Ada
keraguan bagi seseorang yang tergantung, tidak ada keraguan
bagi seseorang yang tidak tergantung. Ketika tidak ada keraguan,maka ada ketenangan; ketika ada ketenangan, maka tidak ada
prasangka; ketika tidak ada prasangka, maka tidak ada datang
dan pergi;ketika tidak ada datang dan pergi, maka tidak ada
meninggal dunia dan terlahir kembali; ketika tidak ada meninggal
dunia dan terlahir kembali, maka tidak ada di sini juga tidak ada di
sana juga tidak ada di antara keduanya. Inilah akhir
penderitaan.’”Kemudian, setelah Yang Mulia Sāriputta dan Yang Mulia
Mahā Cunda memberikan nasihat kepada Yang Mulia Channa,
mereka bangkit dari duduk dan pergi. Kemudian, tidak lama
setelah mereka pergi, Yang Mulia Channa menggunakan
pisau.Kemudian Yang Mulia Sāriputta mendekati Sang Bhagavā,
bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada
Beliau: “Yang Mulia, Yang Mulia Channa telah menggunakan
pisau. Ke manakah alam tujuannya, di manakah ia dilahirkan
kembali?”Makna dari instruksi dapat dijelaskan dengan bantuan MA sebagai
berikut: Seseorang menjadi bergantung karena ketagihan dan
pandangan dan menjadi tidak bergantung dengan
meninggalkannya melalui tercapainya Kearahantaan.Anggapan
(nati, lit. kecenderungan) terjadi melalui ketagihan, dan
ketiadaannya berarti tidak ada kecenderungan atau keinginan
pada kehidupan. Tidak ada datang dan pergi dicapai melalui
berakhirnya kelahiran kembali dan kematian, tidak ada di sini juga
tidak ada di sana juga tidak ada di antara keduanya dicapai
melalui dilampauinya dunia ini, dunia berikutnya, dan jalan antara
dunia ini dan dunia berikutnya. Ini adalah akhir penderitaan
kekotoran dan penderitaan lingkaran.“Puṇṇa, ada Bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata yang
diharapkan, diinginkan, menyenangkan dan disukai, terhubung
dengan kenikmatan indria, dan merangsang nafsu. Jika seorang
bhikkhu bersenang di dalamnya, menyambutnya, dan terus-
menerus menggenggamnya, maka kesenangan muncul dalam
dirinya. Dengan munculnya kesenangan, Puṇṇa, maka muncul
pula penderitaan, Aku katakan.1316 Ada, Puṇṇa, suara-suara yang
dikenali oleh telinga … bau-bauan yang dikenali oleh hidung …
rasa kecapan yang dikenali oleh lidah … objek-objek sentuhan
yang dikenali oleh badan … objek-objek pikiran yang dikenali oleh
pikiran yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan dan disukai,terhubung dengan kenikmatan indria, [268] dan merangsang
nafsu.“Puṇṇa, ada bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata …
suara-suara yang dikenali oleh telinga … bau-bauan yang dikenali
oleh hidung … rasa kecapan yang dikenali oleh lidah … objek-
objek sentuhan yang dikenali oleh badan … objek-objek pikiran
yang dikenali oleh pikiran yang diharapkan, diinginkan,
menyenangkan dan disukai, terhubung dengan kenikmatan indria,
dan merangsang nafsu. Jika seorang bhikkhu tidak bersenang di
dalamnya, tidak menyambutnya, dan tidak terus-menerus
menggenggamnya, maka kesenangan lenyap dalam dirinya.
Dengan lenyapnya kesenangan, Puṇṇa, maka lenyap pula
penderitaan, Aku katakan.Tetapi, Puṇṇa, jika orang-orang Sunāparanta memukulmu
dengan tongkat kayu, bagaimanakah engkau akan berpikir?”
“Yang Mulia, jika orang-orang Sunāparanta memukulku
dengan tongkat kayu, maka aku akan berpikir: ‘Orang-orang
Sunāparanta ini sungguh baik, sungguh sangat baik, sehingga
mereka tidak menusukku dengan pisau.’ Aku akan berpikir
demikian, Sang Bhagavā; aku akan berpikir demikian, Yang
Sempurna.”
“Tetapi, Puṇṇa, jika orang-orang Sunāparanta menusukmu
dengan pisau, bagaimanakah engkau akan berpikir?”
“Yang Mulia, jika orang-orang Sunāparanta menusukku
dengan pisau, maka aku akan berpikir: ‘Orang-orang
Sunāparanta ini sungguh baik, sungguh sangat baik, sehingga
mereka tidak membunuhku dengan pisau tajam.’ Aku akan
berpikir demikian, Sang Bhagavā; aku akan berpikir demikian,
Yang Sempurna.”
“Tetapi, Puṇṇa, jika orang-orang Sunāparanta membunuhmu
dengan pisau tajam, bagaimanakah engkau akan berpikir?”“Yang Mulia, jika orang-orang Sunāparanta membunuhku
dengan pisau tajam, maka aku akan berpikir: ‘Ada para siswa
Sang Bhagavā yang, karena merasa muak, dan malu, dan jijik
dengan jasmani ini dan dengan kehidupan, telah mencari
penyerang. Tetapi aku telah memperoleh penyerang ini bahkan
tanpa mencari.’ Aku akan berpikir demikian, Sang Bhagavā; aku
akan berpikir demikian, Yang Sempurna.”Kemudian, setelah dengan senang dan gembira mendengar
kata-kata Sang Bhagavā, Yang Mulia Puṇṇa bangkit dari
duduknya, dan setelah bersujud kepada Sang Bhagavā, pergi
dengan Beliau tetap di sisi kanannya. Kemudian ia merapikan
tempat tinggalnya, dengan membawa mangkuk dan jubah
luarnya, ia melakukan perjalanan menuju negeri Sunāparanta.
Dengan berjalan secara bertahap, ia akhirnya tiba di negeri
Sunāparanta dan menetap di sana. Kemudian, selama masa
vassa, Yang Mulia Puṇṇa menegakkan lima ratus umat awam
laki-laki dan lima ratus umat awam perempuan dalam praktik, dan
ia sendiri mencapai tiga pengetahuan sejati. Beberapa waktu
kemudian, Yang Mulia Puṇṇa mencapai Nibbāna akhir.MA menjelaskan instruksi ini sebagai ajaran singkat tentang Empat
Kebenaran Mulia. Kesenangan (nandi) adalah suatu aspek
ketagihan. Melalui munculnya kesenangan sehubungan dengan
mata dan bentuk-bentuk maka muncullah penderitaan pada
kelima kelompok unsur kehidupan. Demikianlah pada bagian
pertama dari instruksi Sang Buddha mengajarkan lingkaran
kehidupan melalui dua kebenaran pertama – penderitaan dan
asal-mulanya – pada saat kemunculannya melalui keenam indria.
Pada bagian ke dua (§4) Beliau mengajarkan akhir dari lingkaran
melalui dua kebenaran berikutnya – lenyapnya dan sang jalan –
yang diungkapkan sebagai ditinggalkannya kesenangan dalam
keenam indria dan objek-objeknya.DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang
Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman
Anāthapiṇḍika.Kemudian Mahāpajāpatī Gotamī bersama dengan lima ratus
bhikkhunī mendatangi Sang bhagavā. Setelah bersujud kepada
Sang Bhagavā, ia berdiri di satu sisi dan berkata kepada Beliau:
“Yang Mulia, sudilah Sang Bhagavā menasihati para bhikkhunī,
sudilah Sang Bhagavā memberikan instruksi kepada para
bhikkhunī, sudilah Sang Bhagavā memberikan khotbah Dhamma
kepada para bhikkhunī Pada saat itu para bhikkhu senior bergiliran dalam
memberikan nasihat kepada para bhikkhunī, tetapi Yang mulia
Nandaka tidak mau menasihati mereka ketika gilirannya tiba.1318
Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada Yang Mulia Ānanda:
“Ānanda, giliran siapakah menasihati para bhikkhunī hari ini?”
“Yang Mulia, adalah giliran Yang Mulia Nandaka untuk
menasihati para bhikkhunī, tetapi ia tidak mau menasihati mereka
walaupun hari ini adalah gilirannya.”
“Saudari-saudari, bagaimana menurut kalian? Apakah
bentuk-bentuk … suara-suara … bau-bauan … rasa kecapan …
objek-objek sentuhan … objek-objek pikiran adalah kekal atau
tidak kekal?” – “Tidak kekal, Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak
kekal itu adalah penderitaan atau kebahagiaan?” – “Penderitaan,
Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak kekal, penderitaan, dan
tunduk pada perubahan itu layak dianggap sebagai: ‘Ini milikku,
ini aku, ini diriku’?” – “Tidak, Yang Mulia. Mengapakah? Karena,
Yang Mulia, kami telah melihatnya sebagaimana adanya dengan
kebijaksanaan benar sebagai berikut: ‘Enam landasan eksternal
ini adalah tidak kekal.’”“Saudari-saudari, bagaimana menurut kalian? Apakah
kesadaran-mata … [273] … kesadaran-telinga … kesadaran-
hidung … kesadaran-lidah … kesadaran-badan … kesadaran-
pikiran adalah kekal atau tidak kekal?” – “Tidak kekal, Yang
Mulia.” – “Apakah yang tidak kekal itu adalah penderitaan atau
kebahagiaan?” – “Penderitaan, Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak
kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan itu layak
dianggap sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?” – “Tidak, Yang
Mulia. Mengapakah? Karena, Yang Mulia, kami telah melihatnya
sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan benar sebagai
berikut: ‘Enam kelompok kesadaran ini adalah tidak kekal.’”“Saudari-saudari, Aku memberikan perumpamaan ini
untuk menyampaikan maknanya. Berikut ini adalah maknanya:
‘daging bagian dalam’ adalah sebutan untuk enam landasan
internal. ‘Kulit luar’ adalah sebutan untuk enam landasan
eksternal. ‘Urat daging bagian dalam, otot, dan sendi-sendi’
adalah sebutan untuk kesenangan dan nafsu. ‘Pisau daging yang
tajam’ adalah sebutan untuk kebijaksanaan mulia – kebijaksanaan
mulia yang membelah, memotong, dan mencincang kekotoran-
kekotoran bagian dalam, belenggu-belenggu, dan ikatan-ikatan.“Saudari-saudari, ada tujuh faktor pencerahan ini1321 yang
melalui pengembangan dan pelatihannya seorang bhikkhu,
dengan menembusnya untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan
langsung, di sini dan saat ini masuk dan berdiam dalam
kebebasan pikiran dan kebebasan melalui kebijaksanaan yang
tanpa noda dengan hancurnya noda-noda. Apakah tujuh ini? Di
sini, Saudari-saudari, seorang bhikkhu mengembangkan faktor
pencerahan perhatian, yang didukung oleh keterasingan,
kebosanan, dan lenyapnya, dan matang dalam pelepasan. Ia
mengembangkan faktor pencerahan penyelidikan kondisi-kondisi
… faktor pencerahan kegigihan … faktor pencerahan sukacita …
faktor pencerahan ketenangan … faktor pencerahan konsentrasi
… faktor pencerahan keseimbangan, yang didukung oleh keterasingan, kebosanan, dan lenyapnya, dan matang dalam
pelepasan. Ini adalah tujuh faktor pencerahan yang melalui
pengembangan dan pelatihannya seorang bhikkhu, dengan
menembusnya untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan
langsung, di sini dan saat ini masuk dan berdiam dalam
kebebasan pikiran dan kebebasan melalui kebijaksanaan yang
tanpa noda dengan hancurnya noda-noda.Kemudian, sewaktu Sang Bhagavā sedang sendirian dalam
meditasi, sebuah pemikiran muncul pada Beliau sebagai berikut:
“Kondisi-kondisi yang matang dalam kebebasan telah muncul
dalam diri Rāhula.1324 Bagaimana jika Aku menuntunnya lebih jauh
menuju hancurnya noda-noda.”“Bawalah alas dudukmu, Rāhula; mari kita pergi ke Hutan
Orang Buta [278] untuk melewatkan hari.”
“Baik, Yang Mulia,” Yang Mulia Rāhula menjawab, dan dengan
membawa alas duduknya, ia mengikuti persis di belakang Sang
Bhagavā.
Pada saat itu ribuan para dewa mengikuti Sang Bhagavā,
dengan berpikir: “Hari ini Sang Bhagavā akan menuntun Yang
Mulia Rāhula lebih jauh menuju hancurnya noda-noda.”1325
Kemudian Sang Bhagavā memasuki Hutan Orang Buta dan
duduk di bawah sebatang pohon di atas tempat duduk yang telah dipersiapkan. Dan Yang Mulia Rāhula bersujud kepada
Sang Bhagavā dan duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā
berkata kepada Yang Mulia Rāhula:
“Rāhula, bagaimana menurutmu? Apakah mata adalah
kekal atau tidak kekal?” – “Tidak kekal, Yang Mulia.” – “Apakah
yang tidak kekal itu adalah penderitaan atau kebahagiaan?” –
“Penderitaan, Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak kekal,
penderitaan, dan tunduk pada perubahan itu layak dianggap
sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?” – “Tidak, Yang Mulia.”“Apakah yang tidak kekal,
penderitaan, dan tunduk pada perubahan itu layak dianggap
sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?” – “Tidak, Yang Mulia.”
“Rāhula, bagaimana menurutmu? Apakah bentuk-bentuk …
Apakah kesadaran-mata … [279] … Apakah kontak-mata …
Apakah segala sesuatu yang terdapat dalam perasaan, persepsi,
bentukan-bentukan, dan kesadaran yang muncul dengan kontak-
mata sebagai kondisinya adalah kekal atau tidak kekal?”1326 –
“Tidak kekal, Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak kekal itu adalah
penderitaan atau kebahagiaan?” – “Penderitaan, Yang Mulia.” –
“Apakah yang tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada
perubahan itu layak dianggap sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini
diriku’?” – “Tidak, Yang Mulia.”“Rāhula, bagaimana menurutmu? Apakah telinga adalah
kekal atau tidak kekal?… Apakah hidung adalah kekal atau tidak
kekal … Apakah lidah adalah kekal atau tidak kekal? … Apakah
badan adalah kekal atau tidak kekal?… Apakah pikiran adalah
kekal atau tidak kekal? … Apakah objek-objek pikiran adalah
kekal atau tidak kekal? … Apakah kesadaran-pikiran adalah kekal
atau tidak kekal? … Apakah kontak-pikiran adalah kekal atau
tidak kekal … Apakah segala sesuatu yang terdapat dalam
perasaan, persepsi, bentukan-bentukan, dan kesadaran yang
muncul dengan kontak pikiran sebagai kondisinya adalah kekal
atau tidak kekal?” – “Tidak kekal, Yang Mulia.” – “Apakah yang
tidak kekal itu adalah penderitaan atau kebahagiaan?” –
“Penderitaan, Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak kekal,penderitaan, dan tunduk pada perubahan itu layak dianggap
sebagai: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku’?” – “Tidak, Yang Mulia.”
9. “Dengan melihat demikian, Rāhula, seorang siswa mulia
yang terpelajar menjadi kecewa dengan mata, kecewa dengan
bentuk-bentuk, kecewa dengan kesadaran-mata, kecewa
dengan kontak-mata, dan kecewa dengan segala sesuatu yang
terdapat dalam perasaan, persepsi, bentukan-bentukan, dan
kesadaran yang muncul dengan kontak-mata sebagai kondisinya.
“Ia menjadi kecewa dengan telinga ... Ia menjadi kecewa
dengan hidung … Ia menjadi kecewa dengan lidah … Ia menjadi
kecewa dengan badan … Ia menjadi kecewa dengan pikiran,
kecewa dengan objek-objek pikiran, kecewa dengan kesadaran-
pikiran, kecewa dengan kontak-pikiran, [280] dan kecewa dengan
segala sesuatu yang terdapat dalam perasaan, persepsi,
bentukan-bentukan, dan kesadaran yang muncul dengan kontak-
pikiran sebagai kondisinya.”Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Yang Mulia
Rāhula merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang
Bhagavā. Sewaktu khotbah ini sedang dibabarkan Batin Rāhula
terbebas dari noda-noda. Dan pada ribuan para dewa itu muncul
penglihatan Dhamma yang bersih tanpa noda: “Segala sesuatu
yang tunduk pada kemunculan juga tunduk pada kelenyapan.”MA menginterpretasikan ini sebagai
lima belas kualitas yang memurnikan lima indria (keyakinan,
kegigihan, perhatian, konsentrasi, dan kebijaksanaan), yaitu, untuk
masing-masing indria: menghindari orang-orang yang tidak
memiliki indria itu, bergaul dengan orang-orang yang memiliki
indria itu, dan merenungkan sutta-sutta yang menginspirasi
kematangannya. MA membawakan kelompok lima belas kualitas
yang lain: kelima indria itu sendiri, lima persepsi yang berhubungan
dengan penembusan, yaitu, persepsi ketidak-kekalan,penderitaan, tanpa-diri, meninggalkan, dan kebosanan; dan lima
kualitas yang diajarkan kepada Meghiya, yaitu, persahabatan
mulia, moralitas peraturan-peraturan monastik, percakapan yang
sesuai, kegigihan, dan kebijaksanaan.MA mengatakan bahwa para dewa ini, yang datang dari berbagai
alam surga adalah teman-teman Rāhula pada kehidupan lampau
di mana ia pertama kali bercita-cita untuk mencapai Kearahantaan
sebagai putera seorang Buddha.DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang
Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman
Anāthapiṇḍika. Di sana Beliau memanggil para bhikkhu sebagai
berikut: “Para bhikkhu.” – “Yang Mulia,” mereka menjawab. Sang
Bhagavā berkata sebagai berikut:“‘Enam kelompok kesadaran harus dipahami.’
Demikianlah dikatakan. Dan sehubungan dengan apakah hal ini
dikatakan? Dengan bergantung pada mata dan bentuk-bentuk,
muncul kesadaran-mata; Dengan bergantung pada telinga dan
suara-suara, muncul kesadaran-telinga; Dengan bergantung pada
hidung dan bau-bauan, muncul kesadaran-hidung; Dengan
bergantung pada lidah dan rasa kecapan, muncul kesadaran-
lidah; Dengan bergantung pada badan dan objek-objek sentuhan,
muncul kesadaran-badan; Dengan bergantung pada pikiran dan
objek-objek pikiran, muncul kesadaran-pikiran. Adalah
sehubungan dengan hal ini maka dikatakan: ‘Enam kelompok
kesadaran harus dipahami.’ Ini adalah kelompok enam ke tiga.“‘Enam kelompok kontak harus dipahami.’ Demikianlah
dikatakan. Dan sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan?
Dengan bergantung pada mata dan bentuk-bentuk, muncul
kesadaran-mata; pertemuan ketiga ini adalah kontak. Dengan
bergantung pada telinga dan suara-suara, muncul kesadaran-
telinga; pertemuan ketiga ini adalah kontak. Dengan bergantung
pada hidung dan bau-bauan, muncul kesadaran-hidung;
pertemuan ketiga ini adalah kontak. Dengan bergantung pada
lidah dan rasa kecapan, muncul kesadaran-lidah; pertemuan ketiga ini adalah kontak. Dengan bergantung pada badan dan
objek-objek sentuhan, muncul kesadaran-badan; pertemuan
ketiga ini adalah kontak. Dengan bergantung pada pikiran dan
objek-objek pikiran, muncul kesadaran-pikiran; pertemuan ketiga
ini adalah kontak. Adalah sehubungan dengan hal ini maka
dikatakan: ‘Enam kelompok kontak harus dipahami.’ Ini adalah
kelompok enam ke empat.“‘Enam kelompok perasaan harus dipahami.’
Demikianlah dikatakan. Dan sehubungan dengan apakah hal ini
dikatakan? Dengan bergantung pada mata dan bentuk-bentuk,
muncul kesadaran-mata; pertemuan ketiga ini adalah kontak;
dengan kontak sebagai kondisi maka muncul perasaan. Dengan
bergantung pada telinga dan suara-suara, muncul kesadaran-
telinga; pertemuan ketiga ini adalah kontak; dengan kontak
sebagai kondisi maka muncul perasaan. Dengan bergantung
pada hidung dan bau-bauan, muncul kesadaran-hidung;
pertemuan ketiga ini adalah kontak; dengan kontak sebagai
kondisi maka muncul perasaan. Dengan bergantung pada lidah
dan rasa kecapan, muncul kesadaran-lidah; pertemuan ketiga ini
adalah kontak; dengan kontak sebagai kondisi maka muncul
perasaan. Dengan bergantung pada badan dan objek-objek
sentuhan, muncul kesadaran-badan; pertemuan ketiga ini adalah
kontak; dengan kontak sebagai kondisi maka muncul perasaan.
Dengan bergantung pada pikiran dan objek-objek pikiran, muncul
kesadaran-pikiran; pertemuan ketiga ini adalah kontak; dengan
kontak sebagai kondisi maka muncul perasaan. Adalah
sehubungan dengan hal ini maka dikatakan: ‘Enam kelompok
perasaan harus dipahami.’ [282] Ini adalah kelompok enam ke
lima.“‘Enam kelompok ketagihan harus dipahami.’ Demikianlah
dikatakan. Dan sehubungan dengan apakah hal ini dikatakan?
Dengan bergantung pada mata dan bentuk-bentuk, muncul
kesadaran-mata; pertemuan ketiga ini adalah kontak; dengan kontak sebagai kondisi maka muncul perasaan; dengan perasaan
sebagai kondisi maka muncul ketagihan.1329 Dengan bergantung
pada telinga dan suara-suara, muncul kesadaran-telinga …
dengan perasaan sebagai kondisi maka muncul ketagihan.Dengan bergantung
pada telinga dan suara-suara, muncul kesadaran-telinga …
dengan perasaan sebagai kondisi maka muncul ketagihan.
Dengan bergantung pada hidung dan bau-bauan, muncul
kesadaran-hidung … dengan perasaan sebagai kondisi maka
muncul ketagihan. Dengan bergantung pada lidah dan rasa
kecapan, muncul kesadaran-lidah … dengan perasaan sebagai
kondisi maka muncul ketagihan.dengan
perasaan sebagai kondisi maka muncul ketagihan. Dengan
bergantung pada pikiran dan objek-objek pikiran, muncul
kesadaran-pikiran; pertemuan ketiga ini adalah kontak; dengan
kontak sebagai kondisi maka muncul perasaan; dengan perasaan
sebagai kondisi maka muncul ketagihan.“Jika seseorang mengatakan, ‘Mata adalah diri,’ itu tidak
dapat dipertahankan.1330 Timbul dan tenggelamnya mata adalah
nyata, dan karena timbul dan tenggelamnya mata adalah nyata,
maka berarti: ‘Diriku adalah timbul dan tenggelam.’ Itulah
sebabnya maka adalah tidak dapat dipertahankan jika seseorang
mengatakan, ‘Mata adalah diri.’ Dengan demikian maka mata
adalah bukan diri.1331
“Jika seseorang mengatakan ‘Bentuk-bentuk adalah diri’1332 …
Itulah sebabnya maka adalah tidak dapat dipertahankan jika
seseorang mengatakan, ‘Bentuk-bentuk adalah diri.’ Dengan
demikian maka mata adalah bukan diri, bentuk-bentuk adalah
bukan diri.“Jika seseorang mengatakan ‘Kesadaran-mata adalah diri’ …
Itulah sebabnya maka adalah tidak dapat dipertahankan jika
seseorang mengatakan, ‘Kesadaran-mata adalah diri.’ Dengan
demikian maka mata adalah bukan diri, bentuk-bentuk adalah
bukan diri kesadaran-mata adalah bukan diri.
“Jika seseorang mengatakan ‘Kontak-mata adalah diri’ …
Itulah sebabnya maka adalah tidak dapat dipertahankan jika
seseorang mengatakan, ‘Kontak-mata adalah diri.’ Dengan
demikian maka mata adalah bukan diri, bentuk-bentuk adalah
bukan diri, kesadaran-mata adalah bukan diri, kontak-mata
adalah bukan diri.
“Jika seseorang mengatakan ‘Perasaan adalah diri’ [283] …
Itulah sebabnya maka adalah tidak dapat dipertahankan jika
seseorang mengatakan, ‘Perasaan adalah diri.’ Dengan demikian
maka mata adalah bukan diri, bentuk-bentuk adalah bukan diri,
kesadaran-mata adalah bukan diri, kontak-mata adalah bukan
diri, perasaan adalah bukan diri.
“Jika seseorang mengatakan ‘Ketagihan adalah diri’ … Itulah
sebabnya maka adalah tidak dapat dipertahankan jika seseorang
mengatakan, ‘Ketagihan adalah diri.’ Dengan demikian maka
mata adalah bukan diri, bentuk-bentuk adalah bukan diri,
kesadaran-mata adalah bukan diri, kontak-mata adalah bukan
diri, perasaan adalah bukan diri, ketagihan adalah bukan diri.
11. (ii) “Jika seseorang mengatakan, ‘Telinga adalah diri,’ itu
tidak dapat dipertahankan. Timbul dan tenggelamnya telinga
adalah nyata, dan karena timbul dan tenggelamnya telinga adalah
nyata, maka berarti: ‘Diriku adalah timbul dan tenggelam.’ Itulah
sebabnya maka adalah tidak dapat dipertahankan jika seseorang
mengatakan, ‘Telinga adalah diri.’ Dengan demikian maka telinga
adalah bukan diri.
“Jika seseorang mengatakan ‘Suara-suara adalah diri’ …
‘Kesadaran-telinga adalah diri’ … ‘Kontak-telinga adalah diri’ …
‘Perasaan adalah diri’ … ‘Ketagihan adalah diri’ … Itulah sebabnya maka adalah tidak dapat dipertahankan jika seseorang
mengatakan, ‘Ketagihan adalah diri.’ Dengan demikian maka
telinga adalah bukan diri, suara-suara adalah bukan diri,
kesadaran-telinga adalah bukan diri, kontak-telinga adalah bukan
diri, perasaan adalah bukan diri, ketagihan adalah bukan diri.
12. (iii) “Jika seseorang mengatakan, ‘Hidung adalah diri,’ itu
tidak dapat dipertahankan. Timbul dan tenggelamnya hidung
adalah nyata, dan karena timbul dan tenggelamnya hidung adalah
nyata, maka berarti: ‘Diriku adalah timbul dan tenggelam.’ Itulah
sebabnya maka adalah tidak dapat dipertahankan jika seseorang
mengatakan, ‘Hidung adalah diri.’ Dengan demikian maka hidung
adalah bukan diri.
“Jika seseorang mengatakan ‘Bau-bauan adalah diri’ …
‘Kesadaran-hidung adalah diri’ … ‘Kontak-hidung adalah diri’ …
‘Perasaan adalah diri’ … ‘Ketagihan adalah diri’ … Itulah
sebabnya maka adalah tidak dapat dipertahankan jika seseorang
mengatakan, ‘Ketagihan adalah diri.’ Dengan demikian maka
hidung adalah bukan diri, bau-bauan adalah bukan diri,
kesadaran-hidung adalah bukan diri, kontak-hidung adalah bukan
diri, perasaan adalah bukan diri, ketagihan adalah bukan diri.
13. (iv) “Jika seseorang mengatakan, ‘Lidah adalah diri,’ itu
tidak dapat dipertahankan. Timbul dan tenggelamnya lidah adalah
nyata, dan karena timbul dan tenggelamnya lidah adalah nyata,
maka berarti: ‘Diriku adalah timbul dan tenggelam.’ Itulah
sebabnya maka adalah tidak dapat dipertahankan jika seseorang
mengatakan, ‘Lidah adalah diri.’ Dengan demikian maka lidah
adalah bukan diri.
“Jika seseorang mengatakan ‘Rasa kecapan adalah diri’ …
‘Kesadaran-lidah adalah diri’ … ‘Kontak-lidah adalah diri’ …
‘Perasaan adalah diri’ … ‘Ketagihan adalah diri’ … Itulah
sebabnya maka adalah tidak dapat dipertahankan jika seseorang
mengatakan, ‘Ketagihan adalah diri.’ Dengan demikian maka
lidah adalah bukan diri, rasa-kecapan adalah bukan diri,kesadaran-lidah adalah bukan diri, kontak-lidah adalah bukan diri,
perasaan adalah bukan diri, ketagihan adalah bukan diri.
14. (v) “Jika seseorang mengatakan, ‘Badan adalah diri,’ itu
tidak dapat dipertahankan. Timbul dan tenggelamnya badan
adalah nyata, dan karena timbul dan tenggelamnya badan adalah
nyata, maka berarti: ‘Diriku adalah timbul dan tenggelam.’ Itulah
sebabnya maka adalah tidak dapat dipertahankan jika seseorang
mengatakan, ‘Badan adalah diri.’ Dengan demikian maka badan
adalah bukan diri.
“Jika seseorang mengatakan ‘Objek-objek sentuhan adalah
diri’ … ‘Kesadaran-badan adalah diri’ … ‘Kontak-badan adalah
diri’ … ‘Perasaan adalah diri’ … ‘Ketagihan adalah diri’ … Itulah
sebabnya maka adalah tidak dapat dipertahankan jika seseorang
mengatakan, ‘Ketagihan adalah diri.’ Dengan demikian maka
badan adalah bukan diri, objek-objek sentuhan adalah bukan diri,
kesadaran-badan adalah bukan diri, kontak-badan adalah bukan
diri, perasaan adalah bukan diri, keinginan adalah bukan diri.
15. (vi) “Jika seseorang mengatakan, ‘Pikiran adalah diri,’ itu
tidak dapat dipertahankan. Timbul dan tenggelamnya pikiran
adalah nyata, dan karena timbul dan tenggelamnya pikiran adalah
nyata, maka berarti: ‘Diriku adalah timbul dan tenggelam.’ Itulah
sebabnya maka adalah tidak dapat dipertahankan jika seseorang
mengatakan, ‘Pikiran adalah diri.’ Dengan demikian maka pikiran
adalah bukan diri.
“Jika seseorang mengatakan ‘Objek-objek pikiran adalah diri’
… ‘Kesadaran-pikiran adalah diri’ … ‘Kontak-pikiran adalah diri’
… ‘Perasaan adalah diri’ … [284] … ‘Ketagihan adalah diri’ …
Itulah sebabnya maka adalah tidak dapat dipertahankan jika
seseorang mengatakan, ‘Ketagihan adalah diri.’ Dengan demikian
maka pikiran adalah bukan diri, objek-objek pikiran adalah bukan
diri, kesadaran-pikiran adalah bukan diri, kontak-pikiran adalah
bukan diri, perasaan adalah bukan diri, keinginan adalah bukan
diri.(ASAL-MULA IDENTITAS)
16. “Sekarang, Para bhikkhu, ini adalah jalan menuju asal-mula
identitas.1333 (i) Seseorang menganggap mata sebagai berikut: ‘Ini
milikku, ini aku, ini diriku.’ Ia menganggap bentuk-bentuk sebagai
berikut … Ia menganggap kesadaran-mata sebagai berikut … Ia
menganggap kontak-mata sebagai berikut … Ia menganggap
perasaan sebagai berikut … Ia menganggap ketagihan sebagai
berikut: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku.’
17-21. (ii-vi) “Seseorang menganggap telinga sebagai berikut:
‘Ini milikku, ini aku, ini diriku.’ … Seseorang menganggap hidung
sebagai berikut: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku.’ … Seseorang
menganggap lidah sebagai berikut: ‘Ini milikku, ini aku, ini diriku.’
… Seseorang menganggap badan sebagai berikut: ‘Ini milikku, ini
aku, ini diriku.’ Seseorang menganggap pikiran sebagai berikut:
‘Ini milikku, ini aku, ini diriku.’ Seseorang menganggap objek-
objek pikiran sebagai berikut … Seseorang menganggap
kesadaran-pikiran … Seseorang menganggap kontak-pikiran
sebagai berikut … Seseorang menganggap perasaan sebagai
berikut … Seseorang menganggap ketagihan sebagai berikut: ‘Ini
milikku, ini aku, ini diriku.’
(LENYAPNYA IDENTITAS)
22. “Sekarang, Para bhikkhu, ini adalah jalan menuju
lenyapnya identitas.1334 (i) Seseorang menganggap mata sebagai
berikut: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’ Ia
menganggap bentuk-bentuk sebagai berikut … Ia menganggap
kesadaran-mata sebagai berikut … Ia menganggap kontak-mata
sebagai berikut … Ia menganggap perasaan sebagai berikut … Ia
menganggap ketagihan sebagai berikut: ‘Ini bukan milikku, ini
bukan aku, ini bukan diriku.’ 23-27. (ii-vi) “Seseorang menganggap telinga sebagai berikut:
‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’ … Seseorang
menganggap hidung sebagai berikut: ‘Ini bukan milikku, ini bukan
aku, ini bukan diriku.’ … Seseorang menganggap lidah sebagai
berikut: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’ …
Seseorang menganggap badan sebagai berikut: ‘Ini bukan
milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’ Seseorang menganggap
pikiran sebagai berikut: ‘Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan
diriku.’ Seseorang menganggap objek-objek pikiran sebagai
berikut … Seseorang menganggap kesadaran-pikiran …
Seseorang menganggap kontak-pikiran sebagai berikut …
Seseorang menganggap perasaan [285] sebagai berikut …
Seseorang menganggap ketagihan sebagai berikut: ‘Ini bukan
milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku.’
(KECENDERUNGAN TERSEMBUNYI)
28. (i) “Para bhikkhu, dengan bergantung pada mata dan
bentuk-bentuk,1335 maka kesadaran-mata muncul; pertemuan
dari ketiga ini adalah kontak; dengan kontak sebagai kondisi
maka muncullah [perasaan] yang dirasakan sebagai
menyenangkan atau menyakitkan atau bukan-menyenangkan-
juga-bukan-menyakitkan. Ketika seseorang tersentuh oleh suatu
perasaan yang menyenangkan, jika ia menyenanginya,
menyambutnya, dan terus-menerus menggenggamnya, maka
kecenderungan tersembunyi pada nafsu berdiam di dalam
dirinya. Ketika ia tersentuh oleh perasaan menyakitkan, jika ia
berdukacita, bersedih dan meratap, menangis dengan memukul
dada dan menjadi putus asa, maka kecenderungan tersembunyi
pada penolakan berdiam di dalam dirinya. Ketika ia tersentuh oleh
perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan, jika ia
tidak memahami sebagaimana adanya asal-mulanya, lenyapnya,
kepuasan, bahaya, dan jalan membebaskan diri sehubungan dengan perasaan itu, maka kecenderungan tersembunyi pada
ketidak-tahuan berdiam di dalam dirinya. Para bhikkhu, bahwa
seseorang di sini dan saat ini dapat mengakhiri penderitaan tanpa
meninggalkan kecenderungan tersembunyi pada nafsu akan
perasaan menyenangkan, tanpa menghapuskan kecenderungan
tersembunyi pada penolakan terhadap perasaan menyakitkan,
tanpa membasmi kecenderungan tersembunyi pada ketidak-
tahuan atas perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-
menyenangkan, tanpa meninggalkan ketidak-tahuan dan
membangkitkan pengetahuan sejati1336 - ini adalah tidak mungkin.
29-33. (ii-vi) “Para bhikkhu, dengan bergantung pada telinga
dan suara-suara, kesadaran-telinga muncul … Dengan
bergantung pada pikiran dan objek-objek pikiran, kesadaran-
pikiran muncul; pertemuan dari ketiga ini adalah kontak; dengan
kontak sebagai kondisi maka muncullah [perasaan] yang
dirasakan sebagai menyenangkan atau menyakitkan atau bukan-
menyenangkan-juga-bukan-menyakitkan ... Para bhikkhu, bahwa
seseorang di sini dan saat ini dapat mengakhiri penderitaan tanpa
meninggalkan kecenderungan tersembunyi pada nafsu akan
perasaan menyenangkan … tanpa meninggalkan ketidak-tahuan
dan membangkitkan pengetahuan sejati - ini adalah tidak
mungkin. [286]
(DITINGGALKANNYA KECENDERUNGAN TERSEMBUNYI)
34. (i) “Para bhikkhu, dengan bergantung pada mata dan
bentuk-bentuk, kesadaran-mata muncul; pertemuan dari ketiga
ini adalah kontak; dengan kontak sebagai kondisi maka
muncullah [perasaan] yang dirasakan sebagai menyenangkan
atau menyakitkan atau bukan-menyenangkan-juga-bukan-
menyakitkan. Ketika seseorang tersentuh oleh suatu perasaan
yang menyenangkan, jika ia tidak menyenanginya, tidak
menyambutnya, dan tidak terus-menerus menggenggamnya,maka kecenderungan tersembunyi pada nafsu tidak berdiam di
dalam dirinya. Ketika ia tersentuh oleh perasaan menyakitkan, jika
ia tidak berdukacita, tidak bersedih dan tidak meratap, tidak
menangis dengan memukul dada dan tidak menjadi putus asa,
maka kecenderungan tersembunyi pada penolakan tidak berdiam
di dalam dirinya. Ketika ia tersentuh oleh perasaan bukan-
menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan, jika ia memahami
sebagaimana adanya asal-mulanya, lenyapnya, kepuasan,
bahaya, dan jalan membebaskan diri sehubungan dengan
perasaan itu, maka kecenderungan tersembunyi pada ketidak-
tahuan tidak berdiam di dalam dirinya. Para bhikkhu, bahwa
seseorang di sini dan saat ini dapat mengakhiri penderitaan
dengan meninggalkan kecenderungan tersembunyi pada nafsu
akan perasaan menyenangkan, dengan menghapuskan
kecenderungan tersembunyi pada penolakan terhadap perasaan
menyakitkan, dengan membasmi kecenderungan tersembunyi
pada ketidak-tahuan atas perasaan bukan-menyakitkan-juga-
bukan-menyenangkan, dengan meninggalkan ketidak-tahuan dan
membangkitkan pengetahuan sejati - ini adalah mungkin.“Para bhikkhu, dengan bergantung pada telinga
dan suara-suara, kesadaran-telinga muncul … Dengan
bergantung pada pikiran dan objek-objek pikiran, kesadaran-
pikiran muncul; pertemuan dari ketiga ini adalah kontak; dengan
kontak sebagai kondisi maka muncullah [perasaan] yang
dirasakan sebagai menyenangkan atau menyakitkan atau bukan-
menyenangkan-juga-bukan-menyakitkan ... Para bhikkhu, bahwa
seseorang di sini dan saat ini dapat mengakhiri penderitaan
dengan meninggalkan kecenderungan tersembunyi pada nafsu
akan perasaan menyenangkan … dengan meninggalkan ketidak-
tahuan dan membangkitkan pengetahuan sejati - ini adalah
mungkin.“Dengan melihat demikian, Para bhikkhu, seorang siswa mulia
yang terlatih menjadi kecewa dengan mata, kecewa dengan
bentuk-bentuk, kecewa dengan kesadaran-mata, kecewa
dengan kontak-mata, kecewa dengan perasaan, kecewa dengan
keinginan.
“Ia menjadi kecewa dengan telinga … Ia menjadi kecewa
dengan hidung … Ia menjadi kecewa dengan lidah … Ia menjadi
kecewa dengan badan … Ia menjadi kecewa dengan pikiran,
kecewa dengan objek-objek pikiran, kecewa dengan kesadaran-
pikiran, kecewa dengan kontak-pikiran, kecewa dengan
perasaan, kecewa dengan keinginan.
41. “Karena kecewa, [287] ia menjadi bosan, melalui
kebosanan [pikirannya] terbebaskan. Ketika terbebaskan,
muncullah pengetahuan: ‘Terbebaskan.’ Ia memahami: ‘Kelahiran
telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus
dilakukan telah dilakukan, tidak akan ada lagi penjelmaan menjadi
kondisi makhluk apapun.’”
Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Para bhikkhu
merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.
Ketika khotbah ini sedang dibabarkan, melalui ketidak-melekatan
batin enam puluh bhikkhu itu terbebaskan dari noda-noda.1337.MA: Ketidak-tahuan yang disebutkan pertama adalah tidak
adanya pemahaman atas asal-mula, dan seterusnya terhadap
perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan.
Penyebutan ke dua adalah ketidak-tahuan yang menjadi akar dari
lingkaran.
1337 MA: Tidak ada yang luar biasa pada fakta bahwa enam puluh
bhikkhu itu mencapai Kearahantaan ketika Sang Buddha
mengajarkan sutta ini untuk pertama kali. Tetapi setiap kali
Sariputta, Moggallāna, dan delapan puluh siswa besar lainnya
mengajarkan sutta ini, enam puluh bhikkhu mencapai
Kearahantaan. Di Sri Lanka Bhikkhu Maliyadeva mengajarkan
sutta ini di enam puluh tempat, dan di setiap tempat enam puluh
bhikkhu mencapai Kearahantaan. Tetapi ketika Bhikkhu Tipiṭaka Cūḷanāga mengajarkan sutta ini kepada sekelompok besar para
dewa dan manusia, di akhir khotbah ini seribu bhikkhu mencapai
Kearahantaan, dan di antara para dewa hanya satu yang masih
tetap menjadi kaum duniawi.ketika ia tidak mengetahui dan tidak melihat kontak-mata
sebagaimana adanya, ketika ia tidak mengetahui dan tidak
melihat [perasaan] yang dirasakan sebagai menyenangkan atau
menyakitkan atau bukan-menyakitkan-juga-bukan-
menyenangkan yang muncul dengan kontak-mata sebagai
kondisinya sebagaimana adanya, maka ia terbakar oleh nafsu
pada mata, pada bentuk-bentuk, pada kesadaran-mata, pada
kontak-mata, pada [perasaan] yang dirasakan sebagai
menyenangkan atau menyakitkan atau bukan-menyakitkan-juga-
bukan-menyenangkan yang muncul dengan kontak-mata sebagai
kondisinya.“Ketika ia berdiam dengan terbakar oleh nafsu, terbelenggu,
tergila-gila, dengan merenungkan kepuasan, maka kelima
kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan
dibangun untuknya di masa depan;1339 dan ketagihannya – yang
membawa penjelmaan baru, yang disertai dengan kesenangan
dan nafsu, dan kesenangan pada ini dan itu – meningkat.
Gangguan pada jasmani dan [288] batinnya meningkat, siksaan
pada jasmani dan batinnya meningkat, demam pada jasmani dan
batinnya meningkat, dan ia mengalami penderitaan jasmani dan batin.“Ketika seseorang tidak mengetahui dan tidak melihat
telinga sebagaimana adanya … Ketika seseorang tidak
mengetahui dan tidak melihat hidung sebagaimana adanya …
Ketika seseorang tidak mengetahui dan tidak melihat lidah
sebagaimana adanya … Ketika seseorang tidak mengetahui dan
tidak melihat badan sebagaimana adanya … Ketika seseorang
tidak mengetahui dan tidak melihat pikiran sebagaimana adanya
… ia mengalami penderitaan jasmani dan batin.
9. “Para bhikkhu, ketika seseorang mengetahui dan melihat
mata sebagaimana adanya,1340 ketika seseorang mengetahui dan
melihat bentuk-bentuk sebagaimana adanya, ketika seseorang
mengetahui dan melihat kesadaran-mata sebagaimana adanya,
ketika seseorang mengetahui dan melihat kontak-mata
sebagaimana adanya, ketika seseorang mengetahui dan melihat
[perasaan] yang dirasakan sebagai menyenangkan atau
menyakitkan atau bukan-menyakitkan-juga-bukan-
menyenangkan yang muncul dengan kontak-mata sebagai
kondisinya sebagaimana adanya, maka ia tidak terbakar oleh
nafsu pada mata, pada bentuk-bentuk, pada kesadaran-mata,
pada kontak-mata, pada [perasaan] yang dirasakan sebagai
menyenangkan atau menyakitkan atau bukan-menyakitkan-juga-
bukan-menyenangkan yang muncul dengan kontak-mata sebagai
kondisinya.“Ketika ia berdiam dengan tidak terbakar oleh nafsu, tidak
terbelenggu, tidak tergila-gila, dengan merenungkan bahaya,
maka kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh
kemelekatan berkurang baginya di masa depan; dan
keinginannya – yang membawa penjelmaan baru, yang disertai
dengan kesenangan dan nafsu, dan kesenangan pada ini dan itu
– ditinggalkan. Gangguan pada jasmani dan batinnya
ditinggalkan, siksaan pada jasmani dan batinnya ditinggalkan,
demam pada jasmani dan batinnya ditinggalkan, [289] dan ia
mengalami kenikmatan jasmani dan batin.
10. “Pandangan seseorang yang seperti ini adalah pandangan
benar. Kehendaknya adalah kehendak benar, usahanya adalah
usaha benar, perhatiannya adalah perhatian benar,
konsentrasinya adalah konsentrasi benar. Perbuatan jasmaninya,
ucapannya, dan penghidupannya telah dimurnikan
sebelumnya.1341 Dengan demikian Jalan Mulia Berunsur Delapan
menjadi terpenuhi dalam dirinya melalui pengembangan. Ketika ia
mengembangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan ini, maka empat
landasan perhatian juga menjadi terpenuhi dalam dirinya melalui
pengembangan; empat jenis usaha benar juga menjadi terpenuhi
dalam dirinya melalui pengembangan; empat landasan kekuatan
batin juga menjadi terpenuhi dalam dirinya melalui
pengembangan; lima indria juga menjadi terpenuhi dalam dirinya
melalui pengembangan; lima kekuatan juga menjadi terpenuhi
dalam dirinya melalui pengembangan; tujuh faktor pencerahan
juga menjadi terpenuhi dalam dirinya melalui pengembangan.
Kedua hal ini – ketenangan dan pandangan terang – muncul
dalam dirinya berpasangan dengan seimbang.1342 Ia sepenuhnya
memahami melalui pengetahuan langsung hal-hal yang harus
dipahami sepenuhnya melalui pengetahuan langsung. Ia
meninggalkan melalui pengetahuan langsung hal-hal yang harus
ditinggalkan melalui pengetahuan langsung. Ia mengembangkan
melalui pengetahuan langsung hal-hal yang harus dikembangkan
melalui pengetahuan langsung. Ia menembus melalui
pengetahuan langsung hal-hal yang harus ditembus melalui
pengetahuan langsung.1343.“Dan apakah hal-hal yang harus dipahami sepenuhnya
melalui pengetahuan langsung? Jawabannya adalah: kelima
kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan,
yaitu, kelompok unsur bentuk materi yang terpengaruh oleh
kemelekatan, kelompok unsur perasaan yang terpengaruh oleh
kemelekatan, kelompok unsur persepsi yang terpengaruh oleh
kemelekatan, kelompok unsur bentukan-bentukan yang
terpengaruh oleh kemelekatan, kelompok unsur kesadaran yang
terpengaruh oleh kemelekatan. Ini adalah hal-hal yang harus
dipahami sepenuhnya melalui pengetahuan langsung.“‘Para petapa dan brahmana yang belum terbebas dari nafsu,
kebencian, dan delusi sehubungan dengan suara-suara yang
dikenali oleh telinga … sehubungan dengan bau-bauan yang
dikenali oleh hidung … sehubungan dengan rasa kecapan yang
dikenali oleh lidah … sehubungan dengan objek-objek sentuhan
yang dikenali oleh badan … sehubungan dengan objek-objek
pikiran yang dikenali oleh pikiran, yang tidak damai dalam batin,
dan yang perilakunya dalam jasmani, ucapan, dan pikiran
kadang-kadang baik dan kadang-kadang buruk … seharusnya
tidak dihormati … [292] … Karena kami tidak melihat adanya
perilaku baik yang lebih tinggi di pihak para petapa dan brahmana
baik itu, maka mereka seharusnya tidak dihormati, dihargai,
dipuja, dan dimuliakan.’ Jika ditanya demikian, para perumah-
tangga, maka kalian harus menjawab para pengembara sekte lain
itu dengan cara seperti ini.“Para perumah-tangga, jika para mengembara sekte lain
menanyakan kepada kalian sebagai berikut: ‘Para perumah-
tangga, petapa dan brahmana seperti apakah yang seharusnya
tidak dihormati, dihargai, dipuja, dan dimuliakan?’ maka kalian
harus menjawab: ‘Para petapa dan brahmana yang belum
terbebas dari nafsu, kebencian, dan delusi sehubungan dengan
bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata, yang tidak damai dalam
batin, dan yang perilakunya dalam jasmani, ucapan, dan pikiran
kadang-kadang baik dan kadang-kadang buruk – petapa dan
brahmana demikian seharusnya tidak dihormati, dihargai, dipuja,
dan dimuliakan. Mengapakah? Karena kami sendiri belum
terbebas dari nafsu, kebencian, dan delusi sehubungan dengan
bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata, kami tidak damai dalam
batin, dan perilaku kami dalam jasmani, ucapan, dan pikiran
kadang-kadang baik dan kadang-kadang buruk. Karena kami
tidak melihat adanya perilaku baik yang lebih tinggi di pihak para
petapa dan brahmana baik itu, maka mereka seharusnya tidak
dihormati, dihargai, dipuja, dan dimuliakan.“Tetapi, Para perumah-tangga, jika para mengembara sekte
lain menanyakan kepada kalian sebagai berikut: ‘Para perumah-
tangga, petapa dan brahmana seperti apakah yang seharusnya
dihormati, dihargai, dipuja, dan dimuliakan?’ maka kalian harus
menjawab: ‘Para petapa dan brahmana yang terbebas dari nafsu,
kebencian, dan delusi sehubungan dengan bentuk-bentuk yang
dikenali oleh mata, yang damai dalam batin, dan yang berperilaku
baik dalam jasmani, ucapan, dan pikiran – petapa dan brahmana
demikian seharusnya dihormati, dihargai, dipuja, dan dimuliakan.
Mengapakah? Karena kami sendiri belum terbebas dari nafsu,
kebencian, dan delusi sehubungan dengan bentuk-bentuk yang
dikenali oleh mata, kami tidak damai dalam batin, dan perilaku
kami dalam jasmani, ucapan, dan pikiran kadang-kadang baik
dan kadang-kadang buruk. Karena kami melihat adanya perilaku
baik yang lebih tinggi di pihak para petapa dan brahmana baik itu,
maka mereka seharusnya dihormati, dihargai, dipuja, dan
dimuliakan.jika ditanya demikian, kalian harus
menjawab para pengembara itu sebagai berikut: ‘Adalah karena
para mulia itu bertempat tinggal di hutan-hutan belantara yang
terpencil. Karena tidak ada bentuk-bentuk yang dapat dikenali
oleh mata dari jenis yang dapat mereka senangi yang dapat
mereka lihat. Karena tidak ada suara-suara yang dapat dikenali
oleh telinga dari jenis yang dapat mereka senangi yang dapat
mereka dengar. Karena tidak ada bau-bauan yang dapat dikenali
oleh hidung dari jenis yang dapat mereka senangi yang dapat
mereka cium. Karena tidak ada rasa kecapan yang dapat dikenali
oleh lidah dari jenis yang dapat mereka senangi yang dapat
mereka kecap. Karena tidak ada objek-objek sentuhan yang
dapat dikenali oleh badan dari jenis yang dapat mereka senangi
yang dapat mereka sentuh. Ini adalah alasan kami, Sahabat-
sahabat, ini adalah bukti kami yang karenanya kami mengatakan
tentang para mulia itu: “Pasti para mulia ini telah terbebas dari
nafsu, kebencian, dan delusi atau sedang berlatih untuk
melenyapkannya.”’ Jika ditanya demikian, Para perumah-tangga,
maka kalian harus menjawab para pengembara sekte lain itu
dengan cara seperti ini.”“Pasti para mulia ini telah terbebas dari
nafsu, kebencian, dan delusi atau sedang berlatih untuk
melenyapkannya.”’ Jika ditanya demikian, Para perumah-tangga,
maka kalian harus menjawab para pengembara sekte lain itu
dengan cara seperti ini.”
7. Ketika hal ini dikatakan, para brahmana perumah-tangga
dari Nagaravinda berkata kepada Sang Bhagavā:
“Mengagumkan, Guru Gotama! Mengagumkan, Guru Gotama!
Guru Gotama telah membabarkan Dhamma dalam berbagai cara,
seolah-olah Beliau menegakkan apa yang terbalik,
mengungkapkan apa yang tersembunyi, menunjukkan jalan bagi
yang tersesat, atau menyalakan pelita dalam kegelapan agar mereka yang memiliki penglihatan dapat melihat bentuk-bentuk.
Kami berlindung pada Guru Gotama dan pada Dhamma dan
pada Sangha para bhikkhu. Sejak hari ini sudilah Guru Gotama
menerima kami sebagai umat awam yang telah menerima
perlindungan seumur hidup.”DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang
Bhagavā sedang menetap di Rājagaha di Hutan Bambu, Taman
Suaka Tupai. Kemudian, pada suatu malam, Yang Mulia Sāriputta
bangkit dari meditasinya dan menghadap Sang Bhagavā. Setelah
bersujud kepada Beliau, ia duduk di satu sisi. Kemudian Sang
Bhagavā berkata kepadanya: [294]
2. “Sāriputta, indria-indriamu jernih. Warna kulitmu bersih dan
cerah. Kediaman apakah yang sering engkau diami sekarang,
Sāriputta?”
“Sekarang, Yang Mulia, aku sering berdiam dalam
kekosongan.”1347mendatangi suatu desa untuk menerima dana makanan, atau di
tempat-tempat di mana aku berkeliling menerima dana makanan,
atau di jalan di mana aku kembali dari perjalanan menerima dana
makanan, ada keinginan, nafsu, kebencian, delusi, atau
penolakan dalam pikiranku sehubungan dengan bentuk-bentuk
yang dikenali oleh mata,’ maka ia harus berusaha untuk
meninggalkan kondisi-kondisi buruk yang tidak bermanfaat itu.
Tetapi jika, dengan melakukan peninjauan demikian, ia
mengetahui sebagai berikut: ‘Di jalan di mana aku mendatangi
suatu desa untuk menerima dana makanan, atau di tempat-
tempat di mana aku berkeliling menerima dana makanan, atau di
jalan di mana aku kembali dari perjalanan menerima dana
makanan, tidak ada keinginan, nafsu, kebencian, delusi, atau
penolakan dalam pikiranku sehubungan dengan bentuk-bentuk
yang dikenali oleh mata,’ maka ia dapat berdiam dengan gembira
dan bahagia, berlatih siang dan malam dalam kondisi-kondisi
bermanfaat.atau di
tempat-tempat di mana aku berkeliling menerima dana makanan,
atau di jalan di mana aku kembali dari perjalanan menerima dana
makanan, adakah keinginan, nafsu, kebencian, delusi, atau
penolakan dalam pikiranku sehubungan dengan suara-suara
yang dikenali oleh telinga? … sehubungan dengan bau-bauan
yang dikenali oleh hidung? … sehubungan dengan rasa kecapan
yang dikenali oleh lidah? … sehubungan dengan objek-objek
sentuhan yang dikenali oleh badan? … sehubungan dengan
objek-objek pikiran yang dikenali oleh pikiran?’ [295] Jika, dengan pikiran yang dikenali oleh pikiran,’ maka ia harus berusaha untuk
meninggalkan kondisi-kondisi buruk yang tidak bermanfaat itu.
Tetapi jika, dengan melakukan peninjauan demikian, ia
mengetahui sebagai berikut: ‘Di jalan di mana aku mendatangi
suatu desa untuk menerima dana makanan … tidak ada
keinginan, nafsu, kebencian, delusi, atau penolakan dalam
pikiranku sehubungan dengan objek-objek pikiran yang dikenali
oleh pikiran,’ maka ia dapat berdiam dengan gembira dan
bahagia, berlatih siang dan malam dalam kondisi-kondisi
bermanfaat.“Kemudian, Sāriputta, seorang bhikkhu harus
mempertimbangkan sebagai berikut: ‘Apakah kelima rintangan
telah ditinggalkan dari dalam diriku?’ Jika, dengan melakukan
peninjauan demikian, ia mengetahui sebagai berikut: ‘Kelima
rintangan belum ditinggalkan dari dalam diriku,’ maka ia harus
berusaha untuk meninggalkan kelima rintangan itu. Tetapi jika,
dengan melakukan peninjauan demikian, ia mengetahui sebagai
berikut: ‘Kelima rintangan telah ditinggalkan dari dalam diriku,’
maka ia dapat berdiam dengan gembira dan bahagia, berlatih
siang dan malam dalam kondisi-kondisi bermanfaat.“Kemudian, Sāriputta, seorang bhikkhu harus
mempertimbangkan sebagai berikut: ‘Apakah pengetahuan sejati
dan kebebasan telah ditembus olehku?’ Jika, dengan melakukan
peninjauan demikian, ia mengetahui sebagai berikut:
‘pengetahuan sejati dan kebebasan belum ditembus olehku,’
maka ia harus berusaha untuk menembus pengetahuan sejati
dan kebebasan. Tetapi jika, dengan melakukan peninjauan
demikian, ia mengetahui sebagai berikut: ‘pengetahuan sejati dan
kebebasan telah ditembus olehku,’ maka ia dapat berdiam
dengan gembira dan bahagia, berlatih siang dan malam dalam
kondisi-kondisi bermanfaat.1351
21. “Sāriputta, petapa dan brahmana manapun di masa
lampau yang telah memurnikan dana makanan mereka semuanya
telah melakukan hal itu dengan berulang-ulang merenungkan
demikian. Petapa dan brahmana manapun di masa depan yang
akan memurnikan dana makanan mereka semuanya akan
melakukan hal itu dengan berulang-ulang merenungkan demikian.
Petapa dan brahmana manapun di masa sekarang yang
memurnikan dana makanan mereka semuanya melakukan hal itu
dengan berulang-ulang merenungkan demikian.”
Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Yang Mulia
Sāriputta merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang
Bhagavā.DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika
Sang Bhagavā sedang menetap di Kajangalā di hutan pepohonan
mukhelu.
2. Kemudian murid brahmana Uttara, siswa dari Brahmana
Pārāsariya, mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa
dengan Beliau. Ketika ramah-tamah ini berakhir, ia duduk di satu
sisi. Kemudian Sang Bhagavā bertanya kepadanya: “Uttara,
apakah Brahmana Pārāsariya mengajarkan pengembangan
indria-indria kepada para siswanya?”
“Benar, Guru Gotama.”
“Tetapi, Utara, bagaimanakah ia mengajarkan pengembangan
indria-indria kepada para siswanya?”
“Di sini, Guru Gotama, seseorang tidak melihat bentuk-bentuk
dengan mata, ia tidak mendengar suara-suara dengan telinga.
Demikianlah Brahmana Pārāsariya mengajarkan pengembangan
indria-indria kepada para siswanya.”
“Kalau begitu, Uttara, maka orang buta dan orang tuli memiliki
indria-indria terkembang, menurut apa yang dikatakan oleh
Brahmana Pārāsariya. Karena orang buta tidak melihat bentuk-
bentuk dengan mata, dan orang tuli tidak mendengar suara-suara
dengan telinga.”
Ketika hal ini dikatakan, murid brahmana Uttara, siswa
Pārāsariya, duduk diam, cemas, dengan bahu terkulai dan kepala
menunduk, muram, dan tidak menjawab.Kemudian, mengetahui hal ini, Sang Bhagavā berkata
kepada Yang Mulia Ānanda: “Ānanda, Brahmana Pārāsariya
mengajarkan pengembangan indria-indria kepada para siswanya
dalam satu cara, tetapi dalam Disiplin Yang-Mulia pengembangan
indria-indria yang tertinggi adalah bukan seperti itu.”1352
“Sekarang adalah waktunya, Sang Bhagavā, sekarang adalah
waktunya, Yang Sempurna, bagi Sang Bhagavā [299] untuk
mengajarkan Dhamma. Setelah mendengarnya dari Sang
Bhagavā, para bhikkhu akan mengingatnya.”
“Maka dengarkanlah, Ānanda, dan perhatikanlah pada apa
yang akan Kukatakan.”“Sekarang, Ānanda, bagaimanakah pengembangan indria-
indria yang tertinggi dalam Disiplin Yang-Mulia? Di sini, Ānanda,
ketika seorang bhikkhu melihat suatu bentuk dengan mata, di
sana muncul dalam dirinya apa yang menyenangkan, di sana
muncul apa yang tidak menyenangkan, di sana muncul apa yang
menyenangkan dan tidak menyenangkan.1353 Ia memahami
sebagai berikut: ‘Di sana telah muncul padaku apa yang
menyenangkan, di sana muncul apa yang tidak menyenangkan,
di sana muncul apa yang menyenangkan dan tidak
menyenangkan.Apa yang menyenangkan, apa yang tidak
menyenangkan, dan apa yang menyenangkan dan tidak
menyenangkan yang muncul menjadi lenyap dalam dirinya dan
keseimbangan ditegakkan.1354 Seperti halnya seseorang yang
berpenglihatan baik, setelah membuka matanya seketika
menutupnya kembali atau setelah menutup matanya seketika
membukanya kembali, demikian pula sehubungan dengan segala
sesuatu, apa yang menyenangkan, apa yang tidak
menyenangkan, dan apa yang menyenangkan dan tidak Seperti halnya seseorang yang
berpenglihatan baik, setelah membuka matanya seketika
menutupnya kembali atau setelah menutup matanya seketika
membukanya kembali, demikian pula sehubungan dengan segala
sesuatu, apa yang menyenangkan, apa yang tidak
menyenangkan, dan apa yang menyenangkan dan tidak menyenangkan yang muncul menjadi lenyap dengan cepat dan
mudah, dan keseimbangan ditegakkan. Ini disebut
pengembangan indria-indria yang tertinggi dalam Disiplin Yang-
Mulia sehubungan dengan bentuk-bentuk yang dikenali oleh
mata.“Kemudian, Ānanda, ketika seorang bhikkhu mendengar
suatu suara dengan telinga, di sana muncul dalam dirinya apa
yang menyenangkan, di sana muncul apa yang tidak
menyenangkan, di sana muncul apa yang menyenangkan dan
tidak menyenangkan. Ia memahami sebagai berikut … dan
keseimbangan ditegakkan. Seperti halnya seorang kuat dapat
dengan mudah menjentikkan jarinya, demikian pula sehubungan
dengan segala sesuatu, apa yang menyenangkan, apa yang tidak
menyenangkan, dan apa yang menyenangkan dan tidak
menyenangkan yang muncul menjadi lenyap dengan cepat dan
mudah, dan keseimbangan ditegakkan. Ini disebut
pengembangan indria-indria yang tertinggi dalam Disiplin Yang-
Mulia sehubungan dengan suara-suara yang dikenali oleh telinga.“Kemudian, Ānanda, ketika seorang bhikkhu mengecap
suatu rasa kecapan dengan lidah, di sana muncul dalam dirinya
apa yang menyenangkan, di sana muncul apa yang tidak
menyenangkan, di sana muncul apa yang menyenangkan dan
tidak menyenangkan. Ia memahami sebagai berikut … dan
keseimbangan ditegakkan. Seperti halnya seorang kuat dapat
dengan mudah meludahkan gumpalan ludah yang terkumpul di
ujung lidahnya, demikian pula sehubungan dengan segala
sesuatu, apa yang menyenangkan, apa yang tidak
menyenangkan, dan apa yang menyenangkan dan tidak
menyenangkan yang muncul menjadi lenyap dengan cepat dan
mudah, dan keseimbangan ditegakkan. Ini disebut
pengembangan indria-indria yang tertinggi dalam Disiplin Yang-
Mulia sehubungan dengan rasa kecapan yang dikenali oleh lidah.Bermeditasilah, Ānanda, jangan menunda atau engkau akan
menyesalinya kelak. Ini adalah instruksi kami kepadamu.”
Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Yang Mulia
Ānanda merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang
Bhagavā.Bhikkhu itu tidak membiarkan pikirannya
dikuasai oleh nafsu, kebencian, atau delusi, melainkan memahami
objek dan menegakkan pandangan terang dalam kondisi netral.Metode ke tiga dan ke empat melibatkan penerapan
perenungan pertama dan ke dua pada objek-objek yang
menjijikkan dan tidak-menjijikkan, tanpa membeda-bedakan.Metode ke lima adalah menghindari kegembiraan dan kesedihan
sebagai reaksi atas keenam objek indria, dengan demikian
memungkinkan seseorang berdiam dalam keseimbangan, penuh
perhatian dan penuh kewaspadaan.
Ariya bhāvitindriya: maksudnya adalah Arahant.Walaupun lima perenungan ini hanya dimiliki oleh Arahant
sebagai suatu kekuatan yang sepenuhnya dikendalikan olehnya,
namun di tempat lain Sang Buddha mengajarkannya kepada para
bhikkhu yang masih berlatih sebagai cara untuk mengatasi tiga
akar tidak bermanfaat. Baca AN 5:144/iii.169-70; dan untuk
komentar mendalam tentang sutta ini, baca Nyanaponika Thera,
The Roots of Good and Evil, pp.73-78.
No comments:
Post a Comment