berakar pada kewaspadaan dan bertemu pada kewaspadaan dan
kewaspadaan dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya. [22]
(4) “Seperti halnya, di antara semua akar harum, orris hitam
dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya, demikian pula …
(5) “Seperti halnya, di antara semua inti kayu harum, kayu
cendana merah dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya,
demikian pula …
(6) “Seperti halnya, di antara semua bunga harum, bunga melati
dinyatakan sebagai yang terunggul di antaranya, demikian pula,dengan
kebijaksanaan. Kebencian … Delusi … Kemarahan … Permusuhan
… Sikap merendahkan … Sikap kurang-ajar [40].Akan tetapi, jika keserakahan menguasai bhikkhu
itu dan bertahan … keinginan jahat menguasai bhikkhu itu dan
bertahan, maka ia harus dipahami sebagai berikut: ‘Yang mulia ini
tidak memahami dalam suatu cara bahwa ia seharusnya tidak
memiliki keserakahan; karena itu keserakahan menguasainya dan
bertahan. Yang mulia ini tidak memahami dalam suatu cara bahwa
ia seharusnya tidak memiliki kebencian. Ia mampu mendorong
mereka dalam perilaku bermoral yang lebih tinggi. (9) Ia mampu
mendorong mereka dalam pikiran yang lebih tinggi. (10) Ia mampu
mendorong mereka dalam kebijaksanaan yang lebih tinggi. Seorang
bhikkhu yang memiliki kesepuluh kualitas ini boleh memberikan
penahbisan penuh.” [73].bhikkhu, sepuluh hal ini hidup melalui jasmani. Apakah
sepuluh ini? Dingin, panas, lapar, haus, buang air besar, buang air
kecil, pengendalian diri, pengendalian ucapan, pengendalian dalam
hal penghidupan seseorang, dan aktivitas pertumbuhan kehidupan
yang mengarah pada penjelmaan baru.95 Ini adalah kesepuluh hal
itu yang hidup melalui jasmani.”“Tetapi, jika, melalui pemeriksaan-diri demikian, seorang bhikkhu
mengetahui: ‘Aku sering tanpa kerinduan, tanpa niat-buruk, bebas
dari ketumpulan dan kantuk, tenang, bebas dari keragu-raguan,
tanpa kemarahan, tidak kotor dalam pikiran, tidak bergejolak dalam
jasmani, bersemangat, dan terkonsentrasi,segala sesuatu berakar dalam keinginan. (2)
Segala sesuatu menjadi ada melalui pengamatan. (3) Segala
sesuatu berasal-mula dari kontak. (4) Segala sesuatu itu bertemu
pada perasaan. (5) Segala sesuatu dipimpin oleh konsentrasi. (6)
Perhatian mengendalikan kekuasaan atasnya. (7) Kebijaksanaan
adalah pengawasnya. (8) Kebebasan adalah intinya. (9) Segala
sesuatu memuncak dalam tanpa-kematian. (10) Kesempurnaannya
adalah nibbāna.1) Persepsi ketidak-kekalan, (2) persepsi tanpa-diri, (3) persepsi
ketidak-menarikan, (4) persepsi bahaya, (5) persepsi meninggalkan,
(6) persepsi kebosanan, (7) persepsi lenyapnya, (8) persepsi
ketidak-senangan pada seluruh dunia, (9) persepsi ketidak-kekalan
dalam segala fenomena terkondisi, dan (10) perhatian pada
pernapasan.‘Bentuk
adalah tidak kekal, perasaan adalah tidak kekal, persepsi adalah
tidak kekal, aktivitas-aktivitas kehendak adalah tidak kekal,
kesadaran adalah tidak kekal.’ Demikianlah ia berdiam dengan
merenungkan ketidak-kekalan dalam kelima kelompok unsur
kehidupan yang tunduk pada kemelekatan. Ini disebut persepsi
ketidak-kekalan.ikian pula, pada seseorang
yang memiliki keyakinan … ketekunan dalam [melatih] kualitas-
kualitas bermanfaat, apakah siang atau malam menjelang, hanya
kemajuan dan bukan kemerosotan dalam kualitas-kualitas
bermanfaat yang menantinya.”‘Semoga aku dapat
dengan sabar menahankan dingin dan panas; lapar dan haus;
kontak dengan lalat, nyamuk, angin, panas matahari, dan ular; dan
gaya bicara yang kasar dan menyinggung. Semoga aku mampu.
(1) Bersenang dalam
kumpulan adalah duri bagi seorang yang bersenang dalam
kesendirian. (2) Mengejar objek yang menarik adalah duri bagi
seorang yang menekuni meditasi pada gambaran yang tidak
menarik. (3) Pertunjukan yang tidak selayaknya adalah duri bagi
seorang yang menjaga pintu-pintu indrianya. (4) Bergaul dengan
para perempuan adalah duri bagi kehidupan selibat. [135] (5)
Kebisingan adalah duri bagi jhāna pertama. (6) Pemikiran dan
pemeriksaan adalah duri bagi jhāna ke dua. (7) Sukacita adalah duri
bagi jhāna ke tiga. (8) Napas-masuk dan napas-keluar adalah duri
bagi jhāna ke empat. (9) Persepsi dan perasaan adalah duri bagi
pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan. (10) Nafsu adalah duri, kebencian adalah duri, dan delusi adalah duri. Berdiamlah
tanpa duri, para bhikkhu! Berdiamlah dengan tidak memiliki duri!
Para Arahant adalah tanpa duri. Para Arahant tidak memiliki duri.
Para Arahant adalah tanpa duri dan tidak memiliki duri.” Kekayaan adalah diharapkan, diinginkan, menyenangkan,
dan jarang diperoleh di dunia ini. (2) Kecantikan … (3) Kesehatan …
(4) Perilaku bermoral … (5) Kehidupan selibat … (6) Teman-teman
… (7) Pembelajaran … (8) Kebijaksanaan … (9) Kualitas-kualitas
baik … (10) Surga adalah diharapkan, diinginkan, menyenangkan,
dan jarang diperoleh di dunia ini. [136] Kesepuluh hal ini adalah diharapkan, diinginkan, menyenangkan, dan jarang diperoleh di
dunia ini.“Ada sepuluh hal [lainnya], para bhikkhu, yang merupakan
makanan bagi kesepuluh hal itu yang diharapkan, diinginkan,
menyenangkan, dan jarang diperoleh di dunia ini. (1) Rajin dan
berinisiatif adalah makanan bagi [diperolehnya] kekayaan. (2)
Menghias dan mempercantik diri adalah makanan bagi kecantikan.
(3) Melakukan apa yang berguna adalah makanan bagi kesehatan.
(4) Pertemanan yang baik adalah makanan bagi perilaku bermoral.
(5) Pengendalian atas organ-organ indria adalah makanan bagi
kehidupan selibat. (6) Ketulusan adalah makanan bagi pertemanan.
(7) Pelafalan adalah makanan bagi pembelajaran. (8) Kemauan
untuk mendengarkan dan mengajukan pertanyaan adalah makanan
bagi kebijaksanaan. (9) Mengerahkan diri dan refleksi adalah
makanan bagi kualitas-kualitas baik. (10) Praktik yang benar adalah
makanan bagi surga. Ini adalah kesepuluh hal [lainnya] yang
merupakan makanan bagi kesepuluh hal yang diharapkan,
diinginkan, menyenangkan, dan jarang diperoleh di dunia ini.” [137].,
keluhuran; ia adalah seorang yang pergi menuju kemerosotan,
bukan menuju keluhuran.“Para bhikkhu, setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka
seseorang mampu meninggalkan kelahiran, penuaan, dan
kematian. Apakah tiga ini? Nafsu, kebencian, dan delusi. Setelah
meninggalkan ketiga hal ini, maka ia mampu meninggalkan
kelahiran, penuaan, dan kematian.
“Setelah meninggalkan ketiga hal ini, maka seseorang
mampu meninggalkan sikap tidak hormat, sulit dikoreksi, dan
pertemanan yang buruk. Apakah tiga ini? Sikap tidak tahu malu,
moralitas yang sembrono, dan kelengahan. Setelah meninggalkan
ketiga hal ini, maka ia mampu meninggalkan Sikap tidak hormat,
sulit dikoreksi, dan pertemanan yang buruk.7 (7) Burung Gagak
“Para bhikkhu, seekor burung gagak memiliki sepuluh kualitas
buruk. Apakah sepuluh ini? Ia bersifat merusak dan kurang ajar,
selalu lapar dan rakus, kejam dan bengis, lemah dan bersuara
parau, berpikiran kacau dan tamak. Seekor burung gagak memiliki
kesepuluh kualitas buruk ini. Demikian pula, seorang bhikkhu jahat
memiliki sepuluh kualitas buruk ini. Apakah sepuluh ini? Ia bersifat merusak dan kurang ajar, selalu lapar dan rakus, kejam dan bengis,
lemah dan bersuara parau, berpikiran kacau dan tamak. Seorang
bhikkhu jahat memiliki kesepuluh kualitas buruk ini.” [150].Adalah karena Sang Tathāgata terlepas,
terpisah, dan terbebas dari kelahiran … penuaan … kematian …
penderitaan … kekotoran maka Beliau berdiam dengan pikiran
yang bebas dari batasan-batasan.
“Seperti halnya bunga teratai biru, merah, atau putih, walaupun
terlahir di dalam air dan tumbuh di dalam air, menjulang ke atas air
dan berdiri tanpa dikotori oleh air,137 demikian pula, Bāhuna, adalah
karena Sang Tathāgata terlepas, terpisah, dan terbebas dari
kesepuluh hal ini maka Beliau berdiam dengan pikiran yang bebas
dari batasan-batasan.”Sang Tathāgata,
dikuasai oleh sikap merendahkan adalah satu kasus kemunduran.
(4) “‘Yang mulia ini bersikap kurang-ajar dan pikirannya sering
dikuasai oleh sikap kurang-ajar. Tetapi dalam Dhamma dan disiplin
yang dinyatakan oleh Sang Tathāgata, dikuasai oleh sikap kurang-
ajar adalah satu kasus kemunduran.ara bhikkhu, ketika seorang bhikkhu adalah seorang yang
menghina dan meremehkan teman-temannya para bhikkhu,
seorang pencela para mulia, adalah tidak mungkin dan tidak
terbayangkan bahwa ia tidak akan mengalami paling sedikit satu di
antara sepuluh bencana ini. Apakah sepuluh ini? (1) Ia tidak
mencapai apa yang belum ia capai. (2) Ia jatuh dari apa yang telah
ia capai. (3) Kualitas-kualitas baiknya tidak dipoles.145 (4) Ia menilai
terlalu tinggi kualitas-kualitas baiknya, atau (5) menjalani kehidupan
spiritual dengan tidak puas, atau (6) melakukan pelanggaran kotor
tertentu, atau (7) mengidap penyakit parah, atau (8) menjadi gila dan kehilangan akal sehat. (9) Ia meninggal dunia dalam
kebingungan. (10) Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia
terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan kelahiran yang
buruk, di alam rendah, di neraka.
melakukan perbuatan-
perbuatan berjasa, tetapi ia menggunakan kekayaannya dengan
terikat pada kekayaannya, tergila-gila padanya, dan secara
membuta tenggelam di dalamnya, tidak melihat bahaya di
dalamnya dan tidak memahami jalan membebaskan diri darinya – ia
dapat dipuji atas tiga dasar dan dikritik atas satu dasar.kenikmatan indria ini yang
terdapat di dunia, yang terunggul, yang terbaik, yang menonjol,
yang tertinggi, dan yang termulia adalah ia yang mencari kekayaan
dengan benar, tanpa kekerasan, dan membuat dirinya bahagia dan
gembira; dan membagi kekayaannya dan melakukan perbuatan-
perbuatan berjasa, dan ia menggunakan kekayaannya tanpa terikat
pada kekayaannya, tidak tergila-gila padanya, dan tidak secara
membuta tenggelam di dalamnya, melihat bahaya di dalamnya dan
memahami jalan membebaskan diri darinya.”“Jika, perumah tangga, ketika seseorang mencapai
kebebasan tertentu, kualitas-kualitas tidak bermanfaat bertambah
dan kualitas-kualitas bermanfaat berkurang, maka, Aku katakan, ia
tidak boleh mencapai kebebasan demikian. Tetapi jika, ketika
seseorang mencapai kebebasan tertentu, kualitas-kualitas tidak
bermanfaat berkurang dan kualitas-kualitas bermanfaat bertambah,
maka, Aku katakan, ia harus mencapai kebebasan demikian.”
“Dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia, ia
melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan terlahir kembali,
hina dan mulia, berpenampilan baik dan berpenampilan buruk, kaya
dan miskin, dan memahami bagaimana makhluk-makhluk
mengembara sesuai kamma mereka sebagai berikut: ‘Makhluk-
makhluk ini yang terlibat dalam perbuatan buruk melalui jasmani,
ucapan, dan pikiran, yang mencela para mulia, menganut
pandangan salah, dan melakukan kamma yang berdasarkan pada
pandangan salah, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian,
telah terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan kelahiran
yang buruk, di alam rendah, di neraka; meninggalkan aktivitas seksual, ia menjalani kehidupan selibat,
[205] hidup terpisah, menghindari hubungan seksual, praktik orang
biasa.
“Setelah meninggalkan ucapan bohong, ia menghindari ucapan
bohong; ia mengucapkan kebenaran, setia pada kebenaran; ia
a menghindari merusak benih dan tanaman. Ia makan sekali
sehari, menghindari makan pada malam hari dan di luar waktu yang
selayaknya. Ia menghindari tarian, nyanyian, dan musik
instrumental, dan pertunjukan-pertunjukan yang tidak selayaknya.
Ia menghindari menghias dan mempercantik dirinya sendiri dengan
mengenakan kalung bunga dan mengoleskan wangi-wangian dan
salep. Ia menghindari tempat tidur yang tinggi dan besar. Ia
menghindari menerima emas dan perak, beras mentah, daging
mentah, perempuan-perempuan dan gadis-gadis, budak laki-laki
dan perempuan, kambing dan domba, unggas dan babi, gajah,
sapi, kuda, dan keledai, lahan dan tanah. Ia menghindari menjadi
pesuruh dan penyampai pesan; menghindari membeli dan menjual;
menghindari menipu dengan timbangan, logam, dan takaran; [206]
menghindari menerima suap, menipu, curang, dan memperdaya. Ia
menghindari melukai, membunuh, mengikat, merampok,
merampas, dan kekerasan.(1) Pada seorang
dungu yang tenggelam dalam ketidak-tahuan, maka pandangan
salah muncul. (2) Pada seorang yang memiliki pandangan salah,
maka kehendak salah muncul. (3) Pada seorang yang memiliki
kehendak salah, maka ucapan salah muncul. (4) Pada seorang
yang memiliki ucapan salah, maka perbuatan salah muncul. (5)
Pada seorang yang memiliki perbuatan salah, maka penghidupan
salah muncul. (6) Pada seorang yang memiliki penghidupan salah,
maka usaha salah muncul. (7) Pada seorang yang memiliki usaha
salah, maka perhatian salah muncul. (8) Pada seorang yang
memiliki perhatian salah, maka konsentrasi salah muncul. (9) Pada
seorang yang memiliki konsentrasi salah, maka pengetahuan salah
muncul. (10) Pada seorang yang memiliki pengetahuan salah, maka
kebebasan salah muncul.Di sini, Guru Gotama, pada hari uposatha, para brahmana
mencuci kepala mereka dan mengenakan pakaian dari bahan linen.
Kemudian mereka melumuri tanah dengan kotoran sapi yang masih
basah, menutupnya dengan rumput kusa hijau, dan berbaring di
antara batasan dan rumah api. Sepanjang malam, mereka bangun
tiga kali, dan dengan hormat menyembah api: ‘Kami turun untuk
menghormati yang terhormat. Kami turun untuk menghormati yang
terhormat.’ 196 Mereka mempersembahkan ghee, minyak, dan
mentega secara berlimpah kepada api. Ketika malam telah berlalu,
mereka mempersembahkan makanan baik kepada berbagai jenis
brahmana. Dengan cara inilah, Guru Gotama, para brahmana
menjalankan festival paccorohaṇī.”
“Festival paccorohaṇī dalam disiplin Yang Mulia, brahmana,
sangat berbeda dengan festival paccorohaṇī para brahmana.”
“Tetapi bagaimanakah, Guru Gotama, festival paccorohaṇī
dalam disiplin Yang Mulia itu? Baik sekali.(146) “Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang
jalan gelap dan jalan terang198 … [245] … (147) … Dhamma yang
baik dan Dhamma yang buruk … (148) … Dhamma dari orang yang
baik dan dari orang yang jahat … (149) … Dhamma yang harus
dibangkitkan dan yang tidak boleh dibangkitkan … [246] … (150)
… Dhamma yang harus ditekuni dan yang tidak boleh ditekuni …
(151) … Dhamma yang harus dikembangkan dan yang tidak boleh
dikembangkan … (152) … Dhamma yang harus dilatih dan yang
tidak boleh dilatih … [247] (153) … Dhamma yang harus diingat
dan yang tidak boleh diingat … (154) … Dhamma yang harus
direalisasikan dan yang tidak boleh direalisasikan …sini, seseorang membunuh. Ia adalah pembunuh,
bertangan darah, terbiasa memukul dan kekerasan, tanpa belas
kasih pada makhluk-makhluk hidup.
(2) “Ia mengambil apa yang tidak diberikan. Ia mencuri kekayaan
dan harta milik orang lain di desa atau hutan.
(3) “Ia melakukan hubungan seksual yang salah. Ia melakukan
hubungan seksual dengan perempuan-perempuan yang dilindungi
oleh ibu mereka, oleh ayah mereka, oleh ibu dan ayah, saudara,
saudari, atau kerabat mereka; yang dilindungi oleh Dhamma
mereka; yang memiliki suami; yang pelanggarannya menuntut
adanya hukuman; atau bahkan dengan seorang yang telah
bertunangan.20.memiliki pikiran berniat buruk dan kehendak membenci
sebagai berikut: ‘Semoga makhluk-makhluk ini dibunuh, dibantai,205
dipotong, dihancurkan, atau dibinasakan!’
(10) “Ia menganut pandangan salah, dan memiliki perspektif
keliru sebagai berikut: ‘Tidak ada yang diberikan, tidak ada yang
dikorbankan, tidak ada yang dipersembahkan; tidak ada buah atau
akibat dari perbuatan baik dan buruk; tidak ada dunia ini, tidak ada
dunia lain; tidak ada ibu, tidak ada ayah; tidak ada makhluk-
makhluk yang terlahir kembali secara spontan; Seorang yang memiliki sepuluh kualitas
tidak berhasil … berhasil … (207) … tidak dimurnikan … dimurnikan
… (208) … tidak mengatasi keangkuhan … mengatasi keangkuhan
… (209) … tidak tumbuh dalam kebijaksanaan … tumbuh dalam
kebijaksanaan … (210) … menghasilkan banyak keburukan …
Bagi seorang yang mengetahui dan melihat segala sesuatu
sebagaimana adanya tidak ada kehendak yang perlu dikerahkan:
‘Semoga aku menjadi kecewa.’ Adalah sewajarnya bahwa seorang
yang mengetahui dan melihat segala sesuatu sebagaimana adanya
menjadi kecewa.
(10) “Bagi seorang yang kecewa tidak ada kehendak yang perlu
dikerahkan: ‘Semoga aku menjadi bosan.’ Adalah sewajarnya
bahwa seorang yang kecewa menjadi bosan.konsentrasi adalah tujuan dan manfaat dari kenikmatan; (5)
kenikmatan adalah tujuan dan manfaat dari ketenangan; (4)
ketenangan adalah tujuan dan manfaat dari sukacita; (3) sukacita
adalah tujuan dan manfaat dari kegembiraan; (2) kegembiraan
adalah tujuan dan manfaat dari ketidak-menyesalan; (1) ketidak-
menyesalan adalah tujuan dan manfaat dari perilaku bermoral.
Kualitas-kualitas baiknya tidak dipoles.240 (4) Ia menilai
terlalu tinggi kualitas-kualitas baiknya, atau (5) menjalani kehidupan
spiritual dengan tidak puas, [318] atau (6) melakukan suatu
pelanggaran kotor, atau (7) menghentikan latihan dan kembali
kepada kehidupan yang lebih rendah, (8) atau mengidap penyakit
parah, atau (9) menjadi gila dan kehilangan akal sehat. (10) Ia
meninggal dunia dalam kebingungan. (11.)“’Khattiya adalah yang terbaik di antara manusia
bagi mereka yang acuannya adalah kasta,
tetapi seorang yang sempurna dalam pengetahuan sejati dan
perilaku
adalah yang terbaik di antara para deva dan manusia.’Ketika seorang siswa mulia mengingat
Dhamma, pada saat itu pikirannya tidak dikuasai oleh nafsu, [330]
kebencian, atau delusi; pada saat itu pikirannya lurus, berdasarkan
pada Dhamma.i, (1) ia tidak memiliki
pengetahuan akan bentuk; (2) ia tidak terampil dalam hal
karakteristik; (3) ia gagal menyingkirkan telur lalat; (4) ia gagal
merawat luka; (5) ia gagal mengasapi kandang; (6) ia tidak
mengetahui sumber air; (7) ia tidak mengetahui apa yang harus
diminumkan; (8) ia tidak mengetahui jalan; (9) ia tidak terampil
dalam hal padang rumput; (10) ia memerah susu sampai kering;
dan (11) ia tidak memberikan penghormatan lebih pada sapi-sapi
jantan itu yang merupakan induk dan pemimpin kelompok.mengetahui sumber air; (7) ia mengetahui apa yang harus
diminumkan; (8) ia mengetahui jalan; (9) ia terampil dalam hal
padang rumput; (10) ia tidak memerah susu sampai kering; dan (11)
ia memberikan penghormatan lebih pada sapi-sapi jantan itu yang
merupakan induk dan pemimpin kelompok. Dengan memiliki
sebelas faktor, seorang penggembala sapi mampu menjaga dan
menggiring sekelompok sapi.memiliki pengetahuan akan
bentuk; (2) ia terampil dalam hal karakteristik; (3) ia menyingkirkan
telur lalat; (4) ia merawat luka; (5) ia mengasapi kandang; (6).liat berwarna coklat kemerahan; kasiṇa air adalah semangkuk
air; kasiṇa warna adalah piringan warna.(1) seorang perempuan
yang dilindungi oleh sesama pengikut religius, (2) seorang yang telah
menikah atau bahkan yang telah diserahkan kepada seorang suami
sejak lahir atau sejak kanak-kanak, (3) seorang yang mana hubungan
seksual dengannya akan dikenai hukuman, dan (4) seorang gadis
yang telah dikalungi bunga oleh seorang laki-laki sebagai tanda
pertunangan.ihan dan moralitas, telah memurnikan kamma jasmani, ucapan,
dan pikirannya. Ia tanpa kemarahan dan permusuhan, telah
menghalau kantuk, melenyapkan kegelisahan dan kesombongan,
telah meninggalkan keragu-raguan, dan telah melampaui
keangkuhan. Ia penuh perhatian, memiliki pemahaman jernih, dan
tidak bingung. Kemudian ia melingkupi segala penjuru dan seluruh
dunia dengan pikiran cinta-kasih dan ketiga tanpa-batas.
Theragatha
lainnya.Seorang yang mengantuk, rakus,
Gemar tidur, bergulingan ketika berbaring,
Bagaikan babi yang kekenyangan:
Si dungu itu terlahir kembali lagi dan lagi.Bagaikan kayu yang dibuang di hutan.
Banyak orang yang iri padaku
Bagaikan makhluk-makhluk neraka yang iri
Pada seseorang yang pergi ke surga.
K.VP Pakkha
=K Mereka mati dan jatuh;
Terjatuh tetapi masih serakah, mereka kembali.
Apa yang harus dilakukan telah dilakukan,
Apa yang harus dinikmati telah dinikmati,
Kebahagiaan telah direalisasikan melalui kebahagiaan.Meninggalkan keduniawian adalah sulit, menetap di rumah
adalah sulit,
Dhamma adalah mendalam,
Dan uang sulit diperoleh.
Sekedar bertahan adalah sulit
Bagi kami yang menerima apa pun yang ada,
Maka kami harus senantiasa mengingat ketidakkekalan.Para bijaksana tidur dengan bahagia
Ketika mereka tidak melekat pada para perempuan;
Karena kebenaran sulit ditemukan di antara mereka,
Dan seorang yang harus selalu dijaga.Aku menggunakan pikiranku dengan tidak bijaksana,
Aku ketagihan pada perhiasan.
Aku angkuh, tidak konsisten,
Tersiksa oleh keinginan pada kenikmatan indriawi.Pikiran yang angkuh, ketagihan pada kenikmatan,
Menusuk dirinya sendiri dengan pancangnya sendiri,
Pikiran itu hanya pergi ke mana
Terdapat pancang, papan pemotong.
1<O Aku nyatakan engkau pikiran setan!
Aku nyatakan engkau pikiran busuk!
Engkau telah menemukan guru yang begitu sulit ditemui –
Jangan mengalihkan aku dari tujuan.Kelengahan adalah selalu ketidakmurnian,
Ketidakmurnian muncul dari kelengahan.
Dengan ketekunan dan pengetahuan,
Cabutlah anak panahmu sendiri.Aku mengetahui kehidupan lampauku;
Mata-batinku jernih,
Aku adalah seorang Arahant, layak menerima persembahan.
Terbebaskan, tanpa kemelekatan.
Lagi dan lagi, mereka menanam benih;
Lagi dan lagi, raja para dewa menurunkan hujan;
Lagi dan lagi, para petani membajak sawah;
Lagi dan lagi, panen dihasilkan untuk negeri.
4K1 Lagi dan lagi, para pengemis mengembara,
Lagi dan lagi, para penyumbang memberi,
Lagi dan lagi, ketika para penyumbang telah memberi,
Lagi dan lagi, mereka pergi ke tempat mereka di surga.Moralitas adalah kekuatan tanpa tandingan;
Moralitas adalah senjata terbaik;
Moralitas adalah hiasan terindah;
Moralitas adalah jubah tempur yang menakjubkan.
=<4 Moralitas adalah jembatan yang kuat;
Moralitas adalah aroma tanpa tandingan;
Moralitas adalah wewangian terbaik,
Yang menguar ke segala penjuru.
=<= Moralitas adalah perlengkapan terbaik;
Moralitas adalah perbekalan tak tertandingi dalam perjalanan;
Moralitas adalah kendaraan terbaik,
Yang membawamu ke segala arah.
=<H Dalam kehidupan ini mereka dikritik;
Setelah meninggal dunia mereka tidak berbahagia di alam
rendah;
Si dungu tidak berbahagia di mana pun,
Karena mereka tidak memiliki moralitas.Engkau layak menjadi seorang raja,
Seorang raja pemutar-roda, seekor banteng di tengah-tengah
para pahlawan,
Pemenang di empat penjuru,
Raja seluruh India.lam hal pengobatan mereka seperti dokter,
Dalam hal bisnis seperti perumah tangga,
Dalam hal riasan seperti pelacur,
Dalam hal kekuasaan seperti raja
JO> Kecurangan, tipuan,
Saksi palsu, kelicikan:
Mengunakan banyak rencana,
Mereka menikmati benda-benda materi.Bukan demi pengetahuan kehidupan lampau,
Juga bukan demi mata-dewa;
Bukan demi kekuatan batin,
Atau membaca pikiran makhluk lain,
Juga bukan demi mengetahui kematian dan
Kelahiran kembali makhluk-makhluk lain;
Bukan demi memurnikan kekuatan telinga-dewa,
Maka aku memiliki keteguhan.”
eher Sang Bijaksana Agung ini
Adalah penegakan perhatian;
Keyakinan adalah tangannya, dan kebijaksanaan adalah
kepalanya.
Dengan memiliki pengetahuan luas,
Beliau selalu mengembara, padam.
“Menetap di hutan yang menggemakan kicauan
Merak dan bangau,
Dan disukai oleh macan dan harimau,
Meninggalkan kepedulian pada jasmani, tanpa gagal!”
Demikianlah engkau mendorongku, pikiran.
Sunday, September 29, 2019
Anguttara Nikaya Part 1
Ketika
seseorang diliputi oleh nafsu, kebencian, dan delusi, Beliau berkata,
maka ia bertindak demi bahayanya sendiri, bahaya orang lain, dan
bahaya keduanya, dan ia mengalami penderitaan dan kesedihan;
tetapi ketika nafsu, kebencian, dan delusi ditinggalkan, maka ia
bebas bertindak demi kesejahteraan semuanya dan tidak lagi
mengalami penderitaan dan kesedihan.kamma bermanfaat adalah perbuatan
yang berasal-mula dari ketiga akar bermanfaat: ketidak-serakahan,
ketidak-bencian, dan tanpa-delusi,.
Calon Buddha
sendiri harus mengalami “goncangan pengenalan” ini sebelum
Beliau memulai pencarianNya atas pencerahan. RefleksiNya yang
mendalam pada usia tua, penyakit, dan kematian menghancurkan
ketergila-gilaanNya pada kemudaan, kesehatan, dan vitalitas dan
mendorongnya keluar dari istanaNya menuju hutan untuk mencari
tanpa-penuaan, kebebasan dari penyakit, dan nibbāna yang tanpa
kematian (3:39).Yang paling penting dari kelompok-kelompok itu adalah tiga akar
tidak bermanfaat: keserakahan (atau nafsu), kebencian, dan delusi,
tiga latihan: perilaku bermoral yang
lebih tinggi, pikiran (konsentrasi) yang lebih tinggi, dan
kebijaksanaan yang lebih tinggi (3:81-90).namun Beliau tidak
melupakan sulitnya usaha atau kuat dan liciknya kekotoran-
kekotoran yang harus dilawan dan ditaklukkan.bagi kelompok, yang mana mereka memasuki
jalan salah karena keinginan, kebencian, delusi, atau ketakutan; dan
kelompok yang memuja hal-hal duniawi, bukan Dhamma sejati.
“hampa dari nafsu melalui hancurnya nafsu; hampa dari
kebencian melalui hancurnya kebencian; hampa dari delusi melalui
hancurnya delusi.Teks-teks ini
menggambarkan para perempuan sebagai didorong oleh nafsu
yang kuat yang merusak kemampuan-kemampuan mereka dan
meruntuhkan moral mereka. Pada 2:61, Sang Buddha
menyatakan bahwa para perempuan tidak pernah kenyang dalam
dua hal: hubungan seksual dan melahirkan anak.Ketika Ānanda
bertanya mengapa para perempuan tidak duduk dalam dewan,
terlibat dalam bisnis, atau melakukan perjalanan ke wilayah-wilayah
jauh, Sang Buddha menjawab bahwa hal ini karena mereka penuh
kemarahan, iri, kikir, dan hampa dari kebijaksanaan (4:80). Dua
sutta membandingkan para perempuan dengan seekor ular hitam
(5:229-30) dalam hal bahwa mereka “gusar, bermusuhan, berbisa
mematikan, lidah bercabang, dan mengkhianati teman-teman.”
Bisa mereka adalah nafsu kuat mereka, lidah bercabang adalah
kecenderungan mereka untuk memfitnah, dan mereka mengkhianati teman-teman dalam hal bahwa “sebagian besar
perempuan adalah pelaku perselingkuhan.” Dalam 5:55 kita
membaca tentang seorang ibu dan putra yang ditahbiskan sebagai
bhikkhunī dan bhikkhu. Mereka tetap bergaul dekat, saling jatuh
cinta, dan melakukan hubungan seksual. Ketika hal ini dilaporkan
kepada Sang Buddha, Beliau menyalahkan para perempuan: “Jika
seseorang mengatakan dengan benar tentang apa pun yang
sepenuhnya merupakan jerat Māra, maka adalah tentang para
perempuan ia mengatakan hal ini.”
Ini terbentuk dari permutasi antara tiga urutan
kata. Pertama adalah suatu daftar tujuh belas kekotoran: nafsu,
kebencian, delusi, kemarahan, permusuhan, meremehkan, sikap
kurang ajar, iri, kikir, licik, muslihat, keras kepala, sikap berapi-api,
keangkuhan, kesombongan, kemabukan, dan kelengahan.Lima persepsi: pada ketidak-menarikan, pada kematian,
pada bahaya, pada kejijikan makanan, dan pada
ketidak-senangan terhadap keseluruhan dunia
(2) Lima persepsi: pada ketidak-kekalan, pada tanpa-diri,
pada kematian, pada kejijikan makanan, dan pada
ketidak-senangan terhadap keseluruhan dunia
(3) Lima persepsi: pada ketidak-kekalan, pada penderitaan
dalam apa yang tidak kekal, pada tanpa-diri dalam apa yang merupakan penderitaan, pada ditinggalkannya,
pada kebosanan
(4) Lima indria
(5) Lima kekuatan
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu bentuk pun yang
begitu mengobsesi pikiran17 seorang laki-laki selain daripada bentuk
seorang perempuan. Bentuk seorang perempuan mengobsesi
pikiran seorang laki-laki.”
2 (2)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu suara pun yang
begitu mengobsesi pikiran seorang laki-laki selain daripada suara
seorang perempuan. Suara seorang perempuan mengobsesi
pikiran seorang laki-laki.”
3 (3)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu bau pun yang begitu
mengobsesi pikiran seorang laki-laki selain daripada bau seorang
perempuan. Bau seorang perempuan mengobsesi pikiran seorang
laki-laki.”18 [2](4)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu rasa kecapan pun
yang begitu mengobsesi pikiran seorang laki-laki selain daripada
rasa seorang perempuan. Rasa seorang perempuan mengobsesi
pikiran seorang laki-laki.”19
5 (5)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu sentuhan pun yang
begitu mengobsesi pikiran seorang laki-laki selain daripada
sentuhan seorang perempuan. Sentuhan seorang perempuan
mengobsesi pikiran seorang laki-laki.”20
6 (6)21
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu bentuk pun yang
begitu mengobsesi pikiran seorang perempuan selain daripada
bentuk seorang laki-laki. Bentuk seorang laki-laki mengobsesi
pikiran seorang perempuan.”
7 (7)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu suara pun yang
begitu mengobsesi pikiran seorang perempuan selain daripada
suara seorang laki-laki. Suara seorang laki-laki mengobsesi pikiran
seorang perempuan.”
8 (8)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu bau pun yang begitu
mengobsesi pikiran seorang perempuan selain daripada bau
seorang laki-laki. Bau seorang laki-laki mengobsesi pikiran seorang
perempuan.”
9 (9)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu rasa kecapan pun
yang begitu mengobsesi pikiran seorang perempuan selain
daripada rasa seorang laki-laki. Rasa seorang laki-laki mengobsesi
pikiran seorang perempuan.”
(10)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu sentuhan pun yang
begitu mengobsesi pikiran seorang perempuan selain daripada
sentuhan seorang laki-laki. Sentuhan seorang laki-laki mengobsesi
pikiran seorang perempuan.” [3]Bagi seorang yang
mengamati secara tidak seksama pada gambaran dari apa yang
menjijikkan, maka niat buruk yang belum muncul menjadi muncul
dan niat buruk yang telah muncul menjadi bertambah dan
meningkat.”Bagi seorang yang
mengamati secara tidak seksama pada gambaran dari apa yang
menjijikkan, maka niat buruk yang belum muncul menjadi muncul
dan niat buruk yang telah muncul menjadi bertambah dan
meningkat.”Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang
karenanya keinginan indria yang belum muncul menjadi tidak
muncul dan keinginan indria yang telah muncul menjadi
ditinggalkan selain daripada gambaran dari apa yang tidak
menarik.29 Bagi seorang yang mengamati secara seksama pada
gambaran dari apa yang tidak menarik, maka keinginan indria yang
belum muncul menjadi tidak muncul dan keinginan indria yang telah
muncul menjadi ditinggalkan.Anuguttara Nikaya hal 107.21 (1)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang ketika
tidak terkembang maka menjadi begitu kaku selain daripada
pikiran. Pikiran yang tidak terkembang adalah kaku.”
22 (2)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang ketika
terkembang maka menjadi begitu lentur selain daripada pikiran.
Pikiran yang terkembang adalah lentur.”
23 (3)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang ketika
tidak terkembang maka mengarah pada bahaya besar selain
daripada pikiran. Pikiran yang tidak terkembang mengarah pada
bahaya besar.”
24 (4)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang ketika
terkembang maka mengarah pada manfaat besar selain daripada
pikiran. Pikiran yang terkembang mengarah pada manfaat besar.”
25 (5)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang, ketika
tidak terkembang dan tidak termanifestasi,39 maka mengarah pada
bahaya besar selain daripada pikiran. Pikiran, ketika tidak
terkembang dan tidak termanifestasi mengarah pada bahaya
besar.”
26 (6)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun [6] yang,
ketika terkembang dan termanifestasi, maka mengarah pada
manfaat besar selain daripada pikiran. Pikiran, ketika terkembang
dan termanifestasi mengarah pada manfaat besar.”21 (1)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang ketika
tidak terkembang maka menjadi begitu kaku selain daripada
pikiran. Pikiran yang tidak terkembang adalah kaku.”
22 (2)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang ketika
terkembang maka menjadi begitu lentur selain daripada pikiran.
Pikiran yang terkembang adalah lentur.”
23 (3)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang ketika
tidak terkembang maka mengarah pada bahaya besar selain
daripada pikiran. Pikiran yang tidak terkembang mengarah pada
bahaya besar.”
24 (4)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang ketika
terkembang maka mengarah pada manfaat besar selain daripada
pikiran. Pikiran yang terkembang mengarah pada manfaat besar.”
“Para bhikkhu, kualitas-kualitas apa pun yang tidak bermanfaat,
yang menjadi bagian dari apa yang tidak bermanfaat, dan
berhubungan dengan apa yang tidak bermanfaat, semuanya
dipelopori oleh pikiran.50 Pikiran muncul lebih dulu kemudian diikuti
oleh kualitas-kualitas tidak bermanfaat.”“Para bhikkhu, kualitas-kualitas apa pun yang bermanfaat, yang
menjadi bagian dari apa yang bermanfaat, dan berhubungan
dengan apa yang bermanfaat, semuanya dipelopori oleh pikiran.Pikiran muncul lebih dulu kemudian diikuti oleh kualitas-kualitas bermanfaat.”
menjadi muncul dan kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang telah
muncul menjadi berkurang selain daripada pembangkitan.kegigihan. Bagi seorang yang telah membangkitkan kegigihan,
maka kualitas-kualitas bermanfaat yang belum muncul menjadi
muncul dan kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang telah muncul
menjadi berkurang.”“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang
mengarah pada bahaya besar selain daripada kelengahan.
Kelengahan mengarah pada bahaya besar.”Kewaspadaan mengarah pada manfaat besar.”“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang
mengarah pada bahaya besar selain daripada kemalasan … (85)
… yang mengarah pada manfaat besar seperti pembangkitan
kegigihan …”
(86) “… keinginan kuat … (87) … sedikitnya keinginan …”
(88) “… ketidak-puasan … (89) … kepuasan …”
(90) “… pengamatan tidak seksama … (91) … pengamatan
seksama …”
(92) “ … kurangnya pemahaman jernih … (93) … pemahaman
jernih …”
(94) “… pertemanan yang buruk … (95) …pertemanan yang
baik …”
(96) “… pengejaran kualitas-kualitas tidak bermanfaat dan
tanpa-pengejaran kualitas-kualitas bermanfaat … (97) …
pengejaran kualitas-kualitas bermanfaat dan tanpa-pengejaran
kualitas-kualitas tidak bermanfaat mengarah pada manfaat besar.”
(188) “Para bhikkhu, yang terkemuka di antara para bhikkhu
siswaKu dalam hal senioritas adalah Aññākoṇḍañña.”74
(189) “… di antara mereka yang memiliki kebijaksanaan tinggi
adalah Sāriputta.”75
(190) “… di antara mereka yang memiliki kekuatan batin adalah
Mahāmoggallāna.”76
(191) “… di antara mereka yang mengajarkan praktik pertapaan
adalah Mahākassapa.”77
(192) “… di antara mereka yang memiliki mata dewa adalah
Anuruddha.”78
(193) “… di antara mereka yang berasal dari keluarga terhormat
adalah Bhaddiya Kāḷigodhāyaputta.”79
(194) “… di antara mereka yang memiliki suara merdu adalah
Lakuṇṭaka Bhaddiya.”80
(195) “… di antara mereka yang memiliki raungan singa adalah
Piṇḍola Bhāradvāja.”81
(196) “… di antara mereka yang membabarkan Dhamma adalah
Puṇṇa Mantāṇiputta.”82
(197) ”… di antara mereka yang menjelaskan secara terperinci
makna dari apa yang disampaikan secara singkat adalah
Mahākaccāna.” [24Terkemuka73
Anuguttara Nikaya 132.(nama nama orang).demikian pula terdapat lebih sedikit makhluk-makhluk
yang memahami makna dan Dhamma dan kemudian
mempraktikkan sesuai Dhamma; lebih banyak makhluk-makhluk
yang tidak memahami makna dan Dhamma dan tidak
mempraktikkan sesuai Dhamma.”186
(343) “… demikian pula terdapat lebih sedikit makhluk-makhluk
yang memperoleh rasa keterdesakan atas hal-hal yang
menginspirasi keterdesakan; lebih banyak makhluk-makhluk yang
tidak memperoleh rasa keterdesakan atas hal-hal yang
menginspirasi keterdesakan.”187
makhluk-makhluk yang, ketika meninggal dunia
sebagai manusia, kemudian terlahir kembali di tengah-tengah
manusia lebih sedikit.menjadi
seorang penghuni hutan, (379) menjadi seorang yang hidup dari
makanan yang diperoleh dari menerima dana makanan, (380)
menjadi seorang pemakai jubah potongan kain, (381) memiliki
hanya tiga jubah,193 (382) menjadi seorang pembabar Dhamma,
(383) menjadi seorang penegak disiplin, (384) banyak belajar,
(385) waktu yang lama menjadi bhikkhu, (386) memiliki sikap
selayaknya, (387) memperoleh pengikut, (388) memiliki banyak
pengikut, (389) berasal dari keluarga yang baik, (390) memiliki
penampilan yang menarik, (391) menjadi seorang pembabar yang
baik, (392) memiliki sedikit keinginan, (393) memiliki kesehatan
yang baik.” jika hanya selama sejentikan jari seorang bhikkhu
mengembangkan (395) jhāna ke dua … (396) jhāna ke tiga … (397)
jhāna ke empat … (398) kebebasan pikiran melalui cinta kasih …
(399) kebebasan pikiran melalui belas kasihan … [39] (400)
kebebasan pikiran melalui kegembiraan altruistik … (401)
kebebasan pikiran melalui keseimbangan.tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara
internal, melihat bentuk-bentuk secara eksternal, yang biru,
berwarna biru, bercorak biru, bernuansa biru, dan setelah
menguasainya, kemudian menyadari sebagai berikut: ‘Aku
mengetahui, aku melihat.tidak mempersepsikan
bentuk-bentuk secara internal, melihat bentuk-bentuk secara
eksternal, yang merah, berwarna merah, bercorak merah,
bernuansa merah, dan setelah menguasainya, kemudian menyadari
sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat’ tidak mempersepsikan bentuk-
bentuk secara internal, melihat bentuk-bentuk secara eksternal,
yang kuning, berwarna kuning, bercorak kuning, bernuansa kuning,
dan setelah menguasainya, kemudian menyadari sebagai berikut:
‘Aku mengetahui, aku melihat’ …
mengembangkan kasiṇa tanah … 200 (456)
mengembangkan kasiṇa air … (457) mengembangkan kasiṇa api
… (458) mengembangkan kasiṇa udara … (459) mengembangkan
kasiṇa biru … (460) mengembangkan kasiṇa kuning … (461)
mengembangkan kasiṇa merah … (462) mengembangkan kasiṇa
putih … (463) mengembangkan kasiṇa ruang … (464)
mengembangkan kasiṇa kesadaran …”Perhatian yang diarahkan pada jasmani. Ini adalah satu
hal itu yang, ketika dikembangkan dan dilatih, maka mengarah
menuju pembedaan melalui kebijaksanaan … mengarah menuju
nibbāna melalui ketidak-melekatan.”
Gelap
7(7 Gelap
“Para bhikkhu, ada dua kualitas gelap ini. Apakah dua ini? Tanpa
rasa malu dan tanpa rasa takut. Ini adalah kedua kualitas gelap itu.”
8 (8 Terang
“Para bhikkhu, ada dua kualitas terang ini. Apakah dua ini? rasa
malu dan rasa takut.225 Ini adalah kedua kualitas terang itu.”
9 (9) Perilaku
“Para bhikkhu, dua kualitas terang ini melindungi dunia. Apakah
dua ini? Rasa malu dan rasa takut. Jika kedua kualitas terang ini
tidak melindungi dunia, maka tidak akan terlihat di sini
[pengendalian apa pun sehubungan dengan] ibu dan bibi
seseorang, atau para istri dari para gurunya dan orang-orang
[lainnya] yang dihormati. 226 Dunia akan menjadi tempat perilaku
seksual yang tidak pandang bulu, seperti kambing dan domba,
ayam dan babi, anjing dan serigala. Tetapi karena kedua kualitas
terang ini melindungi dunia, maka di sini terlihat [pengendalian
sehubungan dengan] ibu dan bibi seseorang, atau para istri dari
para gurunya, dan orang-orang [lainnya] yang dihormati.”“Para bhikkhu, ada dua jenis orang dungu. Apakah dua ini?
Seorang yang tidak melihat pelanggarannya sebagai suatu
pelanggaran dan seorang yang tidak, menurut Dhamma, menerima.
pelanggaran dari orang yang mengakui pelanggarannya. Ini adalah
dua jenis orang dungu.240
a
mempraktikkan kekecewaan pada kenikmatan indria,
mempraktikkan kebosanan terhadapnya, dan mempraktikkan
lenyapnya.260 Ia mempraktikkan kekecewaan pada kondisi-kondisi
penjelmaan, mempraktikkan kebosanan terhadapnya, dan
mempraktikkan lenyapnya. 261 Ia mempraktikkan hancurnya
ketagihan. Ia mempraktikkan hancurnya keserakahan. 262 Dengan
hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam
kelompok para deva tertentu.
Meninggal dunia dari sana, ia adalah
seorang yang-tidak-kembali, seorang yang tidak kembali pada
kondisi makhluk ini. Ia disebut orang yang terbelenggu secara
eksternal, yang adalah seorang yang-tidak-kembali, seorang yang
tidak kembali pada kondisi makhluk ini.”263.“Demikian pula, ketika para bhikkhu jahat menjadi kuat, maka
para bhikkhu berperilaku baik menjadi lemah. Pada saat itu para
bhikkhu berperilaku baik duduk diam di tengah-tengah Saṅgha271
atau mereka mendatangi 272 provinsi-provinsi jauh. Hal ini adalah
demi bahaya bagi banyak orang, demi ketidak-bahagiaan banyak
orang, demi kehancuran, bahaya, dan penderitaan banyak orang,
para deva dan manusia. [69].“Dan apakah kumpulan orang-orang unggul? Di sini, dalam
kumpulan jenis ini para bhikkhu senior tidak hidup mewah dan tidak
menjadi mengendur, dan membuang kebiasaan-kebiasaan lama
dan menjadi pelopor dalam keterasingan; mereka membangkitkan
kegigihan untuk mencapai apa yang belum dicapai,“Para bhikkhu, ada dua jenis kebahagiaan ini. Apakah dua ini?
Kebahagiaan indria dan kebahagiaan meninggalkan keduniawian.
Ini adalah kedua jenis kebahagiaan itu. Di antara kedua jenis
kebahagiaan ini, kebahagiaan meninggalkan keduniawian adalah
yang terunggul.”
66 (3)
“Para bhikkhu, ada dua jenis kebahagiaan ini. Apakah dua ini?
Kebahagiaan yang terikat dengan perolehan dan kebahagiaan
tanpa perolehan. Ini adalah kedua jenis kebahagiaan itu. Di antara
kedua jenis kebahagiaan ini, kebahagiaan tanpa perolehan adalah
yang terunggul.”301
67 (4)
“Para bhikkhu, ada dua jenis kebahagiaan ini. Apakah dua ini? [81]
Kebahagiaan dengan noda-noda dan kebahagiaan tanpa noda-
noda. Ini adalah kedua jenis kebahagiaan itu. Di antara kedua jenis
kebahagiaan ini, kebahagiaan tanpa noda-noda adalah yang
terunggul.”
68 (5)
“Para bhikkhu, ada dua jenis kebahagiaan ini. Apakah dua ini?
Kebahagiaan duniawi dan kebahagiaan spiritual.302 Ini adalah kedua
jenis kebahagiaan itu. Di antara kedua jenis kebahagiaan ini,
kebahagiaan spiritual adalah yang terunggul.”
69 (6)
“Para bhikkhu, ada dua jenis kebahagiaan ini. Apakah dua ini?
Kebahagiaan mulia dan kebahagiaan tidak mulia. Ini adalah kedua
jenis kebahagiaan itu. Di antara kedua jenis kebahagiaan ini,
kebahagiaan mulia adalah yang terunggul.”
70 (7)
“Para bhikkhu, ada dua jenis kebahagiaan ini. Apakah dua ini?
Kebahagiaan jasmani dan kebahagiaan batin. Ini adalah kedua jenis
kebahagiaan itu. Di antara kedua jenis kebahagiaan ini,
kebahagiaan batin adalah yang terunggul.”“Para bhikkhu, ada dua jenis kebahagiaan ini. Apakah dua ini?
Kebahagiaan yang disertai dengan sukacita dan kebahagiaan tanpa
sukacita. Ini adalah kedua jenis kebahagiaan itu. Di antara kedua
jenis kebahagiaan ini, kebahagiaan tanpa sukacita adalah yang
terunggul.”303
72 (9)
“Para bhikkhu, ada dua jenis kebahagiaan ini. Apakah dua ini?
Kebahagiaan yang menyenangkan dan kebahagiaan
keseimbangan. Ini adalah kedua jenis kebahagiaan itu. Di antara
kedua jenis kebahagiaan ini, kebahagiaan keseimbangan adalah
yang terunggul.”304
73 (10)
“Para bhikkhu, ada dua jenis kebahagiaan ini. Apakah dua ini?
Kebahagiaan konsentrasi dan kebahagiaan tanpa konsentrasi. Ini
adalah kedua jenis kebahagiaan itu. Di antara kedua jenis
kebahagiaan ini, kebahagiaan konsentrasi adalah yang terunggul.”
74 (11)
“Para bhikkhu, ada dua jenis kebahagiaan ini. Apakah dua ini?
Kebahagiaan yang berdasarkan pada adanya sukacita dan
kebahagiaan yang berdasarkan pada ketiadaan sukacita. [82] Ini
adalah kedua jenis kebahagiaan itu. Di antara kedua jenis
kebahagiaan ini, kebahagiaan yang berdasarkan pada ketiadaan
sukacita adalah yang terunggul.305
75 (12)
“Para bhikkhu, ada dua jenis kebahagiaan ini. Apakah dua ini?
Kebahagiaan yang berdasarkan pada kenikmatan dan kebahagiaan
yang berdasarkan pada keseimbangan. Ini adalah kedua jenis
kebahagiaan itu. Di antara kedua jenis kebahagiaan ini,
kebahagiaan yang berdasarkan pada keseimbangan adalah yang
terunggul.”“Para bhikkhu, dengan berperilaku buruk terhadap dua individu,
orang dungu, yang tidak kompeten, dan jahat mempertahankan
dirinya dalam kondisi celaka dan terluka; ia tercela dan dicela oleh
para bijaksana; dan ia menghasilkan banyak keburukan.
Ketidak-membahayakan dan kemurnian … (168) Tidak
menjaga pintu-pintu indria dan makan berlebihan … (169) Menjaga
pintu-pintu indria dan makan secukupnya … (170) Kekuatan
refleksi dan kekuatan pengembangan … (171) Kekuatan perhatian
dan kekuatan konsentrasi … [95] … (172) Ketenangan dan
pandangan terang … (173) Kegagalan dalam perilaku bermoral
dan kegagalan dalam pandangan … (174) Keberhasilan dalam
perilaku bermoral dan keberhasilan dalam pandangan … (175)
Kemurnian perilaku bermoral dan kemurnian pandangan … (176)
Kemurnian pandangan dan usaha sesuai dengan pandangannya …
(177) Ketidak-puasan sehubungan dengan kualitas-kualitas
bermanfaat dan tidak mengenal lelah dalam berusaha … (178)
Pikiran yang kacau dan kurangnya pemahaman jernih … (179)
Perhatian dan pemahaman jernih. Ini adalah kedua kualitas itu.”Para bhikkhu, dengan memiliki dua kualitas, dengan hancurnya
jasmani, setelah kematian, seseorang di sini terlahir kembali di alam
sengsara, di alam tujuan kelahiran yang buruk, di alam rendah, di
neraka. Apakah dua ini? (220) Kemarahan dan permusuhan …
(221) Sikap merendahkan dan kurang ajar … (222) Iri dan kikir …
(223) Kecurangan dan muslihat … (224) Tanpa rasa malu dan
tanpa rasa takut. Dengan memiliki kedua kualitas ini, dengan
hancurnya jasmani, setelah kematian, seseorang di sini terlahir
kembali di alam sengsara, di alam tujuan kelahiran yang buruk, di
alam rendah, di neraka.”“Para bhikkhu, demi pengetahuan langsung … demi pemahaman
penuh … demi kehancuran sepenuhnya … demi meninggalkan …
demi hancurnya … demi hilangnya … demi peluruhan … demi
lenyapnya … demi berhentinya … demi terlepasnya kebencian …
delusi … kemarahan … permusuhan … sikap merendahkan …
sikap kurang ajar … iri … kekikiran … kecurangan … muslihat …
sikap keras-kepala … sikap berapi-api … keangkuhan …
kesombongan … kemabukan … kelengahan, maka dua hal harus
dikembangkan. Apakah dua ini? Ketenangan dan pandangan terang. Demi terlepasnya kelengahan, maka kedua hal ini harus
dikembangkan.“Para bhikkhu, dengan memiliki tiga kualitas, si dungu, yang tidak
kompeten, dan jahat mempertahankan dirinya dalam kondisi celaka
dan terluka; ia tercela dan dicela oleh para bijaksana; dan ia
menghasilkan banyak keburukan. Apakah tiga ini? Perbuatan buruk
melalui jasmani, perbuatan buruk melalui ucapan, dan perbuatan
buruk melalui pikiran. Dengan memiliki ketiga kualitas ini, si dungu,
yang tidak kompeten, dan jahat mempertahankan dirinya dalam
kondisi celaka dan terluka; ia tercela dan dicela oleh para bijaksana;
dan ia menghasilkan banyak keburukan. Ia mendorong perbuatan melalui jasmani yang memicu
perselisihan, perbuatan melalui ucapan yang memicu perselisihan,
dan perbuatan melalui pikiran yang memicu perselisihan.“Demikianlah, para bhikkhu, karena kalian merasa muak, malu,
dan jijik dengan umur kehidupan surgawi, keindahan surgawi,
kebahagiaan surgawi, keagungan surgawi, dan kekuasaan surgawi,
maka terlebih lagi kalian harus merasa lebih muak, malu, dan jijik
lagi sehubungan dengan perbuatan buruk melalui jasmani,
perbuatan buruk melalui ucapan, dan perbuatan buruk melalui
pikiran.”
“Para bhikkhu, dengan memiliki tiga faktor, seorang penjaga toko
segera mencapai kekayaan besar dan berlimpah. Apakah tiga ini?
Di sini, seorang penjaga toko memiliki mata yang tajam,
bertanggung jawab, dan memiliki penyokong.
(1) “Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seorang penjaga toko
memiliki mata yang tajam? Di sini, seorang penjaga toko
mengetahui suatu barang: ‘Jika barang ini dibeli dengan harga ini
dan dijual dengan harga itu, maka barang ini memerlukan modal
sebesar ini dan menghasilkan keuntungan sebesar itu.’ Demikianlah
seorang penjaga toko memiliki mata yang tajam.
(2) “Dan bagaimanakah seorang penjaga toko bertanggung
jawab? Di sini, seorang penjaga toko terampil dalam membeli dan
menjual barang-barang. Demikianlah seorang penjaga toko
bertanggung jawab.
(3) “Dan bagaimanakah seorang penjaga toko memiliki
penyokong? [117] Di sini, para perumah tangga dan para putra
perumah tangga yang kaya, dengan kekayaan berlimpah mengenalinya sebagai berikut: ‘Penjaga toko yang baik ini memiliki
mata yang tajam dan bertanggung jawab; ia mampu menyokong
istri dan anak-anaknya dan dari waktu ke waktu juga membayar
kepada kami.’ Maka mereka menyimpan kekayaan mereka
padanya, dengan berkata: ‘Setelah memperoleh kekayaan dengan
ini, sahabat penjaga toko, sokonglah istri dan anak-anakmu dan
dari waktu ke waktu juga membayar kepada kami.’ Demikianlah
seorang penjaga toko memiliki penyokong.
21 (1) Saviṭṭha
Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā
sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.
Kemudian Yang Mulia Saviṭṭha dan Yang Mulia Mahākoṭṭhita
mendatangi Yang Mulia Sāriputta dan saling bertukar sapa
dengannya.Seorang yang bergaul dengan orang rendah akan mengalami
kemunduran;
seorang yang bergaul dengan orang yang setara tidak akan
mengalami kemunduran;
dengan melayani seorang yang tinggi, maka seseorang akan
berkembang dengan cepat;
oleh karena itu kalian harus mengikuti orang yang lebih tinggi
daripada kalian.Ia tidak memiliki kekayaan,
juga tidak melakukan perbuatan-perbuatan berjasa;
si orang buta tanpa mata
melemparkan lemparan tidak beruntung pada kedua sisi.
orang yang digambarkan sebagai bermata satu.
adalah seorang munafik yang mencari kekayaan,
[kadang-kadang] dengan cara yang baik
[dan kadang-kadang] dengan cara yang tidak baik.
Dengan tindakan-tindakan mencuri dan menipu
dan dengan ucapan-ucapan dusta
orang itu yang menikmati kenikmatan indria
mahir dalam menimbun kekayaan.
setelah pergi dari sini menuju neraka,
orang bermata satu itu disiksa.
Seorang bermata dua dikatakan sebagai
orang dari jenis terbaik.
Kekayaannya365 diperoleh melalui usahanya sendiri,
dengan benda-benda yang diperoleh dengan jujur. [130]
Kemudian dengan kehendak terbaik ia memberi
orang ini dengan pikiran yang tidak terbagi Ia pergi menuju [kelahiran kembali di] alam yang baik
di mana, setelah pergi, ia tidak bersedih.
Seseorang dari jauh harus menghindari
si orang buta dan orang bermata satu,
tetapi harus berteman dengan orang bermata dua,
orang dari jenis terbaik.
Seperti halnya, ketika
seseorang meletakkan berbagai bahan makanan yang ditebarkan di
atas pangkuannya – biji wijen, beras, kue, dan jujube – jika ia tidak
penuh perhatian ketika bangkit dari duduknya,
Orang dengan kebijaksanaan terbalik,
bodoh dan tidak melihat,
sering pergi mengunjungi para bhikkhu
[untuk mendengarkan mereka mengajarkan Dhamma].
Namun orang ini tidak menangkap
apa pun dari khotbah itu,“Ditinggalkannya
persepsi-persepsi indriawi dan kesedihan;
dihilangkannya ketumpulan,
diusirnya penyesalan;370
“Keseimbangan dan perhatian yang murni
didahului oleh refleksi pada Dhamma:
ini, Aku katakan, adalah kebebasan melalui pengetahuan
akhir,
hancurnya ketidak-tahuan.”371.
Ketidak-serakahan adalah satu penyebab bagi
asal-mula kamma; ketidak-bencian adalah satu penyebab bagi
asal-mula kamma; ketidak-delusian adalah satu penyebab bagi
asal-mula kamma.“Mungkin muncul pada perumah tangga atau putra perumah
tangga itu demam jasmani dan batin yang muncul dari delusi, yang
akan menyiksanya sehingga ia tidak dapat tidur nyenyak; tetapi
Sang Tathāgata telah meninggalkan delusi demikian, memotongnya
di akarnya, membuatnya bagaikan tunggul pohon palem, [138]
melenyapkannya sehingga tidak tumbuh lagi di masa depan. Oleh
karena itu Aku tidur nyenyak.”Seorang
kaum duniawi yang tidak terpelajar, karena mabuk pada kesehatan,
melakukan perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran.
Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di
alam sengsara, “Kaum duniawi tunduk pada penyakit,
penuaan, dan kematian, menjadi jijik
[karena orang lain] yang muncul
sesuai dengan sifat alaminya.395
“Jika Aku menjadi jijik
pada makhluk-makhluk dengan sifat demikian,
itu tidaklah selayaknya bagiKu
karena Aku juga memiliki sifat alami yang sama.Dalam luasnya dunia ini terdapat para petapa dan
brahmana yang memiliki kekuatan batin dan mata dewa yang
mengetahui pikiran makhluk-makhluk lain. Mereka melihat benda-
benda yang jauh tetapi mereka sendiri tidak terlihat bahkan ketika
mereka berada cukup dekat; mereka mengetahui pikiran [makhluk-
makhluk lain] dengan pikiran mereka sendiri.‘Kegigihan harus dibangkitkan dalam diriku [149] tanpa
mengendur; perhatian harus ditegakkan tanpa kacau; tubuhku
harus tenang tanpa gangguan; pikiranku harus dikonsentrasikan dan terpusat.’ Setelah menjadikan dunia sebagai otoritasnya, ia
meninggalkan apa yang tidak bermanfaat dan mengembangkan
apa yang bermanfaat; ia meninggalkan apa yang tercela dan
mengembangkan apa yang tidak tercela; ia mempertahankan
dirinya dalam kemurnian. Ini disebut dunia sebagai otoritas.Setelah menaklukkan Māra
dan mengatasi pembuat-akhir,
sang pejuang telah menyelesaikan kelahiran.
Seorang petapa demikian, bijaksana, seorang pengenal-
dunia,
tidak mengidentifikasikan sebagai apa pun sama sekali.402.Dalam luasnya dunia ini terdapat para petapa dan
brahmana yang memiliki kekuatan batin dan mata dewa yang
mengetahui pikiran makhluk-makhluk lain. Mereka melihat benda-
benda yang jauh tetapi mereka sendiri tidak terlihat bahkan ketika
mereka berada cukup dekat; mereka mengetahui pikiran [makhluk-
makhluk lain] dengan pikiran mereka sendiri. Mereka akan
mengetahuiku sebagai berikut: “Lihatlah orang ini: walaupun ia telah
meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju
kehidupan tanpa rumah, namun ia ternoda oleh kondisi-kondisi
buruk yang tidak bermanfaat.” Juga ada para dewa dengan
kekuatan batin dan mata dewa yang mengetahui pikiran makhluk-
makhluk lain. Mereka melihat benda-benda yang jauh tetapi mereka
sendiri tidak terlihat bahkan ketika mereka berada cukup dekat;
mereka mengetahui pikiran [makhluk-makhluk lain] dengan pikiran
mereka sendiri.Seseorang yang ingin melihat orang-orang bermoral,
yang ingin mendengar Dhamma sejati,
yang telah melenyapkan noda kekikiran,
disebut seorang yang memiliki keyakinan. [151].“Dan bagaimanakah seorang bhikkhu jahat bergantung pada
permukaan yang tidak rata? Di sini, seorang bhikkhu jahat terlibat
dalam perbuatan tidak baik melalui jasmani, ucapan, dan pikiran.
Dengan cara inilah seorang bhikkhu jahat bergantung pada
permukaan yang tidak rata.
(2) “Dan bagaimanakah seorang bhikkhu jahat bergantung pada
belantara? Di sini, seorang bhikkhu jahat menganut pandangan
salah, mengadopsi pandangan ekstrim. Dengan cara inilah seorang
bhikkhu jahat bergantung pada belantara.“Brahmana, seseorang yang tergerak oleh nafsu,
dikendalikan oleh nafsu, dengan pikiran dikuasai oleh nafsu, [157]
menghendaki penderitaannya sendiri, penderitaan orang lain, dan
penderitaan keduanya, dan ia mengalami penderitaan batin dan
kesedihan. Tetapi ketika nafsu ditinggalkan, ia tidak menghendaki
penderitaannya sendiri, penderitaan orang lain, atau penderitaan
keduanya, dan ia tidak mengalami penderitaan batin dan
kesedihan. Dengan cara inilah Dhamma itu terlihat secara langsung.“Pada masa sekarang, Brahmana, orang-orang tergerak oleh
nafsu terlarang, dikuasai oleh keserakahan yang tidak selayaknya,
didera oleh Dhamma palsu. 414 Sebagai akibatnya, mereka
mengambil senjata-senjata dan saling membunuh satu sama lain.
Karena itu banyak orang yang mati. Ini adalah alasan mengapa
pada masa sekarang ini jumlah penduduk berkurang, berkurangnya
populasi terlihat, dan desa-desa, pemukiman-pemukiman, kota-
kota, dan daerah-daerah telah lenyap.
(2) “Kemudian, pada masa sekarang, orang-orang tergerak oleh
nafsu terlarang, dikuasai oleh keserakahan yang tidak selayaknya,
didera oleh Dhamma palsu. Ketika hal ini terjadi, hujan yang turun
tidak mencukupi. Sebagai akibatnya, bencana kelaparan dan
kelangkaan padi terjadi; hasil panen rusak dan menjadi jerami.
Karena itu banyak orang yang mati. Ini adalah alasan lain mengapa
pada masa sekarang ini jumlah penduduk berkurang, berkurangnya
populasi terlihat, dan desa-desa, pemukiman-pemukiman, kota-
kota, dan daerah-daerah telah lenyap.“Guru Gotama, aku telah mendengar: ‘Petapa Gotama
mengatakan: “Dana harus diberikan hanya kepadaKu, [161] bukan
kepada orang lain; dana harus diberikan hanya kepada para
siswaKu, bukan kepada para siswa orang lain. Hanya apa yang
diberikan kepadaKu yang sangat berbuah, bukan apa yang
diberikan kepada orang lain; hanya apa yang diberikan kepada para
siswaKu yang sangat berbuah,“Ketika pikirannya terkonsentrasi demikian, murni, bersih,
tanpa noda, bebas dari kekotoran, lunak, lentur, kokoh, dan
mencapai ketanpa-gangguan, ia mengarahkannya pada
pengetahuan hancurnya noda-noda.
Tetapi
sekarang ada lebih banyak bhikkhu, tetapi lebih sedikit yang
memperlihatkan keajaiban kekuatan batin yang melampaui
manusia.’ “Ada, brahmana, tiga jenis keajaiban ini. Apakah tiga ini?
Keajaiban kekuatan batin, keajaiban membaca pikiran, dan
keajaiban pengajaran.423
(1) “Dan apakah, Brahmana, keajaiban kekuatan batin? Di sini,
seorang bhikkhu mengerahkan berbagai jenis kekuatan batin: dari
satu, ia menjadi banyak; dari banyak, ia menjadi satu; ia muncul
dan lenyap; ia berjalan tanpa terhalangi menembus tembok,
menembus dinding, menembus gunung seolah-olah melewati
ruang kosong; ia menyelam masuk dan keluar dari dalam tanah
seolah-olah di dalam air; ia berjalan di atas air tanpa tenggelam
seolah-olah di atas tanah; dengan duduk bersila, ia terbang di
angkasa bagaikan seekor burung; dengan tangannya ia menyentuh
dan menepuk bulan dan matahari begitu kuat dan perkasa; ia
mengerahkan kemahiran dengan jasmani hingga sejauh alam
brahmā. Ini disebut keajaiban kekuatan batin.Ada, brahmana, tiga jenis keajaiban ini. Apakah tiga ini?
Keajaiban kekuatan batin, keajaiban membaca pikiran, dan
keajaiban pengajaran.423
(1) “Dan apakah, Brahmana, keajaiban kekuatan batin? Di sini,
seorang bhikkhu mengerahkan berbagai jenis kekuatan batin: dari
satu, ia menjadi banyak; dari banyak, ia menjadi satu; ia muncul
dan lenyap; ia berjalan tanpa terhalangi menembus tembok,
menembus dinding, menembus gunung seolah-olah melewati
ruang kosong; ia menyelam masuk dan keluar dari dalam tanah
seolah-olah di dalam air; ia berjalan di atas air tanpa tenggelam
seolah-olah di atas tanah; dengan duduk bersila, ia terbang di
angkasa bagaikan seekor burung; dengan tangannya ia menyentuh
dan menepuk bulan dan matahari begitu kuat dan perkasa; ia
mengerahkan kemahiran dengan jasmani hingga sejauh alam
brahmā. Ini disebut keajaiban kekuatan batin.
(2) “Dan apakah, Brahmana, keajaiban membaca pikiran? Ada
seseorang yang, melalui suatu petunjuk,424 menyatakan: ‘Pikiranmu demikian, demikianlah apa yang engkau pikirkan, pikiranmu dalam
kondisi demikian.’ Dan bahkan jika ia mengucapkan banyak
pernyataan, maka pernyataan-pernyataan itu adalah tepat seperti
itu dan bukan sebaliknya.
“Kemudian, seseorang tidak menyatakan [kondisi pikiran]
dengan berdasarkan suatu petunjuk, [171] tetapi ia mendengarkan
suara orang-orang, makhluk-makhluk tak tampak, atau dewa-dewa
[berbicara] dan kemudian menyatakan: ‘Pikiranmu demikian,
demikianlah apa yang engkau pikirkan, pikiranmu dalam kondisi
demikian.’ Dan bahkan jika ia mengucapkan banyak pernyataan,
maka pernyataan-pernyataan itu adalah tepat seperti itu dan bukan
sebaliknya.Dan bahkan jika ia mengucapkan banyak
pernyataan, maka pernyataan-pernyataan itu adalah tepat seperti
itu dan bukan sebaliknya. Ini disebut keajaiban membaca pikiran.“Dan apakah, para bhikkhu, kebenaran mulia penderitaan?
Kelahiran adalah penderitaan, penuaan adalah penderitaan,
penyakit adalah penderitaan, kematian [177] adalah penderitaan;
dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan kesengsaraan adalah
penderitaan; tidak mendapatkan apa yang diinginkan adalah
penderitaan; singkatnya, kelima kelompok unsur kehidupan yang
tunduk pada kemelekatan adalah penderitaan. Ini disebut
kebenaran mulia penderitaan.mengalihkan
diskusi pada topik yang tidak relevan; [atau] memperlihatkan
kemarahan, kebencian, dan kekesalan; atau duduk berdiam diri,
bingung, membungkuk, putus asa, muram, dan terdiam, persis
seperti Pengembara Sarabha.450.
Marilah, O penduduk Kālāma, jangan menuruti tradisi lisan, ajaran
turun-temurun, kabar angin, kumpulan teks, logika, penalaran,
pertimbangan, dan penerimaan pandangan setelah merenungkan,
pembabar yang tampaknya cukup kompeten, atau karena kalian
berpikir: ‘Petapa itu adalah guru kami.“Para penduduk Kālāma, seseorang yang penuh delusi,
dikendalikan oleh delusi, pikirannya dikuasai oleh delusi, akan
melakukan pembunuhan … dan ia menganjurkan orang lain untuk
melakukan hal serupa. Apakah itu akan mengakibatkan bahaya dan
penderitaan baginya untuk waktu yang lama?”“Para penduduk Kālāma, seseorang yang tanpa kebencian,
tidak dikendalikan oleh kebencian, pikirannya tidak dikuasai oleh
kebencian, tidak akan melakukan pembunuhan … dan ia juga tidak
akan menganjurkan orang lain untuk melakukan hal serupa. Apakah
itu akan mengakibatkan kesejahteraan dan kebahagiaan baginya
untuk waktu yang lama?. ‘Nafsu, teman-teman, adalah kurang tercela tetapi lambat
lenyap; kebencian adalah sangat tercela tetapi cepat lenyap; delusi
adalah sangat tercela dan lambat lenyap.’471.“Para bhikkhu, ada tiga akar tidak bermanfaat ini. Apakah tiga ini?
Akar tidak bermanfaat keserakahan; akar tidak bermanfaat
kebencian; dan akar tidak bermanfaat delusi.jasmani, ucapan, dan pikiran adalah juga tidak bermanfaat.
Ketika seseorang terdelusi, dikendalikan oleh delusi, dengan pikiran
dikuasai oleh delusi, maka ia mengakibatkan penderitaan pada
orang lain dengan alasan palsu.“Misalkan sebatang pohon 473 terlilit dan terselimuti oleh tiga
tanaman rambat māluvā. Pohon itu akan menemui kemalangan,
menemui bencana, menemui kemalangan dan bencana. Demikian
pula, orang seperti itu yang dikendalikan kualitas-kualitas buruk
yang tidak bermanfaat yang muncul dari keserakahan [203] …
muncul dari kebencian … muncul dari delusi, dengan pikiran
dikuasai olehnya, berdiam dalam penderitaan dalam kehidupan ini,
dengan kesusahan, kesedihan, dan demam, dan dengan
hancurnya jasmani, setelah kematian, suatu alam tujuan yang buruk
menantinya. Ini adalah ketiga akar tidak bermanfaat itu.“Demikian pula, para bhikkhu, orang seperti itu, yang telah
meninggalkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang
muncul dari keserakahan … muncul dari kebencian.Pikiran yang kotor dibersihkan melalui usaha.477
Dan bagaimanakah pikiran yang kotor dibersihkan melalui usaha?
Di sini, Visākhā, seorang siswa mulia mengingat Sang Tathāgata
sebagai berikut: ‘Sang Bhagavā adalah seorang Arahant,
tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan sejati dan
perilaku, sempurna menempuh sang jalan, pengenal dunia, pelatih
terbaik bagi orang-orang yang harus dijinakkan, guru para deva dan
manusia, Yang Tercerahkan, Yang Suci.’ Ketika seorang siswa
mulia mengingat Sang Tathāgata, pikirannya menjadi tenang,
kegembiraan muncul, dan kekotoran-kekotoran pikiran ditinggalkan
dengan cara yang sama seperti kepala seseorang, ketika kotor,
dibersihkan melalui usaha.oleh para bijaksana.’ Ketika seorang siswa mulia mengingat
Dhamma, pikirannya menjadi tenang, kegembiraan muncul, dan
kekotoran pikiran [208] ditinggalkan dengan cara yang sama
seperti badan seseorang, ketika kotor, dibersihkan melalui usaha.
Dhamma maka pikirannya
menjadi tenang, kegembiraan muncul, dan kekotoran pikiran
ditinggalkan. Adalah dengan cara ini pikiran yang kotor itu
dibersihkan melalui usaha.Dengan menggunakan panas, larutan
pencuci, kotoran sapi, air, dan usaha tepat oleh orang tersebut.“Dan bagaimanakah, Visākhā, seseorang membersihkan cermin
kotor melalui usaha? Dengan menggunakan minyak, abu, gulungan
kain, dan usaha tepat oleh orang tersebut. Adalah dengan cara ini
cermin kotor dibersihkan melalui usaha. Demikian pula, pikiran yang
kotor dibersihkan melalui usaha. Dan bagaimanakah pikiran yang
kotor dibersihkan melalui usaha? [210] Di sini, Visākhā, seorang
siswa mulia mengingat perilaku bermoralnya sendiri sebagai tidak
rusak … mengarah pada konsentrasi. Ketika seorang siswa mulia
mengingat perilaku bermoralnya sendiri, pikirannya menjadi tenang,
kegembiraan muncul, dan kekotoran pikiran ditinggalkan. Ini
disebut seorang siswa mulia yang menjalankan uposatha perilaku
bermoral, yang berdiam bersama dengan perilaku bermoral, dan
adalah dengan mempertimbangkan perilaku bermoral maka
pikirannya menjadi tenang, kegembiraan muncul, dan kekotoran pikiran ditinggalkan. Adalah dengan cara ini pikiran yang kotor itu
dibersihkan melalui usaha.“Dan bagaimanakah, Visākhā, emas tidak murni dibersihkan
melalui usaha? Dengan menggunakan tungku, garam, kapur
merah, pipa peniup dan jepitan, dan usaha tepat oleh orang
tersebut. Adalah dengan cara ini emas tidak murni dibersihkan
melalui usaha. Demikian pula, pikiran yang kotor dibersihkan melalui
usaha.“Dan bagaimanakah, Visākhā, emas tidak murni dibersihkan
melalui usaha? Dengan menggunakan tungku, garam, kapur
merah, pipa peniup dan jepitan, dan usaha tepat oleh orang
tersebut. Adalah dengan cara ini emas tidak murni dibersihkan
melalui usaha. Demikian pula, pikiran yang kotor dibersihkan melalui usaha.Seseorang tidak boleh membunuh makhluk-makhluk hidup
atau mengambil apa yang tidak diberikan;
ia seharusnya tidak berkata bohong atau meminum minuman
memabukkan; [215]
ia harus menahan diri dari aktivitas seksual, dari ketidak-
sucian;
ia tidak boleh makan di malam hari atau pada waktu yang
tidak tepat.
ia tidak boleh mengenakan kalung bunga atau mengoleskan
wangi-wangian;
ia harus tidur di tempat tidur [yang rendah] atau alas tidur di
lantai;
ini, mereka katakan, adalah uposatha berfaktor delapan
yang dinyatakan oleh Sang Buddha,
yang telah mencapai akhir penderitaan.
Sejauh matahari dan rembulan berputar,
memancarkan cahaya, begitu indah dipandang,
penghalau kegelapan, bergerak di sepanjang cakrawala,
bersinar di angkasa,485 menerangi segala penjuru.
“Demikianlah, Ānanda, bagi makhluk-makhluk yang terhalangi
oleh ketidak-tahuan dan terbelenggu oleh ketagihan, maka kamma
adalah lahannya, kesadaran adalah benihnya, dan ketagihan adalah
kelembaban bagi kesadaran mereka untuk tumbuh di alam tinggi.
Dengan cara inilah terjadi produksi penjelmaan baru di masa
depan.seorang pencapai nibbāna melalui usaha
… seorang pencapai nibbāna tanpa usaha … seorang pencapai
nibbāna ketika mendarat … seorang pencapai nibbāna pada masa
interval.Dengan penuh semangat, kuat, dan bersungguh-sungguh,
meditatif, penuh perhatian, dan indria-indria terjaga,
seseorang harus mempraktikkan moralitas yang lebih tinggi,
pikiran yang lebih tinggi, dan kebijaksanaan yang lebih tinggi.
seperti sebelumnya, demikian pula sesudahnya;
seperti sesudahnya, demikian pula sebelumnya;
seperti di bawah, demikian pula di atas;
seperti di atas, demikian pula di bawah;
seperti siang hari, demikian pula malam hari;
seperti malam hari, demikian pula siang hari;
setelah menguasai segala penjuru,
dengan konsentrasi tanpa batas.
528.Mereka menyebutnya seorang yang berlatih pada sang jalan,
yang perilakunya telah dimurnikan dengan baik.
mereka menyebutnya tercerahkan di dunia,
seorang bijaksana yang telah memenuhi praktik.529
Karena seorang yang terbebaskan oleh hancurnya ketagihan,
dengan lenyapnya kesadaran
kebebasan pikiran
adalah bagaikan padamnya pelita.530.“Para bhikkhu, ambil kasus seorang pedagang domba atau
tukang daging, [252] yang dapat mengeksekusi, memenjarakan,
mendenda, atau setidaknya menghukum seseorang yang mencuri
seekor dombanya tetapi tidak dapat melakukannya kepada orang
lain yang mencuri dombanya.
Semoga aku memahami pikiran dengan nafsu
sebagai pikiran dengan nafsu dan pikiran tanpa nafsu sebagai
pikiran tanpa nafsu; pikiran dengan kebencian sebagai pikiran
dengan kebencian dan pikiran tanpa kebencian sebagai pikiran
tanpa kebencian; pikiran dengan delusi sebagai pikiran dengan
delusi dan pikiran tanpa delusi sebagai pikiran tanpa delusi; pikiran
mengerut sebagai pikiran mengerut dan pikiran kacau sebagai
pikiran kacau; pikiran luhur sebagai pikiran luhur dan pikiran tidak
luhur sebagai pikiran tidak luhur; pikiran yang terlampaui sebagai
pikiran yang terlampaui dan pikiran yang tidak terlampaui sebagai
pikiran yang tidak terlampaui; pikiran terkonsentrasi sebagai pikiran
terkonsentrasi dan pikiran tidak terkonsentrasi sebagai pikiran tidak
terkonsentrasi;Semoga aku, dengan hancurnya noda-noda,
dalam kehidupan ini merealisasikan untuk diriku sendiri dengan
pengetahuan langsung kebebasan pikiran yang tanpa noda,
kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, aku
berdiam di dalamnya,’ ia mampu merealisasikannya, jika ada
landasan yang sesuai.”Tetapi
ketika Aku telah secara langsung mengetahui sebagaimana adanya
kepuasan di dunia sebagai kepuasan, bahaya sebagai bahaya, dan
jalan membebaskan diri darinya sebagai jalan membebaskan diri.(1) dalam disiplin Yang Mulia ini, bernyanyi adalah
meratap. (2) Dalam disiplin Yang Mulia ini, menari adalah kegilaan.
(3) Dalam disiplin Yang Mulia ini, tertawa terbahak-bahak,
memperlihatkan giginya, adalah kekanak-kanakan. Oleh karena itu,
para bhikkhu, sehubungan dengan bernyanyi dan menari [biarlah
terjadi] pembongkaran jembatan. Ketika kalian tersenyum
bergembira dalam Dhamma, kalian hanya boleh memperlihatkan
senyuman.”570.Para bhikkhu, ada tiga hal ini yang memberikan ketidakcukupan
dalam menikmatinya. Apakah tiga ini? (1) Tidak ada kecukupan
dalam menikmati tidur. (2) Tidak ada kecukupan dalam menikmati
minuman keras dan anggur. (3) Tidak ada kecukupan dalam
menikmati hubungan seksual. Tiga hal ini memberikan ketidak-
cukupan dalam menikmatinya.”“Misalkan sebuah rumah beratap lancip yang atap jeraminya
dipasang dengan buruk: maka puncak atap, kasau-kasau, dan
dinding-dinding menjadi tidak terlindungi; puncak atap, kasau-
kasau, dan dinding-dinding menjadi ternoda; puncak atap, kasau-
kasau, dan dinding-dinding menjadi busuk.Keserakahan adalah sebuah penyebab bagi asal-mula
kamma; kebencian adalah sebuah penyebab bagi asal-mula
kamma; delusi adalah sebuah penyebab bagi asal-mula kamma.
Ketika keinginan muncul, ia terbelenggu oleh hal-hal itu. Ketergila-
gilaan pikiran adalah apa yang Kusebut belenggu.Setelah menghindarinya, ia menjadi bosan dalam
pikiran, dan setelah menembusnya dengan kebijaksanaan, ia
melihat. Dengan cara inilah keinginan tidak muncul sehubungan
dengan hal-hal di masa depan yang menjadi landasan bagi
keinginan dan nafsu.Umur kehidupan para deva landasan
kekosongan adalah 60.000 kappa. Kaum duniawi menetap di sana
sepanjang hidupnya, dan ketika ia telah menyelesaikan keseluruhan
umur kehidupan deva itu, ia kemudian pergi ke neraka, ke alam
binatang, atau ke alam hantu sengsara. Tetapi siswa Sang Bhagavā
menetap di sana sepanjang hidupnya, dan ketika ia telah
menyelesaikan keseluruhan umur kehidupan deva itu, ia mencapai
nibbāna akhir di alam kehidupan yang sama itu. Ini adalah
perbedaan, disparitas, kesenjangan antara siswa mulia yang
terpelajar dan kaum duniawi yang tidak terpelajar, yaitu, ketika ada
alam tujuan masa depan dan kelahiran kembali.“Dan apakah keberhasilan dalam perilaku bermoral? Di sini,
seseorang menghindari membunuh, menghindari mengambil apa
yang tidak diberikan, menghindari melakukan perbuatan seksual
yang salah, menghindari kebohongan, menghindari ucapan
memecah belah, menghindari berbicara kasar, dan menghindari
bergosip. Ini disebut keberhasilan dalam perilaku bermoral.Kegagalan
dalam perilaku bermoral, kegagalan dalam pikiran, dan kegagalan
dalam pandangan.Karena kegagalan
dalam pandangan, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian,
makhluk-makhluk terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan
yang buruk, di alam rendah, di neraka.memakan makanan itu
dengan terikat padanya, tergila-gila padanya, secara membuta
terserap di dalamnya, tidak melihat bahaya di dalamnya dan tidak
memahami jalan membebaskan diri darinya. Ia memikirkan pikiran
indria sehubungan dengannya; ia memikirkan pikiran berniat buruk.
“Kerinduan, bhikkhu, adalah apa yang dimaksudkan dengan
‘kotoran.’ (2) Niat buruk adalah ‘bau busuk.’ (3) Pikiran-pikiran
buruk yang tidak bermanfaat adalah ‘lalat-lalat’. Adalah tidak dapat
dihindarkan, bhikkhu, bahwa lalat-lalat akan mengejar dan
menyerang seseorang yang mengotori dirinya sendiri dan ternoda
oleh bau busuk.” [281].Lalat-lalat – pikiran-pikiran yang berdasarkan pada nafsu –
akan berlari mengejar seseorang
yang tidak terkendali dalam organ-organ indria,
tidak terjaga dalam mata dan telinga.
Seorang bhikkhu yang kotor,
ternoda oleh bau busuk,
adalah jauh dari nibbāna
dan hanya memetik kesusahan.
Apakah di desa atau di hutan,
orang dungu yang tidak bijaksana,
karena tidak memperoleh kedamaian bagi dirinya sendiri,
bepergian diikuti lalat-lalat.597
Tetapi mereka yang sempurna dalam perilaku bermoral
yang bersenang dalam kebijaksanaan dan kedamaian,mereka yang damai itu hidup dengan bahagia,
setelah menghancurkan lalat-lalat.598.Anuruddha merealisasikan untuk dirinya sendiri
dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini,
kesempurnaan kehidupan spiritual yang tidak terlampaui yang
karenanya anggota-anggota keluarga dengan benar pergi
meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju
kehidupan tanpa rumah,Para
perempuan berkembang ketika tersembunyi, bukan ketika
terungkap.
599 (2) Himne-himne para brahmana berkembang ketika
tersembunyi, bukan [283] ketika terungkap. (3) Dan pandangan pandangan salah berkembang ketika tersembunyi, bukan ketika
terungkap. Ini adalah ketiga hal yang berkembang ketika
tersembunyi, bukan ketika terungkap.seorang bhikkhu adalah layak menerima
pemberian, layak menerima keramahan, layak menerima
persembahan, layak menerima penghormatan, lahan jasa yang
tidak taranya bagi dunia. Apakah tiga ini? Di sini, seorang bhikkhu
adalah seorang penembak jarak jauh, seorang penembak-tepat,
dan seorang yang membelah tubuh besar.Dhamma
dan disiplin, ia menjawabnya dan tidak bimbang. Ini, Aku katakan,
adalah keindahannya. Dan ia memperoleh jubah … dan
perlengkapan bagi yang sakit. Ini, Aku katakan, adalah proporsinya
yang benar. Dengan cara inilah seseorang yang seperti anak kuda
liar yang memiliki kecepatan, keindahan, dan proporsi yang benar.
“Ini, para bhikkhu, adalah ketiga jenis orang itu yang seperti anak
kuda liar.”.sini, dengan kehancuran sepenuhnya
kelima belenggu yang lebih rendah, seorang bhikkhu menjadi
seorang yang terlahir secara spontan.kebebasan pikiran yang tanpa noda,
kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia
berdiam di dalamnya. Ini.seorang bhikkhu
adalah yang terbaik di antara para deva dan manusia: seorang yang
telah mencapai akhir tertinggi, telah memenangkan keamanan
tertinggi dari belenggu, telah menjalani kehidupan spiritual tertinggi,
dan telah memperoleh kesempurnaan tertinggi. Apakah tiga ini?
[292] (1) Keajaiban kekuatan batin, (2) keajaiban membaca pikiran,
dan (3) keajaiban mengajar.“aroma tubuh perempuan adalah memuakkan (duggandha),
tetapi apa yang dimaksudkan di sini adalah bau-bauan yang berasal
dari tubuhnya karena salep, dan sebagainya.”
19 Mp: “Rasa kecapan perempuan adalah rasa kecapan bibirnya,
ludahnya, dan sebagainya, dan rasa kecapan bubur, nasi, dan
sebagainya yang ia berikan kepada suaminya. Banyak makhluk yang
menemui bencana setelah menerima kemanisan dari seorang
perempuan.kelima objek kenikmatan indria. Keinginan,
menginginkan, keinginan kuat, nafsu, kegemaran, kegemaran batin,
ini disebut keinginan kuat.”Ia adalah putra seorang perempuan yang menjadi bhikkhunī tanpa
menyadari bahwa ia sedang hamil. Ia meninggalkan keduniawian.Buddha, tetapi hal ini harus terjadi dalam kehidupan mendatang,
setelah ia telah mengalami perubahan jenis kelamin. Pernyataan ini
tidak diragukan telah diformulasikan dalam konteks kebudayaan India
pada masa itu, yang selalu menyerahkan posisi yang berkuasa
kepada para laki-laki.“membual, ucapan kosong,” dan
ukkācitavinīta sebagai “terlatih dalam ucapan kosong.” Saya
menggunakan “pembicaraan omong-kosong” daripada “ucapan
kosong,” karena ucapan yang dianggap layak di sini pastilah ucapan
tentang kekosongan.Karena kadang-kadang mereka mengalami keberuntungan, kadang-
kadang mereka mengalami kamma [menyakitkan] mereka; mereka
mengalami campuran kenikmatan dan kesakitan.kaum duniawi yang buta dan dungu adalah
muncul dari keserakahan, kebencian, dan delusi – apakah kamma
yang dirancang itu kecil atau besar – harus dialami di sini (idh’eva taṃ
vedaniyaṃ), yaitu, harus dialami oleh si dungu itu di sini dalam
penjelmaannya yang ini (idha sake attabhāveyeva); ini berarti bahwa
kamma itu matang dalam penjelmaan individunya itu.bagi seorang
yang melakukan perbuatan jahat, maka tidak ada tempat di dunia ini
yang dapat disebut ‘tersembunyi.’”
Sang Buddha
menantang kaum Nigaṇṭha dengan argumen lain melawan tesis
mereka bahwa semua perasaan adalah disebabkan oleh kamma
masa lalu.menjelaskan bahwa ia telah diminta oleh para pengembara dalam
komunitasnya untuk menerima penahbisan dari para bhikkhu,
mempelajari rahasia keberhasilan mereka (yang mereka percaya sebagai sejenis sihir yang mereka gunakan untuk menarik pengikut),
dan kemudian kembali dan membaginya kepada mereka.karena
dikuasai oleh kemarahan dan keangkuhan, akan dengan tidak masuk
akal memperlihatkan permusuhan dan ketidak-sabaran, atau (;)
akan dengan diam memendam rasa malu, kepalanya tertunduk,
merefleksikan secara diam-diam.”
“Seperti
halnya seorang perempuan yang berusaha untuk bersuara seperti
laki-laki tetapi hanya menghasilkan suara perempuan.Aku selalu memiliki cinta dan belas kasihan kepada seluruh
dunia. Pikiranku tidak kejam pada makhluk-makhluk hidup; tanpa
noda, gembira dan bahagia.”pikiran terkonsentrasi yang telah mencapai delapan kualitas: yaitu, (1)
murni, (2) bersih, (3) tanpa noda, (4) bebas dari kekotoran, (5) lunak,
(6) dapat diarahkan, (7) kokoh, dan (8) mencapai ketanpa-gangguan.
Dengan kata lain, ini mengatakan, “terkonsentrasi” dapat dianggap
sebagai kualitas pertama dan “kokoh dan mencapai ketanpa-
gangguan” secara bersama-sama merupakan yang ke delapan.kamma sendiri menentukan [umur
kehidupan]; seseorang akan menderita di sana hingga kammanya
habis. Hal yang sama berlaku untuk keempat alam sengsara. Kamma
juga menentukan umur kehidupan para deva bumi.Bagi para siswa mulia yang
terlahir kembali di antara sembilan alam brahma, kelahiran kembali
dapat terjadi di sana [di alam yang sama] atau di alam yang lebih
tinggi, tetapi tidak di alam yang lebih rendah. Tetapi kaum duniawi
mungkin terlahir kembali di alam yang sama, di alam yang lebih tinggi,
atau di alam yang lebih rendah. Para siswa mulia di lima alam murni
dan empat alam tanpa bentuk mungkin terlahir kembali di alam yang
sama atau di alam yang lebih tinggi. Seorang yang-tidak-kembali
yang terlahir kembali di alam jhāna pertama memurnikan sembilan
alam brahma dan mencapai nibbāna akhir sewaktu berdiam di
puncaknya. Tiga alam deva yang disebut ‘kondisi penjelmaan yang
terbaik’: alam berbuah besar (vehapphala), Akaniṭṭha, dan landasan
bukan-persepsi-juga-bukan-bukan-persepsi. Para yang-tidak-
kembali yang terlahir di ketiga kondisi ini tidak naik lebih tinggi, juga
tidak turun lebih rendah, melainkan mencapai nibbāna akhir di sana.”Anuguttara Nikaya 565.Ee menggabungkan masing-masing pasang sutta ini, berturut-turut
berdasarkan kualitas yang mengarah menuju neraka, dan menuju
surga, ke dalam satu sutta, dan dengan demikian menghitung
sepuluh sutta (153-62, dalam penomorannya). Ce dan Be, yang saya
ikuti, menomori masing-masing pasangan sutta yang berlawanan
secara terpisah dan dengan demikian menghitung dua puluh sutta.Konsentrasi sang jalan, karena dicapai melalui pandangan terang,
maka disebut tanpa keinginan; dan konsentrasi buah, karena dicapai
melalui jalan ini, juga disebut tanpa keinginan. (2) Melalui kualitas:
Konsentrasi sang jalan adalah kosong karena kosong dari nafsu, dan
seterusnya; tanpa gambaran karena gambaran-gambaran nafsu, dan
seterusnya, tidak ada; dan tanpa keinginan karena keinginan-
keinginan yang disebabkan oleh nafsu, dan seterusnya, tidak ada. (3)
Melalui objek: Nibbāna adalah kekosongan karena kosong dari nafsu,
dan seterusnya; tanpa gambaran dan tanpa keinginan, karena tanpa
gambaran nafsu, dan seterusnya, dan tanpa keinginan yang
disebabkan oleh nafsu, dan seterusnya.” Vism 657,13-259,10, Ppn
21.66-73, membahas ketiga “gerbang menuju kebebasan”
(vimuttimukha) dengan ketiga nama yang sama.“Perilaku bermoral, konsentrasi, kebijaksanaan,
dan kebebasan yang tidak terlampaui:
hal-hal ini Gotama yang termasyhur
telah dipahami oleh diriNya sendiri
“Setelah secara langsung mengetahui hal-hal ini,
Sang Buddha mengajarkan Dhamma kepada para bhikkhu.
Sang Guru, sang pembuat-akhir penderitaan,
Seorang dengan Penglihatan, telah mencapai nibbāna.”4.“Para bhikkhu, dengan memiliki empat kualitas, orang dungu, yang
tidak kompeten, dan jahat, mempertahankan dirinya dalam kondisi.celaka dan terluka; ia tercela [3] dan dicela oleh para bijaksana; dan
ia menghasilkan banyak keburukan. Apakah empat ini?
(1) “Tanpa menyelidiki dan tanpa memeriksa, ia memuji seorang
yang layak dicela. (2) Tanpa menyelidiki dan tanpa memeriksa, ia
mencela seorang yan70g layak dipuji. (3) Tanpa menyelidiki dan
tanpa memeriksa, ia mempercayai sesuatu yang mencurigakan. (4)
Tanpa menyelidiki dan tanpa memeriksa, ia mencurigai sesuatu
yang seharusnya dipercaya.Dengan memiliki keempat kualitas ini,
orang dungu, yang tidak kompeten, dan jahat, mempertahankan
dirinya dalam kondisi celaka dan terluka; ia tercela dan dicela oleh
para bijaksana; dan ia menghasilkan banyak keburukan.
(1)Dengan berperilaku buruk terhadap ibunya, si dungu, yang
tidak kompeten, dan jahat mempertahankan dirinya dalam kondisi
celaka dan terluka; ia tercela dan dicela oleh para bijaksana; dan ia
menghasilkan banyak keburukan. (2) Dengan berperilaku buruk
terhadap ayahnya … (3) Dengan berperilaku buruk terhadap Sang
Tathāgata … (4) Dengan berperilaku buruk terhadap seorang siswa
Sang Tathāgata … Dengan berperilaku buruk terhadap keempat
orang ini, si dungu, yang tidak kompeten, dan jahat,
mempertahankan dirinya dalam kondisi celaka dan terluka; ia
tercela dan dicela oleh para bijaksana; dan ia menghasilkan banyak keburukan.
Seorang yang berperilaku buruk
terhadap ibu dan ayahnya,
terhadap Sang Tathāgata yang tercerahkan,
atau terhadap siswaNya, [5]
menghasilkan banyak keburukan.
Karena perilaku yang tidak baik itu
terhadap ibu dan ayahnya,
para bijaksana mengkritiknya di sini dalam kehidupan ini
dan setelah kematian ia pergi ke alam sengsara.
Seorang yang berperilaku baik
terhadap ibu dan ayahnya,
terhadap Sang Tathāgata yang tercerahkan,
atau terhadap siswaNya,
menghasilkan banyak jasa.
Karena perilaku yang baik itu
terhadap ibu dan ayahnya,
para bijaksana memujinya di sini dalam kehidupan ini
dan setelah kematian ia bergembira di alam surga.10.(1) “Dan apakah orang yang mengikuti arus? Di sini, seseorang
menikmati kenikmatan indria dan melakukan perbuatan-perbuatan
buruk. Ini disebut orang yang mengikuti arus.
(2) “Dan apakah orang yang melawan arus? Di sini, seseorang
tidak menikmati kenikmatan indria atau melakukan perbuatan-
perbuatan buruk. Bahkan dengan kesakitan dan kesedihan.menangis dengan wajah basah oleh air mata, ia menjalani
kehidupan spiritual yang lengkap dan murni. Ini disebut orang yang
melawan arus.
(3) “Dan apakah orang yang kokoh dalam pikiran? Di sini,
dengan hancurnya kelima belenggu yang lebih rendah, seseorang
terlahir spontan, pasti mencapai nibbāna di sana tanpa pernah
kembali dari alam itu. Ini disebut orang yang kokoh dalam pikiran.
(4) “Dan apakah orang yang telah menyeberang dan sampai di
seberang, sang brahmana yang berdiri di atas tanah yang tinggi?
[6] Di sini, dengan hancurnya noda-noda, seseorang telah
merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung,
dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda,
kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia
berdiam di dalamnya.Orang-orang itu yang tidak terkendali dalam kenikmatan
indria,
tidak bebas dari nafsu, menikmati kenikmatan indria di sini,
berulang-ulang kembali pada12 kelahiran dan penuaan,
“orang-orang yang mengikuti arus” tenggelam dalam
ketagihan
Oleh karena itu seorang bijaksana dengan perhatian
ditegakkan,
dengan tidak mendekati kenikmatan indria dan perbuatan
buruk,
harus meninggalkan kenikmatan indria walaupun
menyakitkan:
mereka menyebut orang ini “orang yang melawan arus.”
Orang yang telah meninggalkan lima kekotoran,
seorang yang masih berlatih yang telah terpenuhi,13 tidak
mungkin mundur.“Para bhikkhu, ada empat jenis orang ini terdapat di dunia. Apakah
empat ini? Orang yang sedikit belajar yang tidak bersungguh-
sungguh pada apa yang telah ia pelajari; orang yang sedikit belajar
yang bersungguh-sungguh pada apa yang telah ia pelajari; orang
yang banyak belajar yang tidak bersungguh-sungguh pada apa
yang telah ia pelajari; orang yang banyak belajar yang bersungguh-
sungguh pada apa yang telah ia pelajari.
“Dan bagaimanakah orang yang sedikit belajar yang tidak
bersungguh-sungguh pada apa yang telah ia pelajari? [7] Di sini,
seseorang telah mempelajari sedikit – yaitu, khotbah-khotbah,
campuran prosa dan syair, penjelasan-penjelasan, syair-syair,
ucapan-ucapan inspiratif, kutipan-kutipan, kisah-kisah kelahiran,
kisah-kisah menakjubkan, dan pertanyaan-dan-jawaban14 - tetapi ia
tidak memahami makna dari apa yang telah ia pelajari; ia tidak
memahami Dhamma; dan ia tidak berlatih sesuai Dhamma.
Demikianlah orang yang sedikit belajar yang tidak bersungguh-
sungguh pada apa yang telah ia pelajari.
(2) “Dan bagaimanakah orang yang sedikit belajar yang
bersungguh-sungguh pada apa yang telah ia pelajari? Di sini,
seseorang telah mempelajari sedikit – yaitu, khotbah-khotbah …
pertanyaan-dan-jawaban – tetapi setelah memahami makna dari
apa yang telah ia pelajari, dan setelah memahami Dhamma, ia
berlatih sesuai Dhamma. Demikianlah orang yang sedikit belajar
yang bersungguh-sungguh pada apa yang telah ia pelajari.
(3) “Dan bagaimanakah orang yang banyak belajar yang tidak
bersungguh-sungguh pada apa yang telah ia pelajari? Di sini,.
Jika seseorang sedikit belajar
dan tidak kokoh dalam moralitas,
mereka mengkritiknya dalam kedua hal,
perilaku bermoral dan pembelajaran.
Jika seseorang sedikit belajar
namun kokoh dengan baik dalam moralitas,
mereka memujinya atas perilaku bermoralnya;
pembelajarannya telah berhasil.15
Jika seseorang banyak belajar
namun tidak kokoh dalam moralitas,
mereka mengkritiknya atas ketiadaan moralitasnya;
pembelajarannya belum berhasil. [8]
Jika seseorang banyak belajar
dan kokoh dengan baik dalam moralitas,
mereka memujinya dalam kedua hal,
perilaku bermoral dan pembelajaran.
Ketika seorang siswa Sang Buddha banyak belajar,
seorang ahli Dhamma, memiliki kebijaksanaan,.bagaikan kepingan uang yang terbuat dari emas gunung
yang dihaluskan,
siapakah yang pantas mencelanya?
Bahkan para deva memuji orang demikian;
Brahmā juga memujinya.seorang bhikkhu karena jubah, makanan, tempat tinggal, atau demi
kehidupan di sini atau di tempat lain.19 Ini adalah keempat cara itu di
mana ketagihan muncul pada seorang bhikkhu.”
Dengan
“Jika seorang bhikkhu telah bebas dari kerinduan dan niat
buruk ketika sedang berdiri … (3) Jika seorang bhikkhu telah bebas
dari kerinduan dan niat buruk ketika sedang duduk … [15] … (4)
Jika seorang bhikkhu telah bebas dari kerinduan dan niat buruk
ketika sedang berbaring terjaga; jika ia telah meninggalkan
ketumpulan dan kantuk, kegelisahan dan penyesalan, dan keragu-
raguan; jika kegigihannya telah dibangkitkan tanpa mengendur; jika
perhatiannya telah ditegakkan dan tidak kacau; jika jasmaninya
tenang dan tidak terganggu; jika pikirannya terkonsentrasi dan
terpusat, maka bhikkhu itu dikatakan sebagai tekun dan takut akan
perbuatan salah; ia terus-menerus dan tanpa henti penuh
semangat dan bersungguh-sungguh sewaktu sedang berbaring
terjaga.”Mengendalikan dan meninggalkan,
mengembangkan dan melindungi:
keempat usaha ini diajarkan
oleh kerabat Matahari.
Melalui cara-cara ini seorang bhikkhu yang tekun di sini
dapat mencapai hancurnya penderitaan.Si dungu dengan pikiran resah35
yang banyak membicarakan ucapan-ucapan tanpa tujuan,
pikirannya kacau,
bersenang dalam ajaran yang buruk,
menganut pandangan sesat, tidak sopan,
adalah jauh dari status seorang sesepuh.
Tetapi seorang yang sempurna dalam moralitas,
terpelajar dan melihat,
terkendali oleh diri sendiri dalam faktor-faktor kekokohan,yang dengan jelas melihat makna dengan kebijaksanaan;
yang melampaui segala fenomena,
tidak mandul, melihat;36
Yang telah meninggalkan kelahiran dan kematian,
sempurna dalam kehidupan spiritual,
padanya tidak ada noda-noda –
ia adalah seorang yang Kusebut sesepuh.
Dengan hancurnya noda-noda
seorang bhikkhu disebut sesepuh.
Ketika seseorang puas dengan apa yang tanpa cela,
barang sepele dan mudah diperoleh;
ketika pikirannya tidak tertekan
karena tempat tinggal,
jubah, minuman, dan makanan,
maka ia tidak terhalangi di mana pun.59
Kualitas-kualitas ini, dinyatakan dengan benar
agar sesuai dengan kehidupan pertapaan,
diperoleh oleh seorang bhikkhu60
yang puas dan waspada.“Setelah memahami ketinggian dan kerendahan dunia,
ia tidak terganggu oleh apa pun di dunia. [46]
Damai, tanpa asap, tidak terganggu, tanpa keinginan,
ia telah, Aku katakan, menyeberangi kelahiran dan
penuaan.Orang bijaksana menghindari apa yang membahayakan,
dan mengambil apa yang bermanfaat.
Dengan sampai pada apa yang bermanfaat,
yang kokoh dikatakan sebagai bijaksana.“Di masa lampau, Bhante, aku adalah seorang petapa bernama
Rohitassa, putra Bhoja, seorang yang memiliki kekuatan batin,
mampu melakukan perjalanan di angkasa. Kecepatanku adalah
bagaikan sebatang anak panah ringan yang dengan mudah
ditembakkan oleh seorang pemanah berbusur kokoh107 - seorang
yang terlatih, terampil, dan berpengalaman108 - melintasi bayangan pohon lontar. Langkahku adalah sedemikian sehingga dapat
mencapai dari samudra timur hingga samudra barat. Kemudian,
ketika aku memiliki kecepatan dan langkah demikian, suatu
keinginan muncul padaku: ‘Aku akan mencapai akhir dunia dengan
melakukan perjalanan.’ Dengan memiliki umur kehidupan selama
seratus tahun, hidup selama seratus tahun, Aku melakukan
perjalanan selama seratus tahun tanpa henti kecuali untuk makan,
minum, mengunyah, dan mengecap, untuk buang air besar dan air
kecil, dan untuk menghalau kelelahan dengan tidur; namun aku
mati dalam perjalanan itu tanpa mencapai akhir dunia.“Kemudian, seorang siswa mulia memiliki perilaku bermoral
yang disukai para mulia, yang tidak rusak, tanpa cacat, tanpa noda,
[57] tanpa bercak, membebaskan, dipuji oleh para bijaksana, tidak
dicengkeram, mengarah pada konsentrasi. Ini adalah arus jasa ke
empat …
“Ini adalah empat arus jasa, arus yang bermanfaat, makanan
bagi kebahagiaan – surgawi, matang dalam kebahagiaan,
mengarah menuju surga – yang mengarah pada apa yang
diharapkan, diinginkan, dan menyenangkan, yang mengarah pada
kesejahteraan dan kebahagiaan seseorang.Ketika keduanya tidak bermoral,
kikir dan kasar,
suami dan istri
hidup bersama sebagai orang-orang malang.
Sang suami tidak bermoral,kikir dan kasar,
tetapi istrinya bermoral,
murah hati, dermawan.
Ia adalah deva perempuan yang hidup
bersama dengan suami malang.
Sang suami adalah bermoral,
murah hati, dermawan,
tetapi istrinya tidak bermoral,
kikir dan kasar.
Ia adalah seorang malang yang hidup
bersama dengan suami deva.
Suami dan istri keduanya memiliki keyakinan,
murah hati dan terkendali oleh diri sendiri,
menjalani hidup mereka dengan kebaikan,
saling menyapa satu sama lain dengan kata-kata yang
menyenangkan.
Maka banyak manfaat mendatangi mereka
dan mereka berdiam dengan nyaman.
Musuh-musuh mereka menjadi kecewa
ketika keduanya setara dalam moralitas.
Setelah mempraktikkan Dhamma di sini,
dalam perilaku bermoral dan pelaksanaan yang sama,
bergembira [setelah kematian] di alam deva,
mereka bersukacita, menikmati kenikmatan-kenikmatan.“Dan apakah kesempurnaan dalam kebijaksanaan? [67] Jika
seseorang berdiam dengan pikiran dikuasai oleh kerinduan dan
keserakahan yang tidak selayaknya, maka ia melakukan apa yang seharusnya dihindari dan mengabaikan tugasnya, sehingga
kemasyhuran dan kebahagiaannya menjadi rusak. Jika ia berdiam
dengan pikiran dikuasai oleh niat buruk … oleh ketumpulan dan
kantuk … oleh kegelisahan dan penyesalan … oleh keragu-raguan,
maka ia melakukan apa yang seharusnya dihindari dan
mengabaikan tugasnya, sehingga kemasyhuran dan
kebahagiaannya menjadi rusak.Makhluk-makhluk terpikat oleh hal-hal yang menggoda,
mencari kesenangan dalam apa pun yang menyenangkan,
makhluk-makhluk rendah terikat oleh delusi,139
mengencangkan ikatan mereka.
Si dungu bepergian
menciptakan kamma tidak bermanfaat
yang timbul dari nafsu, kebencian, dan delusi:
perbuatan-perbuatan menyusahkan yang menghasilkan
penderitaan.Apakah empat
ini? Seorang yang menghargai kemarahan, bukan Dhamma sejati;
seorang yang menghargai sikap merendahkan, bukan Dhamma
sejati; seorang yang menghargai perolehan, bukan Dhamma sejati;
seorang yang menghargai kehormatan,hancurnya tiga belenggu dan melemahnya
keserakahan, kebencian, dan delusi,
“Para bhikkhu, ada empat jenis orang ini terdapat di dunia. Apakah
empat ini? Asura dengan pengikut para asura, asura dengan
pengikut para deva, deva dengan pengikut para asura, dan deva
dengan pengikut para deva.“Para bhikkhu, ada empat jenis orang ini terdapat di dunia. Apakah
empat ini? (1) Di sini, seseorang memperoleh ketenangan pikiran
internal tetapi tidak memperoleh kebijaksanaan pandangan terang
yang lebih tinggi ke dalam fenomena-fenomena.170 (2) Seseorang
lainnya memperoleh kebijaksanaan pandangan terang yang lebih
tinggi ke dalam fenomena-fenomena tetapi tidak memperoleh
ketenangan pikiran internal. (3) Seseorang lainnya lagi tidak
memperoleh ketenangan pikiran internal juga tidak memperoleh
kebijaksanaan pandangan terang yang lebih tinggi ke dalam
fenomena-fenomena. (4) Dan seorang lainnya lagi memperoleh
ketenangan pikiran internal serta memperoleh kebijaksanaan
pandangan terang yang lebih tinggi ke dalam fenomena-fenomena.
Ini adalah keempat jenis orang itu yang terdapat di dunia.”Awan dengan petir tetapi tanpa hujan; awan dengan hujan tetapi
tanpa petir; awan yang tanpa petir juga tanpa hujan; dan awan
dengan petir juga dengan hujan. Ini adalah keempat jenis awan itu.
Demikian pula, ada empat jenis orang ini yang serupa dengan
awan-awan itu terdapat di dunia.
Kendi
yang kosong dan tertutup; kendi yang penuh dan terbuka; kendi
yang kosong dan terbuka, dan kendi yang penuh dan tertutup. Ini
adalah keempat jenis kendi itu. Di sini, seorang bhikkhu dengan sabar
menahankan dingin dan panas; lapar dan haus; kontak dengan
lalat, nyamuk, angin, panas matahari, dan ular-ular; ucapan-ucapan
yang kasar dan menghina; [118] ia mampu menahankan perasaan
jasmani yang muncul yang menyakitkan, menyiksa, tajam,
menusuk, mengerikan, tidak menyenangkan, melemahkan vitalitas
seseorang. Dengan cara inilah seorang bhikkhu adalah seorang
yang dengan sabar menahankan.
“Tinggalkanlah perbuatan buruk melalui jasmani dan
kembangkanlah perbuatan baik melalui jasmani; jangan lengah
dalam hal ini. (2) Tinggalkanlah perbuatan buruk melalui ucapan dan
kembangkanlah perbuatan baik melalui ucapan; jangan lengah
dalam hal ini. (3) Tinggalkanlah perbuatan buruk melalui pikiran dan
kembangkanlah perbuatan baik melalui pikiran; jangan lengah
dalam hal ini. (4) Tinggalkanlah pandangan salah dan
kembangkanlah pandangan benar; jangan lengah dalam hal ini.
[120].wilayah kegelapan dengan kegelapan
yang tak tertembus di mana cahaya matahari dan rembulan, yang
begitu kuat dan perkasa, tidak dapat menjangkaunya.“Ketika dikatakan: ‘Tubuh ini berasal mula dari ketagihan;
dengan bergantung pada ketagihan, maka ketagihan harus
ditinggalkan,“Tubuh ini, Saudari, berasal-mula dari hubungan seksual,
tetapi sehubungan dengan hubungan seksual Sang Bhagavā telah
menyatakan pembongkaran jembatan.”229
Kemudian bhikkhunī itu bangkit dari tempat tidurnya, merapikan
jubah atasnya di satu bahunya, dan setelah bersujud dengan
kepalanya di kaki Yang Mulia Ānanda, ia berkata kepada Yang
Mulia Ānanda: “Bhante, aku telah melakukan pelanggaran karena
aku telah bersikap secara begitu dungu, bodoh, dan tidak terampil
seperti yang telah kulakukan. Bhante, sudilah Guru Ānanda
menerima pelanggaranku yang terlihat demikian demi pengendalian
di masa depan.”“Ketika dikatakan: ‘Tubuh ini, Saudari, berasal-mula dari
makanan; dengan bergantung pada makanan, maka makanan
harus ditinggalkan.Apakah empat ini? (1)
Praktik yang menyakitkan dengan pengetahuan langsung yang
lambat; (2) praktik yang menyakitkan dengan pengetahuan
langsung yang cepat; (3) praktik yang menyenangkan dengan
pengetahuan langsung yang lambat; dan (4) praktik yang
menyenangkan dengan pengetahuan langsung yang cepat.
Ia
berdiam dengan bergantung pada kelima kekuatan seorang yang
masih berlatih: kekuatan keyakinan, kekuatan rasa malu, kekuatan
rasa takut, [151] kekuatan kegigihan, dan kekuatan
kebijaksanaan. 235.Di sini, seseorang secara alami sangat
rentan terhadap nafsu … kebencian … delusi dan sering
mengalami kesakitan dan kesedihan yang ditimbulkan oleh delusi.
Kelima indria ini secara menonjol muncul dalam dirinya:.Ia
berdiam dengan bergantung pada kelima kekuatan seorang yang
masih berlatih: kekuatan keyakinan, kekuatan rasa malu, kekuatan
rasa takut, [151] kekuatan kegigihan, dan kekuatan
kebijaksanaan.kekuatan seorang yang masih berlatih: kekuatan keyakinan,
kekuatan rasa malu, kekuatan rasa takut, kekuatan kegigihan, dan
kekuatan kebijaksanaan. Kelima indria ini secara menonjol muncul
dalam dirinya: indria keyakinan, kegigihan, perhatian, konsentrasi,
dan kebijaksanaan. Karena kelima indria ini menonjol, maka ia
mencapai nibbāna melalui pengerahan usaha dalam kehidupan ini.
Ini adalah bagaimana seseorang mencapai nibbāna melalui
pengerahan usaha dalam kehidupan ini.Di sini, seseorang yang tidak hampa dari nafsu, keinginan,
[174] kasih sayang, dahaga, hasrat, dan ketagihan pada
kenikmatan-kenikmatan indria. Ketika ia mengalami sakit keras dan
melemahkan, ia berpikir: ‘Aduh, kenikmatan-kenikmatan indria yang
kusayangi akan meninggalkanku, dan aku akan harus
meninggalkan kenikmatan-kenikmatan indria itu.’ Ia berdukacita,
merana, dan meratap; ia menangis sambil memukul dadanya dan
menjadi kebingungan. Ini adalah seorang yang tunduk pada
kematian yang gentar dan takut pada kematian.
1.Guru Gotama, dapatkah seorang yang jahat mengenali
seorang yang jahat: ‘Orang ini adalah seorang yang jahat’?”
“Adalah, brahmana, tidak mungkin dan tidak terbayangkan
bahwa seorang yang jahat dapat mengenali seorang yang jahat:
‘Orang ini adalah seorang yang jahat.’”
(2) “Dapatkah seorang yang jahat mengenali seorang yang baik:
‘Orang ini adalah seorang yang baik’?”
“Adalah tidak mungkin dan tidak terbayangkan bahwa seorang
yang jahat dapat mengenali seorang yang baik: ‘Orang ini adalah
seorang baik.’”
(3) “Dapatkah seorang yang baik mengenali seorang yang baik:
‘Orang ini adalah seorang yang baik’?”
“Adalah mungkin bahwa seorang yang baik dapat mengenali
seorang yang baik: ‘Orang ini adalah seorang yang baik.’”
(4) “Dapatkah seorang yang baik mengenali seorang yang jahat:
‘Orang ini adalah seorang yang jahat’?”
“Adalah mungkin bahwa seorang yang baik dapat mengenali
seorang yang jahat: ‘Orang ini adalah seorang yang jahat.’”(4) Dan mengapakah beberapa
di antaranya (i) berpenampilan baik, menarik, dan anggun, memiliki
kecantikan luar biasa; (ii) kaya, dengan banyak kekayaan dan harta;
dan (iii) berpengaruh?”
(1) “Di sini, Mallikā, (i) seorang perempuan rentan terhadap
kemarahan dan mudah gusar. Bahkan jika dikritik sedikit ia akan
kehilangan kesabaran dan menjadi jengkel, melawan, dan keras
kepala; ia memperlihatkan kemarahan, kebencian, dan kekesalan.
(ii) Ia tidak memberikan benda-benda kepada para petapa dan
brahmana: makanan dan minuman; pakaian dan kendaraan; kalung
bunga, wangi-wangian, dan salep; tempat tidur, tempat tinggal,dan penerangan. (iii) Dan ia iri, seorang yang iri-hati, kesal, dan
marah akan perolehan, kehormatan, penghargaan, pemujaan, dan
penyembahan yang diberikan kepada orang lain. “Dan perempuan lainnya lagi (i) tidak rentan terhadap
kemarahan dan tidak mudah gusar … (ii) Dan ia memberikan
benda-benda kepada para petapa dan brahmana … (iii) Dan ia
tanpa sifat iri, seorang yang tidak iri-hati, tidak kesal, atau marah
akan perolehan, kehormatan, penghargaan, pemujaan, dan
penyembahan yang diberikan kepada orang lain. Ketika ia
meninggal dunia dari keadaan itu, jika ia kembali ke dunia ini, maka di mana pun ia terlahir kembali (i) ia akan berpenampilan baik,
menarik, dan anggun, memiliki kecantikan luar biasa; (ii) kaya,
dengan banyak kekayaan dan harta; dan (iii) berpengaruh.“Setelah meninggalkan keduniawian demikian dan memiliki
latihan dan gaya hidup para bhikkhu, setelah meninggalkan
pembunuhan, ia menghindari pembunuhan; dengan tongkat
pemukul dan senjata di singkirkan, berhati-hati dan bersikap baik, ia
berdiam dengan berbelas kasihan terhadap semua makhluk hidup.
Setelah meninggalkan mengambil apa yang tidak diberikan, ia
menghindari mengambil apa yang tidak diberikan; [209] mengambil
hanya apa yang diberikan, mengharapkan hanya apa yang
diberikan, dan berdiam dengan jujur tanpa pikiran mencuri. Setelah
meninggalkan aktivitas seksual, ia menjalankan hidup selibat, hidup
terpisah, menghindari hubungan seksual, praktik orang-orang
biasa.Kasih sayang dilahirkan dari kasih sayang; kebencian dilahirkan dari
kasih sayang; kasih sayang dilahirkan dari kebencian; dan
kebencian dilahirkan dari kebencian.Seorang yang memiliki keyakinan, bermoral, dan memiliki
rasa malu dan rasa takut …”
(1)Mereka tidak mencari apa yang telah hilang;
(2) mereka tidak
memperbaiki apa yang telah usang; (3) mereka menikmati makan
dan minum secara berlebihan; atau (4) mereka menunjuk seorang
perempuan atau laki-laki tidak bermoral sebagai pemimpin mereka.
3) Empat Landasan Kekuatan Batin
“Para bhikkhu, demi pengetahuan langsung pada nafsu, maka
empat hal harus dikembangkan. Apakah empat ini? (1) Di sini,
seorang bhikkhu mengembangkan landasan kekuatan batin yang
memiliki konsentrasi yang dihasilkan dari keinginan dan aktivitas
berusaha. (2) Ia mengembangkan landasan kekuatan batin yang
memiliki konsentrasi yang dihasilkan dari kegigihan … (3) … yang
memiliki konsentrasi yang dihasilkan dari pikiran … (4) … yang
memiliki konsentrasi yang dihasilkan dari penyelidikan dan aktivitas
berusaha. Demi pengetahuan langsung pada nafsu, maka keempat
hal ini harus dikembangkan.”
(1) Di sini, seorang
bhikkhu berdiam dengan merenungkan jasmani di dalam jasmani
… (2) … perasaan di dalam perasaan … (3) … pikiran di dalam
pikiran … (4) … fenomena di dalam fenomena, tekun, memahami
dengan jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan kerinduan
dan kesedihan sehubungan dengan dunia. “Ketagihan disebut yang menjerat (jālinī) karena seperti jaring.
Karena sebuah jaring dijahit kencang menjadi satu dan secara
menyeluruh saling terjalin, demikian pula ketagihan. Atau disebut
yang menjerat karena jaring ini ditebarkan di seluruh tiga alam
kehidupan. Saṅghādisesa adalah kelompok pelanggaran terberat ke dua. Untuk
para bhikkhu, kelompok ini termasuk dengan sengaja mengeluarkan
mani, menyentuh perempuan dengan pikiran bernafsu, berbicara
cabul dengan perempuan, dan memfitnah seorang bhikkhu bermoral
telah melakukan pelanggaran pārājika.Kekuatan keyakinan, kekuatan rasa malu,
kekuatan rasa takut, kekuatan kegigihan, dan kekuatan
kebijaksanaan. Ini adalah kelima kekuatan dari seorang yang masih
berlatih itu. kekuatan kebijaksanaan adalah yang terunggul, kekuatan yang
mempertahankan kekuatan-kekuatan lainnya pada posisinya,
kekuatan yang menyatukannya.
3 (3) Secara Ringkas
“Para bhikkhu, ada lima kekuatan ini. Apakah lima ini? Kekuatan
keyakinan, kekuatan kegigihan, kekuatan perhatian, kekuatan
konsentrasi, dan kekuatan kebijaksanaan. Ini adalah kelima
kekuatan itu.sini, seorang
bhikkhu tidak sempurna dalam perilaku bermoral dan juga tidak
mendorong orang lain agar menjadi sempurna dalam perilaku
bermoral; (2) ia sendiri tidak sempurna dalam konsentrasi dan juga
tidak mendorong orang lain agar menjadi sempurna dalam
konsentrasi; (3) ia sendiri tidak sempurna dalam kebijaksanaan dan
juga tidak mendorong orang lain agar menjadi sempurna dalam
kebijaksanaan; (4) ia sendiri tidak sempurna dalam kebebasan dan
juga tidak mendorong orang lain agar menjadi sempurna dalam
kebebasan; (5) ia sendiri tidak sempurna dalam pengetahuan dan
penglihatan pada kebebasan dan juga tidak mendorong orang lain
agar menjadi sempurna dalam pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan.“Jika ia menghendaki: ‘Semoga aku mengerahkan berbagai jenis
kekuatan batin: [29] dari satu, semoga aku menjadi banyak; dari
banyak … [di sini dan di bawah seperti pada 5:23] … semoga aku
mengerahkan kemahiran dengan jasmani hingga sejauh alam
brahmā,’ ia mampu merealisasikannya, jika ada landasan yang
sesuai.
“Jika ia menghendaki: ‘Semoga aku, dengan elemen telinga
dewa, yang murni dan melampaui manusia, mendengar kedua jenis
suara, surgawi dan manusia, yang jauh maupun dekat,’ ia mampu
merealisasikannya, jika ada landasan yang sesuai.
“Jika ia menghendaki: ‘Semoga aku memahami pikiran makhluk-
makhluk dan orang-orang lain, setelah melingkupi mereka dengan
pikiranku sendiri. Semoga aku memahami … pikiran tidak
terbebaskan sebagai pikiran tidak terbebaskan,’ ia mampu
merealisasikannya, jika ada landasan yang sesuai.
“Jika ia menghendaki: ‘Semoga aku mengingat banyak
kehidupan lampau … dengan aspek-aspek dan rinciannya,’ ia
mampu merealisasikannya, jika ada landasan yang sesuai.
“Jika ia menghendaki: ‘Semoga aku, dengan mata dewa, yang
murni dan melampaui manusia, melihat makhluk-makhluk
meninggal dunia dan terlahir kembali … dan memahami bagaimana
makhluk-makhluk mengembara sesuai kamma mereka,’ ia mampu
merealisasikannya, jika ada landasan yang sesuai.
“Jika ia menghendaki: ‘Semoga aku, dengan hancurnya noda-
noda, dalam kehidupan ini merealisasikan untuk diriku sendiri
dengan pengetahuan langsung kebebasan pikiran yang tanpa
noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya,
aku berdiam di dalamnya,’ ia mampu merealisasikannya, jika ada
landasan yang sesuai.”(1) Keinginan indria adalah sebuah halangan, sebuah rintangan,
sebuah beban pikiran, sebuah kondisi yang melemahkan
kebijaksanaan. (2) Niat buruk … (3) Ketumpulan dan kantuk … (4)
Kegelisahan dan penyesalan … (5) Keragu-raguan adalah sebuah
halangan, sebuah rintangan, sebuah beban pikiran, sebuah kondisi
yang melemahkan kebijaksanaan. Ini adalah kelima halangan,
rintangan, beban pikiran, kondisi-kondisi yang melemahkan
kebijaksanaan itu.“Para bhikkhu, sewaktu berjalan, seorang perempuan
menguasai pikiran seorang laki-laki; sewaktu berdiri … sewaktu
duduk … sewaktu berbaring … sewaktu tertawa … sewaktu
berbicara … sewaktu bernyanyi … sewaktu menangis seorang
perempuan menguasai pikiran seorang laki-laki. Ketika
membengkak, 79 juga seorang perempuan menguasai pikiran
seorang laki-laki. Bahkan ketika mati, seorang perempuan
menguasai pikiran seorang laki-laki. Jika, para bhikkhu, seseorang
dapat dengan benar mengatakan tentang sesuatu: ‘Keseluruhan
jerat Māra,’ adalah sehubungan dengan para perempuan hal ini
dikatakan.”80 [69].Apakah lima ini? Di
sini, seorang bhikkhu berdiam dengan merenungkan ketidak-
menarikan jasmani, mempersepsikan kejijikan pada makanan,
mempersepsikan ketidak-senangan pada seluruh dunia,
merenungkan ketidak-kekalan dalam segala fenomena terkondisi;
dan ia telah menegakkan dengan baik persepsi kematian secara
internal. Kelima hal ini, ketika dikembangkan dan dilatih, akan
memiliki kebebasan pikiran sebagai buahnya, kebebasan pikiran
sebagai buah dan manfaatnya; kelima hal ini memiliki kebebasan
melalui kebijaksanaan sebagai buahnya, kebebasan melalui
kebijaksanaan sebagai buah dan manfaatnya.Di suatu desa atau pemukiman terdapat
seorang perempuan atau gadis yang cantik, menarik, anggun,
memiliki kecantikan luar biasa.’ Setelah mendengar hal ini, ia
merosot, terperosok, tidak dapat menahan dirinya, dan tidak dapat
mempertahankan kehidupan spiritual. Ia mengungkapkan
kelemahannya dalam latihan, meninggalkan latihan, dan kembali
kepada kehidupan rendah. Ini adalah awan debu dalam hal ini. Aku
katakan bahwa orang ini adalah serupa dengan prajurit yang, ketika
ia melihat awan debu, merosot, terperosok, tidak dapat menahan
dirinya, dan tidak dapat memasuki pertempuran. Ada, para
bhikkhu, orang seperti demikian di sini. Ini adalah orang jenis
pertama yang serupa dengan seorang prajurit yang terdapat di
antara para bhikkhu.Dengan pikirannya
diserang oleh nafsu, ia melakukan hubungan seksual tanpa
mengungkapkan kelemahannya dan tanpa meninggalkan latihan.
Orang ini, Aku katakan, adalah serupa dengan prajurit yang
mengambil pedang dan perisai, mempersenjatai dirinya dengan
busur dan anak panah, dan memasuki medan perang. Ia berjuang
dan mengerahkan usahanya dalam pertempuran, tetapi lawannya
membunuhnya dan menewaskannya. Ada, para bhikkhu, orang
seperti demikian di sini. Ini adalah orang jenis pertama yang serupa
dengan seorang prajurit yang terdapat di antara para bhikkhu.
‘Teman, Sang Bhagavā telah menyatakan bahwa kenikmatan-
kenikmatan indria memberikan sedikit kepuasan, banyak
penderitaan dan kesengsaraan, dan bahwa bahaya di dalamnya
lebih banyak lagi. 108 Dengan perumpamaan tulang-belulang Sang
Bhagavā telah menyatakan bahwa kenikmatan-kenikmatan indria
memberikan sedikit kepuasan, banyak penderitaan dan
kesengsaraan, dan bahwa bahaya di dalamnya lebih banyak lagi.
Dengan perumpamaan sepotong daging … dengan perumpamaan
obor rumput … dengan perumpamaan lubang bara api … dengan
perumpamaan mimpi … dengan perumpamaan barang-barang
pinjaman … dengan perumpamaan buah-buahan di atas pohon …
dengan perumpamaan pisau dan papan pemotong tukang daging.
Apakah lima ini? (1) Ia penuh nafsu terhadap apa yang merangsang
nafsu; (2) ia penuh kebencian terhadap apa yang merangsang
kebencian; (3) ia terdelusi oleh apa yang mendelusikan; (4) ia
bergejolak oleh apa yang menggejolakkan; (5) dan ia dimabukkan
oleh apa yang memabukkan. Dengan memiliki kelima kualitas ini,
seorang bhikkhu senior tidak disukai dan tidak disenangi oleh teman-temannya para bhikkhu, dan tidak dihormati serta tidak
dihargai oleh mereka.“Para bhikkhu, kelima kualitas ini mengarah menuju ketidak-
munduran seorang bhikkhu yang masih berlatih. Apakah lima ini?
Ketidak-senangan dalam bekerja, ketidak-senangan dalam
berbicara, ketidak-senangan dalam tidur, dan ketidak-senangan
dalam kumpulan; dan ia meninjau kembali sejauh mana pikirannya
terbebaskan. Kelima kualitas ini mengarah menuju ketidak-
munduran seorang bhikkhu yang masih berlatih.”123.“Para bhikkhu, kelima kualitas ini mengarah menuju kemunduran
seorang bhikkhu yang masih berlatih. Apakah lima ini? Kesenangan
dalam bekerja, kesenangan dalam berbicara, kesenangan dalam
tidur, dan kesenangan dalam kumpulan; dan ia tidak meninjau
kembali sejauh mana pikirannya terbebaskan.122 Kelima kualitas ini
mengarah menuju kemunduran seorang bhikkhu yang masih
berlatih.
“Para bhikkhu, ada lima luka ini yang tidak dapat disembuhkan155
mengarah menuju alam sengsara, yang mengarah menuju neraka.
Apakah lima ini? Seseorang membunuh ibunya; ia membunuh
ayahnya; ia membunuh seorang Arahant; dengan pikiran kebencian
ia melukai Sang Tathāgata hingga berdarah; ia memecah belah
Saṅgha. Ini adalah kelima luka itu yang tidak dapat disembuhkan yang mengarah menuju alam sengsara, yang mengarah menuju
neraka.” [147].“Dan demi manfaat apakah seorang bhikkhu harus berdiam
dengan mempersepsikan ketidak-jijikan dalam apa yang
menjijikkan? ‘Semoga tidak ada kebencian yang muncul padaku
terhadap hal-hal yang merangsang kebencian!’: demi manfaat inilah
seorang bhikkhu harus berdiam dengan mempersepsikan ketidak-
jijikan di dalam apa yang menjijikkan.“Para bhikkhu, kelima hal ini mengarah pada ketidak-munduran
seorang bhikkhu yang terbebaskan sementara. Apakah lima ini?.Tidak bersenang-senang dalam pekerjaan, tidak bersenang-senang
dalam pembicaraan, tidak bersenang-senang dalam tidur, tidak
bersenang-senang dalam kumpulan; dan ia meninjau kembali
sejauh mana pikirannya terbebaskan. Kelima hal ini mengarah pada
ketidak-munduran seorang bhikkhu yang terbebaskan sementara.”“Kemudian, para bhikkhu senior hidup mewah dan menjadi
mengendur, menjadi pelopor dalam kemerosotan, mengabaikan
tugas keterasingan; mereka tidak membangkitkan kegigihan untuk
mencapai apa-yang-belum-dicapai, untuk memperoleh apa-yang-
belum-diperoleh, untuk merealisasikan apa-yang-belum-
direalisasikan. [Mereka dalam] generasi berikutnya mengikuti
teladan mereka. Mereka juga, hidup mewah dan menjadi
mengendur, menjadi pelopor dalam kemerosotan, mengabaikan
tugas keterasingan; seseorang yang bijaksana tidak menjadi kehilangan kesabaran dan
tidak menjadi jengkel, melawan, dan keras kepala; ia tidak
memperlihatkan kemarahan, kebencian, dan kekesalan. begitu muncul, adalah
sulit dihilangkan. Kebencian … Delusi … Kearifan … Desakan untuk
melakukan perjalanan, begitu muncul, adalah sulit dihilangkan.
Kelima hal ini, begitu muncul, adalah sulit dihilangkan.” (1) Seseorang mengajukan pertanyaan
kepada orang lain karena ketumpulan dan kebodohannya; (2)
seseorang dengan keinginan jahat, didorong oleh keinginan,
mengajukan pertanyaan kepada orang lain; [192] (3) seseorang
mengajukan pertanyaan kepada orang lain sebagai cara untuk
mencemooh [orang itu]; (4) seseorang mengajukan pertanyaan
kepada orang lain karena ia ingin belajar; (5) atau seseorang
mengajukan pertanyaan kepada orang lain dengan pikiran: ‘Jika,
ketika ia ditanya olehku, ia menjawab dengan benar, maka itu
bagus; tetapi jika ia tidak menjawab dengan benar, maka aku akan
memberikan penjelasan yang benar kepadanya.’ “Ada, Bhante, orang-orang yang hampa dari keyakinan yang
telah meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga
menuju kehidupan tanpa rumah, bukan [199] karena keyakinan
melainkan menghendaki pencarian penghidupan; mereka licik,
munafik, penipu, gelisah, pongah, tinggi hati, banyak berbicara,
mengoceh tanpa arah dalam pembicaraan mereka, tidak menjaga
pintu-pintu indria mereka, makan berlebihan, tidak menekuni
keawasan, tidak mempedulikan kehidupan pertapaan, tidak
menghormati latihan, hidup mewah dan mengendur, para pelopor
dalam kemerosotan, mengabaikan tugas keterasingan, malas,
hampa dari kegigihan, berpikiran kacau, tidak memiliki pemahaman
jernih, tidak terkonsentrasi, dengan pikiran mengembara, tidak
bijaksana, bodoh. Ketika aku berbicara kepada mereka seperti
demikian, mereka tidak dengan hormat menerima apa yang aku
katakan.“Para bhikkhu, seorang umat awam seharusnya tidak terlibat dalam
kelima jenis perdagangan ini. Apakah lima ini? Berdagang senjata,
berdagang makhluk-makhluk hidup, berdagang daging, berdagang
minuman memabukkan, dan berdagang racun. seorang umat
awam seharusnya tidak terlibat dalam kelima jenis perdagangan
ini.”
apakah hitam, putih, merah, atau keemasan,
bebercak, sewarna, atau berwarna-merpati,
sapi jinak dilahirkan,
yang dapat mengangkat beban,
memiliki kekuatan, berjalan dengan kecepatan baik.
mereka mengikatkan beban hanya padanya;
Mereka tidak peduli pada warnanya.
“Kemudian Gavesī mendatangi kelima ratus umat awam itu dan
berkata kepada mereka: ‘Mulai hari ini, kalian harus menganggapku
sebagai seorang yang makan satu kali sehari, menghindari makan
malam, menghindari makan di luar waktu yang tepat.Seorang yang menjadi penghuni hutan karena ketumpulan dan
kebodohannya; (2) seorang yang menjadi penghuni hutan karena ia
memiliki keinginan jahat, karena ia didorong oleh keinginan;206 (3)
seorang yang menjadi penghuni hutan karena ia gila dan pikirannya
terganggu; (4) seorang yang menjadi penghuni hutan, [dengan
berpikir]: ‘Hal ini dipuji oleh para Buddha dan para siswa Buddha’;
(5) dan seorang yang menjadi penghuni hutan demi keinginan yang
sedikit, demi kepuasan, demi melenyapkan [kekotoran-kekotoran],
demi keterasingan, demi kesederhanaan. Ini adalah kelima jenis
penghuni hutan itu. Seorang yang menjadi penghuni hutan demi
keinginan yang sedikit, demi kepuasan, demi melenyapkan
[kekotoran], demi keterasingan, demi kesederhanaan, adalah yang
terunggul, terbaik, terkemuka, tertinggi, dan yang terutama di
antara kelima jenis penghuni hutan ini.“Dan mengapakah, Doṇa, brahmana itu tidak melakukan
hubungan seksual dengan perempuan hamil? Karena, jika ia
melakukan hubungan seksual dengan perempuan hamil, maka bayi
kecil itu akan dilahirkan dengan sangat kotor; oleh karena itu ia
tidak melakukan hubungan seksual dengan perempuan hamil. Dan
mengapakah ia tidak melakukan hubungan seksual dengan
perempuan yang menyusui? Karena jika ia melakukan hubungan
seksual dengan perempuan yang menyusui, maka bayi kecil itu
akan meminum kembali zat menjijikkan itu;214 oleh karena itu ia tidak
melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang menyusui.
seseorang berdiam dengan pikiran yang dikuasai dan ditindas oleh
keragu-raguan, dan ia tidak memahami sebagaimana adanya jalan
membebaskan diri dari keragu-raguan yang telah muncul, maka
pada saat itu ia tidak mengetahui dan tidak melihat sebagaimana
adanya kebaikannya sendiri, Gotama adalah yang terbaik
di antara para deva dan manusia”
“Bagaikan seseorang yang mendekati sepotong kayu
cendana, apakah cendana kuning atau cendana merah, akan
menikmati aroma yang harum dan murni di mana pun ia
menciumnya, apakah di bagian bawah, di tengah, atau di atas [238]
; demikian pula, tuan, apa pun yang didengar seseorang dari
Dhamma Guru Gotama – apakah khotbah-khotbah, campuran
prosa dan syair, penjelasan-penjelasan, atau kisah-kisah
menakjubkan – ia akan memperoleh kegirangan dan kegembiraan.Pada saat itu lima ratus orang
Licchavi sedang mengunjungi Sang Bhagavā. Beberapa Licchavi
berwarna biru, dengan kulit biru, berpakaian biru, memakai
perhiasan biru. Beberapa Licchavi berwarna kuning, dengan kulit
kuning, berpakaian kuning, memakai perhiasan kuning. Beberapa
Licchavi berwarna merah, dengan kulit merah, berpakaian merah,
memakai perhiasan merah. Beberapa Licchavi berwarna putih,
dengan kulit putih, berpakaian putih, memakai perhiasan putih.
Namun Sang Bhagavā lebih cemerlang daripada mereka semua
dalam hal keindahan dan keagungan.ada lima manfaat bubur beras ini. Apakah lima ini?
Menenangkan lapar, menghilangkan haus, menenangkan angin,
membersihkan kandung kemih, dan membantu mencerna sisa-sisa
makanan yang belum dicerna. Ini adalah kelima manfaat bubur
beras itu.”08 (8) Menyikat
“Para bhikkhu, ada lima bahaya dalam tidak menyikat gigi. 243
Apakah lima ini? Tidak baik di mata; napasnya bau; pucuk
pengecap tidak bersih; empedu dan dahak membungkus
makanan; dan makanannya tidak sesuai baginya. Ini adalah kelima
bahaya dalam tidak menyikat gigi.
“Para bhikkhu, ada lima manfaat dalam menyikat gigi. Apakah
lima ini? Baik di mata; napasnya tidak bau; pucuk pengecap bersih;
empedu dan dahak tidak membungkus makanan; dan makanannya
sesuai baginya. Ini adalah kelima manfaat dalam menyikat gigi.”
[251].“Para bhikkhu, ada lima bahaya ini dalam melafalkan Dhamma
dengan intonasi yang ditarik, menyerupai lagu.244 Apakah lima ini?
(1) Seseorang menjadi tergila-gila pada intonasinya sendiri. (2)
Orang lain menjadi tergila-gila pada intonasinya. (3) Para perumah
tangga mengeluhkan: ‘Seperti halnya kita menyanyi, demikian pula,
para petapa yang mengikuti putra Sakya ini.’ (4) Terjadi gangguan
konsentrasi pada seseorang yang menginginkan intonasi yang lebih
baik. (5) [Mereka dalam] generasi berikutnya mengikuti teladannya.
Ini adalah kelima bahaya dalam melafalkan Dhamma dengan
intonasi yang ditarik, menyerupai lagu.Para bhikkhu, ada lima bahaya bagi seseorang yang jatuh terlelap
dengan pikiran kacau, tanpa pemahaman jernih.245 Apakah lima ini?
Ia tidak tidur nyenyak; ia terjaga dalam keadaan tidak bahagia; ia
bermimpi buruk; para dewata tidak melindunginya; dan ia
mengeluarkan mani. Ini adalah kelima bahaya bagi seseorang yang
jatuh terlelap dengan pikiran kacau, tanpa pemahaman jernih.“Para bhikkhu, ada lima bahaya bagi seseorang yang banyak
berbicara. Apakah lima ini? Ia berbohong; ia memecah-belah; ia
berkata kasar; ia bergosip; dengan hancurnya jasmani, setelah
kematian, ia terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan yang
buruk, di alam rendah, di neraka. Ini adalah kelima bahaya itu bagi
seseorang yang banyak berbicara.
seseorang yang banyak berbicara.
“Para bhikkhu, ada lima manfaat bagi seseorang yang bijak
berbicara. Apakah lima ini? Ia tidak berbohong; ia tidak memecah-
belah; ia tidak berkata kasar; ia tidak bergosip; dengan hancurnya
jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di alam tujuan yang
baik, di alam surga. Ini adalah kelima manfaat itu bagi seseorang
yang bijak berbicara.”“Para bhikkhu, ada lima manfaat ini jika menetap selama waktu
yang seimbang [di tempat yang sama]. Apakah lima ini? (1)
Seseorang tidak memiliki dan tidak mengumpulkan banyak benda;
(2) ia tidak memiliki dan tidak mengumpulkan banyak obat-obatan;
(3) ia tidak melakukan banyak tugas dan pekerjaan dan tidak
menjadi kompeten dalam berbagai hal yang harus dilakukan; (4) ia
tidak membentuk keterikatan dengan para perumah tangga dan
kaum monastik dalam cara yang tidak selayaknya seperti halnya
umat awam; dan (5) ketika ia meninggalkan vihara itu, ia pergi tanpa
kecemasan. Ini adalah kelima manfaat itu jika menetap selama
waktu yang seimbang [di tempat yang sama].”“Para bhikkhu, ada lima bahaya ini jika menetap terlalu lama [di
tempat yang sama]. Apakah lima ini? Seseorang menjadi kikir
sehubungan dengan tempat-tempat tinggal, kikir sehubungan
dengan keluarga-keluarga, kikir sehubungan dengan perolehan,
kikir sehubungan dengan pujian, dan kikir sehubungan dengan
Dhamma. Ini adalah kelima bahaya itu jika menetap terlalu lama [di
tempat yang sama].a bhikkhu, ada lima bahaya dalam kekayaan ini. Apakah lima
ini? Dimiliki bersama dengan api, air, raja-raja, pencuri-pencuri, dan
pewaris yang tidak disukai. Ini adalah kelima bahaya dalam
kekayaan itu.
“Para bhikkhu, ada lima manfaat dalam kekayaan ini. Apakah
lima ini? Dengan kekayaan, (1) seseorang membahagiakan dirinya
sendiri dan bersenang dan secara benar mempertahankan dirinya
dalam kebahagiaan; (2) ia membahagiakan orangtuanya dan
bersenang dan secara benar mempertahankan orangtuanya dalam
kebahagiaan; (3) ia membahagiakan istri dan anak-anaknya, para
budak, pekerja, dan pelayannya dan bersenang dan secara benar
mempertahankan mereka dalam kebahagiaan; (4) ia
membahagiakan teman-teman dan kerabatnya dan bersenang dan secara benar mempertahankan mereka dalam kebahagiaan; (5) ia
memberikan persembahan yang lebih tinggi kepada para petapa
dan brahmana yang surgawi, menghasilkan kebahagiaan, dan
mengarah menuju surga. Ini adalah kelima manfaat dalam kekayaan
itu.” [260].“Para bhikkhu, ada lima bahaya ini pada ular hitam. Apakah lima
ini? Tidak murni, berbau-busuk, menakutkan, berbahaya, dan
mengkhianati temannya. Ini adalah kelima bahaya pada ular hitam
itu. Demikian pula, ada lima bahaya pada perempuan. Apakah lima
ini? Mereka tidak murni, berbau-busuk, menakutkan, berbahaya,dan mengkhianati temannya. Ini adalah kelima bahaya pada
perempuan.”256.“Para bhikkhu, ada lima bahaya ini pada ular hitam. Apakah lima
ini? Ganas, bersikap bermusuhan, berbisa mematikan, berlidah
bercabang, dan mengkhianati teman-temannya. [261] Ini adalah
kelima bahaya pada ular hitam itu. Demikian pula, ada lima bahaya
pada perempuan. Apakah lima ini? Mereka ganas, bersikap
bermusuhan, berbisa mematikan, berlidah bercabang, dan
mengkhianati teman-temannya.
“Para bhikkhu, ini adalah bagaimana para perempuan berbisa
mematikan: sebagian besar di antara mereka bernafsu besar. Ini
adalah bagaimana para perempuan berlidah bercabang: sebagian
besar di antara mereka mengucapkan kata-kata yang memecah-
belah. Ini adalah bagaimana para perempuan mengkhianati teman-
temannya: sebagian besar di antara mereka berselingkuh. Ini
adalah kelima bahaya pada perempuan.”257.(1) Ia kikir sehubungan dengan tempat-tempat tinggal. (2)
Ia kikir sehubungan dengan keluarga-keluarga. (3) Ia kikir
sehubungan dengan perolehan. (4) Ia kikir sehubungan dengan
pujian. (5) Ia menghambur-hamburkan pemberian yang diberikan
dengan penuh keyakinan. Dengan memiliki kelima kualitas ini,
seorang bhikkhu tuan rumah ditempatkan di neraka seolah-olah
dibawa ke sana.(1) Seseorang menyalahkan diri sendiri. memasuki jalan yang salah karena kebencian; ia memasuki jalan
yang salah karena delusi; ia memasuki jalan yang salah karena
ketakutan; ia tidak mengetahui [makanan] yang mana yang telah
dibagikan dan yang mana yang belum dibagikan. Seseorang yang
memiliki kelima kualitas ini tidak boleh ditunjuk sebagai seorang
petugas pembagi makanan.“Para bhikkhu, jika seseorang yang memiliki lima kualitas
ditunjuk sebagai seorang petugas pembagi makanan, maka ia tidak
boleh diutus. 269 Apakah lima ini? Ia memasuki jalan yang salah
karena keinginan … ia tidak mengetahui [makanan] yang mana
yang telah dibagikan dan yang mana yang belum dibagikan. Jika
seseorang yang memiliki kelima kualitas ini ditunjuk sebagai
seorang petugas pembagi makanan, maka ia tidak boleh diutus.Di sini, seekor kuda yang baik yang
berdarah murni milik seorang raja dengan sabar menahankan
bentuk-bentuk, dengan sabar menahankan suara-suara, dengan
sabar menahankan bau-bauan, dengan sabar menahankan rasa-
rasa kecapan, dengan sabar menahankan objek-objek sentuhan,
dan memiliki keindahan. Dengan memiliki keenam faktor ini, seekor
kuda kerajaan yang baik yang berdarah murni adalah layak menjadi
milik seorang raja, perlengkapan seorang raja, dan dianggap
sebagai satu faktor kerajaan.
280.sebagai kendaraan dan landasan, menjalankannya,
memperkuatnya, dan dengan benar melakukannya, namun [291]
niat buruk masih menguasai pikirannya. Tidak ada kemungkinan
seperti itu. Karena ini, teman, adalah jalan membebaskan diri dari
niat buruk, yaitu, kebebasan pikiran melalui cinta kasih.
“Di sini, (1) seorang bhikkhu tidak bersenang-senang dalam
pekerjaan, tidak bergembira dalam pekerjaan, tidak menikmati
kesenangan dalam pekerjaan; (2) ia tidak bersenang-senang dalam
berbicara, tidak bergembira dalam berbicara, tidak menikmati
kesenangan dalam berbicara; (3) ia tidak bersenang-senang dalam
tidur, tidak bergembira dalam tidur, tidak menikmati kesenangan
dalam tidur; (4) ia tidak bersenang-senang dalam kumpulan, tidak
bergembira dalam kumpulan, tidak menikmati kesenangan dalam.
Oleh karena itu, perumah tangga, jangan meninggal dunia
dengan penuh kecemasan. Meninggal dunia dengan penuh
kecemasan adalah menyakitkan. Meninggal dunia dengan penuh
kecemasan telah dicela oleh Sang Bhagavā.kenikmatan kelambanan, kenikmatan tidur; seorang yang tidak
menjaga pintu-pintu indria, yang makan berlebihan,Kemudian, Bhante, seorang bhikkhu memeriksa jasmani ini
ke atas dari telapak kaki, ke bawah dari ujung rambut, terbungkus
oleh kulit, penuh dengan kotoran: ‘Ada dalam tubuh ini rambut
kepala, bulu badan, kuku, gigi, kulit, daging, urat, tulang, sumsum,
ginjal, jantung, hati, selaput dada, limpa, paru-paru, usus, selaput
pengikat organ dalam tubuh, lambung, kotoran, empedu, dahak,
nanah, darah, keringat, lemak, air mata, minyak, ludah, ingus,
cairan sendi, air kencing.’ Subjek pengingatan ini, jika
dikembangkan dan dilatih dengan cara ini, akan mengarah menuju
ditinggalkannya nafsu indriawi.“Para bhikkhu, enam kualitas ini mengarah menuju ketidak-
munduran seorang bhikkhu yang masih berlatih. Apakah enam ini?
Tidak bersenang-senang dalam pekerjaan, tidak bersenang-senang
dalam berbicara, tidak bersenang-senang dalam tidur, tidak
bersenang-senang dalam kumpulan, menjaga pintu-pintu indria,
dan makan secukupnya. Keenam kualitas ini mengarah menuju
ketidak-munduran seorang bhikkhu yang masih berlatih.“Kemudian, seorang bhikkhu adalah seorang yang
merendahkan dan kurang ajar … (3) … bersikap iri dan kikir … (4)
… licik dan munafik … (5) … seorang yang memiliki keinginan jahat
dan pandangan salah … (6) … seorang yang melekat pada
pandangannya sendiri, menggenggamnya dengan erat, dan
melepaskannya dengan susah-payah.(1) Keserakahan adalah satu penyebab bagi asal-
mula kamma; (2) kebencian adalah satu penyebab bagi asal-mula
kamma; (3) delusi adalah satu penyebab bagi asal-mula kamma.
ara nāga agung akan mengenali nāga
yang diajarkan oleh sang nāga.354
“Hampa dari nafsu, hampa dari kebencian,
hampa dari delusi, tanpa noda,
sang nāga, meninggalkan jasmaniNya,
tanpa noda, padam sepenuhnya.
indria, maka kemiskinan adalah penderitaan di dunia;
berhutang adalah penderitaan di dunia; kewajiban membayar
bunga adalah penderitaan di dunia; ditegur adalah penderitaan di
dunia; gugatan adalah penderitaan di dunia; dan penjara adalah
penderitaan di dunia.jasa ini meningkat melalui kedermawanan.369
Demikian pula, dalam disiplin Yang Mulia,
seorang yang memiliki keyakinan kokoh,
yang memiliki rasa malu dan rasa takut terhadap kesalahan,Ketika ada kebencian
dalam dirimu … (3) … delusi dalam dirimu … (4) … suatu keadaan
yang berhubungan dengan keserakahan dalam dirimu376 … (5) …
suatu keadaan yang berhubungan dengan kebencian dalam dirimu
… (6) … suatu keadaan yang berhubungan dengan delusi dalam
dirimu, apakah engkau mengetahui:
seorang yang memiliki pengetahuan dan penglihatan pada segala
sesuatu sebagaimana adanya, maka (5) kekecewaan dan
kebosanan memiliki penyebab terdekatnya. Ketika ada kekecewaan
dan kebosanan, pada seorang yang memiliki kekecewaan dan
kebosanan, maka (6) pengetahuan dan penglihatan pada
kebebasan memiliki penyebab terdekatnya.“Misalkan ada sebatang pohon yang memiliki dahan-dahan dan
dedaunan. Maka tunasnya tumbuh sempurna; kulit kayunya, kayu
lunaknya, dan inti kayunya juga tumbuh sempurna. Demikian pula,
ketika ada pengendalian atas organ-organ indria, pada seorang
yang mengerahkan pengendalian atas organ-organ indria, maka
perilaku bermoral memiliki penyebab terdekatnya. Ketika ada
perilaku bermoral … maka pengetahuan dan penglihatan pada
kebebasan memiliki penyebab terdekatnya.” [361].“Kekayaan, brahmana, adalah tujuan kaum khattiya; pencarian
mereka adalah kebijaksanaan; penyokong mereka adalah kekuatan;
mereka berfokus pada teritori; dan tujuan akhir mereka adalah
kekuasaan.”seorang yang tidak hampa dari nafsu pada kenikmatan indria,
yang kelima indrianya lemah:
keyakinan, perhatian, kegigihan,
ketenangan, dan pandangan terang.
Jika seseorang menyerang seorang bhikkhu demikian,
maka ia membahayakan dirinya sendiri;
kemudian, setelah membahayakan dirinya sendiri,
selanjutnya ia membahayakan orang lain.
Ketika seseorang melindungi dirinya sendiri,
maka orang lain juga terlindungi.
oleh karena itu seseorang harus melindungi dirinya sendiri;
orang bijaksana selalu tidak terluka.
ata:
“Bhante, Pūraṇa Kassapa menggambarkan enam kelompok:405
kelompok hitam, kelompok biru, kelompok merah, kelompok
kuning, kelompok putih, dan kelompok putih yang tertinggi.
“Ia menggambarkan kelompok hitam sebagai para penjagal
domba, babi, unggas, dan rusa; para pemburu dan nelayan; para
pencuri, algojo, dan sipir penjara; atau mereka yang mengerjakan
pekerjaan-pekerjaan kejam lainnya.
“Ia menggambarkan kelompok biru sebagai para bhikkhu yang
hidup dari duri-duri406 atau yang lainnya yang menganut doktrin
kamma, doktrin efektivitas perbuatan-perbuatan.
“Ia menggambarkan kelompok merah sebagai para Nigaṇṭha
[384] yang mengenakan satu jubah.
“Ia menggambarkan kelompok kuning sebagai para umat awam
berjubah putih dari para petapa telanjang.
“Ia menggambarkan kelompok putih sebagai para Ājīvaka laki-
laki dan perempuan.“Ia menggambarkan kelompok putih yang tertinggi sebagai
Nanda Vaccha, Kisa Saṅkicca, dan Makkhali Gosāla.“Dan apakah, Ānanda, enam kelompok ini? (1) Di sini, seseorang
dari kelompok hitam menghasilkan keadaan hitam. (2) Seseorang
dari kelompok hitam menghasilkan keadaan putih. (3) Seseorang
dari kelompok hitam menghasilkan nibbāna, 407 yang tidak hitam
juga tidak putih. (4) Kemudian, seseorang [385] dari kelompok
putih menghasilkan keadaan hitam. (5) Seseorang dari kelompok
putih menghasilkan keadaan putih. (6) Dan seseorang dari
kelompok putih menghasilkan nibbāna, yang tidak hitam juga tidak putih.Setelah merefleksikan dengan seksama, seorang bhikkhu
menggunakan tempat tinggal hanya untuk mengusir dingin; untuk
mengusir panas; untuk mengusir kontak dengan lalat, nyamuk,
angin, panas matahari, dan ular-ular; dan hanya untuk perlindungan
dari cuaca ganas dan untuk menikmati keterasingan.Di sini, setelah merefleksikan
dengan seksama seorang bhikkhu dengan sabar menahankan
dingin dan panas, lapar dan haus; kontak dengan lalat, nyamuk,
angin, panas matahari yang membakar, dan ular-ular; ucapan yang
kasar dan menghina; ia menahankan perasaan jasmani yang
muncul yang menyakitkan, menyiksa, tajam, menusuk, mengerikan,
tidak menyenangkan, melemahkan vitalitasnya. Noda-noda itu,
yang menyusahkan dan menyebabkan demam, yang mungkin
muncul pada seseorang yang tidak dengan sabar menahankan
[hal-hal ini] tidak muncul pada seseorang yang dengan sabar
menahankannya. Ini disebut noda-noda yang harus ditinggalkan
melalui kesabaran dalam menahankan yang telah ditinggalkan
melalui kesabaran dalam menahankan.
“Dan apakah noda-noda yang harus ditinggalkan melalui
penghindaran yang telah ditinggalkan melalui penghindaran? Di sini,
setelah merefleksikan dengan seksama seorang bhikkhu
menghindari gajah liar, kuda liar, sapi liar, dan anjing liar; ia
menghindari ular, tunggul, rumpun berduri, lubang, tebing curam,
tempat sampah, dan lubang kakus.
dan menghindari bergaul dengan
teman-teman jahat, agar teman-temannya para bhikkhu yang
bijaksana tidak mencurigainya telah melakukan perbuatan jahat.jika seorang bhikkhu yang adalah seorang penghuni hutan tidak
gelisah, tidak tinggi hati, tidak pongah, tidak banyak bicara dan
tidak berbicara tanpa tujuan, melainkan memiliki perhatian yang
ditegakkan, memahami dengan jernih, terkonsentrasi, dengan
pikiran terpusat, dengan organ-organ indria terkendali, maka dalam
aspek ini ia adalah terpuji.unculnya kontak adalah ujung [400] ke dua; lenyapnya kontak
adalah di tengah; dan ketagihan adalah perempuan penjahit.
Karena ketagihan menjahit seseorang pada produksi kondisi
penjelmaan ini atau itu.“Ketika, para bhikkhu, seorang siswa mulia memahami
perasaan, sumber dan asal-mula perasaan, [413] keberagaman
perasaan, akibat dari perasaan, lenyapnya perasaan, dan jalan
menuju lenyapnya perasaan, maka ia memahami kehidupan
spiritual yang menembus ini sebagai lenyapnya perasaan.
“Ketika dikatakan: ‘Perasaan harus dipahami … jalan menuju
lenyapnya perasaan harus dipahami,’ adalah karena ini maka hal itu
dikatakan.
(3) “Ketika dikatakan: ‘Persepsi harus dipahami … jalan menuju
lenyapnya persepsi harus dipahami,’ karena alasan apakah hal ini
dikatakan?
“Ada, para bhikkhu, enam persepsi ini: persepsi bentuk-bentuk,
persepsi suara-suara, persepsi bau-bauan, persepsi rasa-rasa
kecapan, persepsi objek-objek sentuhan, persepsi fenomena-
fenomena pikiran.“Kemudian, dengan mata dewa, yang murni dan melampaui
manusia, Sang Tathāgata melihat makhluk-makhluk meninggal
dunia dan terlahir kembali.“Para bhikkhu, tanpa meninggalkan enam hal, seseorang tidak
mampu merealisasikan buah yang-tidak-kembali. Apakah enam ini?
Ketiadaan keyakinan, ketiadaan rasa malu, moralitas yang
sembrono, kemalasan, kekacauan pikiran, dan ketiadaan
kebijaksanaan. Tanpa meninggalkan keenam hal ini, seseorang
tidak mampu merealisasikan buah yang-tidak-kembali.Apakah enam ini? Di sini, seorang bhikkhu bersenang dalam
Dhamma, bersenang dalam pengembangan [pikiran], bersenang
dalam meninggalkan, bersenang dalam kesunyian, bersenang
dalam tanpa-kesusahan, dan bersenang dalam tanpa-proliferasi.
Dengan memiliki keenam kualitas ini, seorang bhikkhu
berkelimpahan kebahagiaan dan kegembiraan dalam kehidupan ini,
dan ia telah meletakkan landasan bagi hancurnya noda-noda.” Ia membunuh, mengambil apa yang tidak diberikan, melakukan
hubungan seksual yang salah, berbohong; ia serakah dan kurang
ajar. Dengan memiliki keenam kualitas ini, seseorang ditempatkan di surga.anifestasi seorang Tathāgata, seorang Arahant,
seorang Yang Tercerahkan Sempurna adalah jarang di dunia ini. (2)
Seorang yang dapat mengajarkan Dhamma dan disiplin yang
dinyatakan oleh seorang Tathāgata adalah jarang di dunia ini. (3)
Kelahiran kembali di alam para mulia adalah jarang di dunia ini. (4)
Memiliki organ-organ indria [yang tidak cacat] adalah jarang di
dunia ini. (5) Menjadi cerdas dan cerdik adalah jarang di dunia ini.
(6) Keinginan pada Dhamma yang bermanfaat adalah jarang di
dunia ini. Manifestasi keenam hal ini adalah jarang di dunia ini.
“Para bhikkhu, (1) adalah tidak mungkin bahwa seorang bhikkhu
yang menganggap nibbāna sebagai penderitaan akan memiliki
kepercayaan yang selaras [dengan ajaran]. (2) Adalah tidak
mungkin bahwa seorang yang tidak memiliki kepercayaan yang
selaras [dengan ajaran] akan memasuki jalan pasti kebenaran. (3)
Adalah tidak mungkin bahwa seseorang yang tidak memasuki jalan
pasti kebenaran akan merealisasikan buah memasuki-arus, (4)
buah yang-kembali-sekali, (5) buah yang-tidak-kembali, (6) atau
Kearahattaan.“Para bhikkhu, ada tiga hal ini. Apakah tiga ini? (1) Nafsu, (2)
kebencian, dan (3) delusi. Ini adalah ketiga hal itu. Tiga hal [lainnya]
harus dikembangkan untuk meninggalkan ketiga hal ini. Apakah
tiga ini? [446] (4) Ketidak-menarikan harus dikembangkan untuk
meninggalkan nafsu. (5) Cinta-kasih harus dikembangkan untuk
meninggalkan kebencian. (6) Kebijaksanaan harus dikembangkan
untuk meninggalkan delusi. Ketiga hal ini harus dikembangkan
untuk meninggalkan ketiga hal sebelumnya.”
Kekuatan keyakinan, kekuatan kegigihan,
kekuatan rasa malu dan rasa takut;
kekuatan perhatian dan konsentrasi,
dan kebijaksanaan, kekuatan ke tujuh;
seorang bhikkhu perkasa yang memiliki hal-hal ini
adalah bijaksana dan hidup dengan bahagia.Kekayaan keyakinan, kekayaan perilaku bermoral,
kekayaan rasa malu dan rasa takut,
kekayaan pembelajaran dan kedermawanan,
dan kebijaksanaan, jenis kekayaan ke tujuh:
jika seseorang telah memiliki ketujuh jenis kekayaan ini,
apakah perempuan atau laki-laki,
mereka mengatakan bahwa ia tidak miskin,
bahwa hidupnya tidak dijalani dengan sia-sia.
Oleh karena itu seorang yang cerdas,
mengingat ajaran Sang Buddha,
harus bertekad pada keyakinan dan perilaku bermoral,
kepercayaan-diri dan penglihatan Dhamma.Kekayaan keyakinan,
kekayaan perilaku bermoral, kekayaan rasa malu, kekayaan rasa
takut, kekayaan pembelajaran, kekayaan kedermawanan, dan
kekayaan kebijaksanaan. Ketujuh jenis kekayaan ini tidak dapat
diambil oleh api, air, raja-raja, pencuri, dan pewaris yang tidak
disukai.”‘Keyakinan adalah baik dalam [melatih] kualitas-
kualitas bermanfaat; rasa malu adalah baik dalam [melatih] kualitas-
kualitas bermanfaat; rasa takut adalah baik dalam [melatih] kualitas-
kualitas bermanfaat; kegigihan adalah baik dalam [melatih] kualitas-
kualitas bermanfaat; kebijaksanaan adalah baik dalam [melatih]
kualitas-kualitas bermanfaat.’ Akan tetapi, keyakinannya tidak stabil
atau bertambah melainkan berkurang. Rasa malunya … rasa
takutnya … kegigihannya … kebijaksanaannya tidak stabil atau
bertambah melainkan berkurang. Dengan cara inilah seseorang
telah naik ke atas dan kemudian masuk ke bawah.“Para bhikkhu, seseorang seharusnya bergaul dengan teman yang
memiliki tujuh faktor. Apakah tujuh ini? (1) Ia memberikan apa yang
sulit diberikan. (2) Ia melakukan apa yang sulit dilakukan. (3) Ia
dengan sabar menahankan apa yang sulit ditahankan. (4) Ia
mengungkapkan rahasianya kepadamu. (5) Ia menjaga rahasiamu.(6) Ia tidak meninggalkanmu ketika engkau berada dalam kesulitan.
(7) Ia tidak dengan kasar merendahkanmu.36 Seseorang seharusnya
bergaul dengan teman yang memiliki ketujuh faktor ini.”
bhikkhu yang memiliki tujuh kualitas; seseorang harus
mendatanginya dan melayaninya bahkan jika ia mengusirmu.
Apakah tujuh ini? (1) Ia menyenangkan dan disukai; (2) ia terhormat
dan (3) dihargai; (4) ia adalah seorang pembabar;
37 (5) ia dengan
sabar menahankan apa yang dikatakan kepadanya; (6) ia
memberikan khotbah yang mendalam; dan (7) ia tidak menyuruh
seseorang untuk melakukan apa yang salah.”“Dan mengapakah api nafsu harus ditinggalkan dan dihindari
dan tidak dilatih? Seseorang yang tergerak oleh nafsu, dikendalikan
oleh nafsu, dengan pikiran dikuasai oleh nafsu, melakukan
perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran. Sebagai
konsekuensinya, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia
terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan yang buruk, di
alam rendah, di neraka. Oleh karena itu api nafsu harus ditinggalkan
dan dihindari dan seharusnya tidak dilatih.“Jika, ketika seorang bhikkhu sering berdiam dengan pikiran
yang terbiasa dengan persepsi kejijikan pada makanan, namun
pikirannya condong pada ketagihan pada rasa kecapan, atau jika ia
tidak berbalik dari itu, maka ia harus memahami: ‘Aku belum
mengembangkan persepsi kejijikan pada makanan.Kemudian, seorang petapa atau brahmana, mengaku selibat
dengan sempurna, tidak benar-benar melakukan hubungan seksual
dengan para perempuan; juga ia tidak setuju digosok, dipijat,
dimandikan, dan diremas oleh mereka. Tetapi ia bersenda-gurau
dengan para perempuan, bermain-main dengan mereka, dan
menghibur diri dengan mereka. …
(3) “… ia tidak bersenda-gurau dengan para perempuan, tidak
bermain-main dengan mereka, dan tidak menghibur diri dengan
mereka … tetapi ia memandang dan menatap langsung ke mata
mereka. “Seorang perempuan, para bhikkhu, secara internal
memperhatikan indria kefemininannya, sikap kefemininannya,
penampilan kefemininannya, aspek kefemininannya, keinginan
kefemininannya, suara kefemininannya, riasan kefemininannya.63 Ia
menjadi tergerak oleh hal-hal ini, menyenanginya. Karena tergerak
oleh hal-hal itu, karena menyenanginya¸ maka ia secara eksternal
memperhatikan indria kemaskulinan, sikap kemaskulinan,
penampilan kemaskulinan, aspek kemaskulinan, keinginan
kemaskulinan, suara kemaskulinan, riasan kemaskulinan [dari
seorang laki-laki]. Ia menjadi tergerak oleh hal-hal ini,
menyenanginya. Karena tergerak oleh hal-hal itu, karena
menyenanginya¸ maka ia menginginkan penyatuan secara
eksternal, dan ia juga menginginkan kenikmatan dan kegembiraan
yang muncul karena penyatuan itu. Makhluk-makhluk yang
menyenangi kefemininan mereka memasuki penyatuan dengan
para laki-laki. Dengan cara inilah seorang perempuan tidak
melampaui kefemininannya.Dengan memudarnya sukacita, aku
berdiam seimbang dan, dengan penuh perhatian dan memahami
dengan jernih, aku mengalami kenikmatan [67] pada jasmani;
“Dengan pikiran penuh kebencian, hampa dari simpati,bernafsu pada orang lain, merendahkan suaminya,
ia berusaha membunuh orang yang membelinya dengan
harta:
seorang istri seperti ini disebut seorang istri dan seorang
pembunuh.
“Ketika suami perempuan itu memperoleh kekayaan
dengan bekerja keras melalui keterampilan, berdagang, atau
bertani,
ia berusaha mencurinya, bahkan jika [sang suami
memperoleh] hanya sedikit:
seorang istri seperti ini disebut seorang istri dan seorang
pencuri.
“Seorang yang rakus, malas bekerja,
kasar, kejam, tajam dalam ucapan,
seorang perempuan yang mendominasi penyokongnya
sendiri:
seorang istri seperti ini disebut seorang istri dan seorang
tiran. [93].“Ketika bunga pada pohon koral pāricchattaka milik para
deva Tāvatiṃsa telah mekar sempurna, para deva Tāvatiṃsa
bergembira, dan mereka menghabiskan empat bulan surgawi di
bawah pohon koral pāricchattaka menikmati kelima objek
kenikmatan indria. Ketika pohon koral pāricchattaka telah mekar
sempurna, sinar memancar hingga sejauh lima puluh yojana
sekeliling dan aromanya tertiup angin hingga sejauh seratus yojana.
Ini adalah keagungan pohon koral pāricchattaka.Terbatas dan cepat berlalu; memiliki banyak
penderitaan, banyak kesengsaraan. Seseorang harus memahami
hal ini dengan bijaksana. Ia harus melakukan apa yang bermanfaat
dan menjalani kehidupan spiritual; karena tidak ada yang terlahir
yang dapat membebaskan diri dari kematian.’“Para bhikkhu, adalah dengan menghancurkan tujuh hal maka
seseorang adalah seorang bhikkhu.155 Apakah tujuh ini? Pandangan
eksistensi-diri telah hancur; keragu-raguan telah hancur;
genggaman keliru pada perilaku dan upacara telah hancur; nafsu
telah hancur; kebencian telah hancur; delusi telah hancur;
keangkuhan telah hancur. Adalah dengan menghancurkan ketujuh
hal ini maka seseorang adalah seorang bhikkhu.” Di sini seseorang berdiam dengan merenungkan
ketidakkekalan dalam telinga … hidung … lidah … badan … pikiran
… dalam bentuk-bentuk … suara-suara … bau-bauan … rasa-rasa
kecapan … [147] objek-objek sentuhan … fenomena-fenomena
pikiran ...
(191) – (238) “… dalam kesadaran-mata … kesadaran-telinga …
kesadaran-hidung … kesadaran-lidah … kesadaran-badan …
kesadaran-pikiran …
(239) – (286) “… dalam kontak-mata … kontak-telinga …
kontak-hidung … kontak-lidah … kontak-badan … kontak-pikiran
…
(287) – (334) “… dalam perasaan yang muncul dari kontak-mata
… perasaan yang muncul dari kontak-telinga … perasaan yang
muncul dari kontak-hidung … perasaan yang muncul dari kontak-
lidah … perasaan yang muncul dari kontak-badan … perasaan
yang muncul dari kontak-pikiran …
dalam persepsi bentuk-bentuk … persepsi
suara-suara … persepsi bau-bauan … persepsi rasa-rasa kecapan
… persepsi objek-objek sentuhan … persepsi fenomena-fenomena
pikiran …“Para bhikkhu, ketika kebebasan pikiran melalui cinta kasih telah
diusahakan, dikembangkan, dan dilatih, dijadikan kendaraan dan
landasan, dijalankan, dikokohkan, dan dengan benar dilakukan,
maka delapan manfaat menanti. Apakah delapan ini?
(1) “Seseorang tidur dengan lelap; (2) ia terjaga dengan bahagia;
(3) ia tidak bermimpi buruk; (4) ia disukai oleh manusia-manusia; (5)
ia disukai oleh makhluk-makhluk halus; 161 (6) para dewata
melindunginya; (7) api, racun, dan senjata tidak melukainya; dan (8)
jika ia tidak menembus lebih jauh lagi, maka ia mengarah menuju
alam brahmā.Di sini, (1) seorang bhikkhu tidak memuji mereka yang tidak
menyenangkan atau (2) mengkritik mereka yang menyenangkan; (3)
ia tidak menginginkan keuntungan atau (4) kehormatan; (5) ia
memiliki rasa malu dan (6) rasa takut; (7) ia memiliki sedikit
keinginan dan (8) menganut pandangan benar.
“Para bhikkhu, dengan memiliki delapan kualitas, seorang bhikkhu
tidak disenangi dan tidak disukai oleh teman-temannya para
bhikkhu dan juga tidak dihormati dan tidak dihargai oleh mereka.
Apakah delapan ini? Di sini, seorang bhikkhu (1) menginginkan
keuntungan, (2) kehormatan, dan (3) reputasi; (4) ia tidak
mengetahui waktu yang tepat dan (5) tidak mengetahui kecukupan;
(6) ia tidak murni;171 (7) ia banyak berbicara; dan (8) ia menghina dan
mencaci teman-temannya para bhikkhu.Karena ia dikendalikan dan dikuasai oleh keuntungan, maka
Devadatta mengarah menuju alam sengsara, mengarah ke neraka,
dan ia akan menetap di sana selama satu kappa, tidak dapat
ditebus. (2) Karena ia dikendalikan dan dikuasai oleh kerugian … (3)
… oleh kemasyhuran … (4) … oleh kehinaan … (5) … oleh
kehormatan … (6) … oleh ketiadaan kehormatan … (7) … oleh
keinginan jahat … (8) … oleh pertemanan yang buruk, maka
Devadatta mengarah menuju alam sengsara, mengarah ke neraka,
dan ia akan menetap di sana selama satu kappa, tidak dapat
ditebus. Beliau telah memotongnya di akar,
membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya
sehingga tidak muncul lagi di masa depan. Adalah dengan cara ini
seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa
Gotama tidak memiliki rasa.’ Tetapi engkau tidak mengatakan
sehubungan dengan ini.” [174].
(1) Tidak
melafalkan adalah noda bagi himne-himne. (2) Noda bagi
perumahan adalah tidak ada pemeliharaan. 212 (3) Noda bagi
kecantikan adalah kemalasan. (4) Kelengahan adalah noda bagi
seorang penjaga. (5) Noda bagi seorang perempuan adalah
perbuatan buruk. (6) Kekikiran adalah noda bagi seorang
penyumbang. (7) Kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat
adalah noda-noda di dunia ini dan dunia berikutnya. (8) Noda yang
lebih berat dari ini adalah ketidak-tahuan, noda yang paling buruk.
Ini, para bhikkhu, adalah kedelapan noda itu.”dengan bentuknya … dengan
senyumnya … dengan ucapannya … dengan nyanyiannya [197] …
dengan menangis … dengan penampilannya … dengan sebuah
hadiah214 … dengan sentuhannya.215 Seorang perempuan mengikat
seorang laki-laki dalam kedelapan cara ini. Makhluk-makhluk itu
yang terikat dengan sentuhan telah terikat erat.”216.“Kemudian, samudra raya berisikan banyak materi berharga,
seperti mutiara, permata, lapis lazuli, kulit kerang, kuarsa, koral,
perak, emas, batu delima, dan batu mata-kucing. Ini [200] adalah
kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke tujuh yang dilihat oleh
para asura dalam samudra raya.
“Kemudian, samudra raya adalah tempat kediaman para
makhluk besar seperti timi, timiṅgala, timirapiṇgala, asura, nāga,
dan gandhabba.218 Ada di samudra raya makhluk-makhluk dengan
tubuh sepanjang seratus yojana, dua ratus, tiga ratus, empat ratus,
dan lima ratus yojana. Ini adalah kualitas menakjubkan dan
mengagumkan ke delapan yang dilihat oleh para asura dalam
samudra raya yang karenanya mereka bersenang di dalamnya.
(1) Hatthaka dari Āḷavī memiliki
keyakinan. (2) Ia bermoral, dan (3) memiliki rasa malu dan (4) rasa
takut. (5) Ia terpelajar, (6) dermawan, dan (7) bijaksana. Kalian harus
mengingat Hatthaka dari Āḷavī sebagai seorang yang memiliki
ketujuh kualitas menakjubkan dan mengagumkan ini.” Ini adalah
apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Setelah mengatakan ini,
Yang Berbahagia bangkit dari duduknya dan memasuki
kediamannya.(1) Ia memiliki keyakinan. (2) Ia bermoral, dan (3) memiliki rasa
malu dan (4) rasa takut. (5) Ia terpelajar, (6) dermawan, dan (7)
bijaksana. (8) Ia memiliki sedikit keinginan.(1)
Kekuatan anak-anak adalah menangis; (2) kekuatan para
perempuan adalah kemarahan; (3) kekuatan para pencuri adalah
senjata; (4) kekuatan raja-raja adalah kekuasaan; (5) kekuatan
orang-orang dungu adalah mengeluh; (6) kekuatan para bijaksana
adalah kehati-hatian;232 (7) kekuatan para terpelajar adalah refleksi;
(8) kekuatan para petapa dan brahmana adalah kesabaran. Ini
adalah kedelapan kekuatan itu.”“Dhamma ini adalah untuk seorang dengan sedikit keinginan,
bukan untuk seorang yang berkeinginan kuat. (2) Dhamma [229] ini
adalah untuk seorang yang puas, bukan untuk seorang yang tidak
puas. (3) Dhamma ini adalah untuk seorang yang menyukai
kesendirian, bukan untuk seorang yang bersenang dalam
kumpulan. (4) Dhamma ini adalah untuk seorang yang
bersemangat, bukan untuk seorang yang malas. (5) Dhamma ini
adalah untuk seorang dengan perhatian ditegakkan, bukan untuk
seorang yang berpikiran kacau. (6) Dhamma ini adalah untuk
seorang yang terkonsentrasi, bukan untuk seorang yang tidak
terkonsentrasi. (7) Dhamma ini adalah untuk seorang yang
bijaksana, bukan untuk seorang yang tidak bijaksana.”“Ketika engkau merefleksikan kedelapan pemikiran seorang
mulia ini dan mendapatkan sesuai kehendak … keempat jhāna ini
… maka, sewaktu engkau berdiam dengan puas, obat-obatanmu
yang terbuat dari fermentasi air kencing sapi akan tampak bagimu
seperti berbagai obat-obatan ghee, mentega, minyak, madu, dan
sirup bagi seorang perumah tangga atau putra perumah tangga,
dan ini akan berguna untuk kesenanganmu, kelegaan, dan
kemudahan, dan untuk memasuki nibbāna.(1) Seseorang memberikan suatu pemberian karena
keinginan. (2) Seseorang memberikan suatu pemberian karena kebencian. (3) Seseorang memberikan pemberian karena delusi. (4)
Seseorang memberikan pemberian karena takut.247 (5) Seseorang
memberikan pemberian, [dengan berpikir]: ‘Memberi telah
dipraktikkan sebelumnya oleh ayahku dan leluhurku; aku tidak
boleh meninggalkan kebiasaan keluarga yang sudah berlangsung
sejak lama ini.’ (6) Seseorang memberikan pemberian, [dengan
berpikir]: ‘Setelah memberikan pemberian ini, dengan hancurnya
jasmani, setelah kematian, aku akan terlahir kembali di alam tujuan
kelahiran yang baik, di alam surga.’ (7) Seseorang memberikan
pemberian, [dengan berpikir]: ‘Ketika aku sedang memberikan
pemberian ini pikiranku menjadi tenang, [237] dan kegirangan dan
kegembiraan muncul.’ (8) Seseorang memberikan pemberian
dengan tujuan menghias pikiran, melengkapi pikiran. Ini adalah
kedelapan landasan untuk memberi itu.”“Di sini, (1) ada banyak gundukan dan parit di lahan itu; (2) ada
banyak batu dan kerikil di lahan itu; (3) lahan itu mengandung
garam; (4) lahan itu tidak dibajak cukup dalam; (5) tidak ada jalan
masuk [bagi air untuk mengalir masuk]; (6) tidak ada jalan keluar
[bagi air untuk mengalir keluar]; (7) tidak ada saluran irigasi; dan (8)
tidak ada batas pinggir. Sebutir benih yang ditanam di sebuah
lahan yang memiliki kedelapan faktor ini tidak akan menghasilkan
buah berlimpah, [buah]nya tidak lezat, dan tidak menghasilkan
keuntungan.“‘Seumur hidupnya para Arahant menghindari tarian,
nyanyian, musik instrumental, dan pertunjukan yang tidak layak,
dan menghindari menghias dan mempercantik diri dengan
mengenakan kalung bunga dan mengoleskan wewangian dan
salep. Hari ini, selama sehari semalam ini, aku juga akan
menghindari tarian, nyanyian, musik instrumental, dan pertunjukan
yang tidak layak, dan menghindari menghias dan mempercantik
diriku dengan mengenakan kalung bunga dan mengoleskan
wewangian dan salep. Aku akan meniru para Arahant dalam hal ini
dan uposatha akan kujalankan.’ Uposatha memiliki faktor ke tujuh
ini.dengan hal ini maka Aku katakan bahwa kerajaan manusia adalah
buruk dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi.”
Seseorang seharusnya tidak membunuh makhluk-makhluk
hidup atau mengambil apa yang tidak diberikan;260
ia seharusnya tidak berkata bohong atau meminum minuman
memabukkan;
ia harus menahan diri dari aktivitas seksual, dari ketidak-
sucian;
ia seharusnya tidak makan di malam hari atau pada waktu
yang tidak tepat.
Ia seharusnya tidak mengenakan kalung bunga atau
mengoleskan wangi-wangian;
ia harus tidur di tempat tidur [yang rendah] atau alas tidur di
lantai;
ini, mereka katakan, adalah uposatha berfaktor delapan
yang dinyatakan oleh Sang Buddha,
Yang telah mencapai akhir penderitaan.Kemudian Yang Mulia Anuruddha berpikir: “Semoga semua
dewata ini menjadi biru, berkulit biru, dengan pakaian biru dan
perhiasan biru.” Mengetahui pikiran Yang Mulia Anuruddha, para
dewata itu semuanya menjadi biru, berkulit biru, dengan pakaian
biru dan perhiasan biru. Kemudian Yang Mulia Anuruddha berpikir:
“Semoga semua dewata ini menjadi kuning … merah … putih,
berkulit putih, dengan pakaian putih dan perhiasan putih.”
Mengetahui pikiran Yang Mulia Anuruddha, para dewata itu
semuanya menjadi putih, berkulit putih, dengan pakaian putih dan
perhiasan putih.Di sini, seorang perempuan adalah bijaksana; ia
memiliki kebijaksanaan yang melihat muncul dan lenyapnya, yang
mulia dan menembus dan mengarah menuju kehancuran
penderitaan sepenuhnya. 271 Adalah dengan cara ini seorang
perempuan sempurna dalam kebijaksanaan.
“Dengan memiliki keempat kualitas ini, Visākhā, seorang
perempuan mengarah pada kemenangan di dunia lain dan
kehidupannya di dunia berikutnya.”
Mampu melakukan pekerjaannya,
mengatur bantuan rumah tangga,
ia memperlakukan suaminya dalam cara-cara yang
menyenangkan
dan menjaga kekayaan yang diperoleh suaminya
Kaya dalam keyakinan, memiliki moralitas,
dermawan dan hampa dari kekikiran,
ia terus-menerus memurnikan sang jalan
yang mengarah pada keamanan dalam kehidupan
mendatang.
Mereka menyebut perempuan mana pun
yang memiliki kedelapan kualitas ini,“Kekayaan yang dikumpulkan demikian memiliki empat sumber
penambahan: ia menghindari bermain perempuan, menghindari
bermabuk-mabukan, dan [284] menghindari berjudi, dan
mengembangkan pertemanan yang baik, pergaulan yang baik,
persahabatan yang baik. ia menghindari
bermain perempuan … dan mengembangkan persahabatan yang baik.“Para bhikkhu, (1) ‘bahaya’ adalah sebutan untuk kenikmatan
indria. (2) ‘Penderitaan’ adalah sebutan untuk kenikmatan indria. (3)
‘Penyakit’ adalah sebutan untuk kenikmatan indria. (4) ‘Bisul’
adalah sebutan untuk kenikmatan indria. (5) ‘Anak panah’ adalah
sebutan untuk kenikmatan indria. (6) ‘Ikatan’ adalah sebutan untuk
kenikmatan indria. (7) ‘Rawa’ adalah sebutan untuk kenikmatan
indria. (8) ‘Rahim’ adalah sebutan untuk kenikmatan indria.“Dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia …
[seperti pada 8:11] … ia memahami bagaimana makhluk-makhluk
mengembara sesuai kamma mereka.“Di sini, seorang bhikkhu bukanlah seorang yang memiliki
pemahaman cepat sehubungan dengan ajaran-ajaran yang
bermanfaat. Akan tetapi, (i) ia mampu mengingat ajaran-ajaran yang
telah ia pelajari; (ii) ia menyelidiki makna dari ajaran-ajaran yang
telah ia ingat; (iii) ia telah memahami makna dan Dhamma dan
berlatih sesuai Dhamma; (iv) ia adalah seorang pembabar yang baik
dengan penyampaian yang baik … ekspresif dalam makna; (v) ia
adalah seorang yang mengajarkan, mendorong, menginspirasi, dan
menggembirakan teman-temannya para bhikkhu. Dengan memiliki
kelima kualitas ini seorang bhikkhu mampu [memberikan manfaat]
untuk dirinya sendiri dan orang lain.
“Para bhikkhu, sebelum pencerahanKu, sewaktu Aku masih
menjadi seorang bodhisatta, masih belum tercerahkan sempurna,
Aku hanya mempersepsikan cahaya, tetapi tidak melihat bentuk-
bentuk.314.Seekor ular mungkin
menggigitku, atau seekor kalajengking atau seekor lipan mungkin
menyengatku, dan aku bisa mati;
“Kemudian, seorang bhikkhu telah menyelesaikan suatu
pekerjaan. Ia berpikir: ‘Aku telah menyelesaikan suatu pekerjaan.
Sewaktu sedang bekerja, tidaklah mudah bagiku untuk menekuni
ajaran para Buddha. Biarlah aku membangkitkan kegigihan …’ Ini
adalah dasar ke dua untuk membangkitkan kegigihan.“Para bhikkhu, dengan memiliki delapan faktor, seorang pencuri
ulung dengan cepat menemui kesulitan dan tidak bertahan lama.
Apakah delapan ini? (1) Ia menyerang seorang yang tidak
menyerangnya. (2) Ia mencuri tanpa meninggalkan sisa. (3) Ia
membunuh perempuan. (4) Ia memperkosa gadis muda. (5) Ia
merampok bhikkhu. (6) Ia merampok bendahara kerajaan. (7) Ia
melakukan pekerjaannya di lingkungannya. Dan (8) ia tidak mahir
dalam menyembunyikan [barang rampasannya].348 Dengan memiliki
delapan faktor, seorang pencuri ulung dengan cepat menemui
kesulitan dan tidak bertahan lama.
a bhikkhu, ketika seorang umat awam memiliki delapan
kualitas, Saṅgha, jika menghendaki, boleh membalikkan mangkuk
makanan terhadapnya.355 Apakah delapan ini? [345] (1) Ia berusaha
menghalangi para bhikkhu memperoleh keuntungan; (2) ia
berusaha membahayakan para bhikkhu; (3) ia berusaha mencegah
para bhikkhu menetap [di tempat tertentu]; (4) ia menghina dan
mencaci para bhikkhu; (5) ia memecah-belah para bhikkhu satu
sama lain; (6) ia mencela Sang Buddha; (7) ia mencela Dhamma; (8)
ia mencela Saṅgha. Ketika seorang umat awam memiliki kedelapan
kualitas ini, Saṅgha, jika menghendaki, boleh membalikkan
mangkuk makanan terhadapnya.
‘Seorang bhikkhu yang
adalah seorang Arahant – seorang yang noda-nodanya telah
dihancurkan … seorang yang sepenuhnya terbebaskan melalui
pengetahuan akhir – tidak mampu melakukan pelanggaran dalam
sembilan kasus. (1) Ia tidak mampu dengan sengaja membunuh; (2)
ia tidak mampu mengambil melalui pencurian atas apa yang tidak
diberikan; (3) ia tidak mampu melakukan hubungan seksual; (4) ia
tidak mampu secara sengaja berbohong; (5) ia tidak mampu
menyimpan benda-benda untuk menikmati kenikmatan indria
seperti yang ia lakukan di masa lalu ketika masih menjadi seorang
awam; (6) ia tidak mampu memasuki jalan salah karena keinginan;
(7) ia tidak mampu memasuki jalan salah karena kebencian; (8) ia
tidak mampu memasuki jalan salah karena delusi; (9) ia tidak
mampu memasuki jalan salah karena ketakutan.“Dan apakah sembilan hal yang berakar pada ketagihan? (1)
Dengan bergantung pada ketagihan maka ada pencarian. (2)
Dengan bergantung pada pencarian maka ada perolehan. (3)
Dengan bergantung pada perolehan maka ada pertimbangan. (4)
Dengan bergantung pada pertimbangan maka ada keinginan dan
nafsu. (5) Dengan bergantung pada keinginan dan nafsu maka ada
kemelekatan. (6) Dengan bergantung pada kemelekatan maka ada
kepemilikan. (7) Dengan bergantung pada kepemilikan maka ada
kekikiran. (8) Dengan bergantung pada kekikiran maka ada
penjagaan. (9) Dengan penjagaan sebagai landasan maka
dimulailah pengambilan tongkat pemukul [401] dan senjata,
pertengkaran, pertikaian, dan perselisihan, penuduhan, ucapan
memecah-belah, dan kebohongan, dan banyak hal-hal buruk yang
tidak bermanfaat [lainnya]. Ini adalah sembilan hal yang berakar
pada ketagihan.”435.Ketika, dengan meredanya pemikiran dan pemeriksaan,
seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua … jhāna
ke tiga … jhāna ke empat … pada saat itu bhikkhu itu berpikir:
‘Sekarang aku aman dari bahaya dan Māra tidak dapat melakukan
apa pun padaku.’ Māra Sang Jahat juga berpikir: ‘Sekarang
bhikkhu itu aman dari bahaya dan aku tidak dapat melakukan apa
pun padanya.’Nanda, adik sepupu Sang Buddha, jelas memiliki keinginan indriawi
yang kuat. Setelah ia menjadi seorang bhikkhu ia terus-menerus
memikirkan tunangannya dan kelak berharap dapat terlahir di antara
para bidadari surgawi. Kisahnya terdapat pada Ud 3:2,21-24.menguraikan sembilan cara seorang perempuan mengikat
seorang laki-laki: dengan nyanyian, tarian, keterampilannya,
sentuhannya, senyumnya, menangis, suatu cara yang berguna,
mempercantik wajah dan tubuhnya, dan penampilan dan sikapnya.Gotamī hanya bisa meninggalkan keduniawian setelah kematian
suaminya, Suddhodana, ayah Sang Buddha, dan tampaknya tidak
mungkin bahwa Suddhodana meninggal dunia pada kunjungan
pertama Sang Buddha ke Kapilavatthu, yang terjadi segera setelah
pencerahanNya, fakta ini nyaris tidak dapat dipercaya. Hal ini juga
mengarah pada anakronisme [penempatan kejadian pada waktu
yang salah, penj.]. Cuḷavagga mengatakan bahwa Ānanda dan
orang-orang penting Sakya lainnya menjadi bhikkhu setelah
kunjungan pertama Sang Buddha ke Kapilavatthu (Vin II 182-83).
Ānanda menjadi pelayan tetap Sang Buddha dua puluh tahun setelah
pencerahanNya, ketika Sang Buddha berusia lima puluh lima, dan
melayani Sang Buddha dalam kapasitas ini selama dua puluh lima
tahun, hingga akhir hidup Sang Guru (Th 1041-43). Akan tetapi,
dalam sutta ini, Ānanda digambarkan sebagai pelayan Sang Buddha
sebelum berdirinya Saṅgha Bhikkhunī. Apakah kejadian ini terjadi
tidak lama setelah kunjungan pertama Sang Buddha ke Kapilavatthu,
atau bahkan lima atau sepuluh tahun kemudian, tetap saja masih
terlalu awal bagi Ānanda untuk melayani Sang Buddha sebagai
pelayanNya. Dengan demikian, jika Ānanda bukan pelayan tetap.Anuguttara Nikaya hal 470
Seperti halnya semua kaum
duniawi tidak akan dapat menangkap petunjuk itu, demikian pula
Ānanda tidak mampu menangkapnya. Karena Māra dapat menguasai
pikiran siapa pun yang belum sepenuhnya meninggalkan dua belas
pembalikan kognisi (vipallāsa; baca 4:49), dan Ānanda [sebagai
hanya seorang pemasuk-arus] masih memiliki empat di antaranya.
[Mp-ṭ: Pembalikan persepsi dan pemikiran yang menganggap apa
yang tidak menarik sebagai menarik dan yang menyakitkan sebagai
menyenangkan.] Māra menguasai pikirannya dengan memperlihatkan
pemandangan yang menyeramkan. Ketika melihat ini, Ānanda gagal.karena kebijaksanaan adalah
pemimpin dari indriya-indriya pengendali; kebijaksanaan, lebih dari
yang lainnya, mengendalikan pengalaman kita (tiga faktor terakhir
adalah apa yang memungkinkan kita untuk mendapatkan rasa
kemakhlukan yang bertanggung jawab atas kehidupan kita).
Kebebasan adalah intinya (vimuttisāra), yang terunggul dari
segalanya, sudah jelas.”Seorang pencuri yang
tidak terampil menyerang mereka yang seharusnya tidak diserang,
seperti orang tua, anak-anak, dan orang-orang bermoral yang bukan
musuhnya dan yang tidak menyerangnya. (2) Seorang pencuri yang
terampil mengambil hanya setengah dari apa yang ada; misalnya ada
dua pakaian ia hanya mengambil satu; untuk makanan, ia hanya
mengambil untuk dirinya sendiri dan meninggalkan sisanya (ia dapat
mengambil benda yang lebih berharga untuk dirinya). (7) Seorang
pencuri yang tidak terampil melakukan pencurian di desa,
pemukiman, atau kota di dekatnya. (8) Seorang pencuri yang tidak
terampil tidak memurnikan jalan menuju dunia lain dengan
“menyimpan” sebagian dari barang rampasannya dalam suatu
pemberian kepada mereka “yang layak menerima persembahan”.menambahkannya pada ketiga ini dan
Bojjhā. Sebutan rājakumārī (putri) dan devī (ratu) hanya terdapat
dalam Ce.435 Sembilan hal yang berakar pada ketagihan, dengan penjelasan dari
Mp dalam tanda kurung, adalah: (1) pariyesanā (pencarian objek-
objek seperti bentuk-bentuk); (2) lābha (mendapatkan objek-objek
seperti bentuk-bentuk); (3) vinnicchaya (ketika seseorang telah
memperoleh keuntungan, ia mempertimbangkan dengan memikirkan
apa yang disukai dan apa yang tidak disukai, indah atau biasa,
berapa banyak yang akan ia simpan dan berapa banyak yang akan
diberikan kepada orang lain, berapa banyak yang akan dibelanjakan
dan berapa banyak yang ditabung); (4) chandarāga (nafsu lemah dan
nafsu kuat, berturut-tururt, yang muncul terhadap objek yang
dipikirkan dengan pikiran-pikiran tidak bermanfaat); (5) ajjhosāna
(pendirian kuat dalam “aku dan milikku”); (6) pariggaha (mengambil
kepemilikan melalui ketagihan dan pandangan); (7) macchariya
(keengganan untuk berbagi dengan orang lain). (8) ārakkha (menjaga
secara hati-hati dengan menutup pintu dan menyimpannya dalam
peti); (9) daṇḍādāna, dan seterusnya (mengambil tongkat pemukul,
dan seterusnya, yang bertujuan untuk mengusir orang lain).dalil seperti dunia eksis dan tidak eksis; dunia tidak berubah; dunia
terus-menerus berubah; dunia memiliki awal; dunia tidak memiliki
awal; dunia memiliki akhir; dunia tidak memiliki akhir; dan
sebagainya.” (cetak miring oleh saya).menjelaskan:
“Ia membutakan Māra: ia tidak menghancurkan mata Māra,
melainkan ketika seorang bhikkhu telah mencapai jhāna sebagai
landasan bagi pandangan terang, Māra tidak mampu melihat objek
pikirannya. Karena itu dikatakan: ‘Ia membutakan Māra’”.Kronologinya tidak jelas bagi saya. Mp mengatakan bahwa pada
waktu sutta ini dimulai Sang Buddha sedang menetap di antara
penduduk Sakya pada kunjungan pertamaNya ke Kapilavatthu
(paṭhamagamanena gantvā viharati). Namun, karena Mahāpajāpati
Gotamī hanya bisa meninggalkan keduniawian setelah kematian
suaminya, Suddhodana, ayah Sang Buddha, dan tampaknya tidak
mungkin bahwa Suddhodana meninggal dunia pada kunjungan
pertama Sang Buddha ke Kapilavatthu, yang terjadi segera setelah
pencerahanNya, fakta ini nyaris tidak dapat dipercaya. Hal ini juga
mengarah pada anakronisme [penempatan kejadian pada waktu
yang salah, penj.].“Tujuan dan manfaat dari ketidak-menyesalan adalah
kegembiraan.”
(4) “Dan apakah, Bhante, tujuan dan manfaat dari
kegembiraan?”
“Tujuan dan manfaat dari kegembiraan adalah sukacita.”
(5) “Dan apakah, Bhante, tujuan dan manfaat dari sukacita?”
“Tujuan dan manfaat dari sukacita adalah ketenangan.”
(6) “Dan apakah, Bhante, tujuan dan manfaat dari ketenangan?”
“Tujuan dan manfaat dari ketenangan adalah kenikmatan.”
(7) “Dan apakah, Bhante, tujuan dan manfaat dari kenikmatan.”
“Tujuan dan manfaat dari kenikmatan [2] adalah konsentrasi.”
(8) “Dan apakah, Bhante, tujuan dan manfaat dari konsentrasi?”
“Tujuan dan manfaat dari konsentrasi adalah pengetahuan dan
penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya.”
(9) “Dan apakah, Bhante, tujuan dan manfaat dari pengetahuan
dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya?”
“Tujuan dan manfaat dari pengetahuan dan penglihatan pada
segala sesuatu sebagaimana adanya adalah kekecewaan dan
kebosanan.”
(10) Dan apakah, Bhante, tujuan dan manfaat dari kekecewaan
dan kebosanan?”
“Tujuan dan manfaat dari kekecewaan dan kebosanan adalah
pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan.tujuan dan
manfaat dari kekecewaan dan kebosanan adalah pengetahuan dan
penglihatan pada kebebasan.
(4) “Ia telah membangkitkan kegigihan untuk meninggalkan
kualitas-kualitas yang tidak bermanfaat dan mendapatkan kualitas-
kualitas yang bermanfaat; ia kuat, teguh dalam pengerahan usaha,
tidak mengabaikan tugas melatih kualitas-kualitas bermanfaat.
(5) “Ia bijaksana; ia memiliki kebijaksanaan yang melihat muncul
dan lenyapnya, yang mulia dan menembus dan mengarah menuju
kehancuran penderitaan sepenuhnya.
“Dengan cara inilah seorang bhikkhu memiliki lima faktor.
“Dan bagaimanakah sebuah tempat tinggal memiliki lima faktor?
(6) “Di sini, tempat tinggal itu tidak terlalu jauh [dari tempat
mengumpulkan dana makanan] juga tidak terlalu dekat, dan
memiliki cara untuk pergi dan kembali.
(7) “Pada siang hari tempat itu tidak terganggu oleh orang-orang
dan pada malam hari tempat itu tenang dan hening.
(8) “Terdapat sedikit kontak dengan lalat, nyamuk, angin, panas
matahari, dan ular
(9) “Orang yang menetap di tempat itu dapat dengan mudah
memperoleh jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan dan
perlengkapan bagi yang sakit.
(10) “Di dalam tempat itu berdiam para bhikkhu senior yang
terpelajar, pewaris warisan, [16] ahli dalam Dhamma, ahli dalam
disiplin, ahli dalam kerangka.
Ketika keinginan indria dan niat buruk,
ketumpulan dan kantuk,
kegelisahan, dan keragu-raguan
sama sekali tidak ada pada seorang bhikkhu; [17].“Di sini, seorang bhikkhu hampa dari nafsu pada kenikmatan
indria, hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan
ketagihan padanya.
seseorang diliputi oleh nafsu, kebencian, dan delusi, Beliau berkata,
maka ia bertindak demi bahayanya sendiri, bahaya orang lain, dan
bahaya keduanya, dan ia mengalami penderitaan dan kesedihan;
tetapi ketika nafsu, kebencian, dan delusi ditinggalkan, maka ia
bebas bertindak demi kesejahteraan semuanya dan tidak lagi
mengalami penderitaan dan kesedihan.kamma bermanfaat adalah perbuatan
yang berasal-mula dari ketiga akar bermanfaat: ketidak-serakahan,
ketidak-bencian, dan tanpa-delusi,.
Calon Buddha
sendiri harus mengalami “goncangan pengenalan” ini sebelum
Beliau memulai pencarianNya atas pencerahan. RefleksiNya yang
mendalam pada usia tua, penyakit, dan kematian menghancurkan
ketergila-gilaanNya pada kemudaan, kesehatan, dan vitalitas dan
mendorongnya keluar dari istanaNya menuju hutan untuk mencari
tanpa-penuaan, kebebasan dari penyakit, dan nibbāna yang tanpa
kematian (3:39).Yang paling penting dari kelompok-kelompok itu adalah tiga akar
tidak bermanfaat: keserakahan (atau nafsu), kebencian, dan delusi,
tiga latihan: perilaku bermoral yang
lebih tinggi, pikiran (konsentrasi) yang lebih tinggi, dan
kebijaksanaan yang lebih tinggi (3:81-90).namun Beliau tidak
melupakan sulitnya usaha atau kuat dan liciknya kekotoran-
kekotoran yang harus dilawan dan ditaklukkan.bagi kelompok, yang mana mereka memasuki
jalan salah karena keinginan, kebencian, delusi, atau ketakutan; dan
kelompok yang memuja hal-hal duniawi, bukan Dhamma sejati.
“hampa dari nafsu melalui hancurnya nafsu; hampa dari
kebencian melalui hancurnya kebencian; hampa dari delusi melalui
hancurnya delusi.Teks-teks ini
menggambarkan para perempuan sebagai didorong oleh nafsu
yang kuat yang merusak kemampuan-kemampuan mereka dan
meruntuhkan moral mereka. Pada 2:61, Sang Buddha
menyatakan bahwa para perempuan tidak pernah kenyang dalam
dua hal: hubungan seksual dan melahirkan anak.Ketika Ānanda
bertanya mengapa para perempuan tidak duduk dalam dewan,
terlibat dalam bisnis, atau melakukan perjalanan ke wilayah-wilayah
jauh, Sang Buddha menjawab bahwa hal ini karena mereka penuh
kemarahan, iri, kikir, dan hampa dari kebijaksanaan (4:80). Dua
sutta membandingkan para perempuan dengan seekor ular hitam
(5:229-30) dalam hal bahwa mereka “gusar, bermusuhan, berbisa
mematikan, lidah bercabang, dan mengkhianati teman-teman.”
Bisa mereka adalah nafsu kuat mereka, lidah bercabang adalah
kecenderungan mereka untuk memfitnah, dan mereka mengkhianati teman-teman dalam hal bahwa “sebagian besar
perempuan adalah pelaku perselingkuhan.” Dalam 5:55 kita
membaca tentang seorang ibu dan putra yang ditahbiskan sebagai
bhikkhunī dan bhikkhu. Mereka tetap bergaul dekat, saling jatuh
cinta, dan melakukan hubungan seksual. Ketika hal ini dilaporkan
kepada Sang Buddha, Beliau menyalahkan para perempuan: “Jika
seseorang mengatakan dengan benar tentang apa pun yang
sepenuhnya merupakan jerat Māra, maka adalah tentang para
perempuan ia mengatakan hal ini.”
Ini terbentuk dari permutasi antara tiga urutan
kata. Pertama adalah suatu daftar tujuh belas kekotoran: nafsu,
kebencian, delusi, kemarahan, permusuhan, meremehkan, sikap
kurang ajar, iri, kikir, licik, muslihat, keras kepala, sikap berapi-api,
keangkuhan, kesombongan, kemabukan, dan kelengahan.Lima persepsi: pada ketidak-menarikan, pada kematian,
pada bahaya, pada kejijikan makanan, dan pada
ketidak-senangan terhadap keseluruhan dunia
(2) Lima persepsi: pada ketidak-kekalan, pada tanpa-diri,
pada kematian, pada kejijikan makanan, dan pada
ketidak-senangan terhadap keseluruhan dunia
(3) Lima persepsi: pada ketidak-kekalan, pada penderitaan
dalam apa yang tidak kekal, pada tanpa-diri dalam apa yang merupakan penderitaan, pada ditinggalkannya,
pada kebosanan
(4) Lima indria
(5) Lima kekuatan
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu bentuk pun yang
begitu mengobsesi pikiran17 seorang laki-laki selain daripada bentuk
seorang perempuan. Bentuk seorang perempuan mengobsesi
pikiran seorang laki-laki.”
2 (2)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu suara pun yang
begitu mengobsesi pikiran seorang laki-laki selain daripada suara
seorang perempuan. Suara seorang perempuan mengobsesi
pikiran seorang laki-laki.”
3 (3)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu bau pun yang begitu
mengobsesi pikiran seorang laki-laki selain daripada bau seorang
perempuan. Bau seorang perempuan mengobsesi pikiran seorang
laki-laki.”18 [2](4)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu rasa kecapan pun
yang begitu mengobsesi pikiran seorang laki-laki selain daripada
rasa seorang perempuan. Rasa seorang perempuan mengobsesi
pikiran seorang laki-laki.”19
5 (5)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu sentuhan pun yang
begitu mengobsesi pikiran seorang laki-laki selain daripada
sentuhan seorang perempuan. Sentuhan seorang perempuan
mengobsesi pikiran seorang laki-laki.”20
6 (6)21
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu bentuk pun yang
begitu mengobsesi pikiran seorang perempuan selain daripada
bentuk seorang laki-laki. Bentuk seorang laki-laki mengobsesi
pikiran seorang perempuan.”
7 (7)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu suara pun yang
begitu mengobsesi pikiran seorang perempuan selain daripada
suara seorang laki-laki. Suara seorang laki-laki mengobsesi pikiran
seorang perempuan.”
8 (8)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu bau pun yang begitu
mengobsesi pikiran seorang perempuan selain daripada bau
seorang laki-laki. Bau seorang laki-laki mengobsesi pikiran seorang
perempuan.”
9 (9)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu rasa kecapan pun
yang begitu mengobsesi pikiran seorang perempuan selain
daripada rasa seorang laki-laki. Rasa seorang laki-laki mengobsesi
pikiran seorang perempuan.”
(10)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu sentuhan pun yang
begitu mengobsesi pikiran seorang perempuan selain daripada
sentuhan seorang laki-laki. Sentuhan seorang laki-laki mengobsesi
pikiran seorang perempuan.” [3]Bagi seorang yang
mengamati secara tidak seksama pada gambaran dari apa yang
menjijikkan, maka niat buruk yang belum muncul menjadi muncul
dan niat buruk yang telah muncul menjadi bertambah dan
meningkat.”Bagi seorang yang
mengamati secara tidak seksama pada gambaran dari apa yang
menjijikkan, maka niat buruk yang belum muncul menjadi muncul
dan niat buruk yang telah muncul menjadi bertambah dan
meningkat.”Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang
karenanya keinginan indria yang belum muncul menjadi tidak
muncul dan keinginan indria yang telah muncul menjadi
ditinggalkan selain daripada gambaran dari apa yang tidak
menarik.29 Bagi seorang yang mengamati secara seksama pada
gambaran dari apa yang tidak menarik, maka keinginan indria yang
belum muncul menjadi tidak muncul dan keinginan indria yang telah
muncul menjadi ditinggalkan.Anuguttara Nikaya hal 107.21 (1)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang ketika
tidak terkembang maka menjadi begitu kaku selain daripada
pikiran. Pikiran yang tidak terkembang adalah kaku.”
22 (2)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang ketika
terkembang maka menjadi begitu lentur selain daripada pikiran.
Pikiran yang terkembang adalah lentur.”
23 (3)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang ketika
tidak terkembang maka mengarah pada bahaya besar selain
daripada pikiran. Pikiran yang tidak terkembang mengarah pada
bahaya besar.”
24 (4)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang ketika
terkembang maka mengarah pada manfaat besar selain daripada
pikiran. Pikiran yang terkembang mengarah pada manfaat besar.”
25 (5)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang, ketika
tidak terkembang dan tidak termanifestasi,39 maka mengarah pada
bahaya besar selain daripada pikiran. Pikiran, ketika tidak
terkembang dan tidak termanifestasi mengarah pada bahaya
besar.”
26 (6)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun [6] yang,
ketika terkembang dan termanifestasi, maka mengarah pada
manfaat besar selain daripada pikiran. Pikiran, ketika terkembang
dan termanifestasi mengarah pada manfaat besar.”21 (1)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang ketika
tidak terkembang maka menjadi begitu kaku selain daripada
pikiran. Pikiran yang tidak terkembang adalah kaku.”
22 (2)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang ketika
terkembang maka menjadi begitu lentur selain daripada pikiran.
Pikiran yang terkembang adalah lentur.”
23 (3)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang ketika
tidak terkembang maka mengarah pada bahaya besar selain
daripada pikiran. Pikiran yang tidak terkembang mengarah pada
bahaya besar.”
24 (4)
“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang ketika
terkembang maka mengarah pada manfaat besar selain daripada
pikiran. Pikiran yang terkembang mengarah pada manfaat besar.”
“Para bhikkhu, kualitas-kualitas apa pun yang tidak bermanfaat,
yang menjadi bagian dari apa yang tidak bermanfaat, dan
berhubungan dengan apa yang tidak bermanfaat, semuanya
dipelopori oleh pikiran.50 Pikiran muncul lebih dulu kemudian diikuti
oleh kualitas-kualitas tidak bermanfaat.”“Para bhikkhu, kualitas-kualitas apa pun yang bermanfaat, yang
menjadi bagian dari apa yang bermanfaat, dan berhubungan
dengan apa yang bermanfaat, semuanya dipelopori oleh pikiran.Pikiran muncul lebih dulu kemudian diikuti oleh kualitas-kualitas bermanfaat.”
menjadi muncul dan kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang telah
muncul menjadi berkurang selain daripada pembangkitan.kegigihan. Bagi seorang yang telah membangkitkan kegigihan,
maka kualitas-kualitas bermanfaat yang belum muncul menjadi
muncul dan kualitas-kualitas tidak bermanfaat yang telah muncul
menjadi berkurang.”“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang
mengarah pada bahaya besar selain daripada kelengahan.
Kelengahan mengarah pada bahaya besar.”Kewaspadaan mengarah pada manfaat besar.”“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang
mengarah pada bahaya besar selain daripada kemalasan … (85)
… yang mengarah pada manfaat besar seperti pembangkitan
kegigihan …”
(86) “… keinginan kuat … (87) … sedikitnya keinginan …”
(88) “… ketidak-puasan … (89) … kepuasan …”
(90) “… pengamatan tidak seksama … (91) … pengamatan
seksama …”
(92) “ … kurangnya pemahaman jernih … (93) … pemahaman
jernih …”
(94) “… pertemanan yang buruk … (95) …pertemanan yang
baik …”
(96) “… pengejaran kualitas-kualitas tidak bermanfaat dan
tanpa-pengejaran kualitas-kualitas bermanfaat … (97) …
pengejaran kualitas-kualitas bermanfaat dan tanpa-pengejaran
kualitas-kualitas tidak bermanfaat mengarah pada manfaat besar.”
(188) “Para bhikkhu, yang terkemuka di antara para bhikkhu
siswaKu dalam hal senioritas adalah Aññākoṇḍañña.”74
(189) “… di antara mereka yang memiliki kebijaksanaan tinggi
adalah Sāriputta.”75
(190) “… di antara mereka yang memiliki kekuatan batin adalah
Mahāmoggallāna.”76
(191) “… di antara mereka yang mengajarkan praktik pertapaan
adalah Mahākassapa.”77
(192) “… di antara mereka yang memiliki mata dewa adalah
Anuruddha.”78
(193) “… di antara mereka yang berasal dari keluarga terhormat
adalah Bhaddiya Kāḷigodhāyaputta.”79
(194) “… di antara mereka yang memiliki suara merdu adalah
Lakuṇṭaka Bhaddiya.”80
(195) “… di antara mereka yang memiliki raungan singa adalah
Piṇḍola Bhāradvāja.”81
(196) “… di antara mereka yang membabarkan Dhamma adalah
Puṇṇa Mantāṇiputta.”82
(197) ”… di antara mereka yang menjelaskan secara terperinci
makna dari apa yang disampaikan secara singkat adalah
Mahākaccāna.” [24Terkemuka73
Anuguttara Nikaya 132.(nama nama orang).demikian pula terdapat lebih sedikit makhluk-makhluk
yang memahami makna dan Dhamma dan kemudian
mempraktikkan sesuai Dhamma; lebih banyak makhluk-makhluk
yang tidak memahami makna dan Dhamma dan tidak
mempraktikkan sesuai Dhamma.”186
(343) “… demikian pula terdapat lebih sedikit makhluk-makhluk
yang memperoleh rasa keterdesakan atas hal-hal yang
menginspirasi keterdesakan; lebih banyak makhluk-makhluk yang
tidak memperoleh rasa keterdesakan atas hal-hal yang
menginspirasi keterdesakan.”187
makhluk-makhluk yang, ketika meninggal dunia
sebagai manusia, kemudian terlahir kembali di tengah-tengah
manusia lebih sedikit.menjadi
seorang penghuni hutan, (379) menjadi seorang yang hidup dari
makanan yang diperoleh dari menerima dana makanan, (380)
menjadi seorang pemakai jubah potongan kain, (381) memiliki
hanya tiga jubah,193 (382) menjadi seorang pembabar Dhamma,
(383) menjadi seorang penegak disiplin, (384) banyak belajar,
(385) waktu yang lama menjadi bhikkhu, (386) memiliki sikap
selayaknya, (387) memperoleh pengikut, (388) memiliki banyak
pengikut, (389) berasal dari keluarga yang baik, (390) memiliki
penampilan yang menarik, (391) menjadi seorang pembabar yang
baik, (392) memiliki sedikit keinginan, (393) memiliki kesehatan
yang baik.” jika hanya selama sejentikan jari seorang bhikkhu
mengembangkan (395) jhāna ke dua … (396) jhāna ke tiga … (397)
jhāna ke empat … (398) kebebasan pikiran melalui cinta kasih …
(399) kebebasan pikiran melalui belas kasihan … [39] (400)
kebebasan pikiran melalui kegembiraan altruistik … (401)
kebebasan pikiran melalui keseimbangan.tidak mempersepsikan bentuk-bentuk secara
internal, melihat bentuk-bentuk secara eksternal, yang biru,
berwarna biru, bercorak biru, bernuansa biru, dan setelah
menguasainya, kemudian menyadari sebagai berikut: ‘Aku
mengetahui, aku melihat.tidak mempersepsikan
bentuk-bentuk secara internal, melihat bentuk-bentuk secara
eksternal, yang merah, berwarna merah, bercorak merah,
bernuansa merah, dan setelah menguasainya, kemudian menyadari
sebagai berikut: ‘Aku mengetahui, aku melihat’ tidak mempersepsikan bentuk-
bentuk secara internal, melihat bentuk-bentuk secara eksternal,
yang kuning, berwarna kuning, bercorak kuning, bernuansa kuning,
dan setelah menguasainya, kemudian menyadari sebagai berikut:
‘Aku mengetahui, aku melihat’ …
mengembangkan kasiṇa tanah … 200 (456)
mengembangkan kasiṇa air … (457) mengembangkan kasiṇa api
… (458) mengembangkan kasiṇa udara … (459) mengembangkan
kasiṇa biru … (460) mengembangkan kasiṇa kuning … (461)
mengembangkan kasiṇa merah … (462) mengembangkan kasiṇa
putih … (463) mengembangkan kasiṇa ruang … (464)
mengembangkan kasiṇa kesadaran …”Perhatian yang diarahkan pada jasmani. Ini adalah satu
hal itu yang, ketika dikembangkan dan dilatih, maka mengarah
menuju pembedaan melalui kebijaksanaan … mengarah menuju
nibbāna melalui ketidak-melekatan.”
Gelap
7(7 Gelap
“Para bhikkhu, ada dua kualitas gelap ini. Apakah dua ini? Tanpa
rasa malu dan tanpa rasa takut. Ini adalah kedua kualitas gelap itu.”
8 (8 Terang
“Para bhikkhu, ada dua kualitas terang ini. Apakah dua ini? rasa
malu dan rasa takut.225 Ini adalah kedua kualitas terang itu.”
9 (9) Perilaku
“Para bhikkhu, dua kualitas terang ini melindungi dunia. Apakah
dua ini? Rasa malu dan rasa takut. Jika kedua kualitas terang ini
tidak melindungi dunia, maka tidak akan terlihat di sini
[pengendalian apa pun sehubungan dengan] ibu dan bibi
seseorang, atau para istri dari para gurunya dan orang-orang
[lainnya] yang dihormati. 226 Dunia akan menjadi tempat perilaku
seksual yang tidak pandang bulu, seperti kambing dan domba,
ayam dan babi, anjing dan serigala. Tetapi karena kedua kualitas
terang ini melindungi dunia, maka di sini terlihat [pengendalian
sehubungan dengan] ibu dan bibi seseorang, atau para istri dari
para gurunya, dan orang-orang [lainnya] yang dihormati.”“Para bhikkhu, ada dua jenis orang dungu. Apakah dua ini?
Seorang yang tidak melihat pelanggarannya sebagai suatu
pelanggaran dan seorang yang tidak, menurut Dhamma, menerima.
pelanggaran dari orang yang mengakui pelanggarannya. Ini adalah
dua jenis orang dungu.240
a
mempraktikkan kekecewaan pada kenikmatan indria,
mempraktikkan kebosanan terhadapnya, dan mempraktikkan
lenyapnya.260 Ia mempraktikkan kekecewaan pada kondisi-kondisi
penjelmaan, mempraktikkan kebosanan terhadapnya, dan
mempraktikkan lenyapnya. 261 Ia mempraktikkan hancurnya
ketagihan. Ia mempraktikkan hancurnya keserakahan. 262 Dengan
hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam
kelompok para deva tertentu.
Meninggal dunia dari sana, ia adalah
seorang yang-tidak-kembali, seorang yang tidak kembali pada
kondisi makhluk ini. Ia disebut orang yang terbelenggu secara
eksternal, yang adalah seorang yang-tidak-kembali, seorang yang
tidak kembali pada kondisi makhluk ini.”263.“Demikian pula, ketika para bhikkhu jahat menjadi kuat, maka
para bhikkhu berperilaku baik menjadi lemah. Pada saat itu para
bhikkhu berperilaku baik duduk diam di tengah-tengah Saṅgha271
atau mereka mendatangi 272 provinsi-provinsi jauh. Hal ini adalah
demi bahaya bagi banyak orang, demi ketidak-bahagiaan banyak
orang, demi kehancuran, bahaya, dan penderitaan banyak orang,
para deva dan manusia. [69].“Dan apakah kumpulan orang-orang unggul? Di sini, dalam
kumpulan jenis ini para bhikkhu senior tidak hidup mewah dan tidak
menjadi mengendur, dan membuang kebiasaan-kebiasaan lama
dan menjadi pelopor dalam keterasingan; mereka membangkitkan
kegigihan untuk mencapai apa yang belum dicapai,“Para bhikkhu, ada dua jenis kebahagiaan ini. Apakah dua ini?
Kebahagiaan indria dan kebahagiaan meninggalkan keduniawian.
Ini adalah kedua jenis kebahagiaan itu. Di antara kedua jenis
kebahagiaan ini, kebahagiaan meninggalkan keduniawian adalah
yang terunggul.”
66 (3)
“Para bhikkhu, ada dua jenis kebahagiaan ini. Apakah dua ini?
Kebahagiaan yang terikat dengan perolehan dan kebahagiaan
tanpa perolehan. Ini adalah kedua jenis kebahagiaan itu. Di antara
kedua jenis kebahagiaan ini, kebahagiaan tanpa perolehan adalah
yang terunggul.”301
67 (4)
“Para bhikkhu, ada dua jenis kebahagiaan ini. Apakah dua ini? [81]
Kebahagiaan dengan noda-noda dan kebahagiaan tanpa noda-
noda. Ini adalah kedua jenis kebahagiaan itu. Di antara kedua jenis
kebahagiaan ini, kebahagiaan tanpa noda-noda adalah yang
terunggul.”
68 (5)
“Para bhikkhu, ada dua jenis kebahagiaan ini. Apakah dua ini?
Kebahagiaan duniawi dan kebahagiaan spiritual.302 Ini adalah kedua
jenis kebahagiaan itu. Di antara kedua jenis kebahagiaan ini,
kebahagiaan spiritual adalah yang terunggul.”
69 (6)
“Para bhikkhu, ada dua jenis kebahagiaan ini. Apakah dua ini?
Kebahagiaan mulia dan kebahagiaan tidak mulia. Ini adalah kedua
jenis kebahagiaan itu. Di antara kedua jenis kebahagiaan ini,
kebahagiaan mulia adalah yang terunggul.”
70 (7)
“Para bhikkhu, ada dua jenis kebahagiaan ini. Apakah dua ini?
Kebahagiaan jasmani dan kebahagiaan batin. Ini adalah kedua jenis
kebahagiaan itu. Di antara kedua jenis kebahagiaan ini,
kebahagiaan batin adalah yang terunggul.”“Para bhikkhu, ada dua jenis kebahagiaan ini. Apakah dua ini?
Kebahagiaan yang disertai dengan sukacita dan kebahagiaan tanpa
sukacita. Ini adalah kedua jenis kebahagiaan itu. Di antara kedua
jenis kebahagiaan ini, kebahagiaan tanpa sukacita adalah yang
terunggul.”303
72 (9)
“Para bhikkhu, ada dua jenis kebahagiaan ini. Apakah dua ini?
Kebahagiaan yang menyenangkan dan kebahagiaan
keseimbangan. Ini adalah kedua jenis kebahagiaan itu. Di antara
kedua jenis kebahagiaan ini, kebahagiaan keseimbangan adalah
yang terunggul.”304
73 (10)
“Para bhikkhu, ada dua jenis kebahagiaan ini. Apakah dua ini?
Kebahagiaan konsentrasi dan kebahagiaan tanpa konsentrasi. Ini
adalah kedua jenis kebahagiaan itu. Di antara kedua jenis
kebahagiaan ini, kebahagiaan konsentrasi adalah yang terunggul.”
74 (11)
“Para bhikkhu, ada dua jenis kebahagiaan ini. Apakah dua ini?
Kebahagiaan yang berdasarkan pada adanya sukacita dan
kebahagiaan yang berdasarkan pada ketiadaan sukacita. [82] Ini
adalah kedua jenis kebahagiaan itu. Di antara kedua jenis
kebahagiaan ini, kebahagiaan yang berdasarkan pada ketiadaan
sukacita adalah yang terunggul.305
75 (12)
“Para bhikkhu, ada dua jenis kebahagiaan ini. Apakah dua ini?
Kebahagiaan yang berdasarkan pada kenikmatan dan kebahagiaan
yang berdasarkan pada keseimbangan. Ini adalah kedua jenis
kebahagiaan itu. Di antara kedua jenis kebahagiaan ini,
kebahagiaan yang berdasarkan pada keseimbangan adalah yang
terunggul.”“Para bhikkhu, dengan berperilaku buruk terhadap dua individu,
orang dungu, yang tidak kompeten, dan jahat mempertahankan
dirinya dalam kondisi celaka dan terluka; ia tercela dan dicela oleh
para bijaksana; dan ia menghasilkan banyak keburukan.
Ketidak-membahayakan dan kemurnian … (168) Tidak
menjaga pintu-pintu indria dan makan berlebihan … (169) Menjaga
pintu-pintu indria dan makan secukupnya … (170) Kekuatan
refleksi dan kekuatan pengembangan … (171) Kekuatan perhatian
dan kekuatan konsentrasi … [95] … (172) Ketenangan dan
pandangan terang … (173) Kegagalan dalam perilaku bermoral
dan kegagalan dalam pandangan … (174) Keberhasilan dalam
perilaku bermoral dan keberhasilan dalam pandangan … (175)
Kemurnian perilaku bermoral dan kemurnian pandangan … (176)
Kemurnian pandangan dan usaha sesuai dengan pandangannya …
(177) Ketidak-puasan sehubungan dengan kualitas-kualitas
bermanfaat dan tidak mengenal lelah dalam berusaha … (178)
Pikiran yang kacau dan kurangnya pemahaman jernih … (179)
Perhatian dan pemahaman jernih. Ini adalah kedua kualitas itu.”Para bhikkhu, dengan memiliki dua kualitas, dengan hancurnya
jasmani, setelah kematian, seseorang di sini terlahir kembali di alam
sengsara, di alam tujuan kelahiran yang buruk, di alam rendah, di
neraka. Apakah dua ini? (220) Kemarahan dan permusuhan …
(221) Sikap merendahkan dan kurang ajar … (222) Iri dan kikir …
(223) Kecurangan dan muslihat … (224) Tanpa rasa malu dan
tanpa rasa takut. Dengan memiliki kedua kualitas ini, dengan
hancurnya jasmani, setelah kematian, seseorang di sini terlahir
kembali di alam sengsara, di alam tujuan kelahiran yang buruk, di
alam rendah, di neraka.”“Para bhikkhu, demi pengetahuan langsung … demi pemahaman
penuh … demi kehancuran sepenuhnya … demi meninggalkan …
demi hancurnya … demi hilangnya … demi peluruhan … demi
lenyapnya … demi berhentinya … demi terlepasnya kebencian …
delusi … kemarahan … permusuhan … sikap merendahkan …
sikap kurang ajar … iri … kekikiran … kecurangan … muslihat …
sikap keras-kepala … sikap berapi-api … keangkuhan …
kesombongan … kemabukan … kelengahan, maka dua hal harus
dikembangkan. Apakah dua ini? Ketenangan dan pandangan terang. Demi terlepasnya kelengahan, maka kedua hal ini harus
dikembangkan.“Para bhikkhu, dengan memiliki tiga kualitas, si dungu, yang tidak
kompeten, dan jahat mempertahankan dirinya dalam kondisi celaka
dan terluka; ia tercela dan dicela oleh para bijaksana; dan ia
menghasilkan banyak keburukan. Apakah tiga ini? Perbuatan buruk
melalui jasmani, perbuatan buruk melalui ucapan, dan perbuatan
buruk melalui pikiran. Dengan memiliki ketiga kualitas ini, si dungu,
yang tidak kompeten, dan jahat mempertahankan dirinya dalam
kondisi celaka dan terluka; ia tercela dan dicela oleh para bijaksana;
dan ia menghasilkan banyak keburukan. Ia mendorong perbuatan melalui jasmani yang memicu
perselisihan, perbuatan melalui ucapan yang memicu perselisihan,
dan perbuatan melalui pikiran yang memicu perselisihan.“Demikianlah, para bhikkhu, karena kalian merasa muak, malu,
dan jijik dengan umur kehidupan surgawi, keindahan surgawi,
kebahagiaan surgawi, keagungan surgawi, dan kekuasaan surgawi,
maka terlebih lagi kalian harus merasa lebih muak, malu, dan jijik
lagi sehubungan dengan perbuatan buruk melalui jasmani,
perbuatan buruk melalui ucapan, dan perbuatan buruk melalui
pikiran.”
“Para bhikkhu, dengan memiliki tiga faktor, seorang penjaga toko
segera mencapai kekayaan besar dan berlimpah. Apakah tiga ini?
Di sini, seorang penjaga toko memiliki mata yang tajam,
bertanggung jawab, dan memiliki penyokong.
(1) “Dan bagaimanakah, para bhikkhu, seorang penjaga toko
memiliki mata yang tajam? Di sini, seorang penjaga toko
mengetahui suatu barang: ‘Jika barang ini dibeli dengan harga ini
dan dijual dengan harga itu, maka barang ini memerlukan modal
sebesar ini dan menghasilkan keuntungan sebesar itu.’ Demikianlah
seorang penjaga toko memiliki mata yang tajam.
(2) “Dan bagaimanakah seorang penjaga toko bertanggung
jawab? Di sini, seorang penjaga toko terampil dalam membeli dan
menjual barang-barang. Demikianlah seorang penjaga toko
bertanggung jawab.
(3) “Dan bagaimanakah seorang penjaga toko memiliki
penyokong? [117] Di sini, para perumah tangga dan para putra
perumah tangga yang kaya, dengan kekayaan berlimpah mengenalinya sebagai berikut: ‘Penjaga toko yang baik ini memiliki
mata yang tajam dan bertanggung jawab; ia mampu menyokong
istri dan anak-anaknya dan dari waktu ke waktu juga membayar
kepada kami.’ Maka mereka menyimpan kekayaan mereka
padanya, dengan berkata: ‘Setelah memperoleh kekayaan dengan
ini, sahabat penjaga toko, sokonglah istri dan anak-anakmu dan
dari waktu ke waktu juga membayar kepada kami.’ Demikianlah
seorang penjaga toko memiliki penyokong.
21 (1) Saviṭṭha
Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavā
sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.
Kemudian Yang Mulia Saviṭṭha dan Yang Mulia Mahākoṭṭhita
mendatangi Yang Mulia Sāriputta dan saling bertukar sapa
dengannya.Seorang yang bergaul dengan orang rendah akan mengalami
kemunduran;
seorang yang bergaul dengan orang yang setara tidak akan
mengalami kemunduran;
dengan melayani seorang yang tinggi, maka seseorang akan
berkembang dengan cepat;
oleh karena itu kalian harus mengikuti orang yang lebih tinggi
daripada kalian.Ia tidak memiliki kekayaan,
juga tidak melakukan perbuatan-perbuatan berjasa;
si orang buta tanpa mata
melemparkan lemparan tidak beruntung pada kedua sisi.
orang yang digambarkan sebagai bermata satu.
adalah seorang munafik yang mencari kekayaan,
[kadang-kadang] dengan cara yang baik
[dan kadang-kadang] dengan cara yang tidak baik.
Dengan tindakan-tindakan mencuri dan menipu
dan dengan ucapan-ucapan dusta
orang itu yang menikmati kenikmatan indria
mahir dalam menimbun kekayaan.
setelah pergi dari sini menuju neraka,
orang bermata satu itu disiksa.
Seorang bermata dua dikatakan sebagai
orang dari jenis terbaik.
Kekayaannya365 diperoleh melalui usahanya sendiri,
dengan benda-benda yang diperoleh dengan jujur. [130]
Kemudian dengan kehendak terbaik ia memberi
orang ini dengan pikiran yang tidak terbagi Ia pergi menuju [kelahiran kembali di] alam yang baik
di mana, setelah pergi, ia tidak bersedih.
Seseorang dari jauh harus menghindari
si orang buta dan orang bermata satu,
tetapi harus berteman dengan orang bermata dua,
orang dari jenis terbaik.
Seperti halnya, ketika
seseorang meletakkan berbagai bahan makanan yang ditebarkan di
atas pangkuannya – biji wijen, beras, kue, dan jujube – jika ia tidak
penuh perhatian ketika bangkit dari duduknya,
Orang dengan kebijaksanaan terbalik,
bodoh dan tidak melihat,
sering pergi mengunjungi para bhikkhu
[untuk mendengarkan mereka mengajarkan Dhamma].
Namun orang ini tidak menangkap
apa pun dari khotbah itu,“Ditinggalkannya
persepsi-persepsi indriawi dan kesedihan;
dihilangkannya ketumpulan,
diusirnya penyesalan;370
“Keseimbangan dan perhatian yang murni
didahului oleh refleksi pada Dhamma:
ini, Aku katakan, adalah kebebasan melalui pengetahuan
akhir,
hancurnya ketidak-tahuan.”371.
Ketidak-serakahan adalah satu penyebab bagi
asal-mula kamma; ketidak-bencian adalah satu penyebab bagi
asal-mula kamma; ketidak-delusian adalah satu penyebab bagi
asal-mula kamma.“Mungkin muncul pada perumah tangga atau putra perumah
tangga itu demam jasmani dan batin yang muncul dari delusi, yang
akan menyiksanya sehingga ia tidak dapat tidur nyenyak; tetapi
Sang Tathāgata telah meninggalkan delusi demikian, memotongnya
di akarnya, membuatnya bagaikan tunggul pohon palem, [138]
melenyapkannya sehingga tidak tumbuh lagi di masa depan. Oleh
karena itu Aku tidur nyenyak.”Seorang
kaum duniawi yang tidak terpelajar, karena mabuk pada kesehatan,
melakukan perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran.
Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di
alam sengsara, “Kaum duniawi tunduk pada penyakit,
penuaan, dan kematian, menjadi jijik
[karena orang lain] yang muncul
sesuai dengan sifat alaminya.395
“Jika Aku menjadi jijik
pada makhluk-makhluk dengan sifat demikian,
itu tidaklah selayaknya bagiKu
karena Aku juga memiliki sifat alami yang sama.Dalam luasnya dunia ini terdapat para petapa dan
brahmana yang memiliki kekuatan batin dan mata dewa yang
mengetahui pikiran makhluk-makhluk lain. Mereka melihat benda-
benda yang jauh tetapi mereka sendiri tidak terlihat bahkan ketika
mereka berada cukup dekat; mereka mengetahui pikiran [makhluk-
makhluk lain] dengan pikiran mereka sendiri.‘Kegigihan harus dibangkitkan dalam diriku [149] tanpa
mengendur; perhatian harus ditegakkan tanpa kacau; tubuhku
harus tenang tanpa gangguan; pikiranku harus dikonsentrasikan dan terpusat.’ Setelah menjadikan dunia sebagai otoritasnya, ia
meninggalkan apa yang tidak bermanfaat dan mengembangkan
apa yang bermanfaat; ia meninggalkan apa yang tercela dan
mengembangkan apa yang tidak tercela; ia mempertahankan
dirinya dalam kemurnian. Ini disebut dunia sebagai otoritas.Setelah menaklukkan Māra
dan mengatasi pembuat-akhir,
sang pejuang telah menyelesaikan kelahiran.
Seorang petapa demikian, bijaksana, seorang pengenal-
dunia,
tidak mengidentifikasikan sebagai apa pun sama sekali.402.Dalam luasnya dunia ini terdapat para petapa dan
brahmana yang memiliki kekuatan batin dan mata dewa yang
mengetahui pikiran makhluk-makhluk lain. Mereka melihat benda-
benda yang jauh tetapi mereka sendiri tidak terlihat bahkan ketika
mereka berada cukup dekat; mereka mengetahui pikiran [makhluk-
makhluk lain] dengan pikiran mereka sendiri. Mereka akan
mengetahuiku sebagai berikut: “Lihatlah orang ini: walaupun ia telah
meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju
kehidupan tanpa rumah, namun ia ternoda oleh kondisi-kondisi
buruk yang tidak bermanfaat.” Juga ada para dewa dengan
kekuatan batin dan mata dewa yang mengetahui pikiran makhluk-
makhluk lain. Mereka melihat benda-benda yang jauh tetapi mereka
sendiri tidak terlihat bahkan ketika mereka berada cukup dekat;
mereka mengetahui pikiran [makhluk-makhluk lain] dengan pikiran
mereka sendiri.Seseorang yang ingin melihat orang-orang bermoral,
yang ingin mendengar Dhamma sejati,
yang telah melenyapkan noda kekikiran,
disebut seorang yang memiliki keyakinan. [151].“Dan bagaimanakah seorang bhikkhu jahat bergantung pada
permukaan yang tidak rata? Di sini, seorang bhikkhu jahat terlibat
dalam perbuatan tidak baik melalui jasmani, ucapan, dan pikiran.
Dengan cara inilah seorang bhikkhu jahat bergantung pada
permukaan yang tidak rata.
(2) “Dan bagaimanakah seorang bhikkhu jahat bergantung pada
belantara? Di sini, seorang bhikkhu jahat menganut pandangan
salah, mengadopsi pandangan ekstrim. Dengan cara inilah seorang
bhikkhu jahat bergantung pada belantara.“Brahmana, seseorang yang tergerak oleh nafsu,
dikendalikan oleh nafsu, dengan pikiran dikuasai oleh nafsu, [157]
menghendaki penderitaannya sendiri, penderitaan orang lain, dan
penderitaan keduanya, dan ia mengalami penderitaan batin dan
kesedihan. Tetapi ketika nafsu ditinggalkan, ia tidak menghendaki
penderitaannya sendiri, penderitaan orang lain, atau penderitaan
keduanya, dan ia tidak mengalami penderitaan batin dan
kesedihan. Dengan cara inilah Dhamma itu terlihat secara langsung.“Pada masa sekarang, Brahmana, orang-orang tergerak oleh
nafsu terlarang, dikuasai oleh keserakahan yang tidak selayaknya,
didera oleh Dhamma palsu. 414 Sebagai akibatnya, mereka
mengambil senjata-senjata dan saling membunuh satu sama lain.
Karena itu banyak orang yang mati. Ini adalah alasan mengapa
pada masa sekarang ini jumlah penduduk berkurang, berkurangnya
populasi terlihat, dan desa-desa, pemukiman-pemukiman, kota-
kota, dan daerah-daerah telah lenyap.
(2) “Kemudian, pada masa sekarang, orang-orang tergerak oleh
nafsu terlarang, dikuasai oleh keserakahan yang tidak selayaknya,
didera oleh Dhamma palsu. Ketika hal ini terjadi, hujan yang turun
tidak mencukupi. Sebagai akibatnya, bencana kelaparan dan
kelangkaan padi terjadi; hasil panen rusak dan menjadi jerami.
Karena itu banyak orang yang mati. Ini adalah alasan lain mengapa
pada masa sekarang ini jumlah penduduk berkurang, berkurangnya
populasi terlihat, dan desa-desa, pemukiman-pemukiman, kota-
kota, dan daerah-daerah telah lenyap.“Guru Gotama, aku telah mendengar: ‘Petapa Gotama
mengatakan: “Dana harus diberikan hanya kepadaKu, [161] bukan
kepada orang lain; dana harus diberikan hanya kepada para
siswaKu, bukan kepada para siswa orang lain. Hanya apa yang
diberikan kepadaKu yang sangat berbuah, bukan apa yang
diberikan kepada orang lain; hanya apa yang diberikan kepada para
siswaKu yang sangat berbuah,“Ketika pikirannya terkonsentrasi demikian, murni, bersih,
tanpa noda, bebas dari kekotoran, lunak, lentur, kokoh, dan
mencapai ketanpa-gangguan, ia mengarahkannya pada
pengetahuan hancurnya noda-noda.
Tetapi
sekarang ada lebih banyak bhikkhu, tetapi lebih sedikit yang
memperlihatkan keajaiban kekuatan batin yang melampaui
manusia.’ “Ada, brahmana, tiga jenis keajaiban ini. Apakah tiga ini?
Keajaiban kekuatan batin, keajaiban membaca pikiran, dan
keajaiban pengajaran.423
(1) “Dan apakah, Brahmana, keajaiban kekuatan batin? Di sini,
seorang bhikkhu mengerahkan berbagai jenis kekuatan batin: dari
satu, ia menjadi banyak; dari banyak, ia menjadi satu; ia muncul
dan lenyap; ia berjalan tanpa terhalangi menembus tembok,
menembus dinding, menembus gunung seolah-olah melewati
ruang kosong; ia menyelam masuk dan keluar dari dalam tanah
seolah-olah di dalam air; ia berjalan di atas air tanpa tenggelam
seolah-olah di atas tanah; dengan duduk bersila, ia terbang di
angkasa bagaikan seekor burung; dengan tangannya ia menyentuh
dan menepuk bulan dan matahari begitu kuat dan perkasa; ia
mengerahkan kemahiran dengan jasmani hingga sejauh alam
brahmā. Ini disebut keajaiban kekuatan batin.Ada, brahmana, tiga jenis keajaiban ini. Apakah tiga ini?
Keajaiban kekuatan batin, keajaiban membaca pikiran, dan
keajaiban pengajaran.423
(1) “Dan apakah, Brahmana, keajaiban kekuatan batin? Di sini,
seorang bhikkhu mengerahkan berbagai jenis kekuatan batin: dari
satu, ia menjadi banyak; dari banyak, ia menjadi satu; ia muncul
dan lenyap; ia berjalan tanpa terhalangi menembus tembok,
menembus dinding, menembus gunung seolah-olah melewati
ruang kosong; ia menyelam masuk dan keluar dari dalam tanah
seolah-olah di dalam air; ia berjalan di atas air tanpa tenggelam
seolah-olah di atas tanah; dengan duduk bersila, ia terbang di
angkasa bagaikan seekor burung; dengan tangannya ia menyentuh
dan menepuk bulan dan matahari begitu kuat dan perkasa; ia
mengerahkan kemahiran dengan jasmani hingga sejauh alam
brahmā. Ini disebut keajaiban kekuatan batin.
(2) “Dan apakah, Brahmana, keajaiban membaca pikiran? Ada
seseorang yang, melalui suatu petunjuk,424 menyatakan: ‘Pikiranmu demikian, demikianlah apa yang engkau pikirkan, pikiranmu dalam
kondisi demikian.’ Dan bahkan jika ia mengucapkan banyak
pernyataan, maka pernyataan-pernyataan itu adalah tepat seperti
itu dan bukan sebaliknya.
“Kemudian, seseorang tidak menyatakan [kondisi pikiran]
dengan berdasarkan suatu petunjuk, [171] tetapi ia mendengarkan
suara orang-orang, makhluk-makhluk tak tampak, atau dewa-dewa
[berbicara] dan kemudian menyatakan: ‘Pikiranmu demikian,
demikianlah apa yang engkau pikirkan, pikiranmu dalam kondisi
demikian.’ Dan bahkan jika ia mengucapkan banyak pernyataan,
maka pernyataan-pernyataan itu adalah tepat seperti itu dan bukan
sebaliknya.Dan bahkan jika ia mengucapkan banyak
pernyataan, maka pernyataan-pernyataan itu adalah tepat seperti
itu dan bukan sebaliknya. Ini disebut keajaiban membaca pikiran.“Dan apakah, para bhikkhu, kebenaran mulia penderitaan?
Kelahiran adalah penderitaan, penuaan adalah penderitaan,
penyakit adalah penderitaan, kematian [177] adalah penderitaan;
dukacita, ratapan, kesakitan, kesedihan, dan kesengsaraan adalah
penderitaan; tidak mendapatkan apa yang diinginkan adalah
penderitaan; singkatnya, kelima kelompok unsur kehidupan yang
tunduk pada kemelekatan adalah penderitaan. Ini disebut
kebenaran mulia penderitaan.mengalihkan
diskusi pada topik yang tidak relevan; [atau] memperlihatkan
kemarahan, kebencian, dan kekesalan; atau duduk berdiam diri,
bingung, membungkuk, putus asa, muram, dan terdiam, persis
seperti Pengembara Sarabha.450.
Marilah, O penduduk Kālāma, jangan menuruti tradisi lisan, ajaran
turun-temurun, kabar angin, kumpulan teks, logika, penalaran,
pertimbangan, dan penerimaan pandangan setelah merenungkan,
pembabar yang tampaknya cukup kompeten, atau karena kalian
berpikir: ‘Petapa itu adalah guru kami.“Para penduduk Kālāma, seseorang yang penuh delusi,
dikendalikan oleh delusi, pikirannya dikuasai oleh delusi, akan
melakukan pembunuhan … dan ia menganjurkan orang lain untuk
melakukan hal serupa. Apakah itu akan mengakibatkan bahaya dan
penderitaan baginya untuk waktu yang lama?”“Para penduduk Kālāma, seseorang yang tanpa kebencian,
tidak dikendalikan oleh kebencian, pikirannya tidak dikuasai oleh
kebencian, tidak akan melakukan pembunuhan … dan ia juga tidak
akan menganjurkan orang lain untuk melakukan hal serupa. Apakah
itu akan mengakibatkan kesejahteraan dan kebahagiaan baginya
untuk waktu yang lama?. ‘Nafsu, teman-teman, adalah kurang tercela tetapi lambat
lenyap; kebencian adalah sangat tercela tetapi cepat lenyap; delusi
adalah sangat tercela dan lambat lenyap.’471.“Para bhikkhu, ada tiga akar tidak bermanfaat ini. Apakah tiga ini?
Akar tidak bermanfaat keserakahan; akar tidak bermanfaat
kebencian; dan akar tidak bermanfaat delusi.jasmani, ucapan, dan pikiran adalah juga tidak bermanfaat.
Ketika seseorang terdelusi, dikendalikan oleh delusi, dengan pikiran
dikuasai oleh delusi, maka ia mengakibatkan penderitaan pada
orang lain dengan alasan palsu.“Misalkan sebatang pohon 473 terlilit dan terselimuti oleh tiga
tanaman rambat māluvā. Pohon itu akan menemui kemalangan,
menemui bencana, menemui kemalangan dan bencana. Demikian
pula, orang seperti itu yang dikendalikan kualitas-kualitas buruk
yang tidak bermanfaat yang muncul dari keserakahan [203] …
muncul dari kebencian … muncul dari delusi, dengan pikiran
dikuasai olehnya, berdiam dalam penderitaan dalam kehidupan ini,
dengan kesusahan, kesedihan, dan demam, dan dengan
hancurnya jasmani, setelah kematian, suatu alam tujuan yang buruk
menantinya. Ini adalah ketiga akar tidak bermanfaat itu.“Demikian pula, para bhikkhu, orang seperti itu, yang telah
meninggalkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang
muncul dari keserakahan … muncul dari kebencian.Pikiran yang kotor dibersihkan melalui usaha.477
Dan bagaimanakah pikiran yang kotor dibersihkan melalui usaha?
Di sini, Visākhā, seorang siswa mulia mengingat Sang Tathāgata
sebagai berikut: ‘Sang Bhagavā adalah seorang Arahant,
tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan sejati dan
perilaku, sempurna menempuh sang jalan, pengenal dunia, pelatih
terbaik bagi orang-orang yang harus dijinakkan, guru para deva dan
manusia, Yang Tercerahkan, Yang Suci.’ Ketika seorang siswa
mulia mengingat Sang Tathāgata, pikirannya menjadi tenang,
kegembiraan muncul, dan kekotoran-kekotoran pikiran ditinggalkan
dengan cara yang sama seperti kepala seseorang, ketika kotor,
dibersihkan melalui usaha.oleh para bijaksana.’ Ketika seorang siswa mulia mengingat
Dhamma, pikirannya menjadi tenang, kegembiraan muncul, dan
kekotoran pikiran [208] ditinggalkan dengan cara yang sama
seperti badan seseorang, ketika kotor, dibersihkan melalui usaha.
Dhamma maka pikirannya
menjadi tenang, kegembiraan muncul, dan kekotoran pikiran
ditinggalkan. Adalah dengan cara ini pikiran yang kotor itu
dibersihkan melalui usaha.Dengan menggunakan panas, larutan
pencuci, kotoran sapi, air, dan usaha tepat oleh orang tersebut.“Dan bagaimanakah, Visākhā, seseorang membersihkan cermin
kotor melalui usaha? Dengan menggunakan minyak, abu, gulungan
kain, dan usaha tepat oleh orang tersebut. Adalah dengan cara ini
cermin kotor dibersihkan melalui usaha. Demikian pula, pikiran yang
kotor dibersihkan melalui usaha. Dan bagaimanakah pikiran yang
kotor dibersihkan melalui usaha? [210] Di sini, Visākhā, seorang
siswa mulia mengingat perilaku bermoralnya sendiri sebagai tidak
rusak … mengarah pada konsentrasi. Ketika seorang siswa mulia
mengingat perilaku bermoralnya sendiri, pikirannya menjadi tenang,
kegembiraan muncul, dan kekotoran pikiran ditinggalkan. Ini
disebut seorang siswa mulia yang menjalankan uposatha perilaku
bermoral, yang berdiam bersama dengan perilaku bermoral, dan
adalah dengan mempertimbangkan perilaku bermoral maka
pikirannya menjadi tenang, kegembiraan muncul, dan kekotoran pikiran ditinggalkan. Adalah dengan cara ini pikiran yang kotor itu
dibersihkan melalui usaha.“Dan bagaimanakah, Visākhā, emas tidak murni dibersihkan
melalui usaha? Dengan menggunakan tungku, garam, kapur
merah, pipa peniup dan jepitan, dan usaha tepat oleh orang
tersebut. Adalah dengan cara ini emas tidak murni dibersihkan
melalui usaha. Demikian pula, pikiran yang kotor dibersihkan melalui
usaha.“Dan bagaimanakah, Visākhā, emas tidak murni dibersihkan
melalui usaha? Dengan menggunakan tungku, garam, kapur
merah, pipa peniup dan jepitan, dan usaha tepat oleh orang
tersebut. Adalah dengan cara ini emas tidak murni dibersihkan
melalui usaha. Demikian pula, pikiran yang kotor dibersihkan melalui usaha.Seseorang tidak boleh membunuh makhluk-makhluk hidup
atau mengambil apa yang tidak diberikan;
ia seharusnya tidak berkata bohong atau meminum minuman
memabukkan; [215]
ia harus menahan diri dari aktivitas seksual, dari ketidak-
sucian;
ia tidak boleh makan di malam hari atau pada waktu yang
tidak tepat.
ia tidak boleh mengenakan kalung bunga atau mengoleskan
wangi-wangian;
ia harus tidur di tempat tidur [yang rendah] atau alas tidur di
lantai;
ini, mereka katakan, adalah uposatha berfaktor delapan
yang dinyatakan oleh Sang Buddha,
yang telah mencapai akhir penderitaan.
Sejauh matahari dan rembulan berputar,
memancarkan cahaya, begitu indah dipandang,
penghalau kegelapan, bergerak di sepanjang cakrawala,
bersinar di angkasa,485 menerangi segala penjuru.
“Demikianlah, Ānanda, bagi makhluk-makhluk yang terhalangi
oleh ketidak-tahuan dan terbelenggu oleh ketagihan, maka kamma
adalah lahannya, kesadaran adalah benihnya, dan ketagihan adalah
kelembaban bagi kesadaran mereka untuk tumbuh di alam tinggi.
Dengan cara inilah terjadi produksi penjelmaan baru di masa
depan.seorang pencapai nibbāna melalui usaha
… seorang pencapai nibbāna tanpa usaha … seorang pencapai
nibbāna ketika mendarat … seorang pencapai nibbāna pada masa
interval.Dengan penuh semangat, kuat, dan bersungguh-sungguh,
meditatif, penuh perhatian, dan indria-indria terjaga,
seseorang harus mempraktikkan moralitas yang lebih tinggi,
pikiran yang lebih tinggi, dan kebijaksanaan yang lebih tinggi.
seperti sebelumnya, demikian pula sesudahnya;
seperti sesudahnya, demikian pula sebelumnya;
seperti di bawah, demikian pula di atas;
seperti di atas, demikian pula di bawah;
seperti siang hari, demikian pula malam hari;
seperti malam hari, demikian pula siang hari;
setelah menguasai segala penjuru,
dengan konsentrasi tanpa batas.
528.Mereka menyebutnya seorang yang berlatih pada sang jalan,
yang perilakunya telah dimurnikan dengan baik.
mereka menyebutnya tercerahkan di dunia,
seorang bijaksana yang telah memenuhi praktik.529
Karena seorang yang terbebaskan oleh hancurnya ketagihan,
dengan lenyapnya kesadaran
kebebasan pikiran
adalah bagaikan padamnya pelita.530.“Para bhikkhu, ambil kasus seorang pedagang domba atau
tukang daging, [252] yang dapat mengeksekusi, memenjarakan,
mendenda, atau setidaknya menghukum seseorang yang mencuri
seekor dombanya tetapi tidak dapat melakukannya kepada orang
lain yang mencuri dombanya.
Semoga aku memahami pikiran dengan nafsu
sebagai pikiran dengan nafsu dan pikiran tanpa nafsu sebagai
pikiran tanpa nafsu; pikiran dengan kebencian sebagai pikiran
dengan kebencian dan pikiran tanpa kebencian sebagai pikiran
tanpa kebencian; pikiran dengan delusi sebagai pikiran dengan
delusi dan pikiran tanpa delusi sebagai pikiran tanpa delusi; pikiran
mengerut sebagai pikiran mengerut dan pikiran kacau sebagai
pikiran kacau; pikiran luhur sebagai pikiran luhur dan pikiran tidak
luhur sebagai pikiran tidak luhur; pikiran yang terlampaui sebagai
pikiran yang terlampaui dan pikiran yang tidak terlampaui sebagai
pikiran yang tidak terlampaui; pikiran terkonsentrasi sebagai pikiran
terkonsentrasi dan pikiran tidak terkonsentrasi sebagai pikiran tidak
terkonsentrasi;Semoga aku, dengan hancurnya noda-noda,
dalam kehidupan ini merealisasikan untuk diriku sendiri dengan
pengetahuan langsung kebebasan pikiran yang tanpa noda,
kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, aku
berdiam di dalamnya,’ ia mampu merealisasikannya, jika ada
landasan yang sesuai.”Tetapi
ketika Aku telah secara langsung mengetahui sebagaimana adanya
kepuasan di dunia sebagai kepuasan, bahaya sebagai bahaya, dan
jalan membebaskan diri darinya sebagai jalan membebaskan diri.(1) dalam disiplin Yang Mulia ini, bernyanyi adalah
meratap. (2) Dalam disiplin Yang Mulia ini, menari adalah kegilaan.
(3) Dalam disiplin Yang Mulia ini, tertawa terbahak-bahak,
memperlihatkan giginya, adalah kekanak-kanakan. Oleh karena itu,
para bhikkhu, sehubungan dengan bernyanyi dan menari [biarlah
terjadi] pembongkaran jembatan. Ketika kalian tersenyum
bergembira dalam Dhamma, kalian hanya boleh memperlihatkan
senyuman.”570.Para bhikkhu, ada tiga hal ini yang memberikan ketidakcukupan
dalam menikmatinya. Apakah tiga ini? (1) Tidak ada kecukupan
dalam menikmati tidur. (2) Tidak ada kecukupan dalam menikmati
minuman keras dan anggur. (3) Tidak ada kecukupan dalam
menikmati hubungan seksual. Tiga hal ini memberikan ketidak-
cukupan dalam menikmatinya.”“Misalkan sebuah rumah beratap lancip yang atap jeraminya
dipasang dengan buruk: maka puncak atap, kasau-kasau, dan
dinding-dinding menjadi tidak terlindungi; puncak atap, kasau-
kasau, dan dinding-dinding menjadi ternoda; puncak atap, kasau-
kasau, dan dinding-dinding menjadi busuk.Keserakahan adalah sebuah penyebab bagi asal-mula
kamma; kebencian adalah sebuah penyebab bagi asal-mula
kamma; delusi adalah sebuah penyebab bagi asal-mula kamma.
Ketika keinginan muncul, ia terbelenggu oleh hal-hal itu. Ketergila-
gilaan pikiran adalah apa yang Kusebut belenggu.Setelah menghindarinya, ia menjadi bosan dalam
pikiran, dan setelah menembusnya dengan kebijaksanaan, ia
melihat. Dengan cara inilah keinginan tidak muncul sehubungan
dengan hal-hal di masa depan yang menjadi landasan bagi
keinginan dan nafsu.Umur kehidupan para deva landasan
kekosongan adalah 60.000 kappa. Kaum duniawi menetap di sana
sepanjang hidupnya, dan ketika ia telah menyelesaikan keseluruhan
umur kehidupan deva itu, ia kemudian pergi ke neraka, ke alam
binatang, atau ke alam hantu sengsara. Tetapi siswa Sang Bhagavā
menetap di sana sepanjang hidupnya, dan ketika ia telah
menyelesaikan keseluruhan umur kehidupan deva itu, ia mencapai
nibbāna akhir di alam kehidupan yang sama itu. Ini adalah
perbedaan, disparitas, kesenjangan antara siswa mulia yang
terpelajar dan kaum duniawi yang tidak terpelajar, yaitu, ketika ada
alam tujuan masa depan dan kelahiran kembali.“Dan apakah keberhasilan dalam perilaku bermoral? Di sini,
seseorang menghindari membunuh, menghindari mengambil apa
yang tidak diberikan, menghindari melakukan perbuatan seksual
yang salah, menghindari kebohongan, menghindari ucapan
memecah belah, menghindari berbicara kasar, dan menghindari
bergosip. Ini disebut keberhasilan dalam perilaku bermoral.Kegagalan
dalam perilaku bermoral, kegagalan dalam pikiran, dan kegagalan
dalam pandangan.Karena kegagalan
dalam pandangan, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian,
makhluk-makhluk terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan
yang buruk, di alam rendah, di neraka.memakan makanan itu
dengan terikat padanya, tergila-gila padanya, secara membuta
terserap di dalamnya, tidak melihat bahaya di dalamnya dan tidak
memahami jalan membebaskan diri darinya. Ia memikirkan pikiran
indria sehubungan dengannya; ia memikirkan pikiran berniat buruk.
“Kerinduan, bhikkhu, adalah apa yang dimaksudkan dengan
‘kotoran.’ (2) Niat buruk adalah ‘bau busuk.’ (3) Pikiran-pikiran
buruk yang tidak bermanfaat adalah ‘lalat-lalat’. Adalah tidak dapat
dihindarkan, bhikkhu, bahwa lalat-lalat akan mengejar dan
menyerang seseorang yang mengotori dirinya sendiri dan ternoda
oleh bau busuk.” [281].Lalat-lalat – pikiran-pikiran yang berdasarkan pada nafsu –
akan berlari mengejar seseorang
yang tidak terkendali dalam organ-organ indria,
tidak terjaga dalam mata dan telinga.
Seorang bhikkhu yang kotor,
ternoda oleh bau busuk,
adalah jauh dari nibbāna
dan hanya memetik kesusahan.
Apakah di desa atau di hutan,
orang dungu yang tidak bijaksana,
karena tidak memperoleh kedamaian bagi dirinya sendiri,
bepergian diikuti lalat-lalat.597
Tetapi mereka yang sempurna dalam perilaku bermoral
yang bersenang dalam kebijaksanaan dan kedamaian,mereka yang damai itu hidup dengan bahagia,
setelah menghancurkan lalat-lalat.598.Anuruddha merealisasikan untuk dirinya sendiri
dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini,
kesempurnaan kehidupan spiritual yang tidak terlampaui yang
karenanya anggota-anggota keluarga dengan benar pergi
meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju
kehidupan tanpa rumah,Para
perempuan berkembang ketika tersembunyi, bukan ketika
terungkap.
599 (2) Himne-himne para brahmana berkembang ketika
tersembunyi, bukan [283] ketika terungkap. (3) Dan pandangan pandangan salah berkembang ketika tersembunyi, bukan ketika
terungkap. Ini adalah ketiga hal yang berkembang ketika
tersembunyi, bukan ketika terungkap.seorang bhikkhu adalah layak menerima
pemberian, layak menerima keramahan, layak menerima
persembahan, layak menerima penghormatan, lahan jasa yang
tidak taranya bagi dunia. Apakah tiga ini? Di sini, seorang bhikkhu
adalah seorang penembak jarak jauh, seorang penembak-tepat,
dan seorang yang membelah tubuh besar.Dhamma
dan disiplin, ia menjawabnya dan tidak bimbang. Ini, Aku katakan,
adalah keindahannya. Dan ia memperoleh jubah … dan
perlengkapan bagi yang sakit. Ini, Aku katakan, adalah proporsinya
yang benar. Dengan cara inilah seseorang yang seperti anak kuda
liar yang memiliki kecepatan, keindahan, dan proporsi yang benar.
“Ini, para bhikkhu, adalah ketiga jenis orang itu yang seperti anak
kuda liar.”.sini, dengan kehancuran sepenuhnya
kelima belenggu yang lebih rendah, seorang bhikkhu menjadi
seorang yang terlahir secara spontan.kebebasan pikiran yang tanpa noda,
kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia
berdiam di dalamnya. Ini.seorang bhikkhu
adalah yang terbaik di antara para deva dan manusia: seorang yang
telah mencapai akhir tertinggi, telah memenangkan keamanan
tertinggi dari belenggu, telah menjalani kehidupan spiritual tertinggi,
dan telah memperoleh kesempurnaan tertinggi. Apakah tiga ini?
[292] (1) Keajaiban kekuatan batin, (2) keajaiban membaca pikiran,
dan (3) keajaiban mengajar.“aroma tubuh perempuan adalah memuakkan (duggandha),
tetapi apa yang dimaksudkan di sini adalah bau-bauan yang berasal
dari tubuhnya karena salep, dan sebagainya.”
19 Mp: “Rasa kecapan perempuan adalah rasa kecapan bibirnya,
ludahnya, dan sebagainya, dan rasa kecapan bubur, nasi, dan
sebagainya yang ia berikan kepada suaminya. Banyak makhluk yang
menemui bencana setelah menerima kemanisan dari seorang
perempuan.kelima objek kenikmatan indria. Keinginan,
menginginkan, keinginan kuat, nafsu, kegemaran, kegemaran batin,
ini disebut keinginan kuat.”Ia adalah putra seorang perempuan yang menjadi bhikkhunī tanpa
menyadari bahwa ia sedang hamil. Ia meninggalkan keduniawian.Buddha, tetapi hal ini harus terjadi dalam kehidupan mendatang,
setelah ia telah mengalami perubahan jenis kelamin. Pernyataan ini
tidak diragukan telah diformulasikan dalam konteks kebudayaan India
pada masa itu, yang selalu menyerahkan posisi yang berkuasa
kepada para laki-laki.“membual, ucapan kosong,” dan
ukkācitavinīta sebagai “terlatih dalam ucapan kosong.” Saya
menggunakan “pembicaraan omong-kosong” daripada “ucapan
kosong,” karena ucapan yang dianggap layak di sini pastilah ucapan
tentang kekosongan.Karena kadang-kadang mereka mengalami keberuntungan, kadang-
kadang mereka mengalami kamma [menyakitkan] mereka; mereka
mengalami campuran kenikmatan dan kesakitan.kaum duniawi yang buta dan dungu adalah
muncul dari keserakahan, kebencian, dan delusi – apakah kamma
yang dirancang itu kecil atau besar – harus dialami di sini (idh’eva taṃ
vedaniyaṃ), yaitu, harus dialami oleh si dungu itu di sini dalam
penjelmaannya yang ini (idha sake attabhāveyeva); ini berarti bahwa
kamma itu matang dalam penjelmaan individunya itu.bagi seorang
yang melakukan perbuatan jahat, maka tidak ada tempat di dunia ini
yang dapat disebut ‘tersembunyi.’”
Sang Buddha
menantang kaum Nigaṇṭha dengan argumen lain melawan tesis
mereka bahwa semua perasaan adalah disebabkan oleh kamma
masa lalu.menjelaskan bahwa ia telah diminta oleh para pengembara dalam
komunitasnya untuk menerima penahbisan dari para bhikkhu,
mempelajari rahasia keberhasilan mereka (yang mereka percaya sebagai sejenis sihir yang mereka gunakan untuk menarik pengikut),
dan kemudian kembali dan membaginya kepada mereka.karena
dikuasai oleh kemarahan dan keangkuhan, akan dengan tidak masuk
akal memperlihatkan permusuhan dan ketidak-sabaran, atau (;)
akan dengan diam memendam rasa malu, kepalanya tertunduk,
merefleksikan secara diam-diam.”
“Seperti
halnya seorang perempuan yang berusaha untuk bersuara seperti
laki-laki tetapi hanya menghasilkan suara perempuan.Aku selalu memiliki cinta dan belas kasihan kepada seluruh
dunia. Pikiranku tidak kejam pada makhluk-makhluk hidup; tanpa
noda, gembira dan bahagia.”pikiran terkonsentrasi yang telah mencapai delapan kualitas: yaitu, (1)
murni, (2) bersih, (3) tanpa noda, (4) bebas dari kekotoran, (5) lunak,
(6) dapat diarahkan, (7) kokoh, dan (8) mencapai ketanpa-gangguan.
Dengan kata lain, ini mengatakan, “terkonsentrasi” dapat dianggap
sebagai kualitas pertama dan “kokoh dan mencapai ketanpa-
gangguan” secara bersama-sama merupakan yang ke delapan.kamma sendiri menentukan [umur
kehidupan]; seseorang akan menderita di sana hingga kammanya
habis. Hal yang sama berlaku untuk keempat alam sengsara. Kamma
juga menentukan umur kehidupan para deva bumi.Bagi para siswa mulia yang
terlahir kembali di antara sembilan alam brahma, kelahiran kembali
dapat terjadi di sana [di alam yang sama] atau di alam yang lebih
tinggi, tetapi tidak di alam yang lebih rendah. Tetapi kaum duniawi
mungkin terlahir kembali di alam yang sama, di alam yang lebih tinggi,
atau di alam yang lebih rendah. Para siswa mulia di lima alam murni
dan empat alam tanpa bentuk mungkin terlahir kembali di alam yang
sama atau di alam yang lebih tinggi. Seorang yang-tidak-kembali
yang terlahir kembali di alam jhāna pertama memurnikan sembilan
alam brahma dan mencapai nibbāna akhir sewaktu berdiam di
puncaknya. Tiga alam deva yang disebut ‘kondisi penjelmaan yang
terbaik’: alam berbuah besar (vehapphala), Akaniṭṭha, dan landasan
bukan-persepsi-juga-bukan-bukan-persepsi. Para yang-tidak-
kembali yang terlahir di ketiga kondisi ini tidak naik lebih tinggi, juga
tidak turun lebih rendah, melainkan mencapai nibbāna akhir di sana.”Anuguttara Nikaya 565.Ee menggabungkan masing-masing pasang sutta ini, berturut-turut
berdasarkan kualitas yang mengarah menuju neraka, dan menuju
surga, ke dalam satu sutta, dan dengan demikian menghitung
sepuluh sutta (153-62, dalam penomorannya). Ce dan Be, yang saya
ikuti, menomori masing-masing pasangan sutta yang berlawanan
secara terpisah dan dengan demikian menghitung dua puluh sutta.Konsentrasi sang jalan, karena dicapai melalui pandangan terang,
maka disebut tanpa keinginan; dan konsentrasi buah, karena dicapai
melalui jalan ini, juga disebut tanpa keinginan. (2) Melalui kualitas:
Konsentrasi sang jalan adalah kosong karena kosong dari nafsu, dan
seterusnya; tanpa gambaran karena gambaran-gambaran nafsu, dan
seterusnya, tidak ada; dan tanpa keinginan karena keinginan-
keinginan yang disebabkan oleh nafsu, dan seterusnya, tidak ada. (3)
Melalui objek: Nibbāna adalah kekosongan karena kosong dari nafsu,
dan seterusnya; tanpa gambaran dan tanpa keinginan, karena tanpa
gambaran nafsu, dan seterusnya, dan tanpa keinginan yang
disebabkan oleh nafsu, dan seterusnya.” Vism 657,13-259,10, Ppn
21.66-73, membahas ketiga “gerbang menuju kebebasan”
(vimuttimukha) dengan ketiga nama yang sama.“Perilaku bermoral, konsentrasi, kebijaksanaan,
dan kebebasan yang tidak terlampaui:
hal-hal ini Gotama yang termasyhur
telah dipahami oleh diriNya sendiri
“Setelah secara langsung mengetahui hal-hal ini,
Sang Buddha mengajarkan Dhamma kepada para bhikkhu.
Sang Guru, sang pembuat-akhir penderitaan,
Seorang dengan Penglihatan, telah mencapai nibbāna.”4.“Para bhikkhu, dengan memiliki empat kualitas, orang dungu, yang
tidak kompeten, dan jahat, mempertahankan dirinya dalam kondisi.celaka dan terluka; ia tercela [3] dan dicela oleh para bijaksana; dan
ia menghasilkan banyak keburukan. Apakah empat ini?
(1) “Tanpa menyelidiki dan tanpa memeriksa, ia memuji seorang
yang layak dicela. (2) Tanpa menyelidiki dan tanpa memeriksa, ia
mencela seorang yan70g layak dipuji. (3) Tanpa menyelidiki dan
tanpa memeriksa, ia mempercayai sesuatu yang mencurigakan. (4)
Tanpa menyelidiki dan tanpa memeriksa, ia mencurigai sesuatu
yang seharusnya dipercaya.Dengan memiliki keempat kualitas ini,
orang dungu, yang tidak kompeten, dan jahat, mempertahankan
dirinya dalam kondisi celaka dan terluka; ia tercela dan dicela oleh
para bijaksana; dan ia menghasilkan banyak keburukan.
(1)Dengan berperilaku buruk terhadap ibunya, si dungu, yang
tidak kompeten, dan jahat mempertahankan dirinya dalam kondisi
celaka dan terluka; ia tercela dan dicela oleh para bijaksana; dan ia
menghasilkan banyak keburukan. (2) Dengan berperilaku buruk
terhadap ayahnya … (3) Dengan berperilaku buruk terhadap Sang
Tathāgata … (4) Dengan berperilaku buruk terhadap seorang siswa
Sang Tathāgata … Dengan berperilaku buruk terhadap keempat
orang ini, si dungu, yang tidak kompeten, dan jahat,
mempertahankan dirinya dalam kondisi celaka dan terluka; ia
tercela dan dicela oleh para bijaksana; dan ia menghasilkan banyak keburukan.
Seorang yang berperilaku buruk
terhadap ibu dan ayahnya,
terhadap Sang Tathāgata yang tercerahkan,
atau terhadap siswaNya, [5]
menghasilkan banyak keburukan.
Karena perilaku yang tidak baik itu
terhadap ibu dan ayahnya,
para bijaksana mengkritiknya di sini dalam kehidupan ini
dan setelah kematian ia pergi ke alam sengsara.
Seorang yang berperilaku baik
terhadap ibu dan ayahnya,
terhadap Sang Tathāgata yang tercerahkan,
atau terhadap siswaNya,
menghasilkan banyak jasa.
Karena perilaku yang baik itu
terhadap ibu dan ayahnya,
para bijaksana memujinya di sini dalam kehidupan ini
dan setelah kematian ia bergembira di alam surga.10.(1) “Dan apakah orang yang mengikuti arus? Di sini, seseorang
menikmati kenikmatan indria dan melakukan perbuatan-perbuatan
buruk. Ini disebut orang yang mengikuti arus.
(2) “Dan apakah orang yang melawan arus? Di sini, seseorang
tidak menikmati kenikmatan indria atau melakukan perbuatan-
perbuatan buruk. Bahkan dengan kesakitan dan kesedihan.menangis dengan wajah basah oleh air mata, ia menjalani
kehidupan spiritual yang lengkap dan murni. Ini disebut orang yang
melawan arus.
(3) “Dan apakah orang yang kokoh dalam pikiran? Di sini,
dengan hancurnya kelima belenggu yang lebih rendah, seseorang
terlahir spontan, pasti mencapai nibbāna di sana tanpa pernah
kembali dari alam itu. Ini disebut orang yang kokoh dalam pikiran.
(4) “Dan apakah orang yang telah menyeberang dan sampai di
seberang, sang brahmana yang berdiri di atas tanah yang tinggi?
[6] Di sini, dengan hancurnya noda-noda, seseorang telah
merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung,
dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda,
kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia
berdiam di dalamnya.Orang-orang itu yang tidak terkendali dalam kenikmatan
indria,
tidak bebas dari nafsu, menikmati kenikmatan indria di sini,
berulang-ulang kembali pada12 kelahiran dan penuaan,
“orang-orang yang mengikuti arus” tenggelam dalam
ketagihan
Oleh karena itu seorang bijaksana dengan perhatian
ditegakkan,
dengan tidak mendekati kenikmatan indria dan perbuatan
buruk,
harus meninggalkan kenikmatan indria walaupun
menyakitkan:
mereka menyebut orang ini “orang yang melawan arus.”
Orang yang telah meninggalkan lima kekotoran,
seorang yang masih berlatih yang telah terpenuhi,13 tidak
mungkin mundur.“Para bhikkhu, ada empat jenis orang ini terdapat di dunia. Apakah
empat ini? Orang yang sedikit belajar yang tidak bersungguh-
sungguh pada apa yang telah ia pelajari; orang yang sedikit belajar
yang bersungguh-sungguh pada apa yang telah ia pelajari; orang
yang banyak belajar yang tidak bersungguh-sungguh pada apa
yang telah ia pelajari; orang yang banyak belajar yang bersungguh-
sungguh pada apa yang telah ia pelajari.
“Dan bagaimanakah orang yang sedikit belajar yang tidak
bersungguh-sungguh pada apa yang telah ia pelajari? [7] Di sini,
seseorang telah mempelajari sedikit – yaitu, khotbah-khotbah,
campuran prosa dan syair, penjelasan-penjelasan, syair-syair,
ucapan-ucapan inspiratif, kutipan-kutipan, kisah-kisah kelahiran,
kisah-kisah menakjubkan, dan pertanyaan-dan-jawaban14 - tetapi ia
tidak memahami makna dari apa yang telah ia pelajari; ia tidak
memahami Dhamma; dan ia tidak berlatih sesuai Dhamma.
Demikianlah orang yang sedikit belajar yang tidak bersungguh-
sungguh pada apa yang telah ia pelajari.
(2) “Dan bagaimanakah orang yang sedikit belajar yang
bersungguh-sungguh pada apa yang telah ia pelajari? Di sini,
seseorang telah mempelajari sedikit – yaitu, khotbah-khotbah …
pertanyaan-dan-jawaban – tetapi setelah memahami makna dari
apa yang telah ia pelajari, dan setelah memahami Dhamma, ia
berlatih sesuai Dhamma. Demikianlah orang yang sedikit belajar
yang bersungguh-sungguh pada apa yang telah ia pelajari.
(3) “Dan bagaimanakah orang yang banyak belajar yang tidak
bersungguh-sungguh pada apa yang telah ia pelajari? Di sini,.
Jika seseorang sedikit belajar
dan tidak kokoh dalam moralitas,
mereka mengkritiknya dalam kedua hal,
perilaku bermoral dan pembelajaran.
Jika seseorang sedikit belajar
namun kokoh dengan baik dalam moralitas,
mereka memujinya atas perilaku bermoralnya;
pembelajarannya telah berhasil.15
Jika seseorang banyak belajar
namun tidak kokoh dalam moralitas,
mereka mengkritiknya atas ketiadaan moralitasnya;
pembelajarannya belum berhasil. [8]
Jika seseorang banyak belajar
dan kokoh dengan baik dalam moralitas,
mereka memujinya dalam kedua hal,
perilaku bermoral dan pembelajaran.
Ketika seorang siswa Sang Buddha banyak belajar,
seorang ahli Dhamma, memiliki kebijaksanaan,.bagaikan kepingan uang yang terbuat dari emas gunung
yang dihaluskan,
siapakah yang pantas mencelanya?
Bahkan para deva memuji orang demikian;
Brahmā juga memujinya.seorang bhikkhu karena jubah, makanan, tempat tinggal, atau demi
kehidupan di sini atau di tempat lain.19 Ini adalah keempat cara itu di
mana ketagihan muncul pada seorang bhikkhu.”
Dengan
“Jika seorang bhikkhu telah bebas dari kerinduan dan niat
buruk ketika sedang berdiri … (3) Jika seorang bhikkhu telah bebas
dari kerinduan dan niat buruk ketika sedang duduk … [15] … (4)
Jika seorang bhikkhu telah bebas dari kerinduan dan niat buruk
ketika sedang berbaring terjaga; jika ia telah meninggalkan
ketumpulan dan kantuk, kegelisahan dan penyesalan, dan keragu-
raguan; jika kegigihannya telah dibangkitkan tanpa mengendur; jika
perhatiannya telah ditegakkan dan tidak kacau; jika jasmaninya
tenang dan tidak terganggu; jika pikirannya terkonsentrasi dan
terpusat, maka bhikkhu itu dikatakan sebagai tekun dan takut akan
perbuatan salah; ia terus-menerus dan tanpa henti penuh
semangat dan bersungguh-sungguh sewaktu sedang berbaring
terjaga.”Mengendalikan dan meninggalkan,
mengembangkan dan melindungi:
keempat usaha ini diajarkan
oleh kerabat Matahari.
Melalui cara-cara ini seorang bhikkhu yang tekun di sini
dapat mencapai hancurnya penderitaan.Si dungu dengan pikiran resah35
yang banyak membicarakan ucapan-ucapan tanpa tujuan,
pikirannya kacau,
bersenang dalam ajaran yang buruk,
menganut pandangan sesat, tidak sopan,
adalah jauh dari status seorang sesepuh.
Tetapi seorang yang sempurna dalam moralitas,
terpelajar dan melihat,
terkendali oleh diri sendiri dalam faktor-faktor kekokohan,yang dengan jelas melihat makna dengan kebijaksanaan;
yang melampaui segala fenomena,
tidak mandul, melihat;36
Yang telah meninggalkan kelahiran dan kematian,
sempurna dalam kehidupan spiritual,
padanya tidak ada noda-noda –
ia adalah seorang yang Kusebut sesepuh.
Dengan hancurnya noda-noda
seorang bhikkhu disebut sesepuh.
Ketika seseorang puas dengan apa yang tanpa cela,
barang sepele dan mudah diperoleh;
ketika pikirannya tidak tertekan
karena tempat tinggal,
jubah, minuman, dan makanan,
maka ia tidak terhalangi di mana pun.59
Kualitas-kualitas ini, dinyatakan dengan benar
agar sesuai dengan kehidupan pertapaan,
diperoleh oleh seorang bhikkhu60
yang puas dan waspada.“Setelah memahami ketinggian dan kerendahan dunia,
ia tidak terganggu oleh apa pun di dunia. [46]
Damai, tanpa asap, tidak terganggu, tanpa keinginan,
ia telah, Aku katakan, menyeberangi kelahiran dan
penuaan.Orang bijaksana menghindari apa yang membahayakan,
dan mengambil apa yang bermanfaat.
Dengan sampai pada apa yang bermanfaat,
yang kokoh dikatakan sebagai bijaksana.“Di masa lampau, Bhante, aku adalah seorang petapa bernama
Rohitassa, putra Bhoja, seorang yang memiliki kekuatan batin,
mampu melakukan perjalanan di angkasa. Kecepatanku adalah
bagaikan sebatang anak panah ringan yang dengan mudah
ditembakkan oleh seorang pemanah berbusur kokoh107 - seorang
yang terlatih, terampil, dan berpengalaman108 - melintasi bayangan pohon lontar. Langkahku adalah sedemikian sehingga dapat
mencapai dari samudra timur hingga samudra barat. Kemudian,
ketika aku memiliki kecepatan dan langkah demikian, suatu
keinginan muncul padaku: ‘Aku akan mencapai akhir dunia dengan
melakukan perjalanan.’ Dengan memiliki umur kehidupan selama
seratus tahun, hidup selama seratus tahun, Aku melakukan
perjalanan selama seratus tahun tanpa henti kecuali untuk makan,
minum, mengunyah, dan mengecap, untuk buang air besar dan air
kecil, dan untuk menghalau kelelahan dengan tidur; namun aku
mati dalam perjalanan itu tanpa mencapai akhir dunia.“Kemudian, seorang siswa mulia memiliki perilaku bermoral
yang disukai para mulia, yang tidak rusak, tanpa cacat, tanpa noda,
[57] tanpa bercak, membebaskan, dipuji oleh para bijaksana, tidak
dicengkeram, mengarah pada konsentrasi. Ini adalah arus jasa ke
empat …
“Ini adalah empat arus jasa, arus yang bermanfaat, makanan
bagi kebahagiaan – surgawi, matang dalam kebahagiaan,
mengarah menuju surga – yang mengarah pada apa yang
diharapkan, diinginkan, dan menyenangkan, yang mengarah pada
kesejahteraan dan kebahagiaan seseorang.Ketika keduanya tidak bermoral,
kikir dan kasar,
suami dan istri
hidup bersama sebagai orang-orang malang.
Sang suami tidak bermoral,kikir dan kasar,
tetapi istrinya bermoral,
murah hati, dermawan.
Ia adalah deva perempuan yang hidup
bersama dengan suami malang.
Sang suami adalah bermoral,
murah hati, dermawan,
tetapi istrinya tidak bermoral,
kikir dan kasar.
Ia adalah seorang malang yang hidup
bersama dengan suami deva.
Suami dan istri keduanya memiliki keyakinan,
murah hati dan terkendali oleh diri sendiri,
menjalani hidup mereka dengan kebaikan,
saling menyapa satu sama lain dengan kata-kata yang
menyenangkan.
Maka banyak manfaat mendatangi mereka
dan mereka berdiam dengan nyaman.
Musuh-musuh mereka menjadi kecewa
ketika keduanya setara dalam moralitas.
Setelah mempraktikkan Dhamma di sini,
dalam perilaku bermoral dan pelaksanaan yang sama,
bergembira [setelah kematian] di alam deva,
mereka bersukacita, menikmati kenikmatan-kenikmatan.“Dan apakah kesempurnaan dalam kebijaksanaan? [67] Jika
seseorang berdiam dengan pikiran dikuasai oleh kerinduan dan
keserakahan yang tidak selayaknya, maka ia melakukan apa yang seharusnya dihindari dan mengabaikan tugasnya, sehingga
kemasyhuran dan kebahagiaannya menjadi rusak. Jika ia berdiam
dengan pikiran dikuasai oleh niat buruk … oleh ketumpulan dan
kantuk … oleh kegelisahan dan penyesalan … oleh keragu-raguan,
maka ia melakukan apa yang seharusnya dihindari dan
mengabaikan tugasnya, sehingga kemasyhuran dan
kebahagiaannya menjadi rusak.Makhluk-makhluk terpikat oleh hal-hal yang menggoda,
mencari kesenangan dalam apa pun yang menyenangkan,
makhluk-makhluk rendah terikat oleh delusi,139
mengencangkan ikatan mereka.
Si dungu bepergian
menciptakan kamma tidak bermanfaat
yang timbul dari nafsu, kebencian, dan delusi:
perbuatan-perbuatan menyusahkan yang menghasilkan
penderitaan.Apakah empat
ini? Seorang yang menghargai kemarahan, bukan Dhamma sejati;
seorang yang menghargai sikap merendahkan, bukan Dhamma
sejati; seorang yang menghargai perolehan, bukan Dhamma sejati;
seorang yang menghargai kehormatan,hancurnya tiga belenggu dan melemahnya
keserakahan, kebencian, dan delusi,
“Para bhikkhu, ada empat jenis orang ini terdapat di dunia. Apakah
empat ini? Asura dengan pengikut para asura, asura dengan
pengikut para deva, deva dengan pengikut para asura, dan deva
dengan pengikut para deva.“Para bhikkhu, ada empat jenis orang ini terdapat di dunia. Apakah
empat ini? (1) Di sini, seseorang memperoleh ketenangan pikiran
internal tetapi tidak memperoleh kebijaksanaan pandangan terang
yang lebih tinggi ke dalam fenomena-fenomena.170 (2) Seseorang
lainnya memperoleh kebijaksanaan pandangan terang yang lebih
tinggi ke dalam fenomena-fenomena tetapi tidak memperoleh
ketenangan pikiran internal. (3) Seseorang lainnya lagi tidak
memperoleh ketenangan pikiran internal juga tidak memperoleh
kebijaksanaan pandangan terang yang lebih tinggi ke dalam
fenomena-fenomena. (4) Dan seorang lainnya lagi memperoleh
ketenangan pikiran internal serta memperoleh kebijaksanaan
pandangan terang yang lebih tinggi ke dalam fenomena-fenomena.
Ini adalah keempat jenis orang itu yang terdapat di dunia.”Awan dengan petir tetapi tanpa hujan; awan dengan hujan tetapi
tanpa petir; awan yang tanpa petir juga tanpa hujan; dan awan
dengan petir juga dengan hujan. Ini adalah keempat jenis awan itu.
Demikian pula, ada empat jenis orang ini yang serupa dengan
awan-awan itu terdapat di dunia.
Kendi
yang kosong dan tertutup; kendi yang penuh dan terbuka; kendi
yang kosong dan terbuka, dan kendi yang penuh dan tertutup. Ini
adalah keempat jenis kendi itu. Di sini, seorang bhikkhu dengan sabar
menahankan dingin dan panas; lapar dan haus; kontak dengan
lalat, nyamuk, angin, panas matahari, dan ular-ular; ucapan-ucapan
yang kasar dan menghina; [118] ia mampu menahankan perasaan
jasmani yang muncul yang menyakitkan, menyiksa, tajam,
menusuk, mengerikan, tidak menyenangkan, melemahkan vitalitas
seseorang. Dengan cara inilah seorang bhikkhu adalah seorang
yang dengan sabar menahankan.
“Tinggalkanlah perbuatan buruk melalui jasmani dan
kembangkanlah perbuatan baik melalui jasmani; jangan lengah
dalam hal ini. (2) Tinggalkanlah perbuatan buruk melalui ucapan dan
kembangkanlah perbuatan baik melalui ucapan; jangan lengah
dalam hal ini. (3) Tinggalkanlah perbuatan buruk melalui pikiran dan
kembangkanlah perbuatan baik melalui pikiran; jangan lengah
dalam hal ini. (4) Tinggalkanlah pandangan salah dan
kembangkanlah pandangan benar; jangan lengah dalam hal ini.
[120].wilayah kegelapan dengan kegelapan
yang tak tertembus di mana cahaya matahari dan rembulan, yang
begitu kuat dan perkasa, tidak dapat menjangkaunya.“Ketika dikatakan: ‘Tubuh ini berasal mula dari ketagihan;
dengan bergantung pada ketagihan, maka ketagihan harus
ditinggalkan,“Tubuh ini, Saudari, berasal-mula dari hubungan seksual,
tetapi sehubungan dengan hubungan seksual Sang Bhagavā telah
menyatakan pembongkaran jembatan.”229
Kemudian bhikkhunī itu bangkit dari tempat tidurnya, merapikan
jubah atasnya di satu bahunya, dan setelah bersujud dengan
kepalanya di kaki Yang Mulia Ānanda, ia berkata kepada Yang
Mulia Ānanda: “Bhante, aku telah melakukan pelanggaran karena
aku telah bersikap secara begitu dungu, bodoh, dan tidak terampil
seperti yang telah kulakukan. Bhante, sudilah Guru Ānanda
menerima pelanggaranku yang terlihat demikian demi pengendalian
di masa depan.”“Ketika dikatakan: ‘Tubuh ini, Saudari, berasal-mula dari
makanan; dengan bergantung pada makanan, maka makanan
harus ditinggalkan.Apakah empat ini? (1)
Praktik yang menyakitkan dengan pengetahuan langsung yang
lambat; (2) praktik yang menyakitkan dengan pengetahuan
langsung yang cepat; (3) praktik yang menyenangkan dengan
pengetahuan langsung yang lambat; dan (4) praktik yang
menyenangkan dengan pengetahuan langsung yang cepat.
Ia
berdiam dengan bergantung pada kelima kekuatan seorang yang
masih berlatih: kekuatan keyakinan, kekuatan rasa malu, kekuatan
rasa takut, [151] kekuatan kegigihan, dan kekuatan
kebijaksanaan. 235.Di sini, seseorang secara alami sangat
rentan terhadap nafsu … kebencian … delusi dan sering
mengalami kesakitan dan kesedihan yang ditimbulkan oleh delusi.
Kelima indria ini secara menonjol muncul dalam dirinya:.Ia
berdiam dengan bergantung pada kelima kekuatan seorang yang
masih berlatih: kekuatan keyakinan, kekuatan rasa malu, kekuatan
rasa takut, [151] kekuatan kegigihan, dan kekuatan
kebijaksanaan.kekuatan seorang yang masih berlatih: kekuatan keyakinan,
kekuatan rasa malu, kekuatan rasa takut, kekuatan kegigihan, dan
kekuatan kebijaksanaan. Kelima indria ini secara menonjol muncul
dalam dirinya: indria keyakinan, kegigihan, perhatian, konsentrasi,
dan kebijaksanaan. Karena kelima indria ini menonjol, maka ia
mencapai nibbāna melalui pengerahan usaha dalam kehidupan ini.
Ini adalah bagaimana seseorang mencapai nibbāna melalui
pengerahan usaha dalam kehidupan ini.Di sini, seseorang yang tidak hampa dari nafsu, keinginan,
[174] kasih sayang, dahaga, hasrat, dan ketagihan pada
kenikmatan-kenikmatan indria. Ketika ia mengalami sakit keras dan
melemahkan, ia berpikir: ‘Aduh, kenikmatan-kenikmatan indria yang
kusayangi akan meninggalkanku, dan aku akan harus
meninggalkan kenikmatan-kenikmatan indria itu.’ Ia berdukacita,
merana, dan meratap; ia menangis sambil memukul dadanya dan
menjadi kebingungan. Ini adalah seorang yang tunduk pada
kematian yang gentar dan takut pada kematian.
1.Guru Gotama, dapatkah seorang yang jahat mengenali
seorang yang jahat: ‘Orang ini adalah seorang yang jahat’?”
“Adalah, brahmana, tidak mungkin dan tidak terbayangkan
bahwa seorang yang jahat dapat mengenali seorang yang jahat:
‘Orang ini adalah seorang yang jahat.’”
(2) “Dapatkah seorang yang jahat mengenali seorang yang baik:
‘Orang ini adalah seorang yang baik’?”
“Adalah tidak mungkin dan tidak terbayangkan bahwa seorang
yang jahat dapat mengenali seorang yang baik: ‘Orang ini adalah
seorang baik.’”
(3) “Dapatkah seorang yang baik mengenali seorang yang baik:
‘Orang ini adalah seorang yang baik’?”
“Adalah mungkin bahwa seorang yang baik dapat mengenali
seorang yang baik: ‘Orang ini adalah seorang yang baik.’”
(4) “Dapatkah seorang yang baik mengenali seorang yang jahat:
‘Orang ini adalah seorang yang jahat’?”
“Adalah mungkin bahwa seorang yang baik dapat mengenali
seorang yang jahat: ‘Orang ini adalah seorang yang jahat.’”(4) Dan mengapakah beberapa
di antaranya (i) berpenampilan baik, menarik, dan anggun, memiliki
kecantikan luar biasa; (ii) kaya, dengan banyak kekayaan dan harta;
dan (iii) berpengaruh?”
(1) “Di sini, Mallikā, (i) seorang perempuan rentan terhadap
kemarahan dan mudah gusar. Bahkan jika dikritik sedikit ia akan
kehilangan kesabaran dan menjadi jengkel, melawan, dan keras
kepala; ia memperlihatkan kemarahan, kebencian, dan kekesalan.
(ii) Ia tidak memberikan benda-benda kepada para petapa dan
brahmana: makanan dan minuman; pakaian dan kendaraan; kalung
bunga, wangi-wangian, dan salep; tempat tidur, tempat tinggal,dan penerangan. (iii) Dan ia iri, seorang yang iri-hati, kesal, dan
marah akan perolehan, kehormatan, penghargaan, pemujaan, dan
penyembahan yang diberikan kepada orang lain. “Dan perempuan lainnya lagi (i) tidak rentan terhadap
kemarahan dan tidak mudah gusar … (ii) Dan ia memberikan
benda-benda kepada para petapa dan brahmana … (iii) Dan ia
tanpa sifat iri, seorang yang tidak iri-hati, tidak kesal, atau marah
akan perolehan, kehormatan, penghargaan, pemujaan, dan
penyembahan yang diberikan kepada orang lain. Ketika ia
meninggal dunia dari keadaan itu, jika ia kembali ke dunia ini, maka di mana pun ia terlahir kembali (i) ia akan berpenampilan baik,
menarik, dan anggun, memiliki kecantikan luar biasa; (ii) kaya,
dengan banyak kekayaan dan harta; dan (iii) berpengaruh.“Setelah meninggalkan keduniawian demikian dan memiliki
latihan dan gaya hidup para bhikkhu, setelah meninggalkan
pembunuhan, ia menghindari pembunuhan; dengan tongkat
pemukul dan senjata di singkirkan, berhati-hati dan bersikap baik, ia
berdiam dengan berbelas kasihan terhadap semua makhluk hidup.
Setelah meninggalkan mengambil apa yang tidak diberikan, ia
menghindari mengambil apa yang tidak diberikan; [209] mengambil
hanya apa yang diberikan, mengharapkan hanya apa yang
diberikan, dan berdiam dengan jujur tanpa pikiran mencuri. Setelah
meninggalkan aktivitas seksual, ia menjalankan hidup selibat, hidup
terpisah, menghindari hubungan seksual, praktik orang-orang
biasa.Kasih sayang dilahirkan dari kasih sayang; kebencian dilahirkan dari
kasih sayang; kasih sayang dilahirkan dari kebencian; dan
kebencian dilahirkan dari kebencian.Seorang yang memiliki keyakinan, bermoral, dan memiliki
rasa malu dan rasa takut …”
(1)Mereka tidak mencari apa yang telah hilang;
(2) mereka tidak
memperbaiki apa yang telah usang; (3) mereka menikmati makan
dan minum secara berlebihan; atau (4) mereka menunjuk seorang
perempuan atau laki-laki tidak bermoral sebagai pemimpin mereka.
3) Empat Landasan Kekuatan Batin
“Para bhikkhu, demi pengetahuan langsung pada nafsu, maka
empat hal harus dikembangkan. Apakah empat ini? (1) Di sini,
seorang bhikkhu mengembangkan landasan kekuatan batin yang
memiliki konsentrasi yang dihasilkan dari keinginan dan aktivitas
berusaha. (2) Ia mengembangkan landasan kekuatan batin yang
memiliki konsentrasi yang dihasilkan dari kegigihan … (3) … yang
memiliki konsentrasi yang dihasilkan dari pikiran … (4) … yang
memiliki konsentrasi yang dihasilkan dari penyelidikan dan aktivitas
berusaha. Demi pengetahuan langsung pada nafsu, maka keempat
hal ini harus dikembangkan.”
(1) Di sini, seorang
bhikkhu berdiam dengan merenungkan jasmani di dalam jasmani
… (2) … perasaan di dalam perasaan … (3) … pikiran di dalam
pikiran … (4) … fenomena di dalam fenomena, tekun, memahami
dengan jernih, penuh perhatian, setelah melenyapkan kerinduan
dan kesedihan sehubungan dengan dunia. “Ketagihan disebut yang menjerat (jālinī) karena seperti jaring.
Karena sebuah jaring dijahit kencang menjadi satu dan secara
menyeluruh saling terjalin, demikian pula ketagihan. Atau disebut
yang menjerat karena jaring ini ditebarkan di seluruh tiga alam
kehidupan. Saṅghādisesa adalah kelompok pelanggaran terberat ke dua. Untuk
para bhikkhu, kelompok ini termasuk dengan sengaja mengeluarkan
mani, menyentuh perempuan dengan pikiran bernafsu, berbicara
cabul dengan perempuan, dan memfitnah seorang bhikkhu bermoral
telah melakukan pelanggaran pārājika.Kekuatan keyakinan, kekuatan rasa malu,
kekuatan rasa takut, kekuatan kegigihan, dan kekuatan
kebijaksanaan. Ini adalah kelima kekuatan dari seorang yang masih
berlatih itu. kekuatan kebijaksanaan adalah yang terunggul, kekuatan yang
mempertahankan kekuatan-kekuatan lainnya pada posisinya,
kekuatan yang menyatukannya.
3 (3) Secara Ringkas
“Para bhikkhu, ada lima kekuatan ini. Apakah lima ini? Kekuatan
keyakinan, kekuatan kegigihan, kekuatan perhatian, kekuatan
konsentrasi, dan kekuatan kebijaksanaan. Ini adalah kelima
kekuatan itu.sini, seorang
bhikkhu tidak sempurna dalam perilaku bermoral dan juga tidak
mendorong orang lain agar menjadi sempurna dalam perilaku
bermoral; (2) ia sendiri tidak sempurna dalam konsentrasi dan juga
tidak mendorong orang lain agar menjadi sempurna dalam
konsentrasi; (3) ia sendiri tidak sempurna dalam kebijaksanaan dan
juga tidak mendorong orang lain agar menjadi sempurna dalam
kebijaksanaan; (4) ia sendiri tidak sempurna dalam kebebasan dan
juga tidak mendorong orang lain agar menjadi sempurna dalam
kebebasan; (5) ia sendiri tidak sempurna dalam pengetahuan dan
penglihatan pada kebebasan dan juga tidak mendorong orang lain
agar menjadi sempurna dalam pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan.“Jika ia menghendaki: ‘Semoga aku mengerahkan berbagai jenis
kekuatan batin: [29] dari satu, semoga aku menjadi banyak; dari
banyak … [di sini dan di bawah seperti pada 5:23] … semoga aku
mengerahkan kemahiran dengan jasmani hingga sejauh alam
brahmā,’ ia mampu merealisasikannya, jika ada landasan yang
sesuai.
“Jika ia menghendaki: ‘Semoga aku, dengan elemen telinga
dewa, yang murni dan melampaui manusia, mendengar kedua jenis
suara, surgawi dan manusia, yang jauh maupun dekat,’ ia mampu
merealisasikannya, jika ada landasan yang sesuai.
“Jika ia menghendaki: ‘Semoga aku memahami pikiran makhluk-
makhluk dan orang-orang lain, setelah melingkupi mereka dengan
pikiranku sendiri. Semoga aku memahami … pikiran tidak
terbebaskan sebagai pikiran tidak terbebaskan,’ ia mampu
merealisasikannya, jika ada landasan yang sesuai.
“Jika ia menghendaki: ‘Semoga aku mengingat banyak
kehidupan lampau … dengan aspek-aspek dan rinciannya,’ ia
mampu merealisasikannya, jika ada landasan yang sesuai.
“Jika ia menghendaki: ‘Semoga aku, dengan mata dewa, yang
murni dan melampaui manusia, melihat makhluk-makhluk
meninggal dunia dan terlahir kembali … dan memahami bagaimana
makhluk-makhluk mengembara sesuai kamma mereka,’ ia mampu
merealisasikannya, jika ada landasan yang sesuai.
“Jika ia menghendaki: ‘Semoga aku, dengan hancurnya noda-
noda, dalam kehidupan ini merealisasikan untuk diriku sendiri
dengan pengetahuan langsung kebebasan pikiran yang tanpa
noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya,
aku berdiam di dalamnya,’ ia mampu merealisasikannya, jika ada
landasan yang sesuai.”(1) Keinginan indria adalah sebuah halangan, sebuah rintangan,
sebuah beban pikiran, sebuah kondisi yang melemahkan
kebijaksanaan. (2) Niat buruk … (3) Ketumpulan dan kantuk … (4)
Kegelisahan dan penyesalan … (5) Keragu-raguan adalah sebuah
halangan, sebuah rintangan, sebuah beban pikiran, sebuah kondisi
yang melemahkan kebijaksanaan. Ini adalah kelima halangan,
rintangan, beban pikiran, kondisi-kondisi yang melemahkan
kebijaksanaan itu.“Para bhikkhu, sewaktu berjalan, seorang perempuan
menguasai pikiran seorang laki-laki; sewaktu berdiri … sewaktu
duduk … sewaktu berbaring … sewaktu tertawa … sewaktu
berbicara … sewaktu bernyanyi … sewaktu menangis seorang
perempuan menguasai pikiran seorang laki-laki. Ketika
membengkak, 79 juga seorang perempuan menguasai pikiran
seorang laki-laki. Bahkan ketika mati, seorang perempuan
menguasai pikiran seorang laki-laki. Jika, para bhikkhu, seseorang
dapat dengan benar mengatakan tentang sesuatu: ‘Keseluruhan
jerat Māra,’ adalah sehubungan dengan para perempuan hal ini
dikatakan.”80 [69].Apakah lima ini? Di
sini, seorang bhikkhu berdiam dengan merenungkan ketidak-
menarikan jasmani, mempersepsikan kejijikan pada makanan,
mempersepsikan ketidak-senangan pada seluruh dunia,
merenungkan ketidak-kekalan dalam segala fenomena terkondisi;
dan ia telah menegakkan dengan baik persepsi kematian secara
internal. Kelima hal ini, ketika dikembangkan dan dilatih, akan
memiliki kebebasan pikiran sebagai buahnya, kebebasan pikiran
sebagai buah dan manfaatnya; kelima hal ini memiliki kebebasan
melalui kebijaksanaan sebagai buahnya, kebebasan melalui
kebijaksanaan sebagai buah dan manfaatnya.Di suatu desa atau pemukiman terdapat
seorang perempuan atau gadis yang cantik, menarik, anggun,
memiliki kecantikan luar biasa.’ Setelah mendengar hal ini, ia
merosot, terperosok, tidak dapat menahan dirinya, dan tidak dapat
mempertahankan kehidupan spiritual. Ia mengungkapkan
kelemahannya dalam latihan, meninggalkan latihan, dan kembali
kepada kehidupan rendah. Ini adalah awan debu dalam hal ini. Aku
katakan bahwa orang ini adalah serupa dengan prajurit yang, ketika
ia melihat awan debu, merosot, terperosok, tidak dapat menahan
dirinya, dan tidak dapat memasuki pertempuran. Ada, para
bhikkhu, orang seperti demikian di sini. Ini adalah orang jenis
pertama yang serupa dengan seorang prajurit yang terdapat di
antara para bhikkhu.Dengan pikirannya
diserang oleh nafsu, ia melakukan hubungan seksual tanpa
mengungkapkan kelemahannya dan tanpa meninggalkan latihan.
Orang ini, Aku katakan, adalah serupa dengan prajurit yang
mengambil pedang dan perisai, mempersenjatai dirinya dengan
busur dan anak panah, dan memasuki medan perang. Ia berjuang
dan mengerahkan usahanya dalam pertempuran, tetapi lawannya
membunuhnya dan menewaskannya. Ada, para bhikkhu, orang
seperti demikian di sini. Ini adalah orang jenis pertama yang serupa
dengan seorang prajurit yang terdapat di antara para bhikkhu.
‘Teman, Sang Bhagavā telah menyatakan bahwa kenikmatan-
kenikmatan indria memberikan sedikit kepuasan, banyak
penderitaan dan kesengsaraan, dan bahwa bahaya di dalamnya
lebih banyak lagi. 108 Dengan perumpamaan tulang-belulang Sang
Bhagavā telah menyatakan bahwa kenikmatan-kenikmatan indria
memberikan sedikit kepuasan, banyak penderitaan dan
kesengsaraan, dan bahwa bahaya di dalamnya lebih banyak lagi.
Dengan perumpamaan sepotong daging … dengan perumpamaan
obor rumput … dengan perumpamaan lubang bara api … dengan
perumpamaan mimpi … dengan perumpamaan barang-barang
pinjaman … dengan perumpamaan buah-buahan di atas pohon …
dengan perumpamaan pisau dan papan pemotong tukang daging.
Apakah lima ini? (1) Ia penuh nafsu terhadap apa yang merangsang
nafsu; (2) ia penuh kebencian terhadap apa yang merangsang
kebencian; (3) ia terdelusi oleh apa yang mendelusikan; (4) ia
bergejolak oleh apa yang menggejolakkan; (5) dan ia dimabukkan
oleh apa yang memabukkan. Dengan memiliki kelima kualitas ini,
seorang bhikkhu senior tidak disukai dan tidak disenangi oleh teman-temannya para bhikkhu, dan tidak dihormati serta tidak
dihargai oleh mereka.“Para bhikkhu, kelima kualitas ini mengarah menuju ketidak-
munduran seorang bhikkhu yang masih berlatih. Apakah lima ini?
Ketidak-senangan dalam bekerja, ketidak-senangan dalam
berbicara, ketidak-senangan dalam tidur, dan ketidak-senangan
dalam kumpulan; dan ia meninjau kembali sejauh mana pikirannya
terbebaskan. Kelima kualitas ini mengarah menuju ketidak-
munduran seorang bhikkhu yang masih berlatih.”123.“Para bhikkhu, kelima kualitas ini mengarah menuju kemunduran
seorang bhikkhu yang masih berlatih. Apakah lima ini? Kesenangan
dalam bekerja, kesenangan dalam berbicara, kesenangan dalam
tidur, dan kesenangan dalam kumpulan; dan ia tidak meninjau
kembali sejauh mana pikirannya terbebaskan.122 Kelima kualitas ini
mengarah menuju kemunduran seorang bhikkhu yang masih
berlatih.
“Para bhikkhu, ada lima luka ini yang tidak dapat disembuhkan155
mengarah menuju alam sengsara, yang mengarah menuju neraka.
Apakah lima ini? Seseorang membunuh ibunya; ia membunuh
ayahnya; ia membunuh seorang Arahant; dengan pikiran kebencian
ia melukai Sang Tathāgata hingga berdarah; ia memecah belah
Saṅgha. Ini adalah kelima luka itu yang tidak dapat disembuhkan yang mengarah menuju alam sengsara, yang mengarah menuju
neraka.” [147].“Dan demi manfaat apakah seorang bhikkhu harus berdiam
dengan mempersepsikan ketidak-jijikan dalam apa yang
menjijikkan? ‘Semoga tidak ada kebencian yang muncul padaku
terhadap hal-hal yang merangsang kebencian!’: demi manfaat inilah
seorang bhikkhu harus berdiam dengan mempersepsikan ketidak-
jijikan di dalam apa yang menjijikkan.“Para bhikkhu, kelima hal ini mengarah pada ketidak-munduran
seorang bhikkhu yang terbebaskan sementara. Apakah lima ini?.Tidak bersenang-senang dalam pekerjaan, tidak bersenang-senang
dalam pembicaraan, tidak bersenang-senang dalam tidur, tidak
bersenang-senang dalam kumpulan; dan ia meninjau kembali
sejauh mana pikirannya terbebaskan. Kelima hal ini mengarah pada
ketidak-munduran seorang bhikkhu yang terbebaskan sementara.”“Kemudian, para bhikkhu senior hidup mewah dan menjadi
mengendur, menjadi pelopor dalam kemerosotan, mengabaikan
tugas keterasingan; mereka tidak membangkitkan kegigihan untuk
mencapai apa-yang-belum-dicapai, untuk memperoleh apa-yang-
belum-diperoleh, untuk merealisasikan apa-yang-belum-
direalisasikan. [Mereka dalam] generasi berikutnya mengikuti
teladan mereka. Mereka juga, hidup mewah dan menjadi
mengendur, menjadi pelopor dalam kemerosotan, mengabaikan
tugas keterasingan; seseorang yang bijaksana tidak menjadi kehilangan kesabaran dan
tidak menjadi jengkel, melawan, dan keras kepala; ia tidak
memperlihatkan kemarahan, kebencian, dan kekesalan. begitu muncul, adalah
sulit dihilangkan. Kebencian … Delusi … Kearifan … Desakan untuk
melakukan perjalanan, begitu muncul, adalah sulit dihilangkan.
Kelima hal ini, begitu muncul, adalah sulit dihilangkan.” (1) Seseorang mengajukan pertanyaan
kepada orang lain karena ketumpulan dan kebodohannya; (2)
seseorang dengan keinginan jahat, didorong oleh keinginan,
mengajukan pertanyaan kepada orang lain; [192] (3) seseorang
mengajukan pertanyaan kepada orang lain sebagai cara untuk
mencemooh [orang itu]; (4) seseorang mengajukan pertanyaan
kepada orang lain karena ia ingin belajar; (5) atau seseorang
mengajukan pertanyaan kepada orang lain dengan pikiran: ‘Jika,
ketika ia ditanya olehku, ia menjawab dengan benar, maka itu
bagus; tetapi jika ia tidak menjawab dengan benar, maka aku akan
memberikan penjelasan yang benar kepadanya.’ “Ada, Bhante, orang-orang yang hampa dari keyakinan yang
telah meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga
menuju kehidupan tanpa rumah, bukan [199] karena keyakinan
melainkan menghendaki pencarian penghidupan; mereka licik,
munafik, penipu, gelisah, pongah, tinggi hati, banyak berbicara,
mengoceh tanpa arah dalam pembicaraan mereka, tidak menjaga
pintu-pintu indria mereka, makan berlebihan, tidak menekuni
keawasan, tidak mempedulikan kehidupan pertapaan, tidak
menghormati latihan, hidup mewah dan mengendur, para pelopor
dalam kemerosotan, mengabaikan tugas keterasingan, malas,
hampa dari kegigihan, berpikiran kacau, tidak memiliki pemahaman
jernih, tidak terkonsentrasi, dengan pikiran mengembara, tidak
bijaksana, bodoh. Ketika aku berbicara kepada mereka seperti
demikian, mereka tidak dengan hormat menerima apa yang aku
katakan.“Para bhikkhu, seorang umat awam seharusnya tidak terlibat dalam
kelima jenis perdagangan ini. Apakah lima ini? Berdagang senjata,
berdagang makhluk-makhluk hidup, berdagang daging, berdagang
minuman memabukkan, dan berdagang racun. seorang umat
awam seharusnya tidak terlibat dalam kelima jenis perdagangan
ini.”
apakah hitam, putih, merah, atau keemasan,
bebercak, sewarna, atau berwarna-merpati,
sapi jinak dilahirkan,
yang dapat mengangkat beban,
memiliki kekuatan, berjalan dengan kecepatan baik.
mereka mengikatkan beban hanya padanya;
Mereka tidak peduli pada warnanya.
“Kemudian Gavesī mendatangi kelima ratus umat awam itu dan
berkata kepada mereka: ‘Mulai hari ini, kalian harus menganggapku
sebagai seorang yang makan satu kali sehari, menghindari makan
malam, menghindari makan di luar waktu yang tepat.Seorang yang menjadi penghuni hutan karena ketumpulan dan
kebodohannya; (2) seorang yang menjadi penghuni hutan karena ia
memiliki keinginan jahat, karena ia didorong oleh keinginan;206 (3)
seorang yang menjadi penghuni hutan karena ia gila dan pikirannya
terganggu; (4) seorang yang menjadi penghuni hutan, [dengan
berpikir]: ‘Hal ini dipuji oleh para Buddha dan para siswa Buddha’;
(5) dan seorang yang menjadi penghuni hutan demi keinginan yang
sedikit, demi kepuasan, demi melenyapkan [kekotoran-kekotoran],
demi keterasingan, demi kesederhanaan. Ini adalah kelima jenis
penghuni hutan itu. Seorang yang menjadi penghuni hutan demi
keinginan yang sedikit, demi kepuasan, demi melenyapkan
[kekotoran], demi keterasingan, demi kesederhanaan, adalah yang
terunggul, terbaik, terkemuka, tertinggi, dan yang terutama di
antara kelima jenis penghuni hutan ini.“Dan mengapakah, Doṇa, brahmana itu tidak melakukan
hubungan seksual dengan perempuan hamil? Karena, jika ia
melakukan hubungan seksual dengan perempuan hamil, maka bayi
kecil itu akan dilahirkan dengan sangat kotor; oleh karena itu ia
tidak melakukan hubungan seksual dengan perempuan hamil. Dan
mengapakah ia tidak melakukan hubungan seksual dengan
perempuan yang menyusui? Karena jika ia melakukan hubungan
seksual dengan perempuan yang menyusui, maka bayi kecil itu
akan meminum kembali zat menjijikkan itu;214 oleh karena itu ia tidak
melakukan hubungan seksual dengan perempuan yang menyusui.
seseorang berdiam dengan pikiran yang dikuasai dan ditindas oleh
keragu-raguan, dan ia tidak memahami sebagaimana adanya jalan
membebaskan diri dari keragu-raguan yang telah muncul, maka
pada saat itu ia tidak mengetahui dan tidak melihat sebagaimana
adanya kebaikannya sendiri, Gotama adalah yang terbaik
di antara para deva dan manusia”
“Bagaikan seseorang yang mendekati sepotong kayu
cendana, apakah cendana kuning atau cendana merah, akan
menikmati aroma yang harum dan murni di mana pun ia
menciumnya, apakah di bagian bawah, di tengah, atau di atas [238]
; demikian pula, tuan, apa pun yang didengar seseorang dari
Dhamma Guru Gotama – apakah khotbah-khotbah, campuran
prosa dan syair, penjelasan-penjelasan, atau kisah-kisah
menakjubkan – ia akan memperoleh kegirangan dan kegembiraan.Pada saat itu lima ratus orang
Licchavi sedang mengunjungi Sang Bhagavā. Beberapa Licchavi
berwarna biru, dengan kulit biru, berpakaian biru, memakai
perhiasan biru. Beberapa Licchavi berwarna kuning, dengan kulit
kuning, berpakaian kuning, memakai perhiasan kuning. Beberapa
Licchavi berwarna merah, dengan kulit merah, berpakaian merah,
memakai perhiasan merah. Beberapa Licchavi berwarna putih,
dengan kulit putih, berpakaian putih, memakai perhiasan putih.
Namun Sang Bhagavā lebih cemerlang daripada mereka semua
dalam hal keindahan dan keagungan.ada lima manfaat bubur beras ini. Apakah lima ini?
Menenangkan lapar, menghilangkan haus, menenangkan angin,
membersihkan kandung kemih, dan membantu mencerna sisa-sisa
makanan yang belum dicerna. Ini adalah kelima manfaat bubur
beras itu.”08 (8) Menyikat
“Para bhikkhu, ada lima bahaya dalam tidak menyikat gigi. 243
Apakah lima ini? Tidak baik di mata; napasnya bau; pucuk
pengecap tidak bersih; empedu dan dahak membungkus
makanan; dan makanannya tidak sesuai baginya. Ini adalah kelima
bahaya dalam tidak menyikat gigi.
“Para bhikkhu, ada lima manfaat dalam menyikat gigi. Apakah
lima ini? Baik di mata; napasnya tidak bau; pucuk pengecap bersih;
empedu dan dahak tidak membungkus makanan; dan makanannya
sesuai baginya. Ini adalah kelima manfaat dalam menyikat gigi.”
[251].“Para bhikkhu, ada lima bahaya ini dalam melafalkan Dhamma
dengan intonasi yang ditarik, menyerupai lagu.244 Apakah lima ini?
(1) Seseorang menjadi tergila-gila pada intonasinya sendiri. (2)
Orang lain menjadi tergila-gila pada intonasinya. (3) Para perumah
tangga mengeluhkan: ‘Seperti halnya kita menyanyi, demikian pula,
para petapa yang mengikuti putra Sakya ini.’ (4) Terjadi gangguan
konsentrasi pada seseorang yang menginginkan intonasi yang lebih
baik. (5) [Mereka dalam] generasi berikutnya mengikuti teladannya.
Ini adalah kelima bahaya dalam melafalkan Dhamma dengan
intonasi yang ditarik, menyerupai lagu.Para bhikkhu, ada lima bahaya bagi seseorang yang jatuh terlelap
dengan pikiran kacau, tanpa pemahaman jernih.245 Apakah lima ini?
Ia tidak tidur nyenyak; ia terjaga dalam keadaan tidak bahagia; ia
bermimpi buruk; para dewata tidak melindunginya; dan ia
mengeluarkan mani. Ini adalah kelima bahaya bagi seseorang yang
jatuh terlelap dengan pikiran kacau, tanpa pemahaman jernih.“Para bhikkhu, ada lima bahaya bagi seseorang yang banyak
berbicara. Apakah lima ini? Ia berbohong; ia memecah-belah; ia
berkata kasar; ia bergosip; dengan hancurnya jasmani, setelah
kematian, ia terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan yang
buruk, di alam rendah, di neraka. Ini adalah kelima bahaya itu bagi
seseorang yang banyak berbicara.
seseorang yang banyak berbicara.
“Para bhikkhu, ada lima manfaat bagi seseorang yang bijak
berbicara. Apakah lima ini? Ia tidak berbohong; ia tidak memecah-
belah; ia tidak berkata kasar; ia tidak bergosip; dengan hancurnya
jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di alam tujuan yang
baik, di alam surga. Ini adalah kelima manfaat itu bagi seseorang
yang bijak berbicara.”“Para bhikkhu, ada lima manfaat ini jika menetap selama waktu
yang seimbang [di tempat yang sama]. Apakah lima ini? (1)
Seseorang tidak memiliki dan tidak mengumpulkan banyak benda;
(2) ia tidak memiliki dan tidak mengumpulkan banyak obat-obatan;
(3) ia tidak melakukan banyak tugas dan pekerjaan dan tidak
menjadi kompeten dalam berbagai hal yang harus dilakukan; (4) ia
tidak membentuk keterikatan dengan para perumah tangga dan
kaum monastik dalam cara yang tidak selayaknya seperti halnya
umat awam; dan (5) ketika ia meninggalkan vihara itu, ia pergi tanpa
kecemasan. Ini adalah kelima manfaat itu jika menetap selama
waktu yang seimbang [di tempat yang sama].”“Para bhikkhu, ada lima bahaya ini jika menetap terlalu lama [di
tempat yang sama]. Apakah lima ini? Seseorang menjadi kikir
sehubungan dengan tempat-tempat tinggal, kikir sehubungan
dengan keluarga-keluarga, kikir sehubungan dengan perolehan,
kikir sehubungan dengan pujian, dan kikir sehubungan dengan
Dhamma. Ini adalah kelima bahaya itu jika menetap terlalu lama [di
tempat yang sama].a bhikkhu, ada lima bahaya dalam kekayaan ini. Apakah lima
ini? Dimiliki bersama dengan api, air, raja-raja, pencuri-pencuri, dan
pewaris yang tidak disukai. Ini adalah kelima bahaya dalam
kekayaan itu.
“Para bhikkhu, ada lima manfaat dalam kekayaan ini. Apakah
lima ini? Dengan kekayaan, (1) seseorang membahagiakan dirinya
sendiri dan bersenang dan secara benar mempertahankan dirinya
dalam kebahagiaan; (2) ia membahagiakan orangtuanya dan
bersenang dan secara benar mempertahankan orangtuanya dalam
kebahagiaan; (3) ia membahagiakan istri dan anak-anaknya, para
budak, pekerja, dan pelayannya dan bersenang dan secara benar
mempertahankan mereka dalam kebahagiaan; (4) ia
membahagiakan teman-teman dan kerabatnya dan bersenang dan secara benar mempertahankan mereka dalam kebahagiaan; (5) ia
memberikan persembahan yang lebih tinggi kepada para petapa
dan brahmana yang surgawi, menghasilkan kebahagiaan, dan
mengarah menuju surga. Ini adalah kelima manfaat dalam kekayaan
itu.” [260].“Para bhikkhu, ada lima bahaya ini pada ular hitam. Apakah lima
ini? Tidak murni, berbau-busuk, menakutkan, berbahaya, dan
mengkhianati temannya. Ini adalah kelima bahaya pada ular hitam
itu. Demikian pula, ada lima bahaya pada perempuan. Apakah lima
ini? Mereka tidak murni, berbau-busuk, menakutkan, berbahaya,dan mengkhianati temannya. Ini adalah kelima bahaya pada
perempuan.”256.“Para bhikkhu, ada lima bahaya ini pada ular hitam. Apakah lima
ini? Ganas, bersikap bermusuhan, berbisa mematikan, berlidah
bercabang, dan mengkhianati teman-temannya. [261] Ini adalah
kelima bahaya pada ular hitam itu. Demikian pula, ada lima bahaya
pada perempuan. Apakah lima ini? Mereka ganas, bersikap
bermusuhan, berbisa mematikan, berlidah bercabang, dan
mengkhianati teman-temannya.
“Para bhikkhu, ini adalah bagaimana para perempuan berbisa
mematikan: sebagian besar di antara mereka bernafsu besar. Ini
adalah bagaimana para perempuan berlidah bercabang: sebagian
besar di antara mereka mengucapkan kata-kata yang memecah-
belah. Ini adalah bagaimana para perempuan mengkhianati teman-
temannya: sebagian besar di antara mereka berselingkuh. Ini
adalah kelima bahaya pada perempuan.”257.(1) Ia kikir sehubungan dengan tempat-tempat tinggal. (2)
Ia kikir sehubungan dengan keluarga-keluarga. (3) Ia kikir
sehubungan dengan perolehan. (4) Ia kikir sehubungan dengan
pujian. (5) Ia menghambur-hamburkan pemberian yang diberikan
dengan penuh keyakinan. Dengan memiliki kelima kualitas ini,
seorang bhikkhu tuan rumah ditempatkan di neraka seolah-olah
dibawa ke sana.(1) Seseorang menyalahkan diri sendiri. memasuki jalan yang salah karena kebencian; ia memasuki jalan
yang salah karena delusi; ia memasuki jalan yang salah karena
ketakutan; ia tidak mengetahui [makanan] yang mana yang telah
dibagikan dan yang mana yang belum dibagikan. Seseorang yang
memiliki kelima kualitas ini tidak boleh ditunjuk sebagai seorang
petugas pembagi makanan.“Para bhikkhu, jika seseorang yang memiliki lima kualitas
ditunjuk sebagai seorang petugas pembagi makanan, maka ia tidak
boleh diutus. 269 Apakah lima ini? Ia memasuki jalan yang salah
karena keinginan … ia tidak mengetahui [makanan] yang mana
yang telah dibagikan dan yang mana yang belum dibagikan. Jika
seseorang yang memiliki kelima kualitas ini ditunjuk sebagai
seorang petugas pembagi makanan, maka ia tidak boleh diutus.Di sini, seekor kuda yang baik yang
berdarah murni milik seorang raja dengan sabar menahankan
bentuk-bentuk, dengan sabar menahankan suara-suara, dengan
sabar menahankan bau-bauan, dengan sabar menahankan rasa-
rasa kecapan, dengan sabar menahankan objek-objek sentuhan,
dan memiliki keindahan. Dengan memiliki keenam faktor ini, seekor
kuda kerajaan yang baik yang berdarah murni adalah layak menjadi
milik seorang raja, perlengkapan seorang raja, dan dianggap
sebagai satu faktor kerajaan.
280.sebagai kendaraan dan landasan, menjalankannya,
memperkuatnya, dan dengan benar melakukannya, namun [291]
niat buruk masih menguasai pikirannya. Tidak ada kemungkinan
seperti itu. Karena ini, teman, adalah jalan membebaskan diri dari
niat buruk, yaitu, kebebasan pikiran melalui cinta kasih.
“Di sini, (1) seorang bhikkhu tidak bersenang-senang dalam
pekerjaan, tidak bergembira dalam pekerjaan, tidak menikmati
kesenangan dalam pekerjaan; (2) ia tidak bersenang-senang dalam
berbicara, tidak bergembira dalam berbicara, tidak menikmati
kesenangan dalam berbicara; (3) ia tidak bersenang-senang dalam
tidur, tidak bergembira dalam tidur, tidak menikmati kesenangan
dalam tidur; (4) ia tidak bersenang-senang dalam kumpulan, tidak
bergembira dalam kumpulan, tidak menikmati kesenangan dalam.
Oleh karena itu, perumah tangga, jangan meninggal dunia
dengan penuh kecemasan. Meninggal dunia dengan penuh
kecemasan adalah menyakitkan. Meninggal dunia dengan penuh
kecemasan telah dicela oleh Sang Bhagavā.kenikmatan kelambanan, kenikmatan tidur; seorang yang tidak
menjaga pintu-pintu indria, yang makan berlebihan,Kemudian, Bhante, seorang bhikkhu memeriksa jasmani ini
ke atas dari telapak kaki, ke bawah dari ujung rambut, terbungkus
oleh kulit, penuh dengan kotoran: ‘Ada dalam tubuh ini rambut
kepala, bulu badan, kuku, gigi, kulit, daging, urat, tulang, sumsum,
ginjal, jantung, hati, selaput dada, limpa, paru-paru, usus, selaput
pengikat organ dalam tubuh, lambung, kotoran, empedu, dahak,
nanah, darah, keringat, lemak, air mata, minyak, ludah, ingus,
cairan sendi, air kencing.’ Subjek pengingatan ini, jika
dikembangkan dan dilatih dengan cara ini, akan mengarah menuju
ditinggalkannya nafsu indriawi.“Para bhikkhu, enam kualitas ini mengarah menuju ketidak-
munduran seorang bhikkhu yang masih berlatih. Apakah enam ini?
Tidak bersenang-senang dalam pekerjaan, tidak bersenang-senang
dalam berbicara, tidak bersenang-senang dalam tidur, tidak
bersenang-senang dalam kumpulan, menjaga pintu-pintu indria,
dan makan secukupnya. Keenam kualitas ini mengarah menuju
ketidak-munduran seorang bhikkhu yang masih berlatih.“Kemudian, seorang bhikkhu adalah seorang yang
merendahkan dan kurang ajar … (3) … bersikap iri dan kikir … (4)
… licik dan munafik … (5) … seorang yang memiliki keinginan jahat
dan pandangan salah … (6) … seorang yang melekat pada
pandangannya sendiri, menggenggamnya dengan erat, dan
melepaskannya dengan susah-payah.(1) Keserakahan adalah satu penyebab bagi asal-
mula kamma; (2) kebencian adalah satu penyebab bagi asal-mula
kamma; (3) delusi adalah satu penyebab bagi asal-mula kamma.
ara nāga agung akan mengenali nāga
yang diajarkan oleh sang nāga.354
“Hampa dari nafsu, hampa dari kebencian,
hampa dari delusi, tanpa noda,
sang nāga, meninggalkan jasmaniNya,
tanpa noda, padam sepenuhnya.
indria, maka kemiskinan adalah penderitaan di dunia;
berhutang adalah penderitaan di dunia; kewajiban membayar
bunga adalah penderitaan di dunia; ditegur adalah penderitaan di
dunia; gugatan adalah penderitaan di dunia; dan penjara adalah
penderitaan di dunia.jasa ini meningkat melalui kedermawanan.369
Demikian pula, dalam disiplin Yang Mulia,
seorang yang memiliki keyakinan kokoh,
yang memiliki rasa malu dan rasa takut terhadap kesalahan,Ketika ada kebencian
dalam dirimu … (3) … delusi dalam dirimu … (4) … suatu keadaan
yang berhubungan dengan keserakahan dalam dirimu376 … (5) …
suatu keadaan yang berhubungan dengan kebencian dalam dirimu
… (6) … suatu keadaan yang berhubungan dengan delusi dalam
dirimu, apakah engkau mengetahui:
seorang yang memiliki pengetahuan dan penglihatan pada segala
sesuatu sebagaimana adanya, maka (5) kekecewaan dan
kebosanan memiliki penyebab terdekatnya. Ketika ada kekecewaan
dan kebosanan, pada seorang yang memiliki kekecewaan dan
kebosanan, maka (6) pengetahuan dan penglihatan pada
kebebasan memiliki penyebab terdekatnya.“Misalkan ada sebatang pohon yang memiliki dahan-dahan dan
dedaunan. Maka tunasnya tumbuh sempurna; kulit kayunya, kayu
lunaknya, dan inti kayunya juga tumbuh sempurna. Demikian pula,
ketika ada pengendalian atas organ-organ indria, pada seorang
yang mengerahkan pengendalian atas organ-organ indria, maka
perilaku bermoral memiliki penyebab terdekatnya. Ketika ada
perilaku bermoral … maka pengetahuan dan penglihatan pada
kebebasan memiliki penyebab terdekatnya.” [361].“Kekayaan, brahmana, adalah tujuan kaum khattiya; pencarian
mereka adalah kebijaksanaan; penyokong mereka adalah kekuatan;
mereka berfokus pada teritori; dan tujuan akhir mereka adalah
kekuasaan.”seorang yang tidak hampa dari nafsu pada kenikmatan indria,
yang kelima indrianya lemah:
keyakinan, perhatian, kegigihan,
ketenangan, dan pandangan terang.
Jika seseorang menyerang seorang bhikkhu demikian,
maka ia membahayakan dirinya sendiri;
kemudian, setelah membahayakan dirinya sendiri,
selanjutnya ia membahayakan orang lain.
Ketika seseorang melindungi dirinya sendiri,
maka orang lain juga terlindungi.
oleh karena itu seseorang harus melindungi dirinya sendiri;
orang bijaksana selalu tidak terluka.
ata:
“Bhante, Pūraṇa Kassapa menggambarkan enam kelompok:405
kelompok hitam, kelompok biru, kelompok merah, kelompok
kuning, kelompok putih, dan kelompok putih yang tertinggi.
“Ia menggambarkan kelompok hitam sebagai para penjagal
domba, babi, unggas, dan rusa; para pemburu dan nelayan; para
pencuri, algojo, dan sipir penjara; atau mereka yang mengerjakan
pekerjaan-pekerjaan kejam lainnya.
“Ia menggambarkan kelompok biru sebagai para bhikkhu yang
hidup dari duri-duri406 atau yang lainnya yang menganut doktrin
kamma, doktrin efektivitas perbuatan-perbuatan.
“Ia menggambarkan kelompok merah sebagai para Nigaṇṭha
[384] yang mengenakan satu jubah.
“Ia menggambarkan kelompok kuning sebagai para umat awam
berjubah putih dari para petapa telanjang.
“Ia menggambarkan kelompok putih sebagai para Ājīvaka laki-
laki dan perempuan.“Ia menggambarkan kelompok putih yang tertinggi sebagai
Nanda Vaccha, Kisa Saṅkicca, dan Makkhali Gosāla.“Dan apakah, Ānanda, enam kelompok ini? (1) Di sini, seseorang
dari kelompok hitam menghasilkan keadaan hitam. (2) Seseorang
dari kelompok hitam menghasilkan keadaan putih. (3) Seseorang
dari kelompok hitam menghasilkan nibbāna, 407 yang tidak hitam
juga tidak putih. (4) Kemudian, seseorang [385] dari kelompok
putih menghasilkan keadaan hitam. (5) Seseorang dari kelompok
putih menghasilkan keadaan putih. (6) Dan seseorang dari
kelompok putih menghasilkan nibbāna, yang tidak hitam juga tidak putih.Setelah merefleksikan dengan seksama, seorang bhikkhu
menggunakan tempat tinggal hanya untuk mengusir dingin; untuk
mengusir panas; untuk mengusir kontak dengan lalat, nyamuk,
angin, panas matahari, dan ular-ular; dan hanya untuk perlindungan
dari cuaca ganas dan untuk menikmati keterasingan.Di sini, setelah merefleksikan
dengan seksama seorang bhikkhu dengan sabar menahankan
dingin dan panas, lapar dan haus; kontak dengan lalat, nyamuk,
angin, panas matahari yang membakar, dan ular-ular; ucapan yang
kasar dan menghina; ia menahankan perasaan jasmani yang
muncul yang menyakitkan, menyiksa, tajam, menusuk, mengerikan,
tidak menyenangkan, melemahkan vitalitasnya. Noda-noda itu,
yang menyusahkan dan menyebabkan demam, yang mungkin
muncul pada seseorang yang tidak dengan sabar menahankan
[hal-hal ini] tidak muncul pada seseorang yang dengan sabar
menahankannya. Ini disebut noda-noda yang harus ditinggalkan
melalui kesabaran dalam menahankan yang telah ditinggalkan
melalui kesabaran dalam menahankan.
“Dan apakah noda-noda yang harus ditinggalkan melalui
penghindaran yang telah ditinggalkan melalui penghindaran? Di sini,
setelah merefleksikan dengan seksama seorang bhikkhu
menghindari gajah liar, kuda liar, sapi liar, dan anjing liar; ia
menghindari ular, tunggul, rumpun berduri, lubang, tebing curam,
tempat sampah, dan lubang kakus.
dan menghindari bergaul dengan
teman-teman jahat, agar teman-temannya para bhikkhu yang
bijaksana tidak mencurigainya telah melakukan perbuatan jahat.jika seorang bhikkhu yang adalah seorang penghuni hutan tidak
gelisah, tidak tinggi hati, tidak pongah, tidak banyak bicara dan
tidak berbicara tanpa tujuan, melainkan memiliki perhatian yang
ditegakkan, memahami dengan jernih, terkonsentrasi, dengan
pikiran terpusat, dengan organ-organ indria terkendali, maka dalam
aspek ini ia adalah terpuji.unculnya kontak adalah ujung [400] ke dua; lenyapnya kontak
adalah di tengah; dan ketagihan adalah perempuan penjahit.
Karena ketagihan menjahit seseorang pada produksi kondisi
penjelmaan ini atau itu.“Ketika, para bhikkhu, seorang siswa mulia memahami
perasaan, sumber dan asal-mula perasaan, [413] keberagaman
perasaan, akibat dari perasaan, lenyapnya perasaan, dan jalan
menuju lenyapnya perasaan, maka ia memahami kehidupan
spiritual yang menembus ini sebagai lenyapnya perasaan.
“Ketika dikatakan: ‘Perasaan harus dipahami … jalan menuju
lenyapnya perasaan harus dipahami,’ adalah karena ini maka hal itu
dikatakan.
(3) “Ketika dikatakan: ‘Persepsi harus dipahami … jalan menuju
lenyapnya persepsi harus dipahami,’ karena alasan apakah hal ini
dikatakan?
“Ada, para bhikkhu, enam persepsi ini: persepsi bentuk-bentuk,
persepsi suara-suara, persepsi bau-bauan, persepsi rasa-rasa
kecapan, persepsi objek-objek sentuhan, persepsi fenomena-
fenomena pikiran.“Kemudian, dengan mata dewa, yang murni dan melampaui
manusia, Sang Tathāgata melihat makhluk-makhluk meninggal
dunia dan terlahir kembali.“Para bhikkhu, tanpa meninggalkan enam hal, seseorang tidak
mampu merealisasikan buah yang-tidak-kembali. Apakah enam ini?
Ketiadaan keyakinan, ketiadaan rasa malu, moralitas yang
sembrono, kemalasan, kekacauan pikiran, dan ketiadaan
kebijaksanaan. Tanpa meninggalkan keenam hal ini, seseorang
tidak mampu merealisasikan buah yang-tidak-kembali.Apakah enam ini? Di sini, seorang bhikkhu bersenang dalam
Dhamma, bersenang dalam pengembangan [pikiran], bersenang
dalam meninggalkan, bersenang dalam kesunyian, bersenang
dalam tanpa-kesusahan, dan bersenang dalam tanpa-proliferasi.
Dengan memiliki keenam kualitas ini, seorang bhikkhu
berkelimpahan kebahagiaan dan kegembiraan dalam kehidupan ini,
dan ia telah meletakkan landasan bagi hancurnya noda-noda.” Ia membunuh, mengambil apa yang tidak diberikan, melakukan
hubungan seksual yang salah, berbohong; ia serakah dan kurang
ajar. Dengan memiliki keenam kualitas ini, seseorang ditempatkan di surga.anifestasi seorang Tathāgata, seorang Arahant,
seorang Yang Tercerahkan Sempurna adalah jarang di dunia ini. (2)
Seorang yang dapat mengajarkan Dhamma dan disiplin yang
dinyatakan oleh seorang Tathāgata adalah jarang di dunia ini. (3)
Kelahiran kembali di alam para mulia adalah jarang di dunia ini. (4)
Memiliki organ-organ indria [yang tidak cacat] adalah jarang di
dunia ini. (5) Menjadi cerdas dan cerdik adalah jarang di dunia ini.
(6) Keinginan pada Dhamma yang bermanfaat adalah jarang di
dunia ini. Manifestasi keenam hal ini adalah jarang di dunia ini.
“Para bhikkhu, (1) adalah tidak mungkin bahwa seorang bhikkhu
yang menganggap nibbāna sebagai penderitaan akan memiliki
kepercayaan yang selaras [dengan ajaran]. (2) Adalah tidak
mungkin bahwa seorang yang tidak memiliki kepercayaan yang
selaras [dengan ajaran] akan memasuki jalan pasti kebenaran. (3)
Adalah tidak mungkin bahwa seseorang yang tidak memasuki jalan
pasti kebenaran akan merealisasikan buah memasuki-arus, (4)
buah yang-kembali-sekali, (5) buah yang-tidak-kembali, (6) atau
Kearahattaan.“Para bhikkhu, ada tiga hal ini. Apakah tiga ini? (1) Nafsu, (2)
kebencian, dan (3) delusi. Ini adalah ketiga hal itu. Tiga hal [lainnya]
harus dikembangkan untuk meninggalkan ketiga hal ini. Apakah
tiga ini? [446] (4) Ketidak-menarikan harus dikembangkan untuk
meninggalkan nafsu. (5) Cinta-kasih harus dikembangkan untuk
meninggalkan kebencian. (6) Kebijaksanaan harus dikembangkan
untuk meninggalkan delusi. Ketiga hal ini harus dikembangkan
untuk meninggalkan ketiga hal sebelumnya.”
Kekuatan keyakinan, kekuatan kegigihan,
kekuatan rasa malu dan rasa takut;
kekuatan perhatian dan konsentrasi,
dan kebijaksanaan, kekuatan ke tujuh;
seorang bhikkhu perkasa yang memiliki hal-hal ini
adalah bijaksana dan hidup dengan bahagia.Kekayaan keyakinan, kekayaan perilaku bermoral,
kekayaan rasa malu dan rasa takut,
kekayaan pembelajaran dan kedermawanan,
dan kebijaksanaan, jenis kekayaan ke tujuh:
jika seseorang telah memiliki ketujuh jenis kekayaan ini,
apakah perempuan atau laki-laki,
mereka mengatakan bahwa ia tidak miskin,
bahwa hidupnya tidak dijalani dengan sia-sia.
Oleh karena itu seorang yang cerdas,
mengingat ajaran Sang Buddha,
harus bertekad pada keyakinan dan perilaku bermoral,
kepercayaan-diri dan penglihatan Dhamma.Kekayaan keyakinan,
kekayaan perilaku bermoral, kekayaan rasa malu, kekayaan rasa
takut, kekayaan pembelajaran, kekayaan kedermawanan, dan
kekayaan kebijaksanaan. Ketujuh jenis kekayaan ini tidak dapat
diambil oleh api, air, raja-raja, pencuri, dan pewaris yang tidak
disukai.”‘Keyakinan adalah baik dalam [melatih] kualitas-
kualitas bermanfaat; rasa malu adalah baik dalam [melatih] kualitas-
kualitas bermanfaat; rasa takut adalah baik dalam [melatih] kualitas-
kualitas bermanfaat; kegigihan adalah baik dalam [melatih] kualitas-
kualitas bermanfaat; kebijaksanaan adalah baik dalam [melatih]
kualitas-kualitas bermanfaat.’ Akan tetapi, keyakinannya tidak stabil
atau bertambah melainkan berkurang. Rasa malunya … rasa
takutnya … kegigihannya … kebijaksanaannya tidak stabil atau
bertambah melainkan berkurang. Dengan cara inilah seseorang
telah naik ke atas dan kemudian masuk ke bawah.“Para bhikkhu, seseorang seharusnya bergaul dengan teman yang
memiliki tujuh faktor. Apakah tujuh ini? (1) Ia memberikan apa yang
sulit diberikan. (2) Ia melakukan apa yang sulit dilakukan. (3) Ia
dengan sabar menahankan apa yang sulit ditahankan. (4) Ia
mengungkapkan rahasianya kepadamu. (5) Ia menjaga rahasiamu.(6) Ia tidak meninggalkanmu ketika engkau berada dalam kesulitan.
(7) Ia tidak dengan kasar merendahkanmu.36 Seseorang seharusnya
bergaul dengan teman yang memiliki ketujuh faktor ini.”
bhikkhu yang memiliki tujuh kualitas; seseorang harus
mendatanginya dan melayaninya bahkan jika ia mengusirmu.
Apakah tujuh ini? (1) Ia menyenangkan dan disukai; (2) ia terhormat
dan (3) dihargai; (4) ia adalah seorang pembabar;
37 (5) ia dengan
sabar menahankan apa yang dikatakan kepadanya; (6) ia
memberikan khotbah yang mendalam; dan (7) ia tidak menyuruh
seseorang untuk melakukan apa yang salah.”“Dan mengapakah api nafsu harus ditinggalkan dan dihindari
dan tidak dilatih? Seseorang yang tergerak oleh nafsu, dikendalikan
oleh nafsu, dengan pikiran dikuasai oleh nafsu, melakukan
perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran. Sebagai
konsekuensinya, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia
terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan yang buruk, di
alam rendah, di neraka. Oleh karena itu api nafsu harus ditinggalkan
dan dihindari dan seharusnya tidak dilatih.“Jika, ketika seorang bhikkhu sering berdiam dengan pikiran
yang terbiasa dengan persepsi kejijikan pada makanan, namun
pikirannya condong pada ketagihan pada rasa kecapan, atau jika ia
tidak berbalik dari itu, maka ia harus memahami: ‘Aku belum
mengembangkan persepsi kejijikan pada makanan.Kemudian, seorang petapa atau brahmana, mengaku selibat
dengan sempurna, tidak benar-benar melakukan hubungan seksual
dengan para perempuan; juga ia tidak setuju digosok, dipijat,
dimandikan, dan diremas oleh mereka. Tetapi ia bersenda-gurau
dengan para perempuan, bermain-main dengan mereka, dan
menghibur diri dengan mereka. …
(3) “… ia tidak bersenda-gurau dengan para perempuan, tidak
bermain-main dengan mereka, dan tidak menghibur diri dengan
mereka … tetapi ia memandang dan menatap langsung ke mata
mereka. “Seorang perempuan, para bhikkhu, secara internal
memperhatikan indria kefemininannya, sikap kefemininannya,
penampilan kefemininannya, aspek kefemininannya, keinginan
kefemininannya, suara kefemininannya, riasan kefemininannya.63 Ia
menjadi tergerak oleh hal-hal ini, menyenanginya. Karena tergerak
oleh hal-hal itu, karena menyenanginya¸ maka ia secara eksternal
memperhatikan indria kemaskulinan, sikap kemaskulinan,
penampilan kemaskulinan, aspek kemaskulinan, keinginan
kemaskulinan, suara kemaskulinan, riasan kemaskulinan [dari
seorang laki-laki]. Ia menjadi tergerak oleh hal-hal ini,
menyenanginya. Karena tergerak oleh hal-hal itu, karena
menyenanginya¸ maka ia menginginkan penyatuan secara
eksternal, dan ia juga menginginkan kenikmatan dan kegembiraan
yang muncul karena penyatuan itu. Makhluk-makhluk yang
menyenangi kefemininan mereka memasuki penyatuan dengan
para laki-laki. Dengan cara inilah seorang perempuan tidak
melampaui kefemininannya.Dengan memudarnya sukacita, aku
berdiam seimbang dan, dengan penuh perhatian dan memahami
dengan jernih, aku mengalami kenikmatan [67] pada jasmani;
“Dengan pikiran penuh kebencian, hampa dari simpati,bernafsu pada orang lain, merendahkan suaminya,
ia berusaha membunuh orang yang membelinya dengan
harta:
seorang istri seperti ini disebut seorang istri dan seorang
pembunuh.
“Ketika suami perempuan itu memperoleh kekayaan
dengan bekerja keras melalui keterampilan, berdagang, atau
bertani,
ia berusaha mencurinya, bahkan jika [sang suami
memperoleh] hanya sedikit:
seorang istri seperti ini disebut seorang istri dan seorang
pencuri.
“Seorang yang rakus, malas bekerja,
kasar, kejam, tajam dalam ucapan,
seorang perempuan yang mendominasi penyokongnya
sendiri:
seorang istri seperti ini disebut seorang istri dan seorang
tiran. [93].“Ketika bunga pada pohon koral pāricchattaka milik para
deva Tāvatiṃsa telah mekar sempurna, para deva Tāvatiṃsa
bergembira, dan mereka menghabiskan empat bulan surgawi di
bawah pohon koral pāricchattaka menikmati kelima objek
kenikmatan indria. Ketika pohon koral pāricchattaka telah mekar
sempurna, sinar memancar hingga sejauh lima puluh yojana
sekeliling dan aromanya tertiup angin hingga sejauh seratus yojana.
Ini adalah keagungan pohon koral pāricchattaka.Terbatas dan cepat berlalu; memiliki banyak
penderitaan, banyak kesengsaraan. Seseorang harus memahami
hal ini dengan bijaksana. Ia harus melakukan apa yang bermanfaat
dan menjalani kehidupan spiritual; karena tidak ada yang terlahir
yang dapat membebaskan diri dari kematian.’“Para bhikkhu, adalah dengan menghancurkan tujuh hal maka
seseorang adalah seorang bhikkhu.155 Apakah tujuh ini? Pandangan
eksistensi-diri telah hancur; keragu-raguan telah hancur;
genggaman keliru pada perilaku dan upacara telah hancur; nafsu
telah hancur; kebencian telah hancur; delusi telah hancur;
keangkuhan telah hancur. Adalah dengan menghancurkan ketujuh
hal ini maka seseorang adalah seorang bhikkhu.” Di sini seseorang berdiam dengan merenungkan
ketidakkekalan dalam telinga … hidung … lidah … badan … pikiran
… dalam bentuk-bentuk … suara-suara … bau-bauan … rasa-rasa
kecapan … [147] objek-objek sentuhan … fenomena-fenomena
pikiran ...
(191) – (238) “… dalam kesadaran-mata … kesadaran-telinga …
kesadaran-hidung … kesadaran-lidah … kesadaran-badan …
kesadaran-pikiran …
(239) – (286) “… dalam kontak-mata … kontak-telinga …
kontak-hidung … kontak-lidah … kontak-badan … kontak-pikiran
…
(287) – (334) “… dalam perasaan yang muncul dari kontak-mata
… perasaan yang muncul dari kontak-telinga … perasaan yang
muncul dari kontak-hidung … perasaan yang muncul dari kontak-
lidah … perasaan yang muncul dari kontak-badan … perasaan
yang muncul dari kontak-pikiran …
dalam persepsi bentuk-bentuk … persepsi
suara-suara … persepsi bau-bauan … persepsi rasa-rasa kecapan
… persepsi objek-objek sentuhan … persepsi fenomena-fenomena
pikiran …“Para bhikkhu, ketika kebebasan pikiran melalui cinta kasih telah
diusahakan, dikembangkan, dan dilatih, dijadikan kendaraan dan
landasan, dijalankan, dikokohkan, dan dengan benar dilakukan,
maka delapan manfaat menanti. Apakah delapan ini?
(1) “Seseorang tidur dengan lelap; (2) ia terjaga dengan bahagia;
(3) ia tidak bermimpi buruk; (4) ia disukai oleh manusia-manusia; (5)
ia disukai oleh makhluk-makhluk halus; 161 (6) para dewata
melindunginya; (7) api, racun, dan senjata tidak melukainya; dan (8)
jika ia tidak menembus lebih jauh lagi, maka ia mengarah menuju
alam brahmā.Di sini, (1) seorang bhikkhu tidak memuji mereka yang tidak
menyenangkan atau (2) mengkritik mereka yang menyenangkan; (3)
ia tidak menginginkan keuntungan atau (4) kehormatan; (5) ia
memiliki rasa malu dan (6) rasa takut; (7) ia memiliki sedikit
keinginan dan (8) menganut pandangan benar.
“Para bhikkhu, dengan memiliki delapan kualitas, seorang bhikkhu
tidak disenangi dan tidak disukai oleh teman-temannya para
bhikkhu dan juga tidak dihormati dan tidak dihargai oleh mereka.
Apakah delapan ini? Di sini, seorang bhikkhu (1) menginginkan
keuntungan, (2) kehormatan, dan (3) reputasi; (4) ia tidak
mengetahui waktu yang tepat dan (5) tidak mengetahui kecukupan;
(6) ia tidak murni;171 (7) ia banyak berbicara; dan (8) ia menghina dan
mencaci teman-temannya para bhikkhu.Karena ia dikendalikan dan dikuasai oleh keuntungan, maka
Devadatta mengarah menuju alam sengsara, mengarah ke neraka,
dan ia akan menetap di sana selama satu kappa, tidak dapat
ditebus. (2) Karena ia dikendalikan dan dikuasai oleh kerugian … (3)
… oleh kemasyhuran … (4) … oleh kehinaan … (5) … oleh
kehormatan … (6) … oleh ketiadaan kehormatan … (7) … oleh
keinginan jahat … (8) … oleh pertemanan yang buruk, maka
Devadatta mengarah menuju alam sengsara, mengarah ke neraka,
dan ia akan menetap di sana selama satu kappa, tidak dapat
ditebus. Beliau telah memotongnya di akar,
membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya
sehingga tidak muncul lagi di masa depan. Adalah dengan cara ini
seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa
Gotama tidak memiliki rasa.’ Tetapi engkau tidak mengatakan
sehubungan dengan ini.” [174].
(1) Tidak
melafalkan adalah noda bagi himne-himne. (2) Noda bagi
perumahan adalah tidak ada pemeliharaan. 212 (3) Noda bagi
kecantikan adalah kemalasan. (4) Kelengahan adalah noda bagi
seorang penjaga. (5) Noda bagi seorang perempuan adalah
perbuatan buruk. (6) Kekikiran adalah noda bagi seorang
penyumbang. (7) Kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat
adalah noda-noda di dunia ini dan dunia berikutnya. (8) Noda yang
lebih berat dari ini adalah ketidak-tahuan, noda yang paling buruk.
Ini, para bhikkhu, adalah kedelapan noda itu.”dengan bentuknya … dengan
senyumnya … dengan ucapannya … dengan nyanyiannya [197] …
dengan menangis … dengan penampilannya … dengan sebuah
hadiah214 … dengan sentuhannya.215 Seorang perempuan mengikat
seorang laki-laki dalam kedelapan cara ini. Makhluk-makhluk itu
yang terikat dengan sentuhan telah terikat erat.”216.“Kemudian, samudra raya berisikan banyak materi berharga,
seperti mutiara, permata, lapis lazuli, kulit kerang, kuarsa, koral,
perak, emas, batu delima, dan batu mata-kucing. Ini [200] adalah
kualitas menakjubkan dan mengagumkan ke tujuh yang dilihat oleh
para asura dalam samudra raya.
“Kemudian, samudra raya adalah tempat kediaman para
makhluk besar seperti timi, timiṅgala, timirapiṇgala, asura, nāga,
dan gandhabba.218 Ada di samudra raya makhluk-makhluk dengan
tubuh sepanjang seratus yojana, dua ratus, tiga ratus, empat ratus,
dan lima ratus yojana. Ini adalah kualitas menakjubkan dan
mengagumkan ke delapan yang dilihat oleh para asura dalam
samudra raya yang karenanya mereka bersenang di dalamnya.
(1) Hatthaka dari Āḷavī memiliki
keyakinan. (2) Ia bermoral, dan (3) memiliki rasa malu dan (4) rasa
takut. (5) Ia terpelajar, (6) dermawan, dan (7) bijaksana. Kalian harus
mengingat Hatthaka dari Āḷavī sebagai seorang yang memiliki
ketujuh kualitas menakjubkan dan mengagumkan ini.” Ini adalah
apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Setelah mengatakan ini,
Yang Berbahagia bangkit dari duduknya dan memasuki
kediamannya.(1) Ia memiliki keyakinan. (2) Ia bermoral, dan (3) memiliki rasa
malu dan (4) rasa takut. (5) Ia terpelajar, (6) dermawan, dan (7)
bijaksana. (8) Ia memiliki sedikit keinginan.(1)
Kekuatan anak-anak adalah menangis; (2) kekuatan para
perempuan adalah kemarahan; (3) kekuatan para pencuri adalah
senjata; (4) kekuatan raja-raja adalah kekuasaan; (5) kekuatan
orang-orang dungu adalah mengeluh; (6) kekuatan para bijaksana
adalah kehati-hatian;232 (7) kekuatan para terpelajar adalah refleksi;
(8) kekuatan para petapa dan brahmana adalah kesabaran. Ini
adalah kedelapan kekuatan itu.”“Dhamma ini adalah untuk seorang dengan sedikit keinginan,
bukan untuk seorang yang berkeinginan kuat. (2) Dhamma [229] ini
adalah untuk seorang yang puas, bukan untuk seorang yang tidak
puas. (3) Dhamma ini adalah untuk seorang yang menyukai
kesendirian, bukan untuk seorang yang bersenang dalam
kumpulan. (4) Dhamma ini adalah untuk seorang yang
bersemangat, bukan untuk seorang yang malas. (5) Dhamma ini
adalah untuk seorang dengan perhatian ditegakkan, bukan untuk
seorang yang berpikiran kacau. (6) Dhamma ini adalah untuk
seorang yang terkonsentrasi, bukan untuk seorang yang tidak
terkonsentrasi. (7) Dhamma ini adalah untuk seorang yang
bijaksana, bukan untuk seorang yang tidak bijaksana.”“Ketika engkau merefleksikan kedelapan pemikiran seorang
mulia ini dan mendapatkan sesuai kehendak … keempat jhāna ini
… maka, sewaktu engkau berdiam dengan puas, obat-obatanmu
yang terbuat dari fermentasi air kencing sapi akan tampak bagimu
seperti berbagai obat-obatan ghee, mentega, minyak, madu, dan
sirup bagi seorang perumah tangga atau putra perumah tangga,
dan ini akan berguna untuk kesenanganmu, kelegaan, dan
kemudahan, dan untuk memasuki nibbāna.(1) Seseorang memberikan suatu pemberian karena
keinginan. (2) Seseorang memberikan suatu pemberian karena kebencian. (3) Seseorang memberikan pemberian karena delusi. (4)
Seseorang memberikan pemberian karena takut.247 (5) Seseorang
memberikan pemberian, [dengan berpikir]: ‘Memberi telah
dipraktikkan sebelumnya oleh ayahku dan leluhurku; aku tidak
boleh meninggalkan kebiasaan keluarga yang sudah berlangsung
sejak lama ini.’ (6) Seseorang memberikan pemberian, [dengan
berpikir]: ‘Setelah memberikan pemberian ini, dengan hancurnya
jasmani, setelah kematian, aku akan terlahir kembali di alam tujuan
kelahiran yang baik, di alam surga.’ (7) Seseorang memberikan
pemberian, [dengan berpikir]: ‘Ketika aku sedang memberikan
pemberian ini pikiranku menjadi tenang, [237] dan kegirangan dan
kegembiraan muncul.’ (8) Seseorang memberikan pemberian
dengan tujuan menghias pikiran, melengkapi pikiran. Ini adalah
kedelapan landasan untuk memberi itu.”“Di sini, (1) ada banyak gundukan dan parit di lahan itu; (2) ada
banyak batu dan kerikil di lahan itu; (3) lahan itu mengandung
garam; (4) lahan itu tidak dibajak cukup dalam; (5) tidak ada jalan
masuk [bagi air untuk mengalir masuk]; (6) tidak ada jalan keluar
[bagi air untuk mengalir keluar]; (7) tidak ada saluran irigasi; dan (8)
tidak ada batas pinggir. Sebutir benih yang ditanam di sebuah
lahan yang memiliki kedelapan faktor ini tidak akan menghasilkan
buah berlimpah, [buah]nya tidak lezat, dan tidak menghasilkan
keuntungan.“‘Seumur hidupnya para Arahant menghindari tarian,
nyanyian, musik instrumental, dan pertunjukan yang tidak layak,
dan menghindari menghias dan mempercantik diri dengan
mengenakan kalung bunga dan mengoleskan wewangian dan
salep. Hari ini, selama sehari semalam ini, aku juga akan
menghindari tarian, nyanyian, musik instrumental, dan pertunjukan
yang tidak layak, dan menghindari menghias dan mempercantik
diriku dengan mengenakan kalung bunga dan mengoleskan
wewangian dan salep. Aku akan meniru para Arahant dalam hal ini
dan uposatha akan kujalankan.’ Uposatha memiliki faktor ke tujuh
ini.dengan hal ini maka Aku katakan bahwa kerajaan manusia adalah
buruk dibandingkan dengan kebahagiaan surgawi.”
Seseorang seharusnya tidak membunuh makhluk-makhluk
hidup atau mengambil apa yang tidak diberikan;260
ia seharusnya tidak berkata bohong atau meminum minuman
memabukkan;
ia harus menahan diri dari aktivitas seksual, dari ketidak-
sucian;
ia seharusnya tidak makan di malam hari atau pada waktu
yang tidak tepat.
Ia seharusnya tidak mengenakan kalung bunga atau
mengoleskan wangi-wangian;
ia harus tidur di tempat tidur [yang rendah] atau alas tidur di
lantai;
ini, mereka katakan, adalah uposatha berfaktor delapan
yang dinyatakan oleh Sang Buddha,
Yang telah mencapai akhir penderitaan.Kemudian Yang Mulia Anuruddha berpikir: “Semoga semua
dewata ini menjadi biru, berkulit biru, dengan pakaian biru dan
perhiasan biru.” Mengetahui pikiran Yang Mulia Anuruddha, para
dewata itu semuanya menjadi biru, berkulit biru, dengan pakaian
biru dan perhiasan biru. Kemudian Yang Mulia Anuruddha berpikir:
“Semoga semua dewata ini menjadi kuning … merah … putih,
berkulit putih, dengan pakaian putih dan perhiasan putih.”
Mengetahui pikiran Yang Mulia Anuruddha, para dewata itu
semuanya menjadi putih, berkulit putih, dengan pakaian putih dan
perhiasan putih.Di sini, seorang perempuan adalah bijaksana; ia
memiliki kebijaksanaan yang melihat muncul dan lenyapnya, yang
mulia dan menembus dan mengarah menuju kehancuran
penderitaan sepenuhnya. 271 Adalah dengan cara ini seorang
perempuan sempurna dalam kebijaksanaan.
“Dengan memiliki keempat kualitas ini, Visākhā, seorang
perempuan mengarah pada kemenangan di dunia lain dan
kehidupannya di dunia berikutnya.”
Mampu melakukan pekerjaannya,
mengatur bantuan rumah tangga,
ia memperlakukan suaminya dalam cara-cara yang
menyenangkan
dan menjaga kekayaan yang diperoleh suaminya
Kaya dalam keyakinan, memiliki moralitas,
dermawan dan hampa dari kekikiran,
ia terus-menerus memurnikan sang jalan
yang mengarah pada keamanan dalam kehidupan
mendatang.
Mereka menyebut perempuan mana pun
yang memiliki kedelapan kualitas ini,“Kekayaan yang dikumpulkan demikian memiliki empat sumber
penambahan: ia menghindari bermain perempuan, menghindari
bermabuk-mabukan, dan [284] menghindari berjudi, dan
mengembangkan pertemanan yang baik, pergaulan yang baik,
persahabatan yang baik. ia menghindari
bermain perempuan … dan mengembangkan persahabatan yang baik.“Para bhikkhu, (1) ‘bahaya’ adalah sebutan untuk kenikmatan
indria. (2) ‘Penderitaan’ adalah sebutan untuk kenikmatan indria. (3)
‘Penyakit’ adalah sebutan untuk kenikmatan indria. (4) ‘Bisul’
adalah sebutan untuk kenikmatan indria. (5) ‘Anak panah’ adalah
sebutan untuk kenikmatan indria. (6) ‘Ikatan’ adalah sebutan untuk
kenikmatan indria. (7) ‘Rawa’ adalah sebutan untuk kenikmatan
indria. (8) ‘Rahim’ adalah sebutan untuk kenikmatan indria.“Dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia …
[seperti pada 8:11] … ia memahami bagaimana makhluk-makhluk
mengembara sesuai kamma mereka.“Di sini, seorang bhikkhu bukanlah seorang yang memiliki
pemahaman cepat sehubungan dengan ajaran-ajaran yang
bermanfaat. Akan tetapi, (i) ia mampu mengingat ajaran-ajaran yang
telah ia pelajari; (ii) ia menyelidiki makna dari ajaran-ajaran yang
telah ia ingat; (iii) ia telah memahami makna dan Dhamma dan
berlatih sesuai Dhamma; (iv) ia adalah seorang pembabar yang baik
dengan penyampaian yang baik … ekspresif dalam makna; (v) ia
adalah seorang yang mengajarkan, mendorong, menginspirasi, dan
menggembirakan teman-temannya para bhikkhu. Dengan memiliki
kelima kualitas ini seorang bhikkhu mampu [memberikan manfaat]
untuk dirinya sendiri dan orang lain.
“Para bhikkhu, sebelum pencerahanKu, sewaktu Aku masih
menjadi seorang bodhisatta, masih belum tercerahkan sempurna,
Aku hanya mempersepsikan cahaya, tetapi tidak melihat bentuk-
bentuk.314.Seekor ular mungkin
menggigitku, atau seekor kalajengking atau seekor lipan mungkin
menyengatku, dan aku bisa mati;
“Kemudian, seorang bhikkhu telah menyelesaikan suatu
pekerjaan. Ia berpikir: ‘Aku telah menyelesaikan suatu pekerjaan.
Sewaktu sedang bekerja, tidaklah mudah bagiku untuk menekuni
ajaran para Buddha. Biarlah aku membangkitkan kegigihan …’ Ini
adalah dasar ke dua untuk membangkitkan kegigihan.“Para bhikkhu, dengan memiliki delapan faktor, seorang pencuri
ulung dengan cepat menemui kesulitan dan tidak bertahan lama.
Apakah delapan ini? (1) Ia menyerang seorang yang tidak
menyerangnya. (2) Ia mencuri tanpa meninggalkan sisa. (3) Ia
membunuh perempuan. (4) Ia memperkosa gadis muda. (5) Ia
merampok bhikkhu. (6) Ia merampok bendahara kerajaan. (7) Ia
melakukan pekerjaannya di lingkungannya. Dan (8) ia tidak mahir
dalam menyembunyikan [barang rampasannya].348 Dengan memiliki
delapan faktor, seorang pencuri ulung dengan cepat menemui
kesulitan dan tidak bertahan lama.
a bhikkhu, ketika seorang umat awam memiliki delapan
kualitas, Saṅgha, jika menghendaki, boleh membalikkan mangkuk
makanan terhadapnya.355 Apakah delapan ini? [345] (1) Ia berusaha
menghalangi para bhikkhu memperoleh keuntungan; (2) ia
berusaha membahayakan para bhikkhu; (3) ia berusaha mencegah
para bhikkhu menetap [di tempat tertentu]; (4) ia menghina dan
mencaci para bhikkhu; (5) ia memecah-belah para bhikkhu satu
sama lain; (6) ia mencela Sang Buddha; (7) ia mencela Dhamma; (8)
ia mencela Saṅgha. Ketika seorang umat awam memiliki kedelapan
kualitas ini, Saṅgha, jika menghendaki, boleh membalikkan
mangkuk makanan terhadapnya.
‘Seorang bhikkhu yang
adalah seorang Arahant – seorang yang noda-nodanya telah
dihancurkan … seorang yang sepenuhnya terbebaskan melalui
pengetahuan akhir – tidak mampu melakukan pelanggaran dalam
sembilan kasus. (1) Ia tidak mampu dengan sengaja membunuh; (2)
ia tidak mampu mengambil melalui pencurian atas apa yang tidak
diberikan; (3) ia tidak mampu melakukan hubungan seksual; (4) ia
tidak mampu secara sengaja berbohong; (5) ia tidak mampu
menyimpan benda-benda untuk menikmati kenikmatan indria
seperti yang ia lakukan di masa lalu ketika masih menjadi seorang
awam; (6) ia tidak mampu memasuki jalan salah karena keinginan;
(7) ia tidak mampu memasuki jalan salah karena kebencian; (8) ia
tidak mampu memasuki jalan salah karena delusi; (9) ia tidak
mampu memasuki jalan salah karena ketakutan.“Dan apakah sembilan hal yang berakar pada ketagihan? (1)
Dengan bergantung pada ketagihan maka ada pencarian. (2)
Dengan bergantung pada pencarian maka ada perolehan. (3)
Dengan bergantung pada perolehan maka ada pertimbangan. (4)
Dengan bergantung pada pertimbangan maka ada keinginan dan
nafsu. (5) Dengan bergantung pada keinginan dan nafsu maka ada
kemelekatan. (6) Dengan bergantung pada kemelekatan maka ada
kepemilikan. (7) Dengan bergantung pada kepemilikan maka ada
kekikiran. (8) Dengan bergantung pada kekikiran maka ada
penjagaan. (9) Dengan penjagaan sebagai landasan maka
dimulailah pengambilan tongkat pemukul [401] dan senjata,
pertengkaran, pertikaian, dan perselisihan, penuduhan, ucapan
memecah-belah, dan kebohongan, dan banyak hal-hal buruk yang
tidak bermanfaat [lainnya]. Ini adalah sembilan hal yang berakar
pada ketagihan.”435.Ketika, dengan meredanya pemikiran dan pemeriksaan,
seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua … jhāna
ke tiga … jhāna ke empat … pada saat itu bhikkhu itu berpikir:
‘Sekarang aku aman dari bahaya dan Māra tidak dapat melakukan
apa pun padaku.’ Māra Sang Jahat juga berpikir: ‘Sekarang
bhikkhu itu aman dari bahaya dan aku tidak dapat melakukan apa
pun padanya.’Nanda, adik sepupu Sang Buddha, jelas memiliki keinginan indriawi
yang kuat. Setelah ia menjadi seorang bhikkhu ia terus-menerus
memikirkan tunangannya dan kelak berharap dapat terlahir di antara
para bidadari surgawi. Kisahnya terdapat pada Ud 3:2,21-24.menguraikan sembilan cara seorang perempuan mengikat
seorang laki-laki: dengan nyanyian, tarian, keterampilannya,
sentuhannya, senyumnya, menangis, suatu cara yang berguna,
mempercantik wajah dan tubuhnya, dan penampilan dan sikapnya.Gotamī hanya bisa meninggalkan keduniawian setelah kematian
suaminya, Suddhodana, ayah Sang Buddha, dan tampaknya tidak
mungkin bahwa Suddhodana meninggal dunia pada kunjungan
pertama Sang Buddha ke Kapilavatthu, yang terjadi segera setelah
pencerahanNya, fakta ini nyaris tidak dapat dipercaya. Hal ini juga
mengarah pada anakronisme [penempatan kejadian pada waktu
yang salah, penj.]. Cuḷavagga mengatakan bahwa Ānanda dan
orang-orang penting Sakya lainnya menjadi bhikkhu setelah
kunjungan pertama Sang Buddha ke Kapilavatthu (Vin II 182-83).
Ānanda menjadi pelayan tetap Sang Buddha dua puluh tahun setelah
pencerahanNya, ketika Sang Buddha berusia lima puluh lima, dan
melayani Sang Buddha dalam kapasitas ini selama dua puluh lima
tahun, hingga akhir hidup Sang Guru (Th 1041-43). Akan tetapi,
dalam sutta ini, Ānanda digambarkan sebagai pelayan Sang Buddha
sebelum berdirinya Saṅgha Bhikkhunī. Apakah kejadian ini terjadi
tidak lama setelah kunjungan pertama Sang Buddha ke Kapilavatthu,
atau bahkan lima atau sepuluh tahun kemudian, tetap saja masih
terlalu awal bagi Ānanda untuk melayani Sang Buddha sebagai
pelayanNya. Dengan demikian, jika Ānanda bukan pelayan tetap.Anuguttara Nikaya hal 470
Seperti halnya semua kaum
duniawi tidak akan dapat menangkap petunjuk itu, demikian pula
Ānanda tidak mampu menangkapnya. Karena Māra dapat menguasai
pikiran siapa pun yang belum sepenuhnya meninggalkan dua belas
pembalikan kognisi (vipallāsa; baca 4:49), dan Ānanda [sebagai
hanya seorang pemasuk-arus] masih memiliki empat di antaranya.
[Mp-ṭ: Pembalikan persepsi dan pemikiran yang menganggap apa
yang tidak menarik sebagai menarik dan yang menyakitkan sebagai
menyenangkan.] Māra menguasai pikirannya dengan memperlihatkan
pemandangan yang menyeramkan. Ketika melihat ini, Ānanda gagal.karena kebijaksanaan adalah
pemimpin dari indriya-indriya pengendali; kebijaksanaan, lebih dari
yang lainnya, mengendalikan pengalaman kita (tiga faktor terakhir
adalah apa yang memungkinkan kita untuk mendapatkan rasa
kemakhlukan yang bertanggung jawab atas kehidupan kita).
Kebebasan adalah intinya (vimuttisāra), yang terunggul dari
segalanya, sudah jelas.”Seorang pencuri yang
tidak terampil menyerang mereka yang seharusnya tidak diserang,
seperti orang tua, anak-anak, dan orang-orang bermoral yang bukan
musuhnya dan yang tidak menyerangnya. (2) Seorang pencuri yang
terampil mengambil hanya setengah dari apa yang ada; misalnya ada
dua pakaian ia hanya mengambil satu; untuk makanan, ia hanya
mengambil untuk dirinya sendiri dan meninggalkan sisanya (ia dapat
mengambil benda yang lebih berharga untuk dirinya). (7) Seorang
pencuri yang tidak terampil melakukan pencurian di desa,
pemukiman, atau kota di dekatnya. (8) Seorang pencuri yang tidak
terampil tidak memurnikan jalan menuju dunia lain dengan
“menyimpan” sebagian dari barang rampasannya dalam suatu
pemberian kepada mereka “yang layak menerima persembahan”.menambahkannya pada ketiga ini dan
Bojjhā. Sebutan rājakumārī (putri) dan devī (ratu) hanya terdapat
dalam Ce.435 Sembilan hal yang berakar pada ketagihan, dengan penjelasan dari
Mp dalam tanda kurung, adalah: (1) pariyesanā (pencarian objek-
objek seperti bentuk-bentuk); (2) lābha (mendapatkan objek-objek
seperti bentuk-bentuk); (3) vinnicchaya (ketika seseorang telah
memperoleh keuntungan, ia mempertimbangkan dengan memikirkan
apa yang disukai dan apa yang tidak disukai, indah atau biasa,
berapa banyak yang akan ia simpan dan berapa banyak yang akan
diberikan kepada orang lain, berapa banyak yang akan dibelanjakan
dan berapa banyak yang ditabung); (4) chandarāga (nafsu lemah dan
nafsu kuat, berturut-tururt, yang muncul terhadap objek yang
dipikirkan dengan pikiran-pikiran tidak bermanfaat); (5) ajjhosāna
(pendirian kuat dalam “aku dan milikku”); (6) pariggaha (mengambil
kepemilikan melalui ketagihan dan pandangan); (7) macchariya
(keengganan untuk berbagi dengan orang lain). (8) ārakkha (menjaga
secara hati-hati dengan menutup pintu dan menyimpannya dalam
peti); (9) daṇḍādāna, dan seterusnya (mengambil tongkat pemukul,
dan seterusnya, yang bertujuan untuk mengusir orang lain).dalil seperti dunia eksis dan tidak eksis; dunia tidak berubah; dunia
terus-menerus berubah; dunia memiliki awal; dunia tidak memiliki
awal; dunia memiliki akhir; dunia tidak memiliki akhir; dan
sebagainya.” (cetak miring oleh saya).menjelaskan:
“Ia membutakan Māra: ia tidak menghancurkan mata Māra,
melainkan ketika seorang bhikkhu telah mencapai jhāna sebagai
landasan bagi pandangan terang, Māra tidak mampu melihat objek
pikirannya. Karena itu dikatakan: ‘Ia membutakan Māra’”.Kronologinya tidak jelas bagi saya. Mp mengatakan bahwa pada
waktu sutta ini dimulai Sang Buddha sedang menetap di antara
penduduk Sakya pada kunjungan pertamaNya ke Kapilavatthu
(paṭhamagamanena gantvā viharati). Namun, karena Mahāpajāpati
Gotamī hanya bisa meninggalkan keduniawian setelah kematian
suaminya, Suddhodana, ayah Sang Buddha, dan tampaknya tidak
mungkin bahwa Suddhodana meninggal dunia pada kunjungan
pertama Sang Buddha ke Kapilavatthu, yang terjadi segera setelah
pencerahanNya, fakta ini nyaris tidak dapat dipercaya. Hal ini juga
mengarah pada anakronisme [penempatan kejadian pada waktu
yang salah, penj.].“Tujuan dan manfaat dari ketidak-menyesalan adalah
kegembiraan.”
(4) “Dan apakah, Bhante, tujuan dan manfaat dari
kegembiraan?”
“Tujuan dan manfaat dari kegembiraan adalah sukacita.”
(5) “Dan apakah, Bhante, tujuan dan manfaat dari sukacita?”
“Tujuan dan manfaat dari sukacita adalah ketenangan.”
(6) “Dan apakah, Bhante, tujuan dan manfaat dari ketenangan?”
“Tujuan dan manfaat dari ketenangan adalah kenikmatan.”
(7) “Dan apakah, Bhante, tujuan dan manfaat dari kenikmatan.”
“Tujuan dan manfaat dari kenikmatan [2] adalah konsentrasi.”
(8) “Dan apakah, Bhante, tujuan dan manfaat dari konsentrasi?”
“Tujuan dan manfaat dari konsentrasi adalah pengetahuan dan
penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya.”
(9) “Dan apakah, Bhante, tujuan dan manfaat dari pengetahuan
dan penglihatan pada segala sesuatu sebagaimana adanya?”
“Tujuan dan manfaat dari pengetahuan dan penglihatan pada
segala sesuatu sebagaimana adanya adalah kekecewaan dan
kebosanan.”
(10) Dan apakah, Bhante, tujuan dan manfaat dari kekecewaan
dan kebosanan?”
“Tujuan dan manfaat dari kekecewaan dan kebosanan adalah
pengetahuan dan penglihatan pada kebebasan.tujuan dan
manfaat dari kekecewaan dan kebosanan adalah pengetahuan dan
penglihatan pada kebebasan.
(4) “Ia telah membangkitkan kegigihan untuk meninggalkan
kualitas-kualitas yang tidak bermanfaat dan mendapatkan kualitas-
kualitas yang bermanfaat; ia kuat, teguh dalam pengerahan usaha,
tidak mengabaikan tugas melatih kualitas-kualitas bermanfaat.
(5) “Ia bijaksana; ia memiliki kebijaksanaan yang melihat muncul
dan lenyapnya, yang mulia dan menembus dan mengarah menuju
kehancuran penderitaan sepenuhnya.
“Dengan cara inilah seorang bhikkhu memiliki lima faktor.
“Dan bagaimanakah sebuah tempat tinggal memiliki lima faktor?
(6) “Di sini, tempat tinggal itu tidak terlalu jauh [dari tempat
mengumpulkan dana makanan] juga tidak terlalu dekat, dan
memiliki cara untuk pergi dan kembali.
(7) “Pada siang hari tempat itu tidak terganggu oleh orang-orang
dan pada malam hari tempat itu tenang dan hening.
(8) “Terdapat sedikit kontak dengan lalat, nyamuk, angin, panas
matahari, dan ular
(9) “Orang yang menetap di tempat itu dapat dengan mudah
memperoleh jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan dan
perlengkapan bagi yang sakit.
(10) “Di dalam tempat itu berdiam para bhikkhu senior yang
terpelajar, pewaris warisan, [16] ahli dalam Dhamma, ahli dalam
disiplin, ahli dalam kerangka.
Ketika keinginan indria dan niat buruk,
ketumpulan dan kantuk,
kegelisahan, dan keragu-raguan
sama sekali tidak ada pada seorang bhikkhu; [17].“Di sini, seorang bhikkhu hampa dari nafsu pada kenikmatan
indria, hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan
ketagihan padanya.