapat lima ratus lebih pelajar,
Dan sepuluh kali sepuluh kali sepuluh:
Semuanya telah memasuki arus,
Tidak pernah kembali ke alam binatang.
603. “Sedangkan bagi orang-orang lainnya yang tersisa— <335>
Yang menurutku, adalah pelaku kebajikan—
Aku bahkan tidak mampu menghitungnya
Karena takut mengucapkan kebohongan.”417 [155].Sang Buddha Sikhī, Sang Arahanta, Tercerahkan Sempurna, berdiam
dengan bergantung pada ibukota Aruṇavatī.418 Pasangan siswa utama
Sang Buddha Sikhī bernama Abhibhū dan Sambhava, pasangan yang
sempurna. Kemudian Sang Buddha Sikhī berkata kepada Bhikkhu
Abhibhū, ‘Marilah, <336> Brahmana, mari kita pergi ke alam brahmā
tertentu sampai waktu makan siang’—‘Baik, Yang Mulia,’ Bhikkhu
Abhibhū menjawab Samyutta Nikaya hal 246.

Nibbāna Akhir
Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Kusinārā, di
Upavattana, hutan pohon sal milik para Malla, di antara pohon sal
kembar, menjelang Nibbāna akhir.421 Kemudian Sang Bhagavā berkata
kepada para bhikkhu sebagai berikut: “Sekarang [158] Aku berkata
kepada kalian, Para bhikkhu: Bentukan-bentukan pasti akan lenyap.
Berjuanglah dengan sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan.” Ini
adalah kata-kata terakhir dari Sang Tathāgata.
Kemudian Sang Bhagavā mencapai jhāna pertama. Setelah keluar
dari jhāna pertama, Beliau mencapai jhāna ke dua. Setelah keluar
dari jhāna ke dua, Beliau mencapai jhāna ke tiga. Setelah keluar dari
jhāna ke tiga, Beliau mencapai jhāna ke empat. Setelah keluar dari
jhāna ke empat, Beliau mencapai landasan ruang tanpa batas. Setelah
keluar dari landasan ruang tanpa batas, Beliau mencapai landasan
kesadaran tanpa batas. Setelah keluar dari landasan kesadaran tanpa
batas, Beliau mencapai landasan kekosongan. Setelah keluar dari
landasan kekosongan, Beliau mencapai landasan bukan-persepsi juga
bukan bukan-persepsi. Setelah keluar dari landasan bukan-persepsi
juga bukan bukan-persepsi, Beliau mencapai lenyapnya persepsi dan
perasaan. <341>.Setelah keluar dari lenyapnya persepsi dan perasaan, Beliau
mencapai landasan bukan-persepsi juga bukan bukan-persepsi. Setelah
keluar dari landasan bukan-persepsi juga bukan bukan-persepsi,
Beliau mencapai landasan kekosongan. Setelah keluar dari landasan
kekosongan, Beliau mencapai landasan kesadaran tanpa batas. Setelah
keluar dari landasan kesadaran tanpa batas, Beliau mencapai landasan
ruang tanpa batas. Setelah keluar dari landasan ruang tanpa batas,
Beliau mencapai jhāna ke empat. Setelah keluar dari jhāna ke empat,
Beliau mencapai jhāna ke tiga. Setelah keluar dari jhāna ke tiga,
Beliau mencapai jhāna ke dua. Setelah keluar dari jhāna ke dua, Beliau
mencapai jhāna pertama.
Setelah keluar dari jhāna pertama, Beliau mencapai jhāna ke dua.
Setelah keluar dari jhāna ke dua, Beliau mencapai jhāna ke tiga. Setelah
keluar dari jhāna ke tiga, Beliau mencapai jhāna ke empat. Setelah
keluar dari jhāna keempat, segera setelah ini, Sang Bhagavā mencapai
Nibbāna akhir.422
Ketika Sang Bhagavā mencapai Nibbāna akhir, bersamaan dengan
Nibbāna akhir ini, Brahmā Sahampati melantunkan syair ini:
608. “Semua makhluk di dunia
Akhirnya akan membaringkan tubuhnya,
Karena bahkan seseorang seperti Sang Guru,
Manusia tanpa bandingan di dunia ini,
Sang Tathāgata yang memiliki kekuatan-kekuatan,
Sang Buddha, telah mencapai Nibbāna akhir.”423 <342>.“Kemudian muncul ketakutan,
Kemudian muncul keragu-raguan,
Ketika seseorang yang sempurna dalam segala kualitas
mulia,
Sang Buddha, mencapai Nibbāna akhir.” [159].
“Aku tidak melihat siapa pun, Brahmana, di dunia ini dengan para
deva, Māra, dan Brahmā, dalam generasi ini bersama dengan para
petapa dan brahmana, para deva, dan manusia, yang dapat membantah
ajaran Sang Bhagavā, Sang Arahanta, Tercerahkan Sempurna. Tetapi
pergilah, Brahmana. Ketika engkau pergi, engkau akan memahami.”
Kemudian brahmana dari suku Bhāradvāja, marah dan tidak senang,
mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau.
Ketika mereka telah menutup sapaan dan ramah tamah, ia lalu duduk
di satu sisi [161] dan berkata kepada Sang Bhagavā dalam syair:431
613. “Setelah membunuh apakah seseorang tidur dengan lelap?
Setelah membunuh apakah seseorang tidak bersedih? <346>
Apakah satu hal, O, Gotama,
Yang merupakan pembunuhan yang Engkau setujui?”
[Sang Bhagavā:]
614. “Setelah membunuh kemarahan, seseorang tidur dengan
lelap;
Setelah membunuh kemarahan, seseorang tidak bersedih;
Pembunuhan kemarahan, O, Brahmana,
Dengan akar beracun dan pucuk bermadu:
Ini adalah pembunuhan yang dipuji oleh para mulia,
Karena setelah membunuh itu, seseorang tidak bersedih.”Yang Mulia Bhāradvāja, dengan mengalami oleh dirinya sendiri
dengan pengetahuan langsung dalam kehidupan ini juga akan tujuan
yang tiada bandingnya dari kehidupan suci yang dicari oleh orang-
orang yang meninggalkan keduniawian dan menjalani kehidupan tanpa rumah. <347> Ia secara langsung mengetahui: “Kelahiran telah
dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan
telah dilakukan, tidak ada lagi bagi kondisi makhluk ini.”432 Dan Yang
Mulia Bhāradvāja menjadi salah satu dari para Arahanta.
Caci-maki
kami—yang tidak mencaci siapa pun,
yang tidak memarahi siapa pun, yang tidak mencerca siapa pun—
menolak menerima darimu cacian dan kemarahan dan semburan yang
engkau lepaskan kepada kami.
“Brahmana, seseorang yang mencaci orang yang mencacinya,
yang memarahi orang yang memarahinya, yang mencerca orang
yang mencercanya—ia dikatakan memakan makanan, memasuki
Si dungu merasa kemenangan telah diperoleh
Ketika dengan ucapan, ia mencerca dengan kasar;
Tetapi bagi ia yang mengerti,
Menahan dengan sabar adalah kemenangan sejati.438
620-22. “Seseorang yang membalas kemarahan dengan
kemarahan
… (syair = 616-18) … <351>
Adalah tidak terampil dalam Dhamma.” [164].“Jika seseorang melakukan kesalahan terhadap orang yang
tidak bersalah,
Seorang yang murni tanpa noda,
Kejahatan itu akan kembali kepada si dungu itu sendiri
Bagaikan debu halus yang ditebarkan melawan angin.”
“Di dunia ini, tidak ada brahmana yang suci
Walaupun ia bermoral dan keras dalam latihan;
Seorang yang sempurna dalam pengetahuan dan perilaku
adalah suci,Seorang bijaksana yang teguh, walaupun dari keluarga
rendah,
Adalah berdarah murni yang dikendalikan oleh rasa malu.448
Keangkuhan, O, Brahmana, adalah beban bahumu, <364>
Kemarahan adalah asap, ucapan salah adalah abu;
Lidah adalah sendoknya, hati adalah altar,
Diri yang terjinakkan dengan baik adalah cahaya bagi
seseorang.
“Pasti petapa ini tidak memiliki
Tujuh putri yang ditinggal menjanda,
Beberapa dengan satu anak, beberapa dengan dua:
Karenanya, petapa ini bahagia.456
653. “Pasti petapa ini tidak memiliki
Istri berkulit coklat dengan wajah penuh bercak
Yang membangunkannya dengan tendangan:
Karenanya, petapa ini bahagia.
654. “Pasti petapa ini tidak memiliki
Penagih hutang yang menagih saat fajar,
Membentaknya, ‘Bayar! Bayar!’: <367>
Karenanya, petapa ini bahagia.”“Anak-anak jahat ini sesungguhnya berniat,
Walaupun mereka memanggilku, ‘Ayah, Ayah sayang.’
Mereka adalah siluman dalam samaran anak <379>
Untuk meninggalkanku ketika aku sudah tua.“Di dalam hutan di mana tidak ada suara musik atau
nyanyian,
Sang bijaksana penyendiri masuk ke hutan!
Ini membuatku terheran-heran—bahwa Engkau berdiam
Dengan pikiran gembira sendirian di dalam hutan.
699. “Aku menduga Engkau menginginkan tiga surga
tertinggi,
Bersama dengan raja para dewa penguasa dunia ini. <390>
Oleh karena itu, Engkau memasuki hutan terpencil ini:
Engkau mempraktikkan penebusan untuk mencapai
Brahmā.“Apa pun keinginan dan kegembiraan yang banyak itu
Yang selalu melekat pada banyak unsur,
Keinginan itu muncul dari akar ketidaktahuan:
Semuanya telah Kuhancurkan hingga ke akar-akarnya.477.
“Aku tanpa keinginan, tanpa kemelekatan, tanpa
kesibukan;
Penglihatan-Ku atas segala sesuatu telah murni.
Setelah mencapai—Penerangan Tertinggi—yang
mengagumkan
Penuh keyakinan, Brahmana, Aku bermeditasi
sendirian.”478.Tetapi setelah meninggalkan nafsu, kebencian, dan
kebodohan,
Mereka yang membicarakan Dhamma adalah orang baik.”ketidakpuasan muncul dalam
dirinya; nafsu memenuhi pikirannya.486 Kemudian ia berpikir:
“Sungguh suatu kerugian bagiku, tidak bermanfaat bagiku! Sungguh
suatu kecelakaan bagiku, tidak diperoleh dengan baik olehku,
ketidakpuasan telah muncul dalam diriku, nafsu memenuhi pikiranku.
bahwa karena kecerdasanku, aku meremehkan
bhikkhu lain yang berperilaku baik.”
Kemudian Yang Mulia Vaṅgīsa, setelah merasa menyesal, pada saat
itu melantunkan syair-syair ini:“Tinggalkan keangkuhan, O, Gotama,
Dan tinggalkan sepenuhnya jalan keangkuhan.
Terpengaruh oleh jalan keangkuhan,
Engkau akan menyesal dalam waktu yang lama.498 <404>
718. “Orang-orang yang suka mencemooh,
Terbunuh oleh keangkuhan, jatuh ke neraka.
Orang-orang bersedih dalam waktu yang lama.
Terbunuh oleh keangkuhan, terlahir kembali di neraka.“Tetapi seorang bhikkhu tidak pernah bersedih sama sekali,
Seorang yang mengetahui Sang Jalan berlatih dengan benar.
Ia mengalami sambutan dan kebahagiaan;
Sungguh mereka menyebutnya seorang bijak dalam
Dhamma.499 [188].ketidakpuasan muncul dalam diri
Yang Mulia Vaṅgīsa; nafsu memenuhi pikirannya.501 Kemudian Yang
Mulia Vaṅgīsa berkata kepada Yang Mulia Ānanda dalam syair:
721. “Aku terbakar oleh nafsu indria,
Pikiranku terbakar oleh api.
Mohon bertahukan kepadaku bagaimana
memadamkannya,
Berkat belas kasih, O, Gotama.”502
“Kembangkanlah meditasi tanpa gambaran,
Dan singkirkan kecenderungan akan keangkuhan.
Kemudian, dengan menghancurkan keangkuhan,
Engkau akan menjadi salah satu yang mengembara dengan
damai.”506.Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Setelah mengatakan
hal ini, Yang Sempurna, Sang Guru, lebih lanjut mengatakan:
726. “Apa yang diucapkan dengan baik, orang baik mengatakan,
adalah yang utama;
Ke dua, mengucapkan Dhamma, bukan non-Dhamma;
Ke tiga, mengucapkan apa yang menyenangkan, bukan apa
yang tidak menyenangkan;
Ke empat, mengucapkan kebenaran, bukan apa yang tidak
benar.”Pada suatu ketika, Yang Mulia Sāriputta sedang berdiam di Sāvatthī, di
Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada saat itu, Yang Mulia Sāriputta
sedang memberikan instruksi, menasihati, menginspirasi, dan
menggembirakan para bhikkhu dengan khotbah Dhamma,Pada suatu ketika, Sang Bhagavā sedang berdiam di Sāvatthī, di Taman
Timur Istana ibu Migāra bersama dengan lima ratus bhikkhu yang
semuanya adalah Arahanta. Pada saat itu—hari Uposatha tanggal lima
belas—Sang Bhagavā sedang duduk di ruang terbuka dikelilingi oleh O, Bhagavā, nama-Mu adalah ‘Nāga’,
Sang Bijaksana terbaik di antara para bijaksana.
Bagaikan awan besar membawa hujan
Engkau mencurahkan kepada para siswa.519 [193]
741. “Setelah keluar dari istirahat siangnya.“Apa pun yang dapat dicapai oleh seorang siswa
Yang mempraktikkan Ajaran Sang Guru,
Semuanya telah dicapai olehnya, <419>
Seorang yang berlatih dengan tekun.
748. “Memiliki kekuatan besar, seorang dengan tiga
pengetahuan,
Terampil dalam mengetahui pikiran makhluk lain—
Koṇḍañña, pewaris sejati dari Sang Buddha,
Memberi hormat di kaki Sang Guru.”526.“Moggallāna, memiliki kekuatan batin yang besar,
Melingkupi batin mereka dengan batinnya sendiri,
Dan mengamati [ia melihat] batin mereka:
Terbebaskan sepenuhnya, tanpa perolehan!
751. “Demikianlah mereka yang sempurna dalam banyak
kualitas
Melayani Gotama,
Sang Bijaksana sempurna dalam segala hal,
Pergi ke pantai seberang dari penderitaan.”527.“Ketika ia bersemangat dan teguh,
Selalu kokoh dalam daya-upayanya,
Bercita-cita untuk mencapai Nibbāna,
Mengapa mengkhawatirkan seseorang yang meninggalkan
keduniawian?”537.“Bhikkhu itu menyambarku bagaikan seorang tolol <428>
Yang bukan pada tempatnya menasihati seorang pemburu
Yang mengembara di gunung-gunung berbatu
Dengan sedikit kebijaksanaan, tanpa akal sehat.“Setelah memasuki hutan di bawah pohon,
Setelah menempatkan Nibbāna dalam hatimu, [200]
Bermeditasilah, Gotama, jangan lengah!
Apakah gunanya perbincangan ini bagimu?”542
Kemudian Yang Mulia Ānanda, tergerak oleh devatā tersebut,
mendapatkan kembali semangat religiusnya.“Tidak tahukah engkau, Dungu,
Peribahasa para Aharanta?
Segala bentukan adalah tidak kekal;
Bersifat muncul dan lenyap.
Setelah muncul, mereka lenyap;
Ketenangannya adalah kebahagiaan.“Karena engkau berdiam sendirian di dalam hutan
Bagaikan tunggul kayu yang ditolak di dalam hutan,
Banyak dari mereka yang iri padamu,
Bagaikan makhluk-makhluk neraka yang iri pada mereka yang
pergi ke alam surga.bhikkhu itu pergi untuk
melewatkan siang, ia terus-menerus memikirkan pikiran-pikiran buruk
yang tidak bermanfaat, yaitu pikiran-pikiran indriawi, kebencian, dan
mencelakai. Di masa lalu, para bhikkhu hidup berbahagia,
Para siswa Gotama.
Tanpa keinginan, mereka mencari makanan mereka,
Tanpa keinginan, mereka menggunakan tempat tinggal
mereka.
Setelah mengetahui ketidakkekalan dunia ini,
Mereka mengakhiri penderitaan.Pada saat itu, Yakkha Khara dan Yakkha Sūciloma melintas tidak jauh
dari Sang Bhagavā. Kemudian Yakkha Khara berkata kepada Yakkha
Sūciloma: “Itu adalah seorang petapa.”
“Itu bukanlah seorang petapa; itu adalah seorang petapa palsu.564
Aku akan segera memastikan apakah ia adalah seorang petapa atau
petapa palsu.”“Diamlah, Uttarikā,
Diamlah, Punabbasu! <453>
Aku ingin mendengarkan Dhamma
Dari Sang Guru, Buddha Yang Tertinggi.
829. “Ketika Sang Bhagavā menjelaskan tentang Nibbāna,
Bebas dari segala simpul,
Muncul dalam diriku
Minat mendalam pada Dhamma ini.
830. “Di dunia ini, anak seseorang adalah kesayangan,
Di dunia ini, suami seseorang adalah kesayangan,
Tetapi bagiku, pencarian akan Dhamma ini
Telah menjadi kesayangan yang lebih besar dari semua itu.“Majulah, Perumah tangga! Majulah, Perumah tangga! Maju lebih
baik bagimu, jangan berbalik.”
Kemudian kegelapan sirna dan cahaya muncul untuk perumah
tangga Anāthapiṇḍika, dan ketakutan, keraguan, dan teror yang telah
muncul dalam dirinya menjadi lenyap.“Keyakinan adalah harta terbaik seseorang;
Dhamma yang dilatih dengan baik membawa kebahagiaan;
Kebenaran adalah rasa yang paling manis;
Seseorang yang hidup dengan kebijaksanaan, mereka katakan
sebagai kehidupan terbaik.”597.
“Bagaimanakah seseorang menyeberangi banjir?
Bagaimanakah seseorang menyeberangi lautan yang
bergolak?
Bagaimanakah seseorang mengatasi penderitaan?
Bagaimanakah seseorang disucikan?”
[Sang Bhagavā:]
849. “Dengan keyakinan seseorang menyeberangi banjir,
Dengan ketekunan seseorang menyeberangi lautan
bergolak.
Dengan semangat seseorang mengatasi penderitaan,
Dengan kebijaksanaan seseorang disucikan.“Bagaimanakah seseorang memperoleh kebijaksanaan?599
Bagaimanakah seseorang mencari kekayaan? <463>
Bagaimanakah seseorang mencapai pengakuan?
Bagaimanakah seseorang mengikat seorang teman?
Ketika berlalu dari dunia ini ke dunia berikutnya,
Bagaimanakah agar seseorang tidak bersedih?”
[Sang Bhagavā:]
851. “Menempatkan keyakinan dalam Dhamma para Arahanta
Demi pencapaian Nibbāna,
Dari keinginan untuk belajar, seseorang memperoleh
kebijaksanaan
Jika ia tekun dan cerdik.600.“Melakukan apa yang benar, taat,Seseorang dengan inisiatif mencari kekayaan. [215]
Dengan kejujuran, seseorang memenangkan pengakuan;
Dengan memberi, seseorang mengikat teman.
Demikianlah bagaimana seseorang tidak bersedih
Ketika berlalu dari dunia ini ke dunia berikutnya.601.“Pencari kehidupan rumah tangga yang penuh keyakinan
Dalam dirinya terdapat empat kualitas ini—
Kebenaran, Dhamma, keteguhan, kedermawanan—
Tidak bersedih ketika ia meninggal dunia. <464>
854. “Silakan, tanyakanlah kepada yang lainnya juga,
Di antara banyak petapa dan brahmana,
Apakah ditemukan yang lebih baik
Daripada kebenaran, pengendalian diri, kedermawanan, dan
kesabaran.”602.‘Di mana seorang malas yang tidak bekerja keras
Dapat mencapai kebahagiaan tanpa akhir:
Pergilah, Suvīra,
Dan bawa aku bersamamu.’“‘Kebahagiaan itu, deva tertinggi, akan kami temukan
Tanpa melakukan pekerjaan, O, Sakka,
Keadaan tanpa kesedihan, tanpa keputusasaan:
Berikan aku itu, Sakka, sebagai anugerah.’jika ketakutan atau keraguan atau teror muncul, pada saat itu, kalian
harus melihat benderaku. Karena ketika kalian melihat benderaku,
apa pun ketakutan atau keraguan atau teror yang kalian alami akan
lenyap.”611.Sang Bhagavā adalah Arahanta,
Tercerahkan Sempurna, sempurna dalam pengetahuan sejati dan
perilaku, Bahagia, Pengenal seluruh alam, pemimpin tanpa tandingan
bagi orang-orang yang patut dijinakkan, guru para deva dan manusia,
Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā.’ Karena ketika kalian mengingat
Aku, Para bhikkhu, apa pun ketakutan atau keraguan atau teror yang
kalian alami akan lenyap.” [220].
“Karena alasan apakah? Karena, Para bhikkhu, Sang Tathāgata, Sang
Arahanta, Yang Tercerahkan Sempurna terbebas dari nafsu, terbebas
dari kebencian, terbebas dari kebodohan; Beliau berani, tegas, siap
berdiri di tempat-Nya.”arena bagi mereka yang mengingat Sang Buddha,
Dhamma, dan Saṅgha, Para bhikkhu,
Tidak ada ketakutan atau keraguan akan muncul,
Juga tidak ada teror yang mengerikan.”“’Ketika seseorang memiliki kekuatan
Dengan sabar menghadapi yang lemah,
Mereka menyebutnya kesabaran tertinggi;
Yang lemah harus selalu sabar.61.
“’Mereka menyebut kekuatan itu sebagai tidak ada kekuatan
sama sekali—
Kekuatan yang merupakan kekuatan si dungu—
Tetapi tidak ada seorang pun yang dapat mencela
seseorang
Yang kuat karena dijaga oleh Dhamma.618
880. “’Seseorang yang membalas kemarahan orang lain dengan
kemarahan
Dengan demikian membuat lebih buruk bagi dirinya sendiri.
Tidak membalas kemarahan orang lain dengan kemarahan,
<479>
Ia memenangkan pertempuran yang sulit dimenangkan.’
 Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, suatu ketika di masa lampau, para
deva dan para asura sedang bersiap-siap untuk suatu pertempuran.
Kemudian Vepacitti, raja para asura, berkata kepada Sakka, raja para
deva: ‘Raja deva, biarlah kemenangan ditentukan oleh nasihat yang
diucapkan dengan baik.’ [Dan Sakka menjawab]: ‘Vepacitti, biarlah
kemenangan ditentukan oleh nasihat yang diucapkan dengan baik.’”“’Ini adalah gagasanku sendiri <481>
Cara untuk melawan si dungu adalah:
Ketika seseorang mengetahui bahwa musuhnya marah
Maka ia harus dengan penuh perhatian mempertahankan
kedamaian.’perdebatan, dan perselisihan. Tetapi syair-syair yang diucapkan oleh
Sakka, raja para deva, <483> adalah dalam lingkup bukan-hukuman dan
bukan-kekerasan; karenanya [menyebabkan] kebebasan dari konflik,
kebebasan dari perdebatan, dan kebebasan dari perselisihan. Sakka,
raja para deva, telah menang dengan nasihat yang diucapkan dengan
baik.’
“Demikianlah, Para bhikkhu, Sakka, raja para deva, menang dengan
nasihat yang diucapkan dengan baik.”
“Seseorang harus berusaha
Hingga tujuannya tercapai.
Tujuan bersinar ketika dicapai:
Ini adalah kata-kata Verocana.” [226].“Seseorang harus berusaha
Hingga tujuannya tercapai.
Tujuan bersinar ketika dicapai,
Tidak ada ditemukan yang lebih baik daripada kesabaran.”626.
[Sakka:]
897. “Semua makhluk condong pada suatu tujuan
Di sana atau di sini sesuai situasinya,
Tetapi semua pergaulan makhluk-makhluk
Adalah yang tertinggi di antara kenikmatan-kenikmatan.
Tujuan bersinar ketika dicapai,
Tidak ada ditemukan yang lebih baik daripada kesabaran.”“’Apa pun benih yang ditanam,
Itulah buah yang akan dipetik;
Pelaku kebaikan memetik kebaikan;
Pelaku kejahatan memetik kejahatan.’
Olehmu, Teman, benih telah ditanam;
Dengan demikian, engkau akan mengalami buahnya.’
II. SUB BAB KE DUA
(TUJUH SUMPAH)
11 (1) Sumpah
Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, di masa lampau, ketika Sakka, raja para
deva, adalah seorang manusia, ia mengambil tujuh sumpah yang
dengan memenuhinya ia memperoleh status sebagai Sakka.634 Apakah
tujuh sumpah itu?”
(1) ’Seumur hidupku, aku akan menyokong orang tuaku.’
(2) ’Seumur hidupku, aku akan menghormati saudara-saudara
tuaku.’
(3) ’Seumur hidupku, aku akan berbicara dengan lembut.’
(4) ’Seumur hidupku, aku tidak akan berbicara yang bersifat
memecah-belah.’
(5) ’Seumur hidupku, aku akan berdiam di rumah dengan pikiran
yang tanpa-kekikiran, bersikap dermawan, tangan-terbuka,
gembira dalam pelepasan, bermurah-hati,635 gembira dalam
memberi dan berbagi.’
(6) ’Seumur hidupku, aku akan membicarakan kebenaran.’
(7) ’Seumur hidupku, semoga aku terbebas dari kemarahan,
dan jika kemarahan muncul dalam diriku, semoga aku dapat
melenyapkannya dengan segera.’
“Para bhikkhu, suatu ketika di masa lampau, di Rājagaha yang sama
ini terdapat seorang miskin, papa, melarat. Ia menjalani keyakinan,
moralitas, pembelajaran, kedermawanan, dan kebijaksanaan dalam
Dhamma dan Disiplin yang diajarkan oleh Sang Tathāgata. Setelah
melakukan demikian, dengan hancurnya tubuh, setelah kematian,
[232] <498> ia terlahir kembali di alam yang baik, di alam surga, di
tengah-tengah para deva Tāvatiṃsa, dimana, ia mengungguli para
deva lainnya dalam hal keindahan dan keagungan.”642.“’Mereka yang nafsu dan kebencian
Dan kebodohan telah lenyap,
Para Arahanta dengan noda dihancurkan:
Mereka ini adalah siapa yang kusembah, Mātali.’“’Adalah mereka yang seharusnya menyembah engkau—
Manusia yang terjebak dalam jasmani yang busuk,
Mereka yang terbenam di dalam bangkai,
Diserang oleh lapar dan haus.655
“’Aku tidak terganggu dalam batin,
Juga tidak mudah terpengaruh oleh pusaran kemarahan.
Aku tidak pernah marah dalam waktu yang lama,
Juga kemarahan tidak bertahan lama dalam diriku.660.“Para bhikkhu, ada dua jenis orang dungu: seorang yang tidak
melihat suatu pelanggaran sebagai pelanggaran; dan seorang yang,
ketika orang lain mengakui pelanggaran, tidak memaafkannya sesuai
dengan Dhamma. Ini adalah dua jenis orang dungu.”
“Berhenti”
karena kekotoran, seseorang tenggelam; “memaksakan” karena
bentukan-bentukan kehendak, seseorang terhanyut; (ii) karena
keinginan dan pandangan-pandangan, seseorang tenggelam;
karena kekotoran-kekotoran lainnya, seseorang terhanyut; (iii)
karena keinginan, seseorang tenggelam; karena pandangan-
pandangan, seseorang terhanyut; (iv) karena pandangan eterna-
lis, seseorang tenggelam; karena pandangan nihilis, seseorang
terhanyut. (baca It 43, 12-44,4); (v) karena kekenduran, sese-
orang tenggelam; karena kegelisahan, seseorang terhanyut; (vi)
karena melakukan praktik pemuasan kenikmatan-indria, ses-
eorang tenggelam; karena melakukan praktik penyiksaan diri,
seseorang terhanyut; (vii) karena segala bentukan kehendak
yang tidak bermanfaat, seseorang tenggelam; karena segala
bentukan kehendak duniawi.keinginan-indria,
permusuhan). Seseorang harus meninggalkan (jahe) lima belenggu
yang lebih tinggi (nafsu terhadap bentuk, nafsu terhadap
tanpa bentuk, keangkuhan, kegelisahan, kebodohan). Untuk
memotong dan meninggalkan belenggu-belenggu ini, seseorang
harus mengembangkan lebih jauh lagi lima (pañca cuttari bhāvaye),
yaitu lima kekuatan spiritual (keyakinan, usaha, perhatian,
konsentrasi, kebijaksanaan). Lima ikatan (pañcasaṅga) adalah:
nafsu, kebencian, kebodohan, keangkuhan, dan pandangan-
pandangan. Seorang bhikkhu yang telah mengatasi lima ikatan
ini disebut seorang penyeberang banjir.Tidak ada kasih sayang yang menyamai kasih sayang pada diri
sendiri.Tidak ada cahaya yang menyamai
kebijaksanaan karena kebijaksanaan dapat menerangi sepuluh
ribu alam semesta dan melenyapkan kegelapan yang menye-
lubungi tiga periode waktu, yang bahkan
“Aku”, “milikku”, “deva”, “manusia”, “perempuan”, “laki-laki”,
dan lain-lain. Arahanta tidak
lagi dapat menggambarkan konsep-konsep seperti nafsu, benci,
dan bodoh.Keinginan sebagai akarnya: dengan akarnya yaitu kebodohan.Jika seseorang mem-
praktikkan Dhamma melalui sepuluh kamma bermanfaat.
Walaupun dengan mengumpulkan sedikit demi sedikit (samuñjakaṃ).
demikian pula penipu menyembunyikan di-
rinya di balik jubah-usang dan menipu banyak orang dengan
kata-kata cerdas. Semua pemakaian empat kebutuhan (jubah,
makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan) yang ia gunakan
adalah digunakan dengan mencuri.
, khususnya dari jenis naga setengah dewa, tetapi juga dapat
menunjukkan kobra dan gajah, dan digunakan sebagai meta- dan digunakan sebagai meta dan digunakan sebagai meta-
fora untuk Arahanta.Spk menjelaskan teka-teki ini sebagai berikut: Samudra (sam-
udda) atau jurang (pātāla) adalah keinginan, disebut samudra karena tidak dapat diisi dan jurang karena tidak ada pijakan.
Satu akarnya (ekamūla) adalah ketidaktahuan; dua pusaran air
(dvirāvaṭṭa) adalah pandangan eternalis dan nihilis. [Spk-pṭ: Ke-
inginan akan kehidupan berputar melalui pandangan eternalis;
keinginan akan pemusnahan melalui pandangan nihilis.] Tiga
noda (timaa) adalah nafsu, kebencian, dan kebodohan; lima sam-
bungan (pañcapatthara), lima untai kenikmatan indria; dan dua
belas arus air (dvādasāvaṭṭa), enam landasan indria internal dan
eksternal.Samyutta Nikaya 391-392.
Ñāṇananda mengusulkan interpretasi alternatif atas beberapa
istilah ini: sehubungan dengan 36:4, ia mengartikan jurang se-
bagai perasaan sakit, dan sehubungan dengan 35:228, samudra
sebagai enam landasan indria. Dua pusaran air adalah perasaan
menyenangkan dan perasaan menyakitkan; satu akar, kontak.
Untuk lengkapnya, baca SN-Anth 2:63-66.Spk menceritakan kisah yang melatarbelakangi: Dalam kehidu-
pan sebelumnya, deva ini adalah seorang bhikkhu yang terlalu
bersemangat, yang mengabaikan tidur dan makan untuk mem- yang mengabaikan tidur dan makan untuk mem yang mengabaikan tidur dan makan untuk mem-
perhatikan objek meditasinya. Karena semangat yang berlebihan
ini, ia meninggal dunia karena masuk angin dan seketika ter-
lahir kembali di alam Surga Tāvatiṃsa di tengah-tengah sekel-
ompok bidadari surgawi (accharā). Perubahan itu begitu cepat
sehingga ia bahkan tidak mengetahui bahwa ia telah meninggal
dunia dan berpikir bahwa ia masih seorang bhikkhu. Para bida-
dari mencoba untuk merayunya, tetapi ia menolak cinta mereka
dan berusaha untuk melanjutkan meditasinya. Akhirnya, ketika
para bidadari itu membawakan cermin untuknya, ia menyadari
bahwa ia telah terlahir kembali menjadi deva, Syair-syair ini diucapkan oleh Anāthapiṇḍika, penyokong utama
Sang Buddha, setelah ia terlahir kembali di alam Surga Tusita.
Muncul kembali di bawah, dengan prosa, pada 2:20.saya menganggap sagge
sebagai akusatif jamak daripada lokatif tunggal yang juga masuk
akal.Bhaggava adalah nama si pengrajin tembikar, mungkin nama
suku.Istri adalah pendamping
terbaik karena seseorang dapat menceritakan kepadanya raha-
sia pribadinya.Jalan menyimpang (uppatha) adalah bukan jalan (amagga) un-
tuk pergi ke alam surga dan Nibbāna. Melakukan penghancuran
siang dan malam (rattindivakkhaya): dihancurkan oleh siang dan
malam atau selama siang dan malam. Perempuan adalah noda bagi
kehidupan suci: dengan mencuci noda-noda luar, seseorang dapat
menjadi bersih, tetapi seseorang yang dikotori oleh perempuan
tidaklah mungkin menjadikan dirinya suci.Mengenai “mandi tanpa air” baca vv. 646, 705. 646, 705. Untuk mema- Untuk mema- ntuk mema ntuk mema-
hami ungkapan ini, kita harus mengingat bahwa bagi para brah-
mana di masa Sang Buddha (seperti halnya umat-umat Hindu
masa sekarang), ritual mandi adalah suatu cara untuk mencuci
kejahatan seseorang. Sang Buddha mengganti ini dengan “man-
di internal.
Latihan keras (tapa)
adalah sebutan bagi pengendalian, praktik keras (dhutaṅgaguna),
usaha, dan pertapaan keras (dukkarakārika); semua ini kecuali
pertapaan keras (yaitu penyiksaan diri) adalah praktik yang
membakar kekotoran-kekotoran. Kehidupan suci (brahmacariya)
adalah menghindari hubungan seksual.uppatha(jalan menyimpang)Kata ini adalah terjerat oleh keserakahan (taṇhāya uḍḍito) kar-
ena mata, tertangkap oleh tali keinginan, terjerat dalam kait
bentuk-bentuk; demikian juga dengan telinga dan suara-suara,
dan seterusnya. Dunia ini terkurung oleh Kematian (maccunā pihi-
to):Kemarahan memiliki akar beracun (visamūla) karena beraki-
bat dalam penderitaan. Memiliki pucuk bermadu (madhuragga)karena kenikmatan muncul ketika seseorang membalas kemara-
han dengan kemarahan, kekejaman dengan kekejaman, atau pu-
kulan dengan pukulan.karena itu, suami adalah penanda dari seorang perempuan.
Mengenai bendera (dhaja) adalah penanda sebuah kereta, baca
11:2 dan n. 611.Benih dari tujuh jenis gabah adalah hal terbaik yang naik,
karena ketika benih naik, makanan banyak dan negeri aman.
Hujan dari awan hujan melampaui segalanya yang turun karena
hujan memastikan hasil panen yang mencukupi. Sapi adalah yang
terbaik dari segala sesuatu yang mengembara, yang berjalan kaki,
karena sapi menghasilkan lima jenis produk susu (susu, dadih,mentega, ghee, dan krim-ghee) yang dengannya orang-orang
memelihara kesehatan mereka. Seorang putra adalah pembabar
yang terbaik karena ia tidak mengatakan apa pun yang memba- pun yang memba pun yang memba-
hayakan orang tuanya dalam pengadilan kerajaan, dan seba-
gainya.Benih dari tujuh jenis gabah adalah hal terbaik yang naik,
karena ketika benih naik, makanan banyak dan negeri aman.
Hujan dari awan hujan melampaui segalanya yang turun karena
hujan memastikan hasil panen yang mencukupi. Sapi adalah yang
terbaik dari segala sesuatu yang mengembara, yang berjalan kaki,
karena sapi menghasilkan lima jenis produk susu (susu, dadih,mentega, ghee, dan krim-ghee) yang dengannya orang-orang
memelihara kesehatan mereka. Seorang putra adalah pembabar
yang terbaik karena ia tidak mengatakan apa pun yang memba- pun yang memba pun yang memba-
hayakan orang tuanya dalam pengadilan kerajaan, dan seba-
gainya.Seorang perempuan disebut benda terbaik karena se-
orang perempuan adalah benda yang tidak boleh diberikan
(avissajjanīyabaṇḍattā); atau kalau bukan demikian, ia disebut de-
mikian karena semua Bodhisatta dan raja pemutar-roda dikand-
ung dalam rahim seorang ibu. Spk-pṭ: bahkan permata yang pal-
ing berharga tidak disebut “benda terbaik.seorang perempuan disebut benda terbaik
karena ia adalah sumber permata, yaitu karena (tubuhnya) ada-
lah tempat bagi lahirnya manusia berdarah murni (yaitu para
Buddha dan para Arahanta).Saya mengadopsi Se dan Ee2 Veṇhu daripada Be dan Ee1 Veṇḍu;
tulisan Veṇṇu dalam SS, mungkin adalah bentuk sejarah. Nama
ini adalah persamaan dalam Pāli dari Skt Visṇu; mungkin deva
muda ini adalah bentuk dasar dari Dewa Hindu.Samyutta Nikaya 408.
Deva muda ini sedang bermain-main di Hutan Nandana ber-
sama dengan kelompoknya seribu bidadari. Lima ratus bidadari
memanjat pohon dan bernyanyi dan melemparkan bunga-bunga
ketika mereka tiba-tiba meninggal dunia dan terlahir kembali
di Neraka Avīci. Ketika deva muda itu menyadari bahwa mereka
hilang dan mengetahui bahwa mereka telah terlahir kembali di
alam neraka, ia memeriksa daya vitalnya sendiri dan melihat
bahwa ia dan lima ratus bidadari lainnya akan meninggal dunia
dalam tujuh hari dan akan terlahir kembali di alam neraka. Kar-
enanya, dengan sangat ketakutan, ia mendatangi Sang Buddha
mencari penghiburan.ia mengembangkan faktor-faktor pen- ek meditasi ek meditasi, ia mengembangkan faktor-faktor pen- , ia mengembangkan faktor-faktor pen- ia mengembangkan faktor-faktor pen ia mengembangkan faktor-faktor pen-
erangan bersama dengan pandangan terang. Kemudian Jalan
Mulia muncul dalam dirinya dengan Nibbāna sebagai objeknya;
yang terakhir adalah apa yang dimaksudkan dengan melepas-
kan segalanya (sabbanissagga).
memeriksa daya vitalnya sendiri dan melihat
bahwa ia dan lima ratus bidadari lainnya akan meninggal dunia
dalam tujuh hari dan akan terlahir kembali di alam neraka.Samyutta Nikaya 409.“Apa pun yang dapat diketahui melalui logika,
Ānanda, yang terpikir olehmu.” Spk: Sang Buddha mencerita-
kan kunjungan deva muda itu tanpa menyebutkan namanya un-
tuk menunjukkan kemampuan besar dari kecerdasan Bhikkhu
Ānanda dalam hal menarik kesimpulan.
172. Spk tidak mengomentari nama deva muda ini, yang mungkin
merupakan bentuk dasar dari dewa Hindu Siva.Samyutta Nikaya 411.
Deva muda itu menyadari bahwa nasihatnya tidak akan
efektif jika ia mendatangi masing-masing bhikkhu satu per satu,
dan karena itu, ia mendatangi mereka ketika mereka berkumpul
untuk melaksanakan hari Uposatha (baca n. 513).
178. Spk: Melalui nafsu oleh kekotoran [Spk-pṭ: oleh keinginan,] mer-
eka bernafsu terhadap menantu-perempuan, dan sebagainya, di
rumah orang lain.Karena deva muda biru dalam
kelompok itu menjadi sangat biru, dan demikian pula dengan
deva muda kuning, merah, dan putih menjadi sangat kuning,
merah, dan putih. Untuk mengilustrasikan ini, empat perumpa- empat perumpa empat perumpa-
maan itu diberikan.Samyutta Nikaya 416.“Pembuat-akhir” (antaka), dalam pāda a, adalah personifikasi
dari kematian; di tempat lain (yaitu pada v. 448), kata itu meru- , kata itu meru- , kata itu meru kata itu meru-
juk pada Māra.Secara singkat: Raja menjadi sangat bernafsu pada seorang
perempuan yang telah menikah dan berencana untuk membunuh
suaminya agar ia bisa mendapatkan sang istri. “Dikatakan bahwa itu disebut ‘dhammaṃ’;
itu adalah apa yang dimaksudkan di sini dengan ‘dhammaṃ.’
Artinya adalah di tempat berpasir.” PED mencantumkan dham-
mani, namun tidak menjelaskan penurunannya; tetapi baca MW,
s.v. dhanvan, di mana arti yang diberikan termasuk tanah kering,
pantai, gurun.
Moralitas, konsentrasi, dan kebijaksanaan adalah tiga pen- dan kebijaksanaan adalah tiga pen dan kebijaksanaan adalah tiga pen-
gelompokan dari Jalan Mulia Berunsur Delapan: moralitas (sīla)
terdiri dari ucapan benar, perbuatan benar, dan penghidupan
benar; konsentrasi (samādhi) terdiri dari usaha benar, perhatian
benar, dan konsentrasi benar; dan kebijaksanaan (paññā) terdiri
dari pandangan benar dan kehendak benar. Māra disebut Pem-
buat-akhir (antaka) karena ia mengikat makhluk-makhluk pada
kematian.Jerat Māra (mārapāsa) adalah jerat kekotoran, yaitu untaian
kenikmatan indria manusia dan surgawi.Māra datang dan berkata, berpikir: “Bagaikan seorang
memimpin suatu peperangan besar, Petapa Gotama memerintahkan enam puluh orang untuk mengajarkan Dhamma. Aku
tidak suka, bahkan jika satu orang yang mengajar, apalagi enam
puluh. Aku harus menghentikan mereka!”.karena ia
menyebar mirip-jaring ke tiga alam kehidupan. Disebut ikatan
(visattika) karena mengikat pada objek-objek indria seperti ben- jek-objek indria seperti ben- jek indria seperti ben- jek indria seperti ben ek indria seperti ben-
tuk-bentuk. Membawa ke mana pun [Spk-pṭ: di dalam tiga alam
kehidupan]. “Seorang yang baik seharusnya hidup bagaikan
bayi, yang setelah meminum susu, akan berbaring di atas se-
limut dan tidur, tidak mempedulikan apakah hidup ini panjang
atau singkat.”secara literal “untuk membutakan”. Spk:
“Berniat untuk menghancurkan mata-kebijaksanaan orang-
orang dalam kumpulan. Ia tidak mampu menghancurkan mata-
kebijaksanaan Sang Buddha, namun ia mampu melakukannya
terhadap orang-orang dalam kumpulan dengan menciptakan
pemandangan atau suara yang menakutkan.”Māra memberikan janji palsu ketika ia menawarkan bah wa Sang Buddha akan memperoleh dana makanan.Sumber penderitaan adalah keinginan, dan sumber keinginan adalah lima utas kenikmatan indria. Oleh karena itu,
dikatakan bahwa lima utas kenikmatan indria—kondisi bagi
keinginan—adalah sumber penderitaan. Sebuah ungkapan eufemisme untuk bunuh
diri;ia tidak meledak (na kuppati) karena keben-
cian, atau hanyut (sarati) karena nafsu, atau kaku (na thīno) kar-
ena kebodohan. Atau dengan kata lain: istilah pertama maksud-
nya adalah rintangan permusuhan; kedua, rintangan kenikma-
tan indria; ketiga, rintangan-rintangan lainnya.“Sejak berusia tujuh
tahun, mereka selalu memastikan nasi yang dimasak dengan
cara mengambil beras dari dalam panci dan menekannya den-
gan kedua jari. Oleh karena itu, mereka dikatakan memiliki “ke- , mereka dikatakan memiliki “ke mereka dikatakan memiliki “ke-
bijaksanaan dua jari”. Harus diperhatikan bahwa adalah Māra.Spk mengurutkan lima alat musik: ātata, vitata, ātatavitata, susira,
ghana. Spk-pṭ menjelaskan ātata sebagai suatu alat musik dengan
satu permukaan tertutup kulit, seperti tambur (kumbha); vitata,
suatu alat musik dengan dua permukaan ditutup kulit, seperti
bheri dan tambur mudiṅga; ātatavitata, suatu alat musik dengan
bagian kepala ditutup kulit dan diikat dengan senar, seperti lute
(viṇa); susira, alat musik tiup, termasuk suling, kulit kerang, dan
trompet; dan ghana adalah kelompok alat musik perkusi (tidak
termasuk tambur), seperti simbal, tamburin, dan gong.Samyutta Nikaya 452.Dia adalah bhikkhunī yang paling unggul dalam hal kekuatan
batin (iddhi),Nama
brahmā ini berarti “bangau”, dalam tradisi India dianggap seba-
gai burung licik dan penuh muslihat.
mata dewa (juga disebut pengetahuan ke-
matian dan kelahiran makhluk-makhluk),Bersama dengan kekuatan batin (iddhi) dan ke-
mampuan membaca pikiran makhluk lain, ini menjadikan lima
dari enam abhiññā atau pengetahuan langsung. Sang Bijaksana adalah Sang Guru (Sang
Buddha).Sikhī adalah Buddha kelima masa lampau dihitung mundur dari
Buddha Gotama. Beliau muncul tiga puluh satu kappa lalu (Baca
DN II 2,14-16).sana Sang Buddha mengakui bahwa Ia sendiri
mampu membuat suara-Nya terdengar hingga tiga ribu kali seri- ya terdengar hingga tiga ribu kali seri- ya terdengar hingga tiga ribu kali seri-
bu alam semesta.Penghilangan bagian pencapaian
lenyapnya persepsi dan perasaan,Tetapi makhluk-makhluk apa pun juga, dari Para Buddha hingga
semut dan rayap, meninggal dunia dengan kesadaran bhavaṅga yang tidak dapat ditentukan secara kamma. Kekuatan (bala) adalah
sepuluh kekuatan Tathāgata, dijelaskan dalam MN I 69-71.
Kemarahan adalah
asap: karena api pengetahuan tidak bersinar jika dikotori oleh
api kemarahan. Ucapan salah adalah abu: karena api pengetahuan
tidak membakar jika tertutupi oleh ucapan salah. Lidah adalah
sendoknya: lidah-Ku [Sang Buddha] adalah sendok yang mem- Ku [Sang Buddha] adalah sendok yang mem- Ku [Sang Buddha] adalah sendok yang mem-
persembahkan pengorbanan Dhamma. Hati adalah altar: batin
makhluk-makhluk adalah altar, perapian, bagi persembahan
pengorbanan Dhamma oleh-Ku. Diri (atta) adalah pikiran.”sacca = ucapan be-
nar; saṃyama = perbuatan benar dan penghidupan benar; dham-
ma = kelima faktor lainnya. Spk menjelaskan brahmacariya seo-
lah-olah sama dengan keseluruhan Jalan Delapan (magga brah-
macariya.maksudkan adalah pengendalian indria. Kebijaksanaan (paññā)
adalah pandangan terang bersama dengan kebijaksanaan-jalan.
Bagaikan brahmana yang memiliki gander dan bajak, demiki-
an pula Sang Bhagavā memiliki dua: pandangan terang dan
kebijaksanaan(-jalan)., kegembiraan (abhinandanā),
dan kerinduan (pajappitā) sebagai modus keinginan (taṇhā). Akar
ketidaktahuan (aññāṇamūla) adalah kebodohan (avijjā). Syair yang Cetiya adalah altar peringatan, mirip stupa, aslinya terbuat dari
gundukan tanah.komentar menjelaskan mata
sebagai pikiran (makna aslinya),. Ketika
Vaṅgisa melihat perempuan, cantik dengan perhiasan terbaik,
nafsu menguasai pikirannya, dan pada kesempatan pertama, ia
mengungkapkan tekanannya itu kepada Ānanda.ada empat: persepsi
kekekalan, kebahagiaan, diri, dan kecantikan dalam apa yang
sebenarnya tidak kekal, penuh penderitaan, bukan-diri, dan
menjijikkan; baca AN 52,4-7.“’Kebenaran, sesungguhnya, adalah ucapan Keabadian’.karena Beliau telah memenangkan pertem-
puran melawan nafsu, kebencian, dan kebodohan, dan karena
Ia menang melawan bala tentara Māra.“Sang Bijaksana ketujuh dari
Para Bijaksana dimulai dari Vipassī”, merujuk pada silsilah tu-
juh Buddha. Spk-pṭ menawarkan, selain penjelasan ini, suatu al-
ternatif berdasarkan pada sattama sebagai bentuk superlatif dari
sant: “Beliau adalah yang terbaik, tertinggi, terunggul (sattamo
uttaro [demikian: tertulis uttamo?] seṭṭho) di antara para Bijaksa-
na termasuk para paccekabuddha, para Siswa, dan para petapa
lainnya.” Saya setuju dengan Norman bahwa alternatif kedua
sepertinya lebih benar; baca EV I, n. atas 1240.tempat
kediaman yang disukai oleh para Paccekabuddha. Ia menyukai
keheningan dan dengan demikian, jarang bergabung dengan ko- jarang bergabung dengan ko jarang bergabung dengan ko-
munitas.
525. Tercerahkan yang berikutnya setelah Sang Buddha (buddhānubuddho).
Spk: Pertama, Sang Guru tersadarkan oleh Empat Kebenaran
Mulia dan setelah Beliau, Bhikkhu Koṇḍañña tersadarkan
oleh Empat Kebenaran Mulia.Sang Guru memberikan kepa-
danya beberapa tengkorak, termasuk tengkorak dari seorang
Arahanta. Vaṅgisa dapat menebak dengan benar kelahiran
kembali dari pemilik tengkorak-tengkorak lain, tetapi ketika
tiba giliran tengkorak Arahanta, ia kebingungan. Ia memasuki
Saṅgha dengan tujuan untuk mempelajari bagaimana menen-
tukan alam kelahiran kembali seorang Arahanta, tetapi segera
ia melepaskan tujuan itu ketika ia menyadari bahwa kehidupan
suci dijalani untuk tujuan yang lebih mulia.lenyapkanlah ke-
inginan dan nafsu terhadap orang lain.Dikatakan bahwa bhikkhu ini adalah seorang Arahanta. Set-
elah kembali dari perjalanan jauh menerima dana makanan, ia
kelelahan dan berbaring beristirahat, tetapi ia tidak jatuh ter-
lelap (bahkan walaupun teks mengatakan demikian!) Berpikir
bahwa ia sedang bermalas-malasan dan mengabaikan latihan
meditasi, devatā itu turun untuk mencelanya.Demikianlah Ānanda terpaksa menasihati mereka dengan membabarkan hukum ketidakkekalan. Devatā tersebut, menyadari
bahwa sidang dapat berlangsung dengan baik hanya jika Ānanda
hadir sebagai seorang Arahanta, datang untuk mendorongnya
untuk melanjutkan meditasinya. Spk menjelaskan bahwa bi-
dadari-bidadari surgawi “kokoh dalam identitas” (sakkāyasmiṃ)patiṭṭhitā) untuk delapan alasan: Nafsu, kebencian, pandangan-
pandangan, kecenderungan tersembunyi, keangkuhan, keragu-
raguan, dan kegelisahan.Versi yang lebih luas dari sutta ini terdapat pada Dhp-a III 460-
62; baca BL 3:182-83.
Spk: Keramaian (nigghosasadda) alat musik (turiya; Spk-pṭ:
drum, kulit kerang, simbal, kecapi, dan sebagainya); gong (tāḷita.
Spk-pṭ: benda-benda yang dipukul secara berirama); dan musik
(vādita; Spk-pṭ)Samyutta Nikaya 505.Spk: Ketika ia melihat bhikkhu itu mencium teratai, devatā itu
berpikir: “Setelah menerima subjek meditasi dari Sang Buddha
dan memasuki hutan untuk bermeditasi, bhikkhu ini malah ber-
meditasi pada aroma bunga. Jika kemelekatannya pada aroma
meningkat, maka ini akan menghancurkan kesejahteraannya.
Biarlah aku mendekati dan mencelanya.seperti air bekas mencuci daging. Setelah seminggu berikutnya,
dari abbuda muncul pesī, yang menyerupai timah cair [Spk-pṭ:
dalam bentuknya, tetapi berwarna merah muda].Inti dari syair Sang Buddha adalah bahwa seorang bijak-
sana seharusnya tidak memberikan nasihat kepada orang lain
jika ia beresiko menjadi melekat, tetapi ia boleh melakukannya
demi belas kasihan jika batinnya telah murni dan simpatinya
tidak ternoda oleh cinta duniawi.seorang petapa pal-
su (samaṇaka); seseorang yang tidak ketakutan dan tidak melari-
kan diri adalah seorang petapa sejati (samaṇa). Orang ini, setelah
melihatku, akan ketakutan dan melarikan diri.”Dengan cara yang sama, banyak kekotoran keingi- banyak kekotoran keingi banyak kekotoran keingi-
nan-indria melekat pada objek-objek keinginan indria sehubun- jek-objek keinginan indria sehubun- jek keinginan indria sehubun- jek keinginan indria sehubun ek keinginan indria sehubun-
gan dengan kekotoran-kekotoran kenikmatan indria itu.banyak kekotoran keingi- banyak kekotoran keingi banyak kekotoran keingi-
nan-indria melekat pada objek-objek keinginan indria sehubun- jek-objek keinginan indria sehubun- jek keinginan indria sehubun- jek keinginan indria sehubun ek keinginan indria sehubun-
gan dengan kekotoran-kekotoran kenikmatan indria itu.” Inti-
mereka menyeberangi banjir kekotoran yang sulit diseberangi sebel-
umnya dalam saṃsāra yang tanpa awal bahkan dalam mimpi,
demi tidak terlahir kembali, demi kebenaran lenyapnya (=Nibbāna),
yang disebut “tidak ada kelahiran baru”.Mettaṃ so, “yang memiliki cinta kasih”, berarti
“ia mengembangkan cinta kasih (mettaṃ) dan tahap awal cinta
kasih”. [Spk-pṭ: Ia adalah seorang yang mengembangkan medi-
tasi pada cinta kasih.].Karena pikiran membenci, seseorang memelihara per seseorang memelihara per-
musuhan, bahkan terhadap seorang Arahanta yang tidak ber- bahkan terhadap seorang Arahant bahkan terhadap seorang Arahanta yang tidak ber- a yang tidak ber- yang tidak ber yang tidak ber-
meditasi pada cinta kasih dan belas kasihan. Tetapi tidak ada
seorang pun yang dapat memelihara permusuhan terhadap se- pun yang dapat memelihara permusuhan terhadap se- pun yang dapat memelihara permusuhan terhadap se-
orang yang memiliki kebebasan batin melalui cinta kasih dan
belas kasihan. Ini termasuk menghindari
(1) pembunuhan, (2) pencurian, (3) semua aktivitas seksual, (4)
kata-kata salah, (5) meminum minuman keras, (6) makan set-
elah tengah hari, (7) menari, menyanyi, mendengarkan musik,
menonton pertunjukan yang tidak selayaknya, menggunakan
perhiasan dan kosmetik, dan (8) menggunakan tempat tidur dan
tempat duduk yang tinggi dan mewah.  Ia mengatakan ini untuk menunjukkan bahaya dalam ke-
hidupan rumah tangga; karena kehidupan rumah tangga dise-
but “bara api panas” (kukkuḷā) dalam pengertian panas. Kukkuḷā
juga terdapat pada 22:136.Menurut Spk, keterliba-
tan yakkha itu terbukti efektif. Setelah mendengarkan ibunya,
Sānu meninggalkan gagasannya untuk lepas jubah, menerima
penahbisan yang lebih tinggi, menguasai Ajaran Sang Buddha,
dan segera mencapai Kearahatan. Ia menjadi seorang pembabar
besar yang hidup hingga usia 120.
oleh Ñāṇamoli. Nama aslinya
adalah Sudatta, “Anāthapiṇḍika” adalah nama panggilan yang
berarti “(Pemberi) dana kepada yang tidak mampu”; ia disebut
demikian karena kedermawanannya.sepertinya Hutan Dingin terletak di
dekat tanah pemakaman (sivathikā) dan dengan demikian,
Anāthapiṇḍika harus melewati pemakaman untuk sampai ke vi-
hara. Karena inilah, ia menjadi ketakutan. Perubahan intensitas
cahaya, menurut Spk, mencerminkan pertempuran dalam bat-
innya antara keyakinan dan ketakutan.walaupun sangat lezat, tidak mampu memberikan kenikmatan ketika ses-
eorang memakannya terus-menerus dan menjadi sesuatu yang
ditolak dan dibuang,Raja dapat memperoleh kebebasan hanya
setelah menjanjikan kepada siluman itu untuk menyediakan kor-
ban manusia setiap hari.tetapi Sang Buddha
masuk ke gua dan duduk di singgasana yakkha itu, dan mem-
babarkan Dhamma kepada perempuan-perempuan haremnya.Sang Buddha mematuhi perintah yakkha itu tiga kali kar-
ena Beliau mengetahui bahwa hal tersebut adalah cara paling
efektif untuk melunakkan pikirannya. Tetapi ketika yakkha itu
berpikir untuk menyuruh Sang Buddha keluar dan masuk sepa-
njang malam, Sang Guru menolak mematuhi.yang dengan ketekunan telah menye-
berangi banjir kehidupan kecuali satu kehidupan lagi di alam in-
dria; baris ketiga menunjukkan Yang-tidak-kembali.Melalui keinginan
untuk belajar (sussūsāya), seseorang dengan teliti mendengarkan
cara-cara untuk mendapatkan kebijaksanaan; melalui ketekunan
(appamādena), seseorang tidak melupakan apa yang telah ia pela- seseorang tidak melupakan apa yang telah ia pela seseorang tidak melupakan apa yang telah ia pela-
jari; melalui kecerdikan (vicakkhaṇatāya), seseorang memperluas
apa yang ia pelajari. Atau dengan kata lain: melalui keinginan
untuk belajar,(saya menyarankan untuk membaca damā, mengikuti
Spk-pṭ, yang menjelaskan bahwa kebijaksanaan disebut de-
mikian karena mengendalikan (dammeti) kekotoran-kekotoran
serta jasmani dan ucapan, dan sebagainya)adakah cara-cara
yang lebih baik untuk mengikat teman-teman daripada keder-
mawanan,852: kejujuran = 853 & 854: kebenaran.
851: kebijaksanaan = 853: Dhamma = 854: pengendalian
diri.
852: memberi = 853 & 854: kedermawanan.
852: ketaatan, inisiatif = 853: keteguhan = 854: kesabaran.Samyutta Nikaya 523.
para Deva Tāvatiṃsa dan para
asura selalu terlibat dalam perselisihan berkepanjangan, para
deva mewakili kekuatan terang, kedamaian, dan keharmonisan,
dan para asura atau para “Raksasa iri-hati” mewakili kekuatan
kekejaman, konflik, dan pertikaian; baca juga 35:248.“Tempat hidup tanpa bekerja adalah Jalan Nibbāna
(kammaṃ akatvā jivitaṭṭhānaṃ nāma nibbānassa maggo).” Spk-pṭ:
“’Jalan Nibbāna’ adalah jalan yang berfungsi sebagai alat un-
tuk pencapaian Nibbāna.Dari ketiga dewa ini, Spk mengatakan bahwa hanya Pajāpati
yang berpenampilan dan memiliki umur kehidupan yang sama
dengan Sakka dan menempati posisi ke dua, sedangkan Varuṇa
dan Isāna menempati posisi ketiga dan keempat. Ceti, pembohong pertama dalam
kappa sekarang ini.Ceti, pembohong pertama dalam
kappa sekarang ini .Karena para
petapa dapat memperbaiki segala kerusakan itu hanya setelah
bersusah-payah, ketika mereka mendengar bahwa pertempuran
akan segera terjadi, mereka menyadari bahwa mereka memerlu-
kan jaminan keselamatan by asura.
“Jika engkau mau memberikan keselamatan, eng-
kau mampu memberikan keselamatan; jika engkau mau mem-
berikan bahaya, engkau mampu memberikan bahaya.”Tidak lama kemudian,
ia terbunuh oleh seekor sapi liar dan terlahir kembali di alam
Surga Tāvatiṃsa.ereka yang ahli dalam Tiga Veda adalah para brahmana, Empat
Raja Dewa adalah empat dewa penguasa di alam surga indria
paling rendah;Terjebak dalam jasmani yang busuk (pūtidehasayā). Spk: Ini dikata-
kan karena mereka menetap dalam jasmani busuk ibu (selama
masa janin) atau karena mereka terjebak dalam jasmani mereka
sendiri.Ketidakmarahan (akkodha) adalah cinta kasih (metta) dan ta-
hap persiapan dari cinta kasih; ketidakbahayaan (avihiṃsā) adalah
belas kasihan (karuṇā) dan tahap persiapan dari belas kasihan.‘Jangan biarkan kerusakan terjadi di antara sahabat-sahabatmu
(mittesu vo jarā mā nibbatti). Artinya adalah: ‘Jangan biarkan ke-
merosotan terjadi dalam persahabatanmu.” Kemungkinan besar
bahwa mittehi di sini adalah bentuk timur yg sudah luntur dari
bentuk lokatif jamak; baca Geiger, Pali Grammar, §80.3.Sesungguhnya, daratan itu adalah pengalaman pribadi kita
sendiri, yang terlihat dalam kemendalamannya dan dengan presisi
mikroskopik.Kehidupan dalam saṃsāra
adalah penderitaan dan belenggu (dukkha).Karena (i) kebodohan (avijjā), tidak adanya pengetahuan langsung
atas Empat Kebenaran Mulia, seseorang terlibat dalam perbuatan-
perbuatan kehendak, aktivitas-aktivitas jasmani, ucapan, dan pikiran
yang bermanfaat maupun tidak bermanfaat; ini adalah (ii) bentukan-
bentukan kehendak (saṅkhārā), dengan kata lain, kamma. Bentukan-
bentukan kehendak memelihara kesadaran dari satu kehidupan ke
kehidupan berikutnya dan menentukan dimana kemunculannya
kembali;Landasan-landasan indria memungkinkan
(vi) kontak (phassa) muncul antara kesadaran dan objeknya, dan
kontak mengondisikan (vii) perasaan (vedanā). Dipicu oleh perasaan,
(viii) muncullah keinginan (taṇhā), dan ketika keinginan meningkat
maka muncullah (ix) kemelekatan (upādāna), keterikatan kuat pada
objek keinginan melalui indria dan pandangan salah.  bagaimana keinginan menuntun
kemelekatan dan aktivitas kamma (yaitu kehidupan aktif) dan dari
sana menuju produksi penjelmaan baru yang dimulai dengan kelahiran
dan berakhir dengan penuaan-dan-kematian.Sebab-akibat yang Saling Bergantungan
Menurut tradisi penafsiran Pāli
3 Periode 12 Faktor 20 Cara dan 4 Kelompok
Masa lalu 1. Kebodohan 5 penyebab masa lalu:
2. Bentukan-bentukan
kehendak
1, 2, 8, 9, 10
Masa Sekarang 3. Kesadaran 5 penyebab masa sekarang
4. Nama-dan-bentuk 3, 4, 5, 6, 7
5. Enam landasan indria
6. Kontak
7. Perasaan
8. Keinginan 5 penyebab masa sekarang
9. Kemelekatan 8, 9, 10, 1, 2
10. Penjelmaan
Masa Depan 11. Kelahiran 5 Penyebab masa depan
12. Penuaan-dan-
kematian
3, 4, 5, 6, 7
Kedua akar
1. Kebodohan (dari masa lalu ke masa sekarang)
2. Keinginan (dari masa sekarang ke masa depan)
Ketiga hubungan
1. Penyebab masa lalu dengan akibat masa sekarang (antara 2 & 3)
2. Akibat masa sekarang dengan penyebab masa sekarang (antara 7 & 8)
3. Penyebab masa sekarang dengan akibat masa depan (antara 10 & 11).
Ketiga lingkaran:
1. Lingkaran kekotoran: 1, 8, 9
2. Lingkaran kamma: 2, 10
3. Lingkaran akibat: 3, 4, 5, 6, 7, 10 (sebagian), 11, 12.
(tetapi bukan orang bijaksana),
kebodohan dan keinginan sekali lagi berfungsi sebagai penyebab
gabungan dalam kehidupan sekarang untuk menghasilkan kelahiran
dan penderitaan baru di kehidupan mendatang.Penyebabnya
dikatakan adalah kecenderungan tersembunyi, yaitu, kebodohan dan
keinginan, dan “apa yang dikehendaki dan direncanakan seseorang,”
yaitu, aktivitas-aktivitas kehendak.
ketika perhatian pada objek persepsi digerakkan oleh kehausan akan
kepuasan, maka keinginan meningkat, dan ini membangun lingkaran
penderitaan yang lain.Samyutta Nikaya 552.Dengan lenyapnya kebodohan maka semua faktor yang mengalir
darinya – keinginan, kemelekatan, dan aktivitas kamma – menjadi
berhenti, mengakhiri lingkaran kelahiran kembali dengan semua
penderitaan yang menyertainya.Pemasuk-arus adalah seseorang yang telah memperoleh
jalan transenden menuju Nibbāna dan pasti mengakhiri pengembaraan
saṃsāra setelah terlahir kembali sebanyak maksimal tujuh kali lagi,yang semuanya di alam surga atau alam manusia.Mahākassapa, Kassapa yang Agung, disebutkan oleh Sang Buddha
sebagai siswa yang paling unggul dalam hal pelaksanaan praktik
pertapaan (AN I 23,20). Walaupun ia tidak mendampingi Sang
Guru sesering banyak siswa lainnya, namun Sang Buddha memiliki
penghargaan yang tinggi pada Kassapa dan sering memujinya.
Menurut Cullavagga (Vin II 284-85), setelah Sang Buddha Parinibbāna,
Tepatnya karena ia telah mengabdikan dirinya pada kehidupan
pertapaan dan latihan spiritual, bhikkhu itu mungkin dapat dianggap
secara prematur sebagai orang suci dan menerima persembahan,
kehormatan, dan pujian, khususnya dari para pengikut awam yang
berbakti dan cerdas yang mencari jasa.Bhikkhu itu menginterpretasikan
perolehan dan kehormatan sebagai penunjuk bagi nilai spiritualnya;
pujiaan yang diucapkan atas namanya dapat melambungkan egonya
hingga ketinggian yang memabukkan. Lima sutta terakhir menyampaikan pesan keras kepada para
bhikkhu dan bhikkhunī jahat, mungkin mencerminkan perilaku-
perilaku salah yang semakin meningkat di dalam Saṅgha.kemelekatan sebagai kondisi, penjelmaan; dengan penjelmaan sebagai
kondisi, kelahiran; dengan kelahiran sebagai kondisi, penuaan-dan-
kematian, kesedihan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan
keputusasaan muncul.“Dan apakah, para bhikkhu, penjelmaan? Ada tiga jenis penjelmaan:
penjelmaan di alam indria, penjelmaan di alam berbentuk, penjelmaan
di alam tanpa bentuk. Ini disebut penjelmaan.“Dan apakah, para bhikkhu, kesadaran? Ada enam kelompok
kesadaran: kesadaran-mata, kesadaran-telinga, kesadaran-hidung,
kesadaran-lidah, kesadaran-badan, kesadaran-pikiran. Ini disebut
kesadaran.
’Lenyapnya, lenyapnya’ – demikianlah, para bhikkhu, sehubungan
dengan segala sesuatu yang belum pernah terdengar sebelumya
muncul dalam diri Bodhisatta Vipassī, penglihatan, pengetahuan,
kebijaksanaan, pengetahuan sejati, dan cahaya.”
5 (5) Sikhī
6 (6) Vessabhū
7 (7) Kakusandha
8 (8) Koṇāgamana
9 (9) Kassapa
[10]
10 (10) Gotama, Sang Bijaksana Agung Sakya.
Asal-mula)
“Para bhikkhu, sebelum peneranganKu, ketika Aku masih seorang
Bodhisatta, belum tercerahkan sempurna, Aku berpikir, “Aduh, dunia
ini telah jatuh dalam masalah, dalam hal yang dilahirkan, menjadi
tua, dan mati, meninggal dunia dan terlahir kembali, dan masih
belum memahami pembebasan dari penderitaan [yang dipimpin oleh]
penuaan-dan-kematian. Kapankah suatu pembebasan terlihat dari
penderitaan [yang dipimpin] oleh penuaan-dan-kematian ini?’
melalui perhatian seksama, terjadi dalam diriKu penembusan oleh
kebijaksanaan: ‘Ketika tidak ada penjelmaan, maka kelahiran tidak
terjadi; dengan lenyapnya penjelmaan maka tercapailah lenyapnya
kelahiran.’ … ‘Ketika tidak ada kemelekatan, maka penjelmaan tidak
terjadi; dengan lenyapnya kemelekatan maka tercapailah lenyapnya
penjelmaan.’ … ‘ ‘Ketika tidak ada keinginan, maka kemelekatan tidak
terjadi; dengan lenyapnya keinginan, maka tercapailah lenyapnya
kemelekatan’ … ‘Ketika tidak ada perasaan, maka keinginan tidak
terjadi; dengan lenyapnya perasaan, maka tercapailah lenyapnya
keinginan’ … ‘Ketika tidak ada kontak, maka perasaan tidak terjadi;
dengan lenyapnya kontak, maka tercapailah lenyapnya perasaan’ …
‘Ketika tidak ada enam landasan indria, maka kontak tidak terjadi;
dengan lenyapnya enam landasan indria, maka tercapailah lenyapnya
kontak’ … ‘Ketika tidak ada nama-dan-bentuk, maka enam-landasan-
indria tidak terjadi; dengan lenyapnya nama-dan-bentuk, maka
tercapailah lenyapnya enam-landasan-indria’ … ‘Ketika tidak ada
kesadaran, maka nama-dan-bentuk tidak terjadi; dengan lenyapnya kesadaran, maka tercapailah lenyapnya nama-dan-bentuk’ … ‘Ketika
tidak ada bentukan-bentukan kehendak, maka kesadaran tidak terjadi;
dengan lenyapnya bentukan-bentukan kehendak, maka tercapailah
lenyapnya kesadaran’ … ‘Ketika tidak ada kebodohan, maka bentukan-
bentukan kehendak tidak terjadi; dengan lenyapnya kebodohan, maka
tercapailah lenyapnya bentukan-bentukan kehendak.’Makanan yang dapat dimakan,
kasar atau halus; ke dua, kontak; ke tiga, kehendak batin, ke empat,
kesadaran. Ini adalah empat jenis makanan untuk memelihara
makhluk-makhluk yang telah terlahir dan untuk membantu mereka
yang akan terlahir.18.menerima penahbisan
yang lebih tinggi. Dan segera, tidak lama setelah penahbisannya,
berdiam sendirian, mengasingkan diri, rajin, tekun, dan teguh, Yang
Mulia Kassapa, [22] dengan mengalami oleh dirinya sendiri dengan
pengetahuan langsung.
“Bukan Aku tidak mengetahui dan melihat kesenangan dan
kesakitan. Aku mengetahui kesenangan dan kesakitan, Aku melihat
kesenangan dan kesakitan.”si dungu
mengembara menuju jasmani [lainnya]. Dengan mengembara
menuju jasmani [lainnya], ia belum terbebas dari kelahiran, penuaan,
dan kematian; belum terbebas dari kesedihan, ratapan, kesakitan,
ketidaksenangan, dan keputusasaan; Aku katakan, belum terbebas
dari penderitaan.Penuaan-dan-kematian, para bhikkhu, adalah tidak kekal, terkondisi,
muncul bergantungan, mengalami kehancuran, menghilang,
memudar, dan lenyap. Kelahiran adalah tidak kekal…. Penjelmaan
adalah tidak kekal…. Kemelekatan adalah tidak kekal…. Keinginan
adalah tidak kekal…. Perasaan adalah tidak kekal…. Kontak adalah
tidak kekal…. Enam landasan indria adalah tidak kekal…. Nama-dan-
bentuk adalah tidak kekal…. Kesadaran adalah tidak kekal… Bentukan-
bentukan kehendak adalah tidak kekal…. Kebodohan adalah tidak
kekal, terkondisi, muncul bergantungan, mengalami kehancuran,
menghilang, memudar, dan lenyap. Ini, para bhikkhu, disebut
fenomena yang muncul bergantungan.
III. SEPULUH KEKUATAN
21 (1) Sepuluh Kekuatan (1)mengaumkan auman singa
dalam kelompokNya, dan memutar Roda-Brahma sebagai berikut:57.
maka
kemelekatan; dengan kemelekatan sebagai penyebab langsung,
maka penjelmaan; dengan penjelmaan sebagai penyebab langsung,
maka kelahiran; dengan kelahiran sebagai penyebab langsung, maka
penderitaan; dengan penderitaan sebagai penyebab langsung, maka
keyakinan; dengan keyakinan sebagai penyebab langsung, maka
kegembiraan; dengan kegembiraan sebagai penyebab langsung,
maka kegairahan; dengan kegairahan sebagai penyebab langsung,
maka ketenangan; dengan ketenangan sebagai penyebab langsung,
maka kebahagiaan; dengan kebahagiaan sebagai penyebab langsung,
maka konsentrasi; dengan konsentrasi sebagai penyebab langsung,
maka pengetahuan dan penglihatan atas segala sesuatu sebagaimana
adanya; [32] dengan pengetahuan dan penglihatan atas segala sesuatu
sebagaimana adanya.kebijaksanaan benar: ‘Dengan lenyapnya makanan, apa yang telah
terjadi juga mengalami pelenyapan.’ Setelah melihat sebagaimana
adanya dengan kebijaksanaan benar.Ketiga
perasaan ini, Sahabat, adalah tidak kekal; apa pun yang tidak kekal
adalah penderitaan.  Jika tidak ada datang dan pergi, maka tidak
ada meninggal dunia dan terlahir kembali.bagi seorang yang menghindari diri dari pembunuhan, permusuhan
menakutkan ini disingkirkan.pemimpin
terbaik bagi makhluk-makhluk yang harus dijinakkan, guru para deva
dan manusia, Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā.’neraka, selesai
dengan alam binatang, selesai dengan alam setan, selesai dengan alam
sengsara, alam tujuan yang buruk, alam rendah. Aku adalah seorang
Pemasuk-arus, tidak lagi terikat oleh alam rendah, mantap dalam
tujuan, dengan penerangan sebagai tujuanku.’”
42 (2) Lima Permusuhan Menakutkan (2)
(Sutta ini identik dengan sutta sebelumnya dengan pengecualian bahwa sutta
ini ditujukan kepada “sekelompok bhikkhu”) [71]
43 (3) Penderitaan
Di Sāvatthī. [72] “Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian.Dengan bergantung
pada mata dan bentuk, maka muncullah kesadaran-mata. Pertemuan
dari ketiga ini adalah kontak. Dengan kontak sebagai kondisi, maka
perasaan [muncul]; dengan perasaan sebagai kondisi, maka keinginan;
dengan keinginan sebagai kondisi, maka kemelekatan; dengan
kemelekatan sebagai kondisi, maka penjelmaan; dengan penjelmaan
sebagai kondisi, maka kelahiran.
“Dengan bergantung pada mata dan bentuk-bentuk, maka
kesadaran-mata muncul. Pertemuan ketiga ini adalah kontak. Dengan
kontak sebagai kondisi, maka perasaan [muncul]; dengan perasaan
sebagai kondisi, maka keinginan.ia memahami: ‘Ini tidak untuk disenangi.’
Jika ia merasakan perasaan yang-tidak-menyakitkan-juga-tidak-
menyenangkan, ia memahami: ‘Ini tidak kekal’; ia memahami: ‘Ini tidak
dapat dijadikan pegangan’; ia memahami: ‘Ini tidak untuk disenangi.mengalami kejijikan terhadap bentuk, kejijikan terhadap perasaan,
kejijikan terhadap persepsi, kejijikan terhadap bentukan-bentukan
kehendak, kejijikan terhadap kesadaran. Mengalami kejijikan, ia
menjadi bosan. Melalui kebosanan [batinnya] terbebaskan. Ketika
terbebaskan muncullah pengetahuan: ‘Bebas.’ Ia memahami: ‘Kelahiran
telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus
dilakukan telah dilakukan, tidak ada lagi untuk kondisi makhluk ini.perasaan menyenangkan yang timbul bergantung pada kontak
yang dialami sebagai menyenangkan – lenyap dan hilang. Dengan
bergantung pada kontak yang dialami sebagai menyakitkan, maka
muncullah perasaan menyakitkan.
Apakah mereka
memakan makanan itu demi kesenangan atau demi kenikmatan [99]
atau demi kecantikan fisik?”
“Tidak, Yang Mulia.”
“Bukankah mereka memakan makanan itu hanya agar dapat
menyeberangi gurun pasir itu?”.
“Dan bagaimanakah, para bhikkhu, makanan kontak seharusnya
dilihat? Misalnya terdapat seekor sapi yang dikuliti. Jika ia berada di
tembok, maka makhluk-makhluk di sekitar tembok akan mengigitnya.
Jika ia berada di sebatang pohon, maka makhluk-makhluk di pohon
akan menggigitnya. Jika ia berada di dalam air, maka makhluk-makhluk
di dalam air akan mengigitnya. Jika ia berada di ruang terbuka, maka
makhluk-makhluk di ruang terbuka akan mengigitnya. Di mana pun
sapi tanpa kulit itu berada, maka makhluk-makhluk yang berada di
sana akan menggigitnya.“Jika, para bhikkhu, ada nafsu terhadap makanan kontak, atau
terhadap makanan kehendak pikiran, atau makanan kesadaran,
jika ada kesenangan, jika ada keinginan, maka kesadaran muncul di
sana dan berkembang. Ketika kesadaran muncul dan berkembang …
Aku mengatakan bahwa itu disertai dengan kesedihan, penderitaan
mendalam, dan keputusasaan.“Jika, para bhikkhu, tidak ada nafsu terhadap makanan yang dapat
dimakan, atau [103] terhadap makanan kontak, atau terhadap makanan
kehendak pikiran, atau makanan kesadaran, jika tidak ada kesenangan,
jika tidak ada keinginan, maka kesadaran tidak muncul di sana dan
berkembang. Ketika kesadaran tidak muncul dan berkembang, maka
tidak ada penurunan nama-dan-bentuk. Ketika tidak ada penurunan
nama-dan-bentuk, maka tidak ada pertumbuhan bentukan-bentukan
kehendak. Ketika tidak ada pertumbuhan bentukan-bentukan
kehendak, maka tidak ada produksi penjelmaan baru di masa depan.
Ketika tidak ada produksi penjelmaan baru di masa depan, maka tidak
ada kelahiran, penuaan, dan kematian di masa depan. Ketika tidak ada
kelahiran, penuaan, dan kematian di masa depan, Aku mengatakan
bahwa itu adalah tanpa kesedihan, penderitaan mendalam, dan
keputusasaan.“Jika, para bhikkhu, tidak ada nafsu terhadap makanan yang dapat
dimakan, atau [103] terhadap makanan kontak, atau terhadap makanan
kehendak pikiran, atau makanan kesadaran, jika tidak ada kesenangan,
jika tidak ada keinginan, maka kesadaran tidak muncul di sana dan
berkembang. Ketika kesadaran tidak muncul dan berkembang, maka
tidak ada penurunan nama-dan-bentuk. Ketika tidak ada penurunan
nama-dan-bentuk, maka tidak ada pertumbuhan bentukan-bentukan
kehendak. Ketika tidak ada pertumbuhan bentukan-bentukan
kehendak, maka tidak ada produksi penjelmaan baru di masa depan.
Ketika tidak ada produksi penjelmaan baru di masa depan, maka tidak
ada kelahiran, penuaan, dan kematian di masa depan. Ketika tidak ada
kelahiran, penuaan, dan kematian di masa depan, Aku mengatakan
bahwa itu adalah tanpa kesedihan, penderitaan mendalam, dan
keputusasaan.“Jika, para bhikkhu, tidak ada nafsu terhadap makanan yang dapat
dimakan, atau [103] terhadap makanan kontak, atau terhadap makanan
kehendak pikiran, atau makanan kesadaran, jika tidak ada kesenangan,
jika tidak ada keinginan, maka kesadaran tidak muncul di sana dan
berkembang. Ketika kesadaran tidak muncul dan berkembang, maka
tidak ada penurunan nama-dan-bentuk. Ketika tidak ada penurunan
nama-dan-bentuk, maka tidak ada pertumbuhan bentukan-bentukan
kehendak. Ketika tidak ada pertumbuhan bentukan-bentukan
kehendak, maka tidak ada produksi penjelmaan baru di masa depan.
Ketika tidak ada produksi penjelmaan baru di masa depan, maka tidak
ada kelahiran, penuaan, dan kematian di masa depan. Ketika tidak ada
kelahiran, penuaan, dan kematian di masa depan, Aku mengatakan
bahwa itu adalah tanpa kesedihan, penderitaan mendalam, dan
keputusasaan.jika tidak ada nafsu terhadap makanan
yang dapat dimakan … terhadap makanan kontak … terhadap makanan
kehendak pikiran … terhadap makanan kesadaran … maka kesadaran
tidak terbentuk di sana dan berkembang. Jika kesadaran tidak terbentuk
dan berkembang … [104] … Aku mengatakan bahwa itu adalah tanpa
kesedihan, penderitaan mendalam, dan keputusasaan.”174.Setelah mengetahuinya secara langsung, Aku menjelaskannya
kepada para bhikkhu, para bhikkhunī, umat awam laki-laki, dan umat awam perempuan. Kehidupan suci ini, para bhikkhu, telah menjadi
berhasil dan makmur, meluas, terkenal, menyebar, dibabarkan dengan
sempurna di antara para deva dan manusia.”182.‘Perolehan
memiliki keinginan sebagai sumbernya, keinginan sebagai asal-
mulanya; timbul dan dihasilkan dari keinginan. Ketika ada keinginan,
maka perolehan muncul; ketika tidak ada keinginan, maka perolehan
tidak muncul.Dalam memelihara
penderitaan, mereka tidak terbebas dari kelahiran, penuaan, dan
kematian; mereka tidak terbebas dari kesedihan, ratapan, kesakitan,
ketidaksenangan, dan keputusasaan; mereka tidak terbebas dari
penderitaan, Aku katakan. [110].
“Petapa dan brahmana mana pun di masa depan [111] yang akan
menganggap bahwa di dunia ini dengan sifat indah dan menyenangkan
sebagai tidak kekal, sebagai penderitaan, sebagai bukan-diri, sebagai
penyakit, sebagai ketakutan: mereka meninggalkan keinginan. Dalam
meninggalkan keinginan … mereka akan terbebas dari penderitaan,
Aku katakan.‘Teman, minuman dalam
cangkir perunggu ini berwarna indah, beraroma harum, dan rasa lezat,
tetapi tercampur racun. Minumlah jika engkau menginginkannya.
Jika engkau meminumnya, minuman itu akan memuaskanmu dengan
warna, aroma dan kelezatannya, tetapi dengan meminumnya maka
engkau akan mati atau mengalami penderitaan yang mematikan.’
Kemudian orang itu bepikir: ‘aku akan memuaskan dahaga dengan air,
dadih, bubur, atau sup, tetapi aku tidak akan meminum minuman itu,
karena dengan meminumnya maka aku akan mengalami kemalangan
dan penderitaan dalam waktu yang lama.’ Setelah merenungkan, ia
tidak meminum minuman itu, melainkan menolaknya. [112] Dan oleh
karenanya, ia tidak mati atau mengalami penderitaan mematikan.Demikian pula, Sahabat, walaupun aku
telah dengan jelas melihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan
benar, ‘Nibbāna adalah lenyapnya penjelmaan.Pada kesempatan itu, Sang Bhagavā dihormati, dihargai, dimuliakan,
disembah, dan dipuja, dan Beliau memperoleh jubah, makanan,
tempat tinggal, dan obat-obatan. Bhikkhu Saṅgha juga dihormati,
dihargai, dimuliakan, disembah, dan dipuja, dan para bhikkhu juga
memperoleh jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan. Tetapi
para pengembara dari sekte lain tidak dihormati, dihargai, dimuliakan,
disembah, dan dipuja, dan mereka tidak memperoleh jubah, makanan,
tempat tinggal, dan obat-obatan.‘Dengan lenyapnya penjelmaan
maka lenyap pula kelahiran’? … ‘Dengan lenyapnya kemelekatan maka
lenyap pula penjelmaan’? … ‘Dengan lenyapnya kebodohan maka
lenyap pula bentukan-bentukan kehendak’?”
“Ya, Yang Mulia.”semangat … menerapkan usaha … berlatih tanpa kenal lelah
… mempraktikkan perhatian … mempraktikkan pemahaman
murni … mempraktikkan ketekunan agar ia mengetahui hal ini
sebagaimana adanya.”.para
bhikkhu, manakah yang lebih banyak: air yang telah dihancurkan dan
dibuang atau dua atau tiga tetes air yang tersisa?”
“Yang Mulia, air di pertemuan sungai yang telah dihancurkan
dan dibuang adalah lebih banyak. Dua atau tiga tetes air yang tersisa
adalah tidak berarti.Kontak-pikiran tidak muncul dengan bergantung
pada perasaan yang timbul dari kontak-pikiran; unsur pikiran tidak
muncul dengan bergantung pada kontak-pikiran.dengan bergantung pada nafsu atas bentuk maka muncul
pencarian bentuk. Nafsu atas bentuk tidak muncul dengan bergantung
pada pencarian bentuk; keinginan akan bentuk tidak muncul dengan
bergantung pada nafsu atas bentuk;
pikiran indriawi muncul dengan sumber,
bukan tanpa sumber; pikiran memusuhi muncul dengan sumber,
bukan tanpa sumber; pikiran mencelakai muncul dengan sumber 
bukan tanpa sumber. Dan bagaimanakah hal ini terjadi demikian?Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu sebagai
berikut: “Para bhikkhu, apakah kalian melihat Sāriputta berjalan
mondar-mandir bersama dengan sejumlah bhikkhu?”243
“Ya, Yang Mulia.”
“Semua bhikkhu itu memiliki kebijaksanaan tinggi. Apakah
kalian melihat Moggallāna berjalan mondar-mandir bersama dengan
sejumlah bhikkhu?”
“Ya, Yang Mulia.”
“Semua bhikkhu itu memiliki kekuatan batin tinggi. Apakah kalian
melihat Kassapa berjalan mondar-mandir bersama dengan sejumlah
bhikkhu?” [156]
“Ya, Yang Mulia.”
“Semua bhikkhu itu adalah pendukung praktik petapaan. Apakah
kalian melihat Anuruddha berjalan mondar-mandir bersama dengan
sejumlah bhikkhu?”
“Ya, Yang Mulia.”
“Semua bhikkhu itu memiliki mata dewa. Apakah kalian melihat
Puṇṇa Mantāniputta berjalan mondar-mandir bersama dengan
sejumlah bhikkhu?”
“Ya, Yang Mulia.”
“Semua bhikkhu itu adalah pembabar Dhamma. Apakah kalian
melihat Upāli berjalan mondar-mandir bersama dengan sejumlah
bhikkhu?”
“Ya, Yang Mulia.”
“Semua bhikkhu itu adalah penjunjung Disiplin. Apakah kalian
melihat Ānanda berjalan mondar-mandir bersama dengan sejumlah
bhikkhu?”
“Ya, Yang Mulia.”
“Semua bhikkhu itu adalah sangat terpelajar. Apakah kalian melihat Devadatta berjalan mondar-mandir bersama dengan sejumlah
bhikkhu?”
“Ya, Yang Mulia.”
“Semua bhikkhu itu memiliki keinginan jahat.
“Para bhikkhu, adalah melalui unsur-unsur maka makhluk-makhluk
berkumpul dan bersatu. Mereka yang berwatak rendah berkumpul dan
bersatu dengan mereka yang berwatak rendah; mereka yang berwatak
baik berkumpul dan bersatu dengan mereka yang berwatak baik. Di
masa lalu mereka demikian, di masa depan mereka demikian, [157]
dan sekarang di masa kini mereka juga demikian.”“Dari pergaulan maka hutan nafsu muncul,245
Oleh tanpa-pergaulan hutan ditebang.
Bagaikan seseorang yang telah menaiki sebilah papan
Akan tenggelam di lautan yang bergelora,
Demikian pula seorang yang hidup bermoral tenggelam
Dengan berkumpul bersama orang malas.”
“Demikianlah seseorang seharusnya menghindari orang yang
demikian –
Orang malas; tanpa semangat,
Hanya bergaul dengan para bijaksana,
Dengan para meditator yang tekun,
Dengan para mulia yang berdiam dalam keheningan,
Semangat mereka meningkat secara konstan.” [159]berkumpul dan bersatu dengan mereka yang terpelajar;
mereka yang bersemangat berkumpul dan bersatu dengan mereka
yang bersemangat.Tiga bagian selanjutnya dari sutta ini menggantikan berikut ini dengan
yang ke dua, “tidak takut melakukan pelanggaran” menjadi “takut melakukan
pelanggaran”:)
(ii) mereka yang tidak terpelajar, mereka yang terpelajar;
(iii) mereka yang malas, mereka yang bersemangat;
(iv) mereka yang berpikiran kacau, mereka yang penuh perhatian.
“Mereka yang tidak terpelajar berkumpul dan bersatu dengan mereka
yang tidak terpelajar; mereka yang tidak bijaksana berkumpul dan
bersatu dengan mereka yang tidak bijaksana. Mereka yang terpelajar
berkumpul dan bersatu dengan mereka yang terpelajar; mereka yang
bijaksana berkumpul dan bersatu dengan mereka yang bijaksana. Di
masa lalu mereka demikian, di masa depan mereka demikian, dan
sekarang di masa kini mereka juga demikian.”Mereka yang tidak berkeyakinan
berkumpul dan bersatu dengan mereka yang tidak berkeyakinan;
mereka yang tidak memiliki rasa malu dengan mereka yang tidak
memiliki rasa malu; mereka yang tidak takut melakukan pelanggaran
dengan mereka yang tidak takut melakukan pelanggaran; mereka
yang tidak terkonsentrasi dengan mereka yang tidak terkonsentrasi;
mereka yang tidak bijaksana dengan mereka yang tidak bijaksana.Mereka yang
menghancurkan kehidupan berkumpul dan bersatu dengan mereka
yang menghancurkan kehidupan; mereka yang mengambil apa yang
tidak diberikan … yang melakukan perbuatan seksual yang salah …
yang mengucapkan kebohongan … yang mengucapkan kata yang
mengakibatkan perpecahan … yang berkata kasar … yang bergosip
berkumpul dan bersatu dengan mereka yang menikmati demikian.
Bahwa unsur tanah adalah
tidak kekal, penuh penderitaan, dan mengalami perubahan: ini adalah
bahaya dalam unsur tanah. Melenyapkan dan meninggalkan keinginan
dan nafsu terhadap unsur tanah: ini adalah jalan membebaskan diri
dari unsur tanah.’ Bahwa unsur angin adalah tidak kekal, penuh
penderitaan, dan mengalami perubahan: ini adalah bahaya dalam
unsur angin. Melenyapkan dan meninggalkan keinginan dan nafsu
terhadap unsur angin: ini adalah jalan membebaskan diri dari unsur
angin.’249.mereka belum membebaskan
diri dari dunia ini dengan para deva, Māra, dan Brahmā, dari generasi
ini dengan para petapa dan brahmana, para deva dan manusia; mereka
belum terlepas darinya, terbebas darinya, mereka juga tidak berdiam
dengan batin bebas dari rintangan.
curam menuju
penderitaan, dan jika [juga] tidak curam menuju kesenangan, maka
makhluk-makhluk tidak akan menyukainya. Tetapi karena unsur
tanah adalah menyenangkan,252 tenggelam dalam kesenangan, curam
menuju kenikmatan, dan tidak [hanya] curam menuju penderitaan,
maka makhluk-makhluk menyukainya. [174].jika unsur panas ini semata-mata adalah penderitaan … jika
unsur angin ini semata-mata adalah penderitaan, tenggelam dalam
penderitaan; curam menuju penderitaan, dan jika [juga] tidak curam
menuju kesenangan, maka makhluk-makhluk tidak akan menyukainya.
Tetapi karena unsur angin adalah menyenangkan, tenggelam dalam
kesenangan, curam menuju kenikmatan, dan tidak [hanya] curam
menuju penderitaan, maka makhluk-makhluk menyukainya.
“Para bhikkhu, jika unsur tanah ini semata-mata adalah
menyenangkan, tenggelam dalam kesenangan; curam menuju
kesenangan, dan jika tidak [hanya] curam menuju penderitaan, maka
makhluk-makhluk tidak akan mengalami kejijikan terhadapnya.
Tetapi karena unsur tanah adalah penderitaan, tenggelam dalam
penderitaan, curam menuju penderitaan, dan tidak [hanya] curam
menuju kesenangan, maka makhluk-makhluk mengalami kejijikan
terhadapnya.kalian harus mendekati para keluarga
seperti rembulan – [198] menarik mundur badan dan pikiran, selalu
bersikap bagaikan pendatang baru, tidak bersikap lancang pada para
keluarga.; mereka memiliki sedikit keinginan dan memuji
sedikitnya keinginan.Aku memahami
pikiran makhluk-makhluk dan orang-orang lain, setelah melingkupinya
dengan pikiranKu sendiri. Aku memahami pikiran dengan nafsu
sebagai pikiran dengan nafsu; pikiran tanpa nafsu sebagai pikiran
tanpa nafsu; pikiran dengan kebencian sebagai pikiran dengan
kebencian; pikiran tanpa kebencian sebagai pikiran tanpa kebencian;
pikiran dengan kebodohan sebagai pikiran dengan kebodohan; pikiran
tanpa kebodohan sebagai pikiran tanpa kebodohan; pikiran mengerut
sebagai pikiran mengerut dan pikiran kacau sebagai pikiran kacau;
pikiran luhur sebagai pikiran luhur dan pikiran tidak luhur sebagai
pikiran tidak luhur; pikiran terlampaui sebagai pikiran terlampaui
dan pikiran tidak terlampaui sebagai pikiran tidak terlampaui;melihat makhluk-
makhluk meninggal dunia dan terlahir kembali, hina dan mulia, cantik
dan buruk rupa, beruntung dan tidak beruntung, dan Aku mengetahui
bagaimana makhluk-makhluk mengembara sesuai dengan kamma
mereka.Bersabarlah, Yang Mulia Kassapa, perempuan memang bodoh.”289
“Tunggu dulu, Sahabat Ānanda! Jangan memberi kesempatan
pada Saṅgha untuk memeriksamu lebih jauh.“Jika, Sahabat, seorang yang berkata benar dapat mengatakan
mengenai siapa pun: ‘Ia adalah putra Sang Bhagavā, lahir dari dadaNya,
lahir dari mulutNya, lahir dari Dhamma, diciptakan oleh Dhamma,
pewaris Dhamma, penerima jubah rami usang,’ akulah orang yang
dimaksudkan oleh seorang yang berkata benar itu.308.Pemburu’, para bhikkhu, ini adalah sebutan untuk Māra Si Jahat.
‘Seruit bertali’: ini adalah sebutan untuk perolehan, kehormatan, dan
pujian. ‘Tali’: ini adalah sebutan untuk kenikmatan dan nafsu. Bhikkhu
manapun yang menyukai dan menikmati perolehan, kehormatan, dan
pujian yang telah muncul disebut sebagai bhikkhu yang telah diserang
dengan seruit bertali,319 yang telah bertemu dengan kemalangan dan
bencana, dan Si Jahat dapat melakukan apa pun yang ia inginkan
terhadapnya. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan,
kehormatan, dan pujian itu…. [228] Demikianlah kalian harus
berlatih.”Ketika ia kembali
ke vihara, ia membual di depan para bhikkhu: ‘Aku makan sebanyak
yang kuinginkan, aku diundang untuk makan keesokan harinya, dan
dana makanan yang kuterima cukup banyak. Aku memperoleh jubah,
dana makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan, tetapi para bhikkhu
ini memiliki sedikit jasa dan pengaruh, dan mereka tidak memperoleh
jubah, dana makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan.Demikianlah,
karena pikirannya digoda dan dikuasai oleh perolehan, kehormatan,
dan pujian, ia memandang rendah orang lain, para bhikkhu yang
berperilaku baik. Ini akan mengarah pada kemalangan dan penderitaan
orang tidak tahu diri ini untuk waktu yang lama. Sungguh menakutkan,
para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian itu…. Demikianlah
kalian harus berlatih.”“‘Halilintar,’ para bhikkhu: ini adalah sebutan untuk perolehan,
kehormatan, dan pujian.Demikian
pula, para bhikkhu, seorang bhikkhu di sini yang pikirannya digoda
dan dikuasai oleh perolehan, kehormatan, dan pujian merapikan jubah
di pagi hari dan, membawa mangkuk dan jubahnya, memasuki desa
atau kota untuk menerima dana makanan dengan jasmani, ucapan,
dan pikiran tidak terkendali, tanpa perhatian murni, tidak terkendali
indrianya. Ia melihat perempuan di sana yang berpakaian minim
dan nafsu menguasai pikirannya. Dengan pikirannya dikuasai oleh nafsu.Para bhikkhu, Aku melihat beberapa
orang di sini [232] yang pikirannya digoda dan dikuasai oleh
kehormatan; dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir
kembali di alam sengsara, di alam yang buruk, di alam rendah, di neraka.Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sungguh menakutkan perolehan,
kehormatan, dan pujian itu…. Para bhikkhu, Aku melihat beberapa
orang di sini [232] yang pikirannya digoda dan dikuasai oleh
kehormatan; dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir
kembali di alam sengsara, di alam yang buruk, di alam rendah, di neraka.
Kemudian Aku melihat beberapa orang lainnya di sini yang pikirannya
digoda dan dikuasai oleh ketidak-hormatan … terlahir kembali di
alam sengsara…. Kemudian Aku melihat beberapa orang lainnya lagi
di sini yang pikirannya digoda dan dikuasai oleh kehormatan dan
juga ketidakhormatan; dengan hancurnya jasmani, setelah kematian,
terlahir kembali di alam sengsara, di alam yang buruk, di alam
rendah, di neraka. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan,
kehormatan, dan pujian itu…. Demikianlah kalian harus berlatih.”
demi hidupnya
… demi perempuan paling cantik di negeri ini.327 Namun beberapa
saat kemudian Aku melihatnya, pikirannya digoda dan dikuasai oleh
perolehan, kehormatan, dan pujian, ia mengatakan kebohongan
dengan sengaja. Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan,
kehormatan, dan pujian itu…. Demikianlah kalian harus berlatih.”
gadis paling cantik di seluruh negeri, ketika seseorang sedang
sendirian bersamanya, tidak akan terus-menerus menguasainya, tetapi
perolehan, kehormatan, dan pujian, akan selalu menguasai pikirannya.
Sungguh menakutkan, para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan
pujian itu…. Demikianlah kalian harus berlatih.”24 (4) Putri Tunggal
Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, sungguh menakutkan perolehan,
kehormatan, dan pujian itu.
Di Sāvatthī. [239] “Para bhikkhu, perolehan, kehormatan, dan pujian,
Aku katakan, adalah rintangan bahkan bagi seorang bhikkhu yang
adalah seorang Arahanta, seorang dengan noda-noda dihancurkan.”
Akar Kebajikan
… “Karena pikirannya digoda dan dikuasai oleh perolehan, kehormatan,
dan pujian, akar kebajikan Devadatta terpotong….”333
33 (3) Sifat Baik
… “Karena pikirannya digoda dan dikuasai oleh perolehan, kehormatan,
dan pujian, sifat baik Devadatta terpotong….”
34 (4) Bakat Cerah
… “Karena pikirannya digoda dan dikuasai oleh perolehan, kehormatan,
dan pujian, bakat cerah Devadatta terpotong….”
“Para bhikkhu, sungguh menakutkan perolehan,
kehormatan, dan pujian itu, pahit, busuk, menghalangi untuk mencapai
keamanan terbaik dari belenggu.
 ia
mengatakan kebohongan dengan sengaja. sungguh menakutkan
perolehan, kehormatan, dan pujian itu, pahit, busuk, menghalangi
untuk mencapai keamanan terbaik dari belenggu. Oleh karena itu,“Bagaimana menurutmu, Rāhula, apakah mata adalah kekal atau
tidak kekal?” – “Tidak kekal, Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak kekal
itu adalah penderitaan atau kebahagiaan?” – “Penderitaan, Yang
Mulia.” – [245] “Apakah yang tidak kekal, penderitaan, dan mengalami
perubahan itu layak dianggap sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?”.“Melihat demikian, Rāhula, siswa mulia yang terlatih mengalami
kejijikan terhadap mata, kejijikan terhadap telinga, kejijikan terhadap
hidung, kejijikan terhadap lidah, kejijikan terhadap badan, kejijikan
terhadap pikiran. Dengan mengalami kejijikan, ia menjadi bosan.
Melalui kebosanan [batinnya] terbebaskan.338 Ketika terbebaskan
muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan.’ Ia memahami: ‘Kelahiran telah
dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan
telah dilakukan, tidak ada lagi kondisi bagi makhluk ini.’” Aku juga melihat makhluk itu, tetapi Aku tidak mengatakan
apa pun tentangnya. Karena jika Aku mengatakannya, orang-orang lain
tidak akan mempercayainya, dan jika mereka tidak mempercayaiKu
maka akan menuntun pada kemalangan dan penderitaan mereka
untuk waktu yang lama.
(1) Kerangka Tulang-belulang
Demikianlah yang kudengar. Pad
“Makhluk itu, para bhikkhu, dulunya adalah seorang tukang jagal di
Rājagaha ini. Setelah disiksa di neraka selama bertahun-tahun, selama
ratusan tahun, selama ribuan tahun, selama ratusan ribu tahun sebagai
akibat dari kamma itu. [256] Sebagai akibat sisa dari kamma yang sama
itu, ia mengalami bentuk kehidupan demikian.”347.
demikian pula semua kondisi tidak
bermanfaat adalah berakar pada kebodohan dan menyatu di kebodohan,
dan semuanya terbongkar ketika kebodohan dibongkar.359 Oleh karena
itu, para bhikkhu, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami akan
berlatih dengan tekun.” Demikianlah kalian harus berlatih.”“Oleh karena itu, para bhikkhu, kalian harus berlatih sebagai
berikut: ‘Kami akan mengembangkan dan melatih pembebasan
pikiran melalui cinta kasih.
Kemudian Māra Si Jahat akan dapat menguasai mereka; kemudian ia
akan dapat mencengkeram mereka.
“Oleh karena itu, para bhikkhu, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Dengan menggunakan balok kayu ini sebagai alas duduk, kami
akan berlatih dengan rajin dan tekun dalam berusaha.’ Demikianlah
kalian harus berlatih.”370
“Para bhikkhu, sekarang para bhikkhu menggunakan balok kayu
sebagai alas duduk; mereka rajin dan tekun dalam latihan. Māra Si Jahat
tidak dapat mengusai mereka; tidak dapat mencengkeram mereka.
Sang Bhagavā menjernihkan unsur mata-dewa dan telinga-
dewa-Nya untuk berkomunikasi denganku, dan aku menjernihkan
unsur mata-dewa dan telinga-dewa-ku untuk berkomunikasi dengan
Sang Bhagavā.”385.“penjelmaan” dengan menyertakan nama atas akibat dari
penyebab. Penjelmaan-kelahiran-kembali adalah kumpulan dari
kelompok-kelompok unsur kehidupan yang dibutuhkan oleh
kamma yang dihasilkan oleh kamma tersebut; ini disebut “pen-
jelmaan” dalam pengertian “muncul di sana.Bodhi adalah pengetahuan; makhluk yang memiliki bodhi
adalah seorang bodhisatta, yang mengetahui, yang bijaksana.adalah pikiran-
tidak bermusuhan dan ketidakbermusuhan itu sendiri, yaitu,
cinta kasih terhadap makhluk-makhluk.maka janganlah menghampiri
orang-orang berkeinginan jahat itu – dengan mengumpulkan
sekelompok, makan di antara para keluarga setelah memberi-
tahu mereka, dan memperbesar kelompok – memecah Saṅgha
dengan bergantung pada kelompok mereka.Setelah mengalami kontak dengan istri orang lain, setelah
menikmati kesenangan busuk, kenikmatan indria, ia terlahir
kembali dalam situasi di mana, sebagai akibat dari kamma itu, ia
mengalami kontak dengan kotoran dan mengalami kesakitan.Dia mengkhianati suaminya sendiri dan menikmati kon-
tak dengan laki-laki lain. Demikianlah ia jatuh dari kontak yang
menyenangkan dan, sebagai akibat dari kamma itu, ia terlahir
kembali sebagai perempuan tanpa kulit yang mengalami kontak
yang menyakitkan.Samyutta Nikaya 2 hal 896.Ia adalah putra dari ayah Sang Buddha, Suddhodana dan bibi
sekaligus ibu asuhnya, Mahāpajāpati Gotami. Karena itu, walau-
pun ia juga adalah saudara tiri Sang Buddha dari ayah yang
sama, teks merujuknya sebagai mātucchāputta, “sepupu dari.
 kebijaksanaan (paññā) atau
pengetahuan (vijjā), yang berarti mengetahui dan melihat kelima
kelompok unsur kehidupan ini sebagaimana adanya: sebagai tidak
kekal (anicca), sebagai penderitaan(dukkha).Nāga adalah naga, makhluk yang menyerupai ular besar, perkasa
dan misterius, diyakini menetap di pegunungan Himalaya, di bawah.
“Ia tidak menganggap persepsi sebagai diri, atau diri sebagai
memiliki persepsi, atau persepsi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai
di dalam persepsi. Ia tidak hidup dengan dikuasai oleh gagasan: ‘Aku
adalah persepsi, persepsi adalah milikku.’ Selama ia hidup tanpa
dikuasai oleh gagasan-gagasan ini, persepsi itu berubah. Dengan
perubahan persepsi itu, tidak muncul dalam dirinya penderitaan,
ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan keputusasaan. [5].Selama ia hidup tanpa dikuasai
oleh gagasan-gagasan ini, bentukan-bentukan kehendak itu berubah.
Dengan perubahan bentukan-bentukan kehendak itu, tidak muncul
dalam dirinya penderitaan, ratapan, kesakitan, ketidaksenangan, dan
keputusasaan.
‘Jika, Sahabat, seseorang
tidak memiliki nafsu, keinginan, rasa sayang, kehausan, ketagihan
dan kegemaran sehubungan dengan bentuk, kemudian dengan
terjadinya perubahan bentuk maka kesedihan, ratapan, kesakitan,
ketidaksenangan, dan keputusasaan tidak muncul dalam dirinya.Kegemaran, nafsu,
kenikmatan, dan keinginan, keterlibatan dan kemelekatan, pendirian,
keterikatan, dan kecenderungan tersembunyi sehubungan dengan
unsur perasaan … unsur persepsi … unsur bentukan-bentukan
kehendak … unsur kesadaran;21 semua ini telah ditinggalkan oleh Sang
Tathāgata,yang
memerlukan waktu lama untuk engkau pikirkan telah dijungkir-
balikkan. Tesismu telah dibantah. Pergilah selamatkan tesismu, karena
engkau telah dikalahkan, atau bebaskanlah dirimu dari kekusutan
ini jika engkau mampu.’ Dengan cara demikianlah seseorang terlibat
dalam perselisihan.Para bhikkhu, bentuk adalah tidak kekal, perasaan adalah tidak
kekal, persepsi adalah tidak kekal, bentukan-bentukan kehendak
adalah tidak kekal, kesadaran adalah tidak kekal. Melihat demikian,
para bhkkhu, siswa mulia yang terlatih mengalami kejijikan terhadap
bentuk, kejijikan terhadap perasaan, kejijikan terhadap persepsi,
kejijikan terhadap bentukan-bentukan kehendak, kejijikan terhadap
kesadaran. Dengan mengalami kejijikan, ia menjadi bosan. Melalui
kebosanan maka [batinnya] terbebaskan. Ketika terbebaskan,
muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan.’ Ia memahami: ‘Kelahiran telah
dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan
telah dilakukan, tidak ada lagi kondisi bagi makhluk ini.’”bentuk adalah penderitaan, perasaan.
Adalah keinginan
yang membawa menuju penjelmaan baru, disertai dengan kenikmatan
dan nafsu, mencari kenikmatan di sana-sini; yaitu, keinginan akan
kenikmatan indria, keinginan akan penjelmaan, keinginan akan
pemusnahan. Ini adalah apa yang disebut membawa beban..
“Perasaan adalah tidak kekal…. Persepsi adalah tidak kekal….
Bentukan-bentukan kehendak adalah tidak kekal…. Kesadaran adalah
tidak kekal. Apa yang tidak kekal adalah penderitaan.
“Ketika kesadaran tidak terbentuk, tidak berkembang, tidak
menghasilkan, maka ia terbebaskan. Dengan terbebaskan, maka ia
kokoh, dengan menjadi kokoh, ia puas; dengan menjadi puas, ia tidak
gelisah.bentuk yang menyakitkan
sebagai ‘bentuk yang menyakitkan’ … perasaan yang menyakitkan
sebagai ‘perasaan yang menyakitkan’ … persepsi yang menyakitkan
sebagai ‘persepsi yang menyakitkan’ … bentukan-bentukan kehendak
yang menyakitkan sebagai ‘bentukan-bentukan kehendak yang
menyakitkan’ … kesadaran yang menyakitkan sebagai ‘kesadaran yang
menyakitkan.’

Dan apakah, para bhikkhu, kesadaran itu? Ada enam kelompok
kesadaran: kesadaran-mata, kesadaran-telinga, kesadaran-hidung,kesadaran-lidah, kesadaran-badan, kesadaran-pikiran. Ini disebut
kesadaran. Dengan munculnya nama-dan-bentuk, maka muncul pula
kesadaran. Dengan lenyapnya nama-dan-bentuk, maka lenyap pula
kesadaran.mengalami kejijikan terhadap bentuk, kejijikan terhadap perasaan,
kejijikan terhadap persepsi, kejijikan terhadap bentukan-bentukan
kehendak, kejijikan terhadap kesadaran. Dengan mengalami kejijikan,
ia menjadi bosan. Melalui kebosanan maka [batinnya] terbebaskan.
Ketika terbebaskan, di sana muncullah pengetahuan: ‘
kebijaksanaan benar bahwa: ‘ini
bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku,’ ia terbebaskan melalui
ketidakmelekatan.
Empat Landasan Kekuatan Batin …
Lima Indria Spiritual … Lima Kekuatan … Tujuh Faktor Penerangan …
Jalan Mulia Berunsur Delapan telah Kuajarkan tanpa perbedaan. Para
bhikkhu, sehubungan dengan Dhamma yang telah Kuajarkan ini, suatu
pemikiran muncul dalam pikiran seorang bhikkhu sebagai berikut:
muncul bergantungan; keinginan itu adalah tidak
kekal, terkondisikan, muncul bergantungan; perasaan itu adalah tidak
kekal, terkondisikan, muncul bergantungan; kontak itu adalah tidak
kekal, terkondisikan, muncul bergantungan; kebodohan itu adalah
tidak kekal, terkondisikan, muncul bergantungan. Ketika seseorang
mengetahui dan melihat demikian, para bhikkhu, maka muncullah
penghancuran segera atas noda-noda.”137 [100].
perasaan adalah
bukan-diri, persepsi adalah bukan-diri, bentukan-bentukan kehendak
adalah bukan-diri, kesadaran adalah bukan-diri. Diri apakah, kalau
begitu, yang berdampak atas perbuatan yang dilakukan oleh apa yang
bukan-diri?”142.
“Bentuk adalah bagaikan segumpal buih,
Perasaan bagaikan gelembung air;
Persepsi bagaikan fatamorgana;
Bentukan-bentukan kehendak bagaikan batang pohon pisang,
Dan kesadaran bagaikan ilusi,
Demikianlah dijelaskan oleh kerabat Matahari.‘Sejak lama pikiran ini telah dikotori oleh nafsu,
kebencian, dan kebodohan.’ Melalui kekotoran pikiran makhluk-
makhluk dikotori; dengan pemurnian pikiran makhluk-makhluk
dimurnikan. [152].“Para bhikkhu, ketika persepsi ketidakkekalan
dikembangkan dan dilatih, maka ia melenyapkan semua nafsu indria,
ia melenyapkan semua nafsu penjelmaan, ia melenyapkan semua
kebodohan, ia mencabut semua keangkuhan ‘aku.’ Delapan; yaitu, pandangan benar …
konsentrasi benar. Ini disebut porsi jalan menuju lenyapnya identitas.
“Para bhikkhu, bentuk adalah bara api panas,227 perasaan
adalah bara api panas, persepsi adalah bara api panas, bentukan-
bentukan kehendak adalah bara api panas, kesadaran adalah bara
api panas. Bentuk adalah tidak kekal; kalian harus melepaskan keinginan
terhadapnya. Perasaan … Persepsi … Bentukan-bentukan kehendak
… Kesadaran adalah tidak kekal; kalian harus melepaskan keinginan
terhadapnya. Para bhikkhu, kalian harus melepaskan keinginan
terhadap apa pun yang tidak kekal.
“Para bhikkhu, kalian harus melepaskan nafsu terhadap apa pun
yang tidak kekal.” …“Para bhikkhu, kalian harus melepaskan keinginan dan nafsu
terhadap apa pun yang tidak kekal.” …“Para bhikkhu, kalian harus melepaskan keinginan dan nafsu
terhadap apa pun yang tidak kekal.” …
(Lengkap seperti §137 sebelumnya dengan menggantikan “keinginan”
menjadi “keinginan dan nafsu”.)
140 (5) Penderitaan (1)
… “Para bhikkhu, kalian harus melepaskan keinginan terhadap apa
pun yang merupakan penderitaan.” …
141 (6) Penderitaan (2)
… “Para bhikkhu, kalian harus melepaskan nafsu terhadap apa pun
yang merupakan penderitaan.” …
142 (7) Penderitaan (3)
… “Para bhikkhu, kalian harus melepaskan keinginan dan nafsu
terhadap apa pun yang merupakan penderitaan.” …
143 (8) Bukan-diri (1)
… “Para bhikkhu, kalian harus melepaskan keinginan terhadap apa
pun yang bukan-diri.” … [179]
144 (9) Bukan-diri (2)
… “Para bhikkhu, kalian harus melepaskan nafsu terhadap apa pun
yang bukan-diri.” …Bukan-diri (3)
… “Para bhikkhu, kalian harus melepaskan keinginan dan nafsu
terhadap apa pun yang bukan-diri.” …
146 (11) Terpikat dalam Kejijikan
: ia harus berdiam terpikat dalam kejijikan terhadap bentuk,
perasaan, persepsi, bentukan-bentukan kehendak, dan kesadaran.228
Seorang yang berdiam terpikat dalam kejijikan terhadap bentuk
… terhadap kesadaran, sepenuhnya memahami bentuk, perasaan,
persepsi, bentukan-bentukan kehendak, dan kesadaran. Seorang yang
sepenuhnya memahami bentuk … kesadaran terbebas dari bentuk,
perasaan, persepsi, bentukan-bentukan kehendak, dan kesadaran.Ketika ada kesadaran, Rādha, maka di sana ada
Māra, atau pembunuh, atau seorang yang terbunuh. Oleh karena itu,
Rādha, lihatlah kesadaran sebagai Māra, lihatlah ia sebagai pembunuh,
lihatlah ia sebagai seorang yang terbunuh. Lihatlah ia sebagai penyakit,
sebagai tumor, sebagai anak panah, sebagai kesengsaraan, sebagai
kesengsaraan sejati. Mereka yang melihat demikian melihat dengan
benar.
“Keinginan, nafsu, kesenangan, kegemaran, keterlibatan, dan
kemelekatan, pendirian, keterikatan, dan kecenderungan tersembunyi
sehubungan dengan perasaan … persepsi … bentukan-bentukan
kehendak … kesadaran: ini disebut saluran menuju kehidupan.
Kesadaran, Rādha, adalah
bersifat tidak-kekal.“Bentuk, Rādha, adalah tidak kekal. Perasaan … Persepsi … Bentukan-
bentukan kehendak … Kesadaran adalah tidak kekal.engkau harus melepaskan keinginan, engkau harus
melepaskan nafsu, engkau harus melepaskan keinginan dan nafsu,
terhadap apa pun yang merupakan Māra. Dan apakah, Rādha, Māra
itu? Bentuk adalah Māra. Perasaan … Persepsi … Bentukan-bentukan
kehendak … Kesadaran adalah Māra. Melihat demikian … Ia memahami:
‘… tidak ada lagi kondisi bagi makhluk ini.’”“Apa yang dilihat, didengar, dicerap, dikenali, dicapai, dicari, dan
dijelajahi oleh pikiran: apakah kekal atau tidak kekal?”
“Tidak kekal, Yang Mulia.”
“Apakah yang tidak kekal itu adalah penderitaan atau
kebahagiaan?”
“Penderitaan, Yang Mulia.”.
Di Sāvatthī. “Para bhikkhu, mata adalah tidak kekal, berubah, menjadi
sebaliknya. Telinga … Hidung … Lidah … Badan … Pikiran adalah
tidak kekal, berubah, menjadi sebaliknya. Seorang yang meyakini
ajaran-ajaran ini dan memahami demikian disebut seorang penganut-
keyakinan, seorang yang telah memasuki jalan pasti kebenaran,
memasuki wilayah orang-orang mulia, melampaui wilayah kaum
duniawi. Ia tidak mampu melakukan perbuatan yang karenanya dapat
mengakibatkannya terlahir kembali di alam neraka, di alam binatang,
atau di alam setan; ia tidak dapat meninggal dunia tanpa menembus
buah Memasuki-arus.268.“Para bhikkhu, kesadaran-mata adalah tidak kekal,
berubah, menjadi sebaliknya. Kesadaran-telinga …Kesadaran-hidung
… Kesadaran-lidah … Kesadaran-badan … Kesadaran-pikiran adalah
tidak kekal, berubah, menjadi sebaliknya. Seorang yang … dengan
Penerangan sebagai tujuannya.”
“Para bhikkhu, kemunculan, kelangsungan, produksi, dan
manifestasi dari unsur tanah … unsur air … unsur panas … unsur angin
… unsur ruang … unsur kesadaran adalah kemunculan penderitaan,
kelangsungan penyakit, manifestasi penuaan-dan-kematian.
“Berhentinya, meredanya, dan lenyapnya unsur tanah … unsur
kesadaran adalah berhentinya penderitaan, meredanya penyakit,
lenyapnya penuaan-dan-kematian.”
hasrat dan nafsu akan bentuk-bentukan
adalah kejahatan batin. Hasrat dan nafsu akan suara-suara … bau-bauan
… rasa kecapan … objek-objek sentuhan … fenomena pikiran adalah
kejahatan batin. Ketika seorang bhikkhu telah melepaskan kejahatan
batin dalam enam kasus ini, batinnya condong kepada pelepasan
keduniawian.“Para bhikkhu, hasrat dan nafsu akan kesadaran-mata … kesadaran-
pikiran adalah kejahatan batin.
Kontak
“Para bhikkhu, hasrat dan nafsu akan kontak-mata … kontak-pikiran
adalah kejahatan batin. Ketika seorang bhikkhu telah melepaskan
kejahatan batin dalam enam kasus ini … [batinnya] menjadi mudah
diarahkan sehubungan dengan hal-hal yang harus ditembus oleh
pengetahuan langsung.”
5 Perasaan
“Para bhikkhu, hasrat dan nafsu akan perasaan yang muncul dari
kontak-mata … perasaan yang muncul dari kontak-pikiran adalah
kejahatan batin. Ketika seorang bhikkhu telah melepaskan kejahatan
batin dalam enam kasus ini … [batinnya] menjadi mudah diarahkan
sehubungan dengan hal-hal yang harus ditembus oleh pengetahuan
langsung.”
6 Persepsi
“Para bhikkhu, hasrat dan nafsu akan persepsi bentuk … persepsi
fenomena pikiran adalah kekotoran batin. Ketika seorang bhikkhu
telah melepaskan kejahatan batin dalam enam kasus ini … [batinnya]
menjadi mudah diarahkan sehubungan dengan hal-hal yang harus
ditembus oleh pengetahuan langsung.”
7 Kehendak
“Para bhikkhu, hasrat dan nafsu akan kehendak sehubungan dengan
bentuk-bentuk … [234] kehendak sehubungan dengan fenomena pikiran
adalah kejahatan batin. Ketika seorang bhikkhu telah melepaskan
kejahatan batin dalam enam kasus ini … [batinnya] menjadi mudah
diarahkan sehubungan dengan hal-hal yang harus ditembus oleh
pengetahuan langsung.”
8 Keinginan
“Para bhikkhu, hasrat dan nafsu akan keinginan terhadap bentuk-
bentuk … akan keinginan terhadap fenomena pikiran adalah kejahatan.
batin. Ketika seorang bhikkhu telah melepaskan kejahatan batin dalam
enam kasus ini … [batinnya] menjadi mudah diarahkan sehubungan
dengan hal-hal yang harus ditembus oleh pengetahuan langsung.”
9 Unsur-unsur
“Para bhikkhu, hasrat dan nafsu pada unsur tanah … pada unsur air
… pada unsur panas … pada unsur angin … pada unsur ruang … pada
unsur kesadaran adalah kejahatan batin. Ketika seorang bhikkhu
telah melepaskan kejahatan batin dalam enam kasus ini … [batinnya]
menjadi mudah diarahkan sehubungan dengan hal-hal yang harus
ditembus oleh pengetahuan langsung.”
10 Kelompok-kelompok Unsur Kehidupan
“Para bhikkhu, hasrat dan nafsu akan bentuk … perasaan … persepsi
… bentukan-bentukan kehendak … kesadaran adalah kejahatan batin.
Ketika seorang bhikkhu telah melepaskan kejahatan batin dalam enam
kasus ini … [batinnya] menjadi mudah diarahkan sehubungan dengan
hal-hal yang harus ditembus oleh pengetahuan langsung.”Samyutta Nikaya 1110..“Saudari, aku tidak mencari penghidupan dengan cara-cara
penghidupan yang salah seperti seni rendah meramal melalui tanda-
tanda bumi, atau seni rendah ilmu perbintangan, atau menjadi pesuruh
dan menyampaikan pesan, atau seni rendah meramal garis tangan.
sesuai dengan keinginan mereka, hari menjadi dingin. Ini,
bhikkhu, adalah sebab dan alasan mengapa hari kadang-kadang
menjadi dingin.”“Yang Mulia, apakah sebab dan alasan mengapa hari kadang-kadang
menjadi hangat?”
“Ada, Bhikkhu, apa yang disebut deva awan-hangat. Ketika mereka
berpikir, ‘Mari kita bersuka-ria melakukan apa yang kita senangi,’
maka, sesuai dengan keinginan mereka, hari menjadi hangat. Ini,
Bhikkhu, adalah sebab dan alasan mengapa hari kadang-kadang
menjadi hangat.apa yang disebut deva awan-dingin. Ketika mereka
berpikir, ‘Mari kita bersuka-ria melakukan apa yang kita senangi,’293
maka, sesuai dengan keinginan mereka, hari menjadi dingin.Kelenturan Sehubungan dengan Pencapaian
(Sama, tetapi dengan menggantikan menjadi “mahir dalam kelenturan.”)
14 Objek Sehubungan dengan Pencapaian
(Sama, tetapi dengan menggantikan menjadi “mahir dalam objek.”)
15 Jangkauan Sehubungan dengan Pencapaian
(Sama, tetapi dengan menggantikan menjadi “mahir dalam jangkauan.”)
[271]
16 Tekad Sehubungan dengan Pencapaian
(Sama, tetapi dengan menggantikan menjadi “mahir dalam tekad.”)12 Keluar Sehubungan dengan Pencapaian
(Sama, tetapi dengan menggantikan “mahir dalam mempertahankan
sehubungan dengan konsentrasi” menjadi “mahir dalam keluar sehubungan
dengan konsentrasi.”) [270]Ketelitian Sehubungan dengan Pencapaian
(Sama, tetapi dengan menggantikan menjadi “pekerja yang teliti sehubungan
dengan konsentrasi.”)
18 Kegigihan Sehubungan dengan Pencapaian
(Sama, tetapi dengan menggantikan menjadi “pekerja yang gigih sehubungan
dengan konsentrasi.”)
19 Kesesuaian Sehubungan dengan Konsentrasi
(Sama, tetapi dengan menggantikan menjadi “seorang yang melakukan apa
yang sesuai sehubungan dengan konsentrasi.”) [272]
20 Keluar Sehubungan dengan Mempertahankan.

Bahkan bagi para Buddha, jasmani dapat sakit, tetapi batin
sakit ketika disertai nafsu, kebencian, dan kebodohan.ketidaksakitan batin ditunjukkan oleh tidak adanya
kekotoran. Demikianlah dalam sutta ini kaum duniawi diperli-
hatkan sebagai mengalami sakit dalam jasmani dan dalam ba-
tinkarena keinginan dan nafsu adalah kuat sehubungan
dengan lima kelompok unsur kehidupan internal, maka yang
terakhir disebut “rumah,” dan karena keinginan dan nafsu ada-
lah lebih lemah sehubungan dengan enam objek eksternal, maka
yang terakhir disebut “tempat kediaman.”Dengan musnahnya bentuk (rūpassa vibhavā): dengan melihat
musnahnya, bersama dengan pandangan terang [Spk-pṭ: karena
kata “musnahnya” dalam teks disebutkan dengan peniadaan
kata “melihat”]. (objek sentuhan digolongkan pada
tiga dari unsur-unsur utama, kecuali unsur air), usur ruang, pe-
nentuan jenis kelamin, makanan fisik (= makanan yang dapat di-
makan), dan sebagainya; baca CMA 6:2-5. Mengenai makanan se-
bagai suatu kondisi bagi tubuh fisik,
Kemelekatan (upādiyamāno): menangkap melalui keingi-
nan, keangkuhan, dan pandangan-pandangan. Dalam kedua
sutta berikutnya, berpikir (maññamāno) dan mencari kenikmatan
(abhinandamāno) dijelaskan dengan cara yang sama.yang menurutnya saññā,
viññāṇa, dan paññā adalah fungsi kognitif berkedalaman meningkat
gkat, kecerdasan membedakan, dan kekuatan pemahaman; akan
tetapi, ini, sulit dipadankan dengan penjelasan faktor-faktor ini
yang terdapat dalam Nikāya. Biasanya dalam sutta viññāṇa dis-
ebutkan hanya sebagai kesadaran dasar atas suatu objek melalui
landasan indria seseorang, yaitu, “kesadaran” telanjang bukan
sebagai kapasitas pembedaan. Perlakuan yang sama atas viññāṇa
‘Engkau seharusnya mengenakan jubah bhikkhu, mem-
bawa mangkuk pengemis, dan berkelana mengumpulkan dana!’”.
Spk meringkasnya menjadi tiga perenungan:
“ketidakkekalan” dan “kehancuran” melambangkan perenun-
gan ketidakkekalan; “kosong” dan “bukan-diri,” melambangkan
perenungan bukan-diri; dan yang lainnya, melambangkan pere-
nungan penderitaan. Akan tetapi, Vism 613 dan Ps III 146, 13 me-
nyatakan sebagai “makhluk asing” (parato) untuk perenungan
bukan-diri, yang sepertinya lebih masuk akal.hitam, biru, merah, kuning,
putih, dan sangat putih – mewakili tingkatan jalan Ājīvika menu-
ju kesempurnaan; baca Fruits of Recluseship, pp. 73-75. Pada AN III
383, 18 – 84, 7 skema ini dianggap berasal dari Pūraṇa Kassapa,
yang sekali lagi menunjukkan hubungan antara kedua sistem
(satu poin yang dicatat oleh Basham, pp. 23-24).
pelepasan keduniawian
(nekkhammaninnaṃ c’ assa cittaṃ hoti): Pikiran tenang dan pan-
dangan terang condong pada sembilan kondisi lokuttara.a.”ilmu meramal garis tangan” tentu saja terlalu sempit,
tetapi tidak ada kata lain yang lebih tepat untuk menangkap
makna ini.Spk: Supaṇṇa dari kelompok tertentu mampu menculik hanya
nāga yang berasal dari kelompok yang lebih rendah atau sama
tetapi bukan dari kelompok yang lebih tinggi.dengan konsentrasi bila ia mampu bertekad pada konsentrasi
jhāna pertama, dan seterusnya,
Kelompok-kelompok Unsur Kehidupan
dan
Landasan-landasan indria
Pada saat Pengenalan Visual
Kelompok Pengenalan Visual Landasan Indria
Bentuk Mata Landasan mata
Bentuk Landasan bentuk
Kesadaran Kesadaran-mata Kesadaran pikiran
(Bentukan ke-
hendak) Kontak-mata Landasan fenomena
pikiran
Perasaan Perasaan yang mun-
cul dari kontak mata
Landasan fenomena
pikiran
Persepsi Persepsi bentuk Landasan fenomena
pikiran
Bentukan ke-
hendak
Kehendak sehubun-
gan dengan bentuk
Landasan fenomena
pikiran
Catatan: Kontak (phassa) dikelompokkan dalam kelompok unsur ben-
tukan-bentukan kehendak dalam Abhidhamma dan Komentar, walau-
pun dalam Nikāya tidak secara eksplisit ditempatkan di antara kelima
kelompok unsur kehidupan.Dengan mengetahui secara langsung dan memahami sepenuhnya
mata … pikiran … dan perasaan apa pun yang muncul dengan kontak-
pikiran sebagai kondisi.apakah me-
nyenangkan atau menyakitkan atau bukan-menyakitkan juga bukan menyenangkan Terbakar
oleh api nafsu, oleh api kebencian, oleh api kebodohan; terbakar oleh
kelahiran, penuaan, dan kematian; oleh kesedihan, ratapan, kesakitan,
ketidaksenangan, dan keputusasaan, Aku katakan.Terbakar
oleh api nafsu, oleh api kebencian, oleh api kebodohan; terbakar oleh
kelahiran, penuaan, dan kematian; oleh kesedihan, ratapan, kesakitan,
ketidaksenangan, dan keputusasaan, Aku katakan.
 dikenali oleh mata, yang disu-
kai, indah, menyenangkan, nikmat, memikat indria, menggoda. Jika
seorang bhikkhu menikmatinya, menyambutnya, dan terus-menerus
menggenggamnya, maka kenikmatan muncul. Ketika ada kenikmatan,
maka ada ketagihan. Jika ada ketagihan, maka ada belenggu. Terikat
oleh belenggu kenikmatan,pikiran adalah kekal atau tidak kekal?” – “Tidak
kekal, Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak kekal adalah penderitaan
atau kebahagiaan?” – “Penderitaan, Yang Mulia.“Melihat demikian, siswa mulia yang terlatih mengalami kejijikan
terhadap mata … kejijikan terhadap pikiran. Mengalami kejijikan, ia
menjadi bosan. Melalui kebosanan maka [batinnya] terbebaskan.Mata adalah tidak
kekal; engkau harus meninggalkan keinginan terhadapnya. Bentuk-
bentuk adalah tidak kekal … kesadaran-mata adalah tidak kekal …
kontak-mata adalah tidak kekal … perasaan apa pun yang muncul den-
gan kontak-mata sebagai kondisi.
“Rādha, engkau harus meninggalkan keinginan terhadap apa pun
yang merupakan penderitaan.” …
78 (5) Rādha (3)
… “Rādha, engkau harus meninggalkan keinginan terhadap apa pun
yang bukan-diri.” …jika penduduk Sunāparanta membunuhku dengan
pisau tajam, maka aku akan berpikir: ‘Ada para siswa Sang Bhagavā,
yang karena muak, malu, dan jijik akan jasmani dan kehidupannya,
mencari pembunuh.“Ia tidak boleh menganggap segalanya, tidak boleh menganggap di
dalam segalanya, tidak boleh menganggap dari segalanya, tidak boleh
menganggap, ‘segalanya adalah milikku.’Pikiran adalah tidak kekal, berubah, dan menjadi sebaliknya; fenom-
ena pikiran adalah tidak kekal, berubah, dan menjadi sebaliknya. De-
mikianlah pasangan ini bergerak dan terhuyung-huyung, tidak kekal,
berubah, dan menjadi sebaliknya.
Enam
landasan kontak ini – jika tidak dijinakkan, tidak terjaga, tidak terlind-
ungi, tidak terkendali – adalah pembawa penderitaan.Menghalau jalan kebencian terhadap keberisikan,
Dan tidak mengotori pikiran dengan berpikir,persepsi
‘[Yang ini] adalah tidak menyenangkan bagiku.’
“Banyak perasaan berkembang subur di dalam,
Berasal-mula dari bentuk terlihat,
Ketamakan serta kegusaran.
“Setelah mendengarkan suatu suara dengan
pikiran kacau … [74]
“Setelah mencium suatu bau dengan pikiran kacau …
“Setelah menikmati suatu rasa kecapan dengan pikiran kacau …
“Setelah merasakan suatu kontak dengan pikiran kacau …
“Setelah mengetahui suatu objek dengan pikiran kacau …
Bagi seseorang yang mengumpulkan penderitaan demikian
Nibbāna dikatakan berada jauh.
“Ketika, dengan perhatian kokoh, seseorang
mendengarkan suatu suara,
Ia tidak terbakar oleh nafsu terhadap suara-suara; … [75]
“Ketika, dengan perhatian kokoh, seseorang mencium suatu bau,
Ia tidak terbakar oleh nafsu terhadap bau-bauan; …
“Ketika, dengan perhatian kokoh, seseorang
menikmati suatu rasa kecapan,
Ia tidak terbakar oleh nafsu terhadap rasa-rasa kecapan; …
“Ketika, dengan perhatian kokoh, seseorang
merasakan suatu kontak,
Ia tidak terbakar oleh nafsu terhadap kontak-kontak; …
“Ketika, dengan perhatian kokoh, seseorang
mengetahui suatu objek,
Ia tidak terbakar oleh nafsu terhadap objek-objek; …
Bagi seseorang yang membongkar penderitaan demikian
Nibbāna dikatakan berada dekat.
ketika seorang bhikkhu telah
melihat suatu bentuk dengan mata, maka muncullah dalam dirinya
kondisi jahat yang tidak bermanfaat, ingatan dan kehendak yang ber-
hubungan dengan belenggu-belenggu.79 Jika bhikkhu itu meneriman-
ya dan tidak meninggalkannya, menghalaunya, mengakhirinya, dan
melenyapkannya, maka ia memahami ini sebagai: ‘Aku mundur dari
kondisi-kondisi bermanfaat.
“Ada, para bhikkhu, suara-suara yang dikenali oleh telinga …
fenomena-fenomena pikiran yang dikenali oleh pikiran, yang disu-
kai, indah, menyenangkan, nikmat, memikat indria, menggoda. Jika
seorang bhikkhu menikmatinya, menyambutnya, dan terus-menerus
menggenggamnya, ia harus memahami ini sebagai: ‘Aku mundur dari
kondisi-kondisi bermanfaat. Karena ini disebut kemunduran oleh Sang
Bhagavā.’
fenomena-fenomena pikiran yang dikenali oleh pikiran, yang disukai,
indah, menyenangkan, nikmat, memikat indria, menggoda. Jika se-
orang bhikkhu tidak menikmatinya, tidak menyambutnya, dan tidak
terus-menerus menggenggamnya, ia harus memahami ini sebagai:
‘Aku tidak mundur dari kondisi-kondisi bermanfaat. Karena ini dis-
ebut ketidakmunduran oleh Sang Bhagavā.’‘Mata adalah tidak kekal.’ Ia memahami seba-
gaimana adanya: ‘Bentuk-bentuk adalah tidak kekal.’ … ‘Kesadaran-
mata adalah tidak kekal.’ … ‘Kontak-mata adalah tidak kekal.’ …
‘Perasaan apa pun yang muncul dengan kontak-mata sebagai kondisi
– apakah menyenangkan atau menyakitkan atau bukan-menyakitkan
juga bukan-menyenangkan – itu juga tidak kekal.’ …Bentuk-bentuk bukan milikmu … Kesadaran-mata bukan mi-
likmu … Kontak-mata bukan milikmu … Perasaan apa pun yang mun-
cul dengan kontak-mata sebagai kondisi – apakah menyenangkan atau
menyakitkan atau bukan-menyakitkan juga bukan-menyenangkan
– itu juga bukan milikmu: lepaskanlah. Jika kalian telah melepaskan-
nya, maka itu akan mengarah menuju kesejahteraan dan kebahagiaan
kalian.
“Para bhikkhu, ada bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata, yang disu-
kai, indah, menyenangkan, nikmat, memikat indria, menggoda. Jika
seorang bhikkhu menikmatinya, menyambutnya, dan terus-menerus
menggenggamnya, maka ia disebut seorang bhikkhu yang telah masuk
ke dalam sarang Māra, yang telah dikendalikan oleh Māra; jerat Māra
telah mengikatnya94 sehingga ia terbelenggu oleh belenggu Māra dan
Yang Jahat dapat melakukan apa pun yang ia kehendaki terhadapnya.
ha·rem n 1 bagian rumah terpisah khusus untuk kaum wanita di negeri Arab;
2 kelompok wanita yg dikawini oleh satu pria (*KBBI) (*Penyunting)
Berpuasa dan tidur di atas tanah,
Mandi saat fajar, [mempelajari] tiga Veda,
Kulit-kulit kasar, rambut kusut, dan penuh kotoran;
Pujian-pujian, peraturan dan sumpah, praktik keras,
Kemunafikan, tongkat lengkung, ritual pembersihan
Ini merupakan lencana para brahmana
Yang digunakan untuk meningkatkan perolehan duniawi.
“Para bhikkhu, para deva dan manusia senang dalam bentuk-bentuk,
bergembira dalam bentuk-bentuk, bersuka-cita dalam bentuk-bentuk.
Dengan perubahan, peluruhan, dan lenyapnya bentuk-bentuk, para
deva dan manusia berdiam dalam penderitaan. Para deva dan manusia
senang dalam suara-suara … senang dalam bau-bauan … senang da-
lam rasa kecapan … senang dalam objek-objek sentuhan … senang da-
lam fenomena-fenomena pikiran, [127] bergembira dalam fenomena-
fenomena pikiran, bersuka-cita dalam fenomena-fenomena pikiran.
Dengan perubahan, peluruhan, dan lenyapnya fenomena-fenomena
pikiran, para deva dan manusia berdiam dalam penderitaan.
Telinga adalah penderitaan…. Pikiran adalah penderitaan. Sebab
dan kondisi bagi kemunculan pikiran juga penderitaan. Karena pikiran
berasal-mula dari apa yang merupakan penderitaan, bagaimana mung-
kin pikiran menjadi kebahagiaan?
seorang bhikkhu melihat mata yang sesungguhnya
tidak kekal sebagai tidak kekal: itu adalah pandangan benarnya.154 Me-
lihat dengan benar, ia mengalami kejijikan. Dengan hancurnya ken-
ikmatan maka muncullah kehancuran nafsu; dengan hancurnya nafsu
maka muncullah kehancuran kenikmatan. Dengan hancurnya ken-
ikmatan dan nafsu, batin dikatakan terbebaskan dengan baik.
“Para bhikkhu, bentuk-bentuk … fenomena pikiran masa lalu … masa
depan … masa sekarang adalah bukan-diri. Melihat demikian … Ia me-
mahami: ‘… tidak ada lagi kondisi bagi makhluk ini.’”“Tidak, Sahabat. Sapi hitam bukanlah belenggu bagi sapi putih, juga.sapi putih bukanlah belenggu bagi sapi hitam; melainkan kekang(keterikatan) atau
gandar yang mengikat keduanya: itulah belenggu di sana.telinga adalah belenggu bagi suara-suara, atau jika
suara-suara adalah belenggu bagi telinga … Jika pikiran adalah beleng-
gu bagi fenomena-fenomena pikiran, atau jika fenomena-fenomena
pikiran adalah belenggu bagi pikiran; maka kehidupan suci ini tidak
dapat terlihat untuk hancurnya penderitaan secara total.“Demikianlah pula, para bhikkhu, jika tidak ada mata, [172] maka
tidak ada kesenangan dan kesakitan muncul secara internal dengan
kontak-mata sebagai kondisi. Jika tidak ada telinga, maka tidak ada
kesenangan dan kesakitan muncul secara internal dengan kontak-
telinga sebagai kondisi…. Jika tidak ada pikiran, maka tidak ada kes-
enangan dan kesakitan muncul secara internal dengan kontak-pikiran
sebagai kondisi.”“‘Air yang sangat luas’: ini adalah sebutan untuk empat banjir: ban-
jir indriawi, banjir kehidupan, banjir pandangan, dan banjir kebodo-
han.Seseorang datang ingin hidup,
tidak ingin mati, menginginkan kebahagiaan dan tidak menginginkan
penderitaan.
Kebingungan adalah penyakit, kebingungan adalah tumor, kebingungan adalah anak panah. Oleh karena itu, para
bhikkhu, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami akan berdiam
dengan pikiran bebas dari kebingungan.’ketika mengena-
kan jubah dan membawa jubah luar serta mangkuknya; ketika makan,
minum, dan mengunyah makanannya, dan mengecap; ketika buang air
besar dan air kecil; ketika berjalan, berdiri, duduk, jatuh tertidur, ban-
gun, berbicara, dan berdiam diri. Demikianlah bahwa seorang bhikkhu
mempraktikkan pemahaman jernih.
ada kegembiraan jasmani, ada kegembiraan spiritu-
al, ada kegembiraan yang lebih spiritual daripada spiritual. Ada ke-
bahagiaan jasmani, ada kebahagiaan spiritual, ada kebahagiaan yang
lebih spiritual daripada kebahagiaan spiritual. Ada keseimbangan jas-
mani, ada keseimbangan spiritual, dan ada keseimbangan yang lebih
spiritual daripada spiritual. Ada pembebasan jasmani, ada pembebasan
spiritual, dan ada pembebasan yang lebih spiritual daripada spiritual.“Para bhikkhu, jika seorang perempuan memiliki lima faktor maka
ia sangat menarik bagi seorang laki-laki. Apakah lima ini? Ia cantik,
kaya, dan bajik; ia cerdas dan rajin; ia dapat melahirkan anak. Jika
seorang perempuan memiliki lima faktor ini maka ia sangat menarik
bagi seorang laki-laki.““Seorang perempuan mengalami menstruasi. Ini adalah penderi-
taan jenis ke dua khusus bagi perempuan…
“Seorang perempuan akan hamil. Ini adalah penderitaan jenis ke
tiga khusus pada perempuan….
“Seorang perempuan akan melahirkan anak. Ini adalah penderi-
taan jenis ke empat khusus bagi perempuan….
“Seorang perempuan harus melayani laki-laki. Ini adalah penderi-
taan jenis ke lima khusus bagi perempuan….
“Ini, para bhikkhu, adalah lima jenis penderitaan yang khusus bagi
perempuan, yang dialami perempuan bukan laki-laki.” [240].
“Para bhikkhu, jika seorang laki-laki memiliki lima faktor maka ia san-
gat tidak menarik bagi seorang perempuan. Apakah lima ini? Ia tidak
tampan, tidak kaya, tidak bajik; ia malas; dan ia tidak dapat menurunk-
an anak. [239] Jika seorang laki-laki memiliki lima faktor ini maka ia
sangat tidak menarik bagi seorang perempuan.
“Para bhikkhu, jika seorang laki-laki memiliki lima faktor maka ia
sangat menarik bagi seorang perempuan. Apakah lima ini? Ia tampan,kaya, dan bajik; ia cerdas dan rajin; ia dapat menurunkan anak. Jika seorang laki-laki memiliki lima faktor ini maka ia sangat menarik bagi
seorang perempuan.“
(Sama seperti di atas.).pada pagi hari seorang
perempuan berdiam di rumah dengan pikiran dikuasai oleh noda ego-
isme; pada siang hari ia berdiam di rumah dengan pikiran dikuasai
oleh keirihatian; pada malam hari ia berdiam di rumah dengan pikiran
dikuasai oleh nafsu indria. Ketika seorang perempuan memiliki tiga
kualitas … ia biasanya akan terlahir kembali di alam sengsara … di ner-
aka.”“Ia tidak memiliki keyakinan, tidak tahu malu, tidak takut melaku-
kan kesalahan, pemarah, tidak bijaksana. Ketika seorang perempuan
memiliki lima kualitas ini, [241] ia terlahir kembali di alam sengsara
… di neraka.”“Ia hidup tanpa keyakinan, tidak tahu malu, tidak takut melakukan
kesalahan, dengki, [iri hati … kikir … berperilaku buruk … tidak ber-
moral … tidak terpelajar … malas …berpikiran-kacau,]264 tidak bijak-
sana. Ketika seorang perempuan memiliki lima kualitas ini, ia terlahir
kembali di alam sengsara … di neraka.” [242-4.Kekuatan kecantikan, kekuatan kekayaan, kekuatan sanak-
saudara, kekuatan anak-anak, kekuatan moralitas. Ini adalah lima
kekuatan pada seorang perempuan. Jika seorang perempuan memiliki
lima kekuatan ini, ia berdiam penuh keyakinan di rumah.”“Dia akan berharap: ‘Semoga aku terlahir dalam sebuah keluarga
yang layak!’ Ini adalah situasi pertama yang sulit diperoleh bagi se-
orang perempuan yang tidak pernah melakukan kebajikan.
“Dia akan berharap: ‘Setelah terlahir dalam keluarga yang layak …
semoga aku menikah dengan seseorang dari keluarga yang layak!’ Ini
adalah situasi ke dua….menghindari pembunuhan, menghindari mengambil apa yang tidak
diberikan, menghindari hubungan seksual yang salah, menghindari
ucapan salah, menghindari meminum anggur, minuman keras, dan
minuman memabukkan yang menyebabkan kelengahan. Ketika, se-
orang perempuan memiliki lima kualitas ia berdiam dengan penuh
percaya diri di rumah.”“Hancurnya nafsu, hancurnya kebencian, hancurnya kebodohan:
ini, Sahabat, adalah yang disebut Nibbāna.”271
“Tetapi, Sahabat, adakah jalan, adakah cara untuk mencapai
Nibbāna ini?”
“Ada jalan, Sahabat, ada cara untuk mencapai Nibbāna ini.” [252]
“Dan apakah, Sahabat, jalan itu, apakah cara untuk mencapai
Nibbāna ini?”
“Adalah, Sahabat, Jalan Mulia Berunsur Delapan; yaitu, Pandangan
Benar, Kehendak Benar, Ucapan Benar, Perbuatan Benar, Penghidu-
pan Benar, Usaha Benar, Perhatian Benar, Konsentrasi Benar. Ini ada-
lah jalan, Sahabat, ini adalah cara untuk mencapai Nibbāna.”Ada, sahabat, tiga noda ini: noda indriawi, noda kehidupan, noda
kebodohan. Ini adalah tiga noda.”
“Kemudian, Teman-teman, dengan secara total melampaui persepsi
landasan kesadaran tanpa batas, menyadari bahwa ‘tidak ada apa-apa,’
aku masuk dan berdiam dalam landasan kekosongan. Sewaktu aku
berdiam di sana persepsi dan perhatian yang disertai oleh landasan
kesadaran tanpa batas menyerangku.Karena ia belum meninggalkan kebencian, orang-orang lain membuat-
nya jengkel. Karena dibuat jengkel oleh orang lain, ia mewujudkan ke-
jengkelannya itu: ia dikenal sebagai pemarah. Ia belum meninggalkan
kebodohan, karena ia belum meninggalkan kebodohan, orang-orang
lain membuatnya jengkel. Karena dibuat jengkel oleh orang lain, ia
mewujudkan kejengkelannya itu: ia dikenal sebagai pemarah.“Di sini, Kepala Desa, seseorang telah meninggalkan nafsu. Karena
ia telah meninggalkan nafsu, orang-orang lain tidak membuatnya jeng-
kel. Karena tidak dibuat jengkel oleh orang lain, ia tidak mewujudkan
kejengkelannya itu: ia dikenal sebagai lembut. Ia telah meninggalkan
kebencian. Karena ia telah meninggalkan kebencian, orang-orang lain.karena
keinginan adalah akar dari penderitaan.“Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang kebenaran dan jalan menuju kebenaran …. Aku akan mengajarkan kepada
kalian tentang pantai seberang … yang halus … yang sangat sulit dili-
hat … yang tanpa penuaan … [370] … yang stabil … ketidak-hancuran …
ketidak-berwujudan … tidak-terproliferasi372 … damai … abadi … luhur
… keramat … [371] … aman … hancurnya keinginan … keindahan …
yang mengagumkan … tidak sakit … kondisi tanpa penyakit … Nibbāna
… yang tidak menderita … kebosanan … [372] … kemurnian … kebe-
basan … ketidak-melekatan … pulau … naungan … suaka … perlindun-
gan … [373] …”
mata pengetahuan (ñāṇacakkhu) dan mata fisik (maṃsacakkhu).
Mata pengetahuan ada lima jenis: (i) Mata Buddha (buddhacak-
khu), pengetahuan kecenderungan dan kecenderungan tersem-
bunyi makhluk-makhluk, dan pengetahuan kematangan indria-
indria spiritual mereka; (ii) Mata Dhamma (Dhammacakkhu),
pengetahuan tiga jalan dan buah yang lebih rendah; (iii) Mata
Universal (samantacakkhu), pengetahuan Kemahatahuan Sang
Buddha; (iv) Mata Deva (dibbacakkhu), pengetahuan yang timbul
dari pemaparan cahaya (yang melihat kematian dan kelahiran
makhluk-makhluk); dan (v) Mata Kebijaksanaan (paññācakkhu)
Ini sesungguhnya adalah bagian dari neraka Avīci di mana
penghuninya disiksa dalam wujud para aktor yang menari dan
bernyanyi.Kita harus berhati-hati
mempertimbangkan dua alasan Sang Buddha tidak menyatakan
“Tidak ada diri.
Sekali lagi, Spk mengatakan ini bukanlah neraka terpisah me-
lainkan suatu bagian dari Avīci di mana makhluk-makhluk tam-
pak seperti para prajurit yang ditaklukkan dalam pertempuran.“Demikianlah karena mabuk dan lengah, setelah membuat orang
lain mabuk dan lengah, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian,
ia terlahir kembali di ‘Neraka Tertawa.Tetapi ia yang menganut
pandangan seperti ini: ‘Jika seorang aktor, dalam teater atau arena,
menghibur dan menyenangkan orang-orang dengan kebenaran dan
kebohongan, maka dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia
akan terlahir kembali di antara para deva tertawa.’ – itu adalah pan-
dangan salah di pihaknya. Bagi seseorang yang menganut pandangan
salah, Aku katakan, hanya ada satu dari dua alam tujuan: neraka atau
alam binatang.”33.Aku memahami sihir,
Kepala Desa, dan akibat dari sihir, dan Aku memahami bagaimana se-
orang penyihir, dalam pengembaraannya, dengan hancurnya jasmani,
setelah kematian, terlahir kembali di alam sengsara, di alam yang bu-
ruk, di alam rendah, di neraka.“Aku memahami, Kepala Desa, tindakan mengambil apa yang tidak
diberikan … hubungan seksual yang salah … berkata-kata bohong …
mengucapkan kata-kata yang menimbulkan perpecahan … berkata-
kata kasar … [343] … bergosip … ketamakan … permusuhan dan keben-
cian … pandangan salah, dan akibat dari pandangan salah, dan Aku
memahami bagaimana seseorang yang menganut pandangan salah,
dalam pengembaraannya, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir kembali di alam sengsara, di alam yang buruk, di alam
rendah, di neraka.Kon-
sentrasi (samādhi) muncul empat kali dalam namanya sendiri: sebagai
indria, kekuatan, faktor pencerahan,.
Tabel 7
Bantuan menuju Pencerahan melalui Faktor-faktor Batin
(Berdasarkan Vism 680 dan CMA 7:32-33)
Faktor-faktor Batin
BANTUAN MENUJU PENCERAHAN
4 Penegakan Perhatian
4 Usaha Benar
4 Landasan Kekuatan
5 Indria
5 Kekutan
7 Faktor Pencerahan
8 Faktor Sang Jalan
Total
1 Kegigihan 4 1 1 1 1 1 =9
2 Perhatian 4 1 1 1 1 =8
3 Kebijaksanaan 1 1 1 1 1= 5
4 Konsentrasi 1 1 1 1= 4
5 Keyakinan 1 1= 2
6 Kehendak 1 =1
7 Ketenangan 1 =1
8 Kegembiraan 1= 1
9 Keseimbangan 1 =1
10 Keinginan 1 =1
11 Pikiran 1 =1
12 Ucapan benar 1= 1
13 Perbuatan benar 1 =1
14 Penghidupan benar 1 =1
indria
kesakitan dan ketidaksenangan adalah perasaan tidak menyenangkan
jasmani dan batin; dan indria keseimbangan adalah perasaan netral.“segala sesuatu yang bersifat
muncul, semuanya juga bersifat lenyap
“Kualitasnya yang terdiri dari keyakinan dan kebijaksanaan
Selalu terpasang secara seimbang bersama-sama.11
Rasa malu adalah tiangnya, pikiran adalah gandar-pengikatnya,
Sang kusir yang penuh perhatian dan waspada.
“Hiasan kereta adalah moralitas,
As-nya adalah jhāna,12 kegigihan adalah rodanya;
Keseimbangan menjaga keseimbangan beban,
Ketiadaan keinginan berfungsi sebagai penutupnya.
“Kebajikan, tidak-membahayakan, dan keterasingan:
Ini adalah persenjataan kereta,
Kesabaran adalah baju zirah dan perisainya,13
Ketika kereta itu meluncur ke arah
tempat yang aman dari belenggu.
“Kereta surgawi yang tidak terlampaui ini
Berasal dari dalam diri sendiri.14
Para bijaksana pergi dari dunia ini dengan mengendarainya,
Pasti memperoleh kemenangan.”
“Hanya sedikit di antara manusia
Yang menyeberang ke pantai seberang.
Orang-orang selebihnya hanya berlarian
Mondar-mandir di pantai sini.
“Ketika Dhamma dibabarkan dengan benar
Mereka yang berlatih sesuai Dhamma
Adalah orang-orang yang akan menyeberangi
Alam Kematian yang sukar diseberangi.
“Setelah meninggalkan kualitas-kualitas gelap,
Orang bijaksana harus mengembangkan kualitas-kualitas cerah.
Setelah meninggalkan rumah dan menjalani kehidupan tanpa ru-
mah,
Di mana sukar untuk bergembira –
“Di sana dalam keterasingan ia harus mencari kegembiraan,
Setelah meninggalkan kenikmatan-kenikmatan indria.
Tanpa memiliki apa pun, orang bijaksana
Harus membersihkan dirinya dari kekotoran batin.
“Mereka yang batinnya terkembang dengan baik
Dalam faktor-faktor pencerahan,
Yang melalui ketidakmelekatan menemukan kegembiraan
Dalam melepaskan cengkeraman:
Mereka yang bersinar dengan noda-noda dihancurkan
Padam sepenuhnya di dunia ini.” [25].Di sini,
para bhikkhu, seorang bhikkhu mengembangkan pandangan benar …
konsentrasi benar, yang berdasarkan pada keterasingan, kebosanan,
dan lenyapnya, yang matang pada pelepasan. Dengan cara demikian-
lah, para bhikkhu, bahwa seorang bhikkhu yang tekun mengembang-
kan dan melatih Jalan Mulia Berunsur Delapan.”“Dan bagaimanakah itu? Di sini, para bhikkhu, seorang bhikkhu
mengembangkan pandangan benar … konsentrasi benar, yang ber-
dasarkan pada keterasingan, kebosanan, dan lenyapnya, yang matang
pada pelepasan. Dengan cara demikianlah, para bhikkhu, bahwa se-
orang bhikkhu mengembangkan dan melatih Jalan Mulia Berunsur
Delapan hingga belenggu-belenggunya dengan mudah menjadi putus
dan lapuk.”Keman-
dulan nafsu, kemandulan kebencian, kemandulan kebodohan Ini ada-
lah tiga jenis kemandulan.
Simpul jas-
mani ketamakan, simpul jasmani permusuhan, simpul jasmani cengk-
eraman keliru pada peraturan dan sumpah, simpul jasmani keterikatan
pada pernyataan kebenaran dogmatis.4Nafsu terhadap bentuk, nafsu terhadap tanpa-bentuk, keang-
kuhan, kegelisahan, kebodohan.
“Jika ia tidak mencapai pengetahuan akhir dalam kehidupan ini …
[70] … atau menjadi seorang pencapai Nibbāna pada saat terlahir kem-
bali, maka dengan kehancuran total lima belenggu yang lebih rendah
ia akan menjadi seorang pencapai Nibbāna yang tanpa berusaha.
“Jika ia tidak mencapai pengetahuan akhir dalam kehidupan ini …
atau menjadi seorang pencapai Nibbāna yang tanpa perlu berusaha,
maka dengan kehancuran total lima belenggu yang lebih rendah ia
akan menjadi seorang pencapai Nibbāna dengan berusaha.Apakah lima ini?
Besi adalah kerusakan emas, kerusakan yang menjadikan emas tidak
dapat melunak juga tidak dapat dibentuk juga tidak bersinar namun
rapuh dan tidak layak dikerjakan. Tembaga adalah kerusakan emas
… Timah adalah kerusakan emas … Timbal adalah kerusakan emas …
Perak adalah kerusakan emas … Ini adalah lima kerusakan pada emas,
kerusakan yang menjadikan emas tidak dapat melunak juga tidak da-
pat dibentuk juga tidak bersinar namun rapuh dan tidak layak diker-
jakan.Keingi-
nan indria adalah kerusakan batin, kerusakan yang menjadikan batin
tidak dapat melunak juga tidak dapat dibentuk juga tidak bersinar na-
mun rapuh dan tidak terkonsentrasi dengan benar demi kehancuran
noda-noda. [Ketidaksenangan adalah kerusakan pada batin … Kelam-
banan dan ketumpulan adalah kerusakan pada batin … Kegelisahan
dan penyesalan adalah kerusakan pada batin … Keragu-raguan adalah
kerusakan pada batin….]78 [93] Ini adalah lima kerusakan pada batin,
kerusakan yang menjadikan batin tidak dapat melunak juga tidak dap-
at dibentuk juga tidak bersinar namun rapuh dan tidak terkonsentrasi
dengan benar demi kehancuran noda-noda.”Faktor
pencerahan perhatian … faktor pencerahan keseimbangan. Ini adalah
jalan untuk menghancurkan bala tentara Māra.”“Bhikkhu, adalah karena ia telah mengembangkan dan melatih tu-
juh faktor pencerahan maka ia disebut ‘bijaksana dan waspada.
berdiamlah dengan meliputi seluruh dunia dengan
pikiran penuh kegembiraan atas kegembiraan makhluk lain, meluas,
luhur, tanpa batas, tanpa permusuhan, tanpa kebencian. Berdiamlah
dengan meliputi satu arah dengan pikiran penuh dengan keseimban-
gan. ia mengembangkan faktor
pencerahan keseimbangan yang disertai dengan persepsi tulang-belu-
lang, yang berdasarkan pada keterasingan, kebosanan, dan lenyapnya,
yang matang pada pelepasan. Dengan cara inilah persepsi tulang-belu-
lang dikembangkan dan dilatih sehingga satu dari dua buah ini dapat
diharapkan: apakah pengetahuan akhir dalam kehidupan ini atau, jika
masih ada sisa kemelekatan, kondisi yang-tidak-kembali.”
 (2) Dikerumuni Ulat
“Para bhikkhu, ketika persepsi mayat yang dikerumuni ulat dikem-
bangkan …”
59 (3) Memucat
“Para bhikkhu, ketika persepsi mayat yang memucat dikembangkan
…”
60 (4) Tercabik
“Para bhikkhu, ketika persepsi mayat yang tercabik dikembangkan
…”
61 (5) Membengkak
“Para bhikkhu, ketika persepsi mayat yang membengkak dikembang-
kan …”
62 (6) Cinta-kasih
“Para bhikkhu, ketika cinta-kasih dikembangkan …”
63 (7) Belas-kasihan
“Para bhikkhu, ketika belas-kasihan dikembangkan …”
64 (8) Berbahagia atas Kegembiraan Makhluk Lain
“Para bhikkhu, ketika Kebahagiaan atas kegembiraan makhluk lain
dikembangkan …”
65 (9) Keseimbangan
“Para bhikkhu, ketika keseimbangan dikembangkan …” [132]
66 (10) Pernafasan
“Para bhikkhu, ketika perhatian pada pernafasan dikembangkan …”
Pencarian, pembedaan, noda,
Jenis-jenis penjelmaan, tiga penderitaan,
Kemandulan, kekotoran, dan kesulitan,
Perasaan, keinginan, dan dahaga.
Kemudian elang itu, yakin dengan kekuatannya, tanpa menyom-
bongkan kekuatannya sendiri, melipat sayapnya dan tiba-tiba menukik
untuk menyambar burung puyuh itu. Tetapi ketika puyuh itu menge-
tahui, ‘Elang itu sudah mendekat,’ ia menyelinap masuk ke dalam
gumpalan tanah, dan elang itu menghantamkan dadanya di tempat
itu. Demikianlah, para bhikkhu, ketika seseorang mengembara keluar
dari wilayahnya ke wilayah lain.
terampil berdiam dengan merenungkan jasmani
dalam jasmani, tekun, dengan pemahaman jernih, penuh perhatian,
setelah melenyapkan ketamakan dan ketidaksenangan sehubungan
dengan dunia. Selagi ia berdiam merenungkan jasmani dalam jasmani,
pikirannya terkonsentrasi, kekotorannya [152] ditinggalkan, ia me-
nangkap gambaran itu.
gan sehubungan dengan dunia. Selagi ia berdiam dengan merenung-
kan jasmani dalam jasmani, pikirannya menjadi bosan, dan melalui
ketidakmelekatan pikirannya terbebaskan dari noda-noda.jakan.Keingi-
nan indria adalah kerusakan batin, kerusakan yang menjadikan batin
tidak dapat melunak juga tidak dapat dibentuk juga tidak bersinar na-
mun rapuh dan tidak terkonsentrasi dengan benar demi kehancuran
noda-noda. [Ketidaksenangan adalah kerusakan pada batin … Kelam-
banan dan ketumpulan adalah kerusakan pada batin … Kegelisahan
dan penyesalan adalah kerusakan pada batin … Keragu-raguan adalah
kerusakan pada batin….]78 .
Jenis-jenis penjelmaan, tiga penderitaan,
Kemandulan, kekotoran, dan kesulitan,
Perasaan, keinginan, dan dahaga.
Banjir, belenggu, jenis-jenis kemelekatan,
Simpul, dan kecenderungan tersembunyi,
Untaian kenikmatan indria, rintangan,
Kelompok-kelompok unsur kehidupan, belenggu-belenggu yang
lebih rendah dan lebih tinggi.tal lima belenggu yang lebih rendah ia menjadi seorang yang mencapai
Nibbāna pada masa interval … seorang yang mencapai Nibbāna pada
saat terlahir kembali … seorang yang mencapai Nibbāna tanpa beru-
saha … seorang yang mencapai Nibbāna dengan berusaha … seorang
yang menuju ke atas, ke alam Akaniṭṭha.
“Jika, para bhikkhu, kelima indria ini telah dikembangkan dan di-
latih, maka tujuh buah dan manfaat ini dapat diharapkan.”XIV. KETEKUNAN
(Versi Lenyapnya Nafsu)
137 (1) – 146 (10) Sang Tathāgata, dan Seterusnya
XV. PERBUATAN GIGIH
(Versi Lenyapnya Nafsu)
147 (1) – 158 (12) Perbuatan Gigih, dan seterusnya
XVI. PENCARIAN
(Versi Lenyapnya Nafsu)
159 (1) – 168 (10) Pencarian, dan seterusnya
XVII. BANJIR
(Versi Lenyapnya Nafsu).
“Para bhikkhu, ada lima belenggu yang lebih tinggi ini. Apakah lima
ini? Nafsu akan bentuk, nafsu akan tanpa-bentuk, keangkuhan, keg-
elisahan, kebodohan. Ini adalah lima belenggu yang lebih tinggi.
 ia berusaha, mem-
bangkitkan kegigihan, mengarahkan pikirannya, dan berupaya.24
yang berdasarkan pada ket-
erasingan, kebosanan, dan lenyapnya, yang matang pada pelepasan. Ia
mengembangkan kekuatan kegigihan … kekuatan perhatian … kekua-
tan konsentrasi … kekuatan kebijaksanaan, yang berdasarkan pada ket-
erasingan, kebosanan, dan lenyapnya, yang matang pada pelepasan.“Apakah empat ini? Di sini, para bhikkhu, seorang bhikkhu
mengembangkan landasan kekuatan batin yang memiliki konsentrasi.si yang dihasilkan dari keinginan dan bentukan-bentukan kehendak
berusaha. Ia mengembangkan landasan kekuatan batin yang memiliki
konsentrasi yang dihasilkan dari kegigihan … konsentrasi yang dihasil-
kan dari pikiran … konsentrasi yang dihasilkan dari penyelidikan dan
bentukan-bentukan kehendak berusaha. Keempat landasan kekuatan
batin ini … menuju Nibbāna.”
“Yang Mu-
lia, sudilah Bhagavā sekarang mencapai Nibbāna akhir! Sudilah Yang
Sempurna sekarang mencapai Nibbāna akhir! Sekarang adalah waktu-
nya bagi Nibbāna akhir Sang Bhagavā! Pernyataan telah dibuat, Yang
Mulia, oleh Sang Bhagavā:251 [261] ‘Aku tidak akan mencapai Nibbāna
akhir, sang jahat, hingga Aku memiliki para siswa bhikkhu yang bi-
jaksana, disiplin, berkeyakinan, aman dari belenggu, terpelajar, pe-
nyokong Dhamma, berlatih sesuai Dhamma, berlatih dalam cara yang
selayaknya.“Ia mengembangkan landasan kekuatan batin yang memiliki kon-
sentrasi yang dihasilkan dari kegigihan … konsentrasi yang dihasil-
kan dari pikiran … konsentrasi yang dihasilkan dari penyelidikan … ia
mengembangkan pikiran yang dipenuhi dengan cahaya.Ia memunculkan keinginan untuk
meninggalkan kondisi-kondisi tidak bermanfaat yang telah muncul; ia
berusaha, membangkitkan kegigihan, mengarahkan pikirannya, dan
berusaha. Ia memunculkan keinginan untuk memunculkan kondisi-
kondisi bermanfaat yang belum muncul; ia berusaha, membangkitkan
kegigihan, mengarahkan pikirannya, dan berusaha. Ia memunculkan
keinginan untuk mempertahankan kondisi-kondisi bermanfaat yang
telah muncul, untuk ketidakrusakannya, meningkatkannya, mem-
perluasnya, dan memenuhinya melalui pengembangan.dalam kebebasan batin tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan,
menembus untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung.”fenomena dalam fenomena, tekun, dengan
pemahaman jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan ketama-
kan dan ketidaksenangan sehubungan dengan dunia. Empat Landasan
Perhatian ini, jika dikembangkan dan dilatih, akan menuntun menuju
hancurnya keinginan.”aku melihat
makhluk-makhluk meninggal dunia dan terlahir kembali … dan aku
memahami bagaimana makhluk-makhluk mengembara sesuai dengan
kamma mereka.”“Jika ia tidak mencapai pengetahuan akhir pada masa awal kehidu-
pan ini … atau menjadi seorang yang mencapai Nibbāna pada saat ter-
lahir kembali, maka dengan kehancuran total lima belenggu yang lebih
rendah ia menjadi seorang yang mencapai Nibbāna tanpa berusaha.
pada saat itu bhikkhu itu
berdiam dengan merenungkan pikiran dalam pikiran, tekun, dengan
pemahaman jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan ketama-
kan dan ketidaksenangan sehubungan dengan dunia.“Bagi seseorang yang pikirannya terangkat oleh kegembiraan, jas-
maninya menjadi tenang dan pikirannya menjadi tenang. Kapan pun,
Ānanda, jasmani menjadi tenang dan pikiran menjadi tenang dalam
diri seorang bhikkhu yang pikirannya terangkat oleh kegembiraan.faktor pencerahan keseimban-
gan, yang berdasarkan pada keterasingan, kebosanan, dan lenyapnya,
yang matang pada pelepasan.ia menikmati lima utas kenikmatan indria
surgawi yang ia miliki, namun demikian, karena ia tidak memiliki em-
pat hal, ia tidak terbebas dari neraka, alam binatang, dan alam setan,
tidak terbebas dari alam sengsara, alam yang buruk, alam rendah.318
Walaupun, para bhikkhu, seorang siswa mulia bertahan hidup hanya
dengan sesuap dana makanan dan mengenakan jubah potongan-kain,
namun demikian, karena ia memiliki empat hal, ia terbebas dari nera-
ka, alam binatang, dan alam setan, terbebas dari alam sengsara, alam
yang buruk, alam rendah.Bhagavā adalah seorang Arahanta, tercerahkan sempurna, sempurna
dalam pengetahuan sejati dan perilaku, Sempurna menempuh Sang Jalan, pengenal segenap alam, pemimpin tanpa banding bagi orang-
orang yang harus dijinakkan, guru para deva dan manusia, Yang Ter-
cerahkan, Sang Bhagavā.“Ia memiliki moralitas yang disenangi para mulia – tidak rusak,
tidak robek, tanpa noda, tanpa lurik, membebaskan, dipuji oleh para
bijaksana, tidak digenggam, menuntun menuju konsentrasi.320.
rumah yang penuh dengan
anak-anak! Semoga kami menikmati kayu cendana dari Kāsi!
seorang yang ingin hidup, yang tidak ingin mati,
yang menginginkan kebahagiaan dan menolak penderitaan – itu tidak
akan menyenangkan dan disukai orang lain juga. Apa yang tidak me-
nyenangkan dan tidak disukai olehku [354].Setelah mere-
nungkan demikian, ia menghindari gosip, menasihati orang lain untuk
menghindari gosip, dan memuji tindakan menghindari gosip. Demiki-
anlah perbuatan melalui ucapan dimurnikan dalam tiga aspek.
“Jika, para perumah tangga, siswa mulia memiliki tujuh kualitas
baik ini dan empat kondisi yang mendukung, jika ia menginginkan
maka ia dapat menyatakan dirinya: ‘Aku adalah seorang yang telah
selesai dengan alam neraka, selesai dengan alam binatang, selesai den-
gan alam setan, selesai dengan alam sengsara, alam yang buruk, alam
rendah. Aku adalah seorang pemasuk-arus, tidak mungkin lagi terla-
hir di alam rendah, pasti dalam takdir, dengan pencerahan sebagai tu-
juanku.’”“Para bhikkhu, mungkin ada perubahan dalam empat unsur utama
– dalam unsur tanah, unsur air, unsur panas, unsur angin – tetapi tidak
mungkin ada perubahan dalam diri siswa mulia yang memiliki keyaki-
nan kuat dalam Sang Buddha. Karena itu perubahan ini: bahwa siswa
mulia yang memiliki keyakinan kuat dalam Sang Buddha akan terla-
hir kembali di neraka, di alam binatang, atau di alam setan. Ini adalah
tidak mungkin.“Misalkan, Mahānāma, sebatang pohon miring dan condong ke arah
timur. Jika pohon itu ditebang di bagian bawahnya, ke arah manakah
pohon itu tumbang?”“Di arah di mana pohon itu miring dan condong, Yang Mulia.” Aku akan menyatakan bahwa pepohonan sal besar ini se-
bagai para pemasuk-arus.“Engkau, perumah tangga, tidak seperti kaum duniawi yang tidak
terlatih, yang tidak memiliki keyakinan terhadap Sang Buddha yang
karenanya, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, terlahir
kembali di alam sengsara, di alam yang buruk, di alam rendah, di ner-
aka. Tetapi engkau memiliki keyakinan yang kuat dalam Sang buddha
sebagai berikut: ‘Sang Bhagavā adalah … guru para deva dan manusia,
Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā.’ Ketika engkau merenungkan dalam
dirimu keyakinan kuat dalam Sang Buddha itu, sakitmu akan mereda
seketika.Engkau, perumah tangga, tidak seperti kaum duniawi yang tidak
terlatih, yang tidak memiliki keyakinan terhadap Dhamma yang kar-
enanya [382] … terlahir kembali di alam sengsara … di neraka. Tetapi
engkau memiliki keyakinan yang kuat dalam Dhamma sebagai berikut:
‘Dhamma telah dibabarkan dengan baik oleh Sang Bhagavā … untuk
dialami secara pribadi oleh para bijaksana.’ Ketika engkau merenung-
kan dalam dirimu keyakinan kuat dalam Dhamma itu, sakitmu akan
mereda seketika.
“Engkau, perumah tangga, tidak seperti kaum duniawi yang tidak
terlatih, yang tidak memiliki keyakinan terhadap Saṅgha yang kare-
nanya… terlahir kembali di alam sengsara … di neraka. Tetapi engkau
memiliki keyakinan yang kuat dalam Saṅgha sebagai berikut: ‘Saṅgha
para siswa Sang Bhagavā mempraktikkan jalan yang baik … lahan me-
nanam jasa yang tiada bandingnya di dunia.’ Ketika engkau merenung-
kan dalam dirimu keyakinan kuat dalam Saṅgha itu, sakitmu akan
mereda seketika.
“Engkau, perumah tangga, tidak seperti kaum duniawi yang tidak
terlatih, yang tidak memiliki moralitas yang karenanya … terlahir kem-
bali di alam sengsara … di neraka. Dan engkau memiliki moralitas yang
disenangi para mulia, tidak rusak … menuntun menuju konsentrasi.
Ketika engkau merenungkan dalam dirimu moralitas yang disenangi
para mulia itu, sakitmu akan mereda seketika.“Lebih jauh lagi, Nandaka, seorang siswa mulia yang memiliki em-
pat hal ini memiliki umur panjang, di surga maupun di alam manusia;
ia memiliki kecantikan, di surga maupun di alam manusia; ia memiliki
kebahagiaan, di surga maupun di alam manusia; ia memiliki kemashy-
uran, di surga maupun di alam manusia; ia memiliki kekuasaan, 
dengan pikiran tanpa kekikiran, dermawan, bertangan terbuka, gem-
bira dalam pelepasan, seorang yang tekun dalam kedermawanan, gem-
bira dalam memberi dan berbagi. Ini adalah arus jasa ke empat.
“Di sini, Godhā, seorang siswa mulia perempuan memiliki keyakinan
kuat dalam Sang Buddha sebagai berikut: ‘Sang Bhagavā adalah … guru
para deva dan manusia, Yang Tercerahkan, Sang Bhagavā.’ Ia memiliki
keyakinan kuat dalam Dhamma … dalam Saṅgha…. [397] Ia berdiam di
rumah dengan pikiran yang hampa dari noda kekikiran, dermawan,
bertangan terbuka, gembira dalam melepaskan, seorang yang tekun
dalam kedermawanan, gembira dalam memberi dan berbagi.“Seseorang yang menginginkan kebajikan, kokoh dalam yang ber-
manfaat,
Mengembangkan jalan untuk mencapai Keabadian;
Ia yang mencapai inti Dhamma,
Gembira dalam kehancuran,
Tidak gemetar memikirkan,
‘Raja Kematian akan datang.’”361.
Ia memiliki keyakinan kuat dalam Dhamma … dalam Saṅgha…. Ia memiliki morali-
tas yang disenangi para mulia, tidak rusak … menuntun menuju kon-
sentrasi.
“Seorang siswa mulia yang memiliki empat hal adalah seorang pe-
masuk-arus … dengan pencerahan sebagai tujuannya.” Tidak tergoyahkan dan kokoh,
Dan berperilaku baik yang dibangun di atas moralitas,
Disenangi para mulia dan dipuji;
“Ketika ia berkeyakinan dalam Saṅgha
Dan pandangan yang telah dibenarkan,
Mereka mengatakan bahwa ia tidaklah miskin,
Kehidupannya tidaklah sia-sia.
“Oleh karena itu orang yang cerdas,
Mengingat Ajaran Sang Buddha,
Harus menekuni keyakinan dan moralitas,
Untuk mencapai keyakinan dan penglihatan Dhamma.”“Sekarang ini, para bhikkhu, adalah kebenaran mulia asal-mula
penderitaan: adalah keinginan yang menuntun menuju penjelmaan
baru, disertai dengan kesenangan dan nafsu, mencari kenikmatan di
sana-sini; yaitu, keinginan pada kenikmatan indria, keinginan pada
penjelmaan, keinginan pada pemusnahan.keinginan pada kenikmatan indria, keinginan pada penjelmaan,
keinginan pada pemusnahan.ke-
benaran mulia lenyapnya penderitaan harus dicapai; kebenaran mulia
jalan menuju lenyapnya penderitaan harus dikembangkan.‘Setelah
menembus kebenaran mulia penderitaan sebagaimana adanya, sete-
lah menembus kebenaran mulia asal-mula penderitaan sebagaimana
adanya, setelah menembus kebenaran mulia lenyapnya penderitaan
sebagaimana adanya, setelah menembus kebenaran mulia jalan menu-
ju lenyapnya penderitaan sebagaimana adanya, aku akan sepenuhnya
mengakhiri penderitaan’ – ini adalah mungkin.mbuat keranjang dari daun teratai atau daun kino atau
daun māluva,
393 aku akan membawa air atau buah kelapa,’ ini adalah
mungkin; demikian pula, jika seseorang berkata seperti ini: ‘Setelah
menembus kebenaran mulia penderitaan sebagaimana adanya.
37 (1) Matahari (1)
“Para bhikkhu, ini adalah pelopor dan perintis terbitnya matahari,
yaitu, fajar.38 (8) Matahari (2)
“Para bhikkhu, selama matahari dan rembulan belum muncul di dun-
ia, maka selama itu tidak ada cahaya dan sinar, tetapi kegelapan yang
membutakan menyelimuti, kegelapan pekat; selama itu pula siang dan
malam tidak terlihat, bulan dan dua-mingguan tidak terlihat, musim
dan tahun tidak terlihat.
“Tetapi, para bhikkhu, ketika matahari dan rembulan muncul di
dunia, maka ada cahaya dan sinar; [443] tidak ada kegelapan yang
membutakan, tidak ada kegelapan pekat.Angin dari timur
akan meniupnya ke barat; angin barat akan meniupnya ke timur; an-
gin utara akan meniupnya ke selatan; angin selatan.
tujuh butir kerikil
berukuran biji sawi.5) Terlahir-di-Air
… “Demikian pula, para bhikkhu, hanya sedikit makhluk-makhluk
yang terlahir di daratan yang tinggi. Tetapi banyak sekali yang terla-
hir di air….”
66 (6) Yang Menghormati Ibu
… “Demikian pula, para bhikkhu, hanya sedikit makhluk-makhluk
yang menghormati ibu mereka. Tetapi banyak sekali yang tidak meng-
hormati ibu mereka….”(7) Yang Menghormati Ayah
… “Demikian pula, para bhikkhu, hanya sedikit makhluk-makhluk yang
menghormati ayah mereka. Tetapi banyak sekali yang tidak menghor-
mati ayah mereka….” [468]
68 (8) Yang Menghormati Para Petapa
… “Demikian pula, para bhikkhu, hanya sedikit makhluk-makhluk yang
menghormati para petapa. Tetapi banyak sekali yang tidak menghor-
mati para petapa….”
69 (9) Yang Menghormati Para Brahmana
… “Demikian pula, para bhikkhu, hanya sedikit makhluk-makhluk
yang menghormati para brahmana. Tetapi banyak sekali yang tidak
menghormati para brahmana….”
70 (10) Yang Menghormati Saudara yang Lebih Tua
… “Demikian pula, para bhikkhu, hanya sedikit makhluk-makhluk
yang menghormati saudara yang lebih tua dalam keluarga. Tetapi
banyak sekali yang tidak menghormati saudara yang lebih tua dalam
keluarga….”(1) Membunuh Makhluk-makhluk Hidup415
… “Demikian pula, para bhikkhu, hanya sedikit makhluk-makhluk yang
menghindari pembunuhan. Tetapi banyak sekali yang tidak menghin-
dari pembunuha.5) Ucapan Memecah-belah
… “Demikian pula, para bhikkhu, hanya sedikit makhluk-makhluk
yang menghindari ucapan yang memecah-belah. Tetapi banyak sekali
yang tidak menghindari ucapan yang memecah-belah….“
76 (6) Ucapan Kasar
… “Demikian pula, para bhikkhu, hanya sedikit makhluk-makhluk yang
menghindari ucapan kasar. Tetapi banyak sekali yang tidak menghin-
dari ucapan kasar….“
77 (7) Gosip
… “Demikian pula, para bhikkhu, hanya sedikit makhluk-makhluk
yang menghindari gosip. Tetapi banyak sekali yang tidak menghindari
gosip….“ [470]
78 (8) Kehidupan Benih416
… “Demikian pula, para bhikkhu, hanya sedikit makhluk-makhluk
yang menghindari pengrusakan benih dan tanaman. Tetapi banyak
sekali yang tidak menghindari pengrusakan benih dan tanaman….“
Daging
… “Demikian pula, para bhikkhu, hanya sedikit makhluk-makhluk
yang menghindari menerima daging mentah. “Demikian pula, para bhikkhu, hanya sedikit makhluk-makhluk
yang, ketika meninggal dunia sebagai manusia, terlahir kembali di
antara manusia. Tetapi banyak sekali makhluk-makhluk yang, ketika
meninggal dunia sebagai manusia, terlahir kembali di neraka.
Meninggal Dunia sebagai Deva (4-6)
… “Demikian pula, para bhikkhu, hanya sedikit makhluk-makhluk
yang, ketika meninggal dunia sebagai deva, terlahir kembali di antara
manusia. Tetapi banyak sekali makhluk-makhluk yang, ketika menin-
ggal dunia sebagai deva,setan,binatang,neraka terlahir kembali di alam neraka … di alam
binatang … di alam deva,binatang….”
Sang Buddha dalam meditasi-Nya di sekitar Pohon Bodhi.Enam hal yang mengarah menuju ditinggalkannya ke-
inginan indria: (i) mempelajari objek menjijikkan, (ii) menekuni
meditasi kejijikan; (iii) menjaga organ indria; (iv) makan secu-
kupnya; (v) pertemanan yang baik; dan (vi) berbicara yang se-
layaknya. Keinginan indria, ditinggalkan (sementara) dalam
enam cara ini, ditinggalkan sepenuhnya melalui jalan Kearahatan.Kebebasan batin melalui cinta-kasih (mettācetovimutti) ada-
lah penyerapan (= jhāna). Enam hal yang menuju ditinggalkan-
nya permusuhan: (i) mempelajari objek cinta-kasih; (ii) meneku-
ni meditasi cinta kasih; (iii) merenungkan tanggung jawab atas
perbuatannya; (iv) pertimbangan berkala; (v) pertemanan yang baik; dan (vi) berbicara selayaknya. Permusuhan ditinggalkan
sepenuhnya melalui jalan yang-tidak-kembali.Ketumpulan (middha) memiliki karakteristik
tunduk, dan berfungsi sebagai penekanan, dan manifestasinya
adalah ngantuk dan tidur. Dengan demikian kelambanan dapat
dipahami sebagai ketumpulan batin, ketumpulan sebagai kantuk.
Kegelisahan (uddhacca) adalah ketidaktenangan atau gejolak, pe-
nyesalan (kukkucca) adalah penyesalan terhadap yang dilakukan
dan yang tidak dilakukan. Keragu-raguan terhadap yang inter-
nal, menurut Spk, adalah keraguan sehubungan dengan kelima
kelompok unsur kehidupan sendiri (apakah benar-benar tidak
kekal, dan seterusnya); keragu-raguan terhadap yang eksternal
adalah “keraguan besar” (mahāvicikicchā) sehubungan dengan
delapan hal (Buddha, Dhamma, Saṅgha, latihan; masa lampau,
masa sekarang, dan masa depan; dan sebab akibat yang saling
bergantungan).
Berikut ini adalah ringkasan
dari Spk: (i) merasakan kejijikan dalam ketidakjijikan (appaṭikkūle
paṭikkūlasaññī) ia meliputi suatu objek yang tidak menjijikkan
(misalnya, seseorang yang memikat indria) dengan gagasan men-
jijikkan atau memperhatikannya sebagai tidak kekal; (ii) mera-
sakan ketidakjijikan dalam kejijikan (paṭikkūle appaṭikkūlasaññī)
ia meliputi suatu objek yang menjijikkan (misalnya, seorang
musuh) dengan cinta-kasih atau memperhatikannya sebagai
unsur-unsur; (iii) dan (iv) hanya memperluas gabungan kedua
persepsi pertama pada kedua objek; dan (v) sudah jelas.Saya mengambil yang pertama. Spk
mengatakan gadis demikian tidak memiliki enam cacat (terlalu
tinggi atau terlalu pendek, terlalu kurus atau terlalu gemuk, ter-
lalu gelap atau terlalu putih) dan memiliki lima jenis kecantikan
(kulit, daging, urat, tulang, dan umur
Dalam menari dan
bernyanyi penampilannya bagus, penampilannya adalah yang
terbaik; ia menari dan bernyanyi dengan sangat baik.”mengatakan indria keperempuanan mengendalikan
keperempuanan (yaitu, menentukan ciri keperempuanan dari
seorang perempuan); dan indria kelaki-lakian mengendalikan
kelaki-lakian. Indria kehidupan (jīvitindriya) adalah jenis lain
dari bentuk turunan, bertanggung jawab untuk memelihara
fenomena fisik yang muncul bersamaan. tiga kehidupan dan kemudian mengakhiri penderitaan; yang-
terlahir-kembali-paling-banyak-tujuh-kali(sattakhattuparama),
seorang yang terlahir kembali paling banyak tujuh kali, tanpa
terlahir untuk ke delapan kalinya.Jasmani ciptaan-pikiran (manomayakāya) adalah tubuh halus
yang diciptakan dari tubuh fisik oleh seorang meditator yang
telah menguasai jhāna ke empat. Ini digambarkan sebagai “ter-
diri dari bentuk, ciptaan-pikiran, lengkap dengan seluruh bagi-
annya, tidak kekurangan dalam hal indria.Di masa lampau,
dikatakan, lima ratus laki-laki mencari penghidupannya bersa-
ma-sama menjadi pemburu. Mereka terlahir kembali di neraka,
tetapi kemudian, karena beberapa kamma baik, mereka terla-
hir kembali di alam manusia dan meninggalkan keduniawian
di bawah Sang Bhagavā. Akan tetapi, sebagian kamma buruk
mereka memperoleh kesempatan menjadi matang selama dua
minggu ini dan mengakibatkan kematian mereka baik karena
bunuh-diri maupun dibunuh. Neraka, alam binatang, dan alam setan itu sendiri adalah alam
sengsara, alam yang buruk, dan alam rendah.Frasa “mereka bersenang-senang dalam (abhiramanti)
bentukan-bentukan kehendak yang menuntun menuju kelahi-
ran” menyiratkan keinginan, yang memunculkan kesenangan
(rati, abhirati) ketika keinginannya terpenuhi. Frasa “mereka
menghasilkan bentukan-bentukan kehendak yang menuntun
menuju kelahiran (jātisaṃvattanike saṅkhāre abhisaṅkharonti)”
jelas menunjuk pada bentukan-bentukan kehendak. Dan jatuh
ke dalam jurang kelahiran, penuaan, dan kematian”Meninggal Dunia sebagai Manusia (2)
… “Demikian pula, para bhikkhu, hanya sedikit makhluk-makhluk yang,
ketika meninggal dunia sebagai manusia, terlahir kembali di antara
manusia. Tetapi banyak sekali makhluk-makhluk yang, ketika mening-
gal dunia sebagai manusia, terlahir kembali di alam binatang….” [475]
104 (3) Meninggal Dunia sebagai Manusia (3)
… “Demikian pula, para bhikkhu, hanya sedikit makhluk-makhluk
yang, ketika meninggal dunia sebagai manusia, terlahir kembali di
antara manusia. Tetapi banyak sekali makhluk-makhluk yang, ketika
meninggal dunia sebagai manusia, terlahir kembali di alam setan….”
 Samyutta Nikaya 5 hal 2058

No comments:

Post a Comment