Monday, July 29, 2019

Alergi Kacang Tanah: Peneliti Australia Berhasi Temukan Terobosan Untuk Mengatasinya

Alergi Kacang Tanah:
Peneliti Australia Berhasi Temukan Terobosan Untuk Mengatasinya

Para peneliti dari Murdoch Children’s Research Institutedi Melbourne, Australia, yang dipimpin Prof. Mimi Tang,  memiliki berita bagus untuk anak-anak yang menderita alergi terhadap kacang tanah, makanan yang sangat umum dinikmati oleh semua orang. Mereka berhasil menemukan cara untuk mengatasi alergi kacang yang banyak ditemukan pada bayi.
Selain itu, penelitian lain juga sedang dilakukan oleh Professor Robyn O’Hehir dengan menggunakan fragmen-fragmen yang terseleksi dari protein kacang untuk mengubah reaksi alergi. Produk ini dirancang untuk menjadi produk yang lebih aman, lebih cepat dan lebih nyaman dari pendekatan yang saat ini sedang dalam pengembangan.
Namun dari kedua penelitian tersebut diatas, yang paling manjanjikan adalah dari Prof. Mimi Tang, seorang ahli alergi imunologi anak-anak di Royal Children’s Hospital, Melbourne, Australia karena telah melakukan terobosan sejak empat tahun yang lalu dengan pengobatan alergi kacang tanah yang sangat sederhana dan efektif.
Penelitian Profesor Mimi Tang menggunakan bakteri Lactobacillus rhamnosus
Professor Mimi Tang dari Murdoch Children’s Research Institute.
Dalam penelitiannya, tim pakar melibatkan 60 anak-anak yang mengalami alergi kacang. Mereka diberikan probiotik tertentu bersamaan dengan protein kacang dalam ukuran rendah. Probiotik dikenal juga sebagai “bakteri baik”. Dalam penelitian ini, bakteri yang digunakan bernama Lactobacillus rhamnosus.
Lactobacillus adalah genus bakteri dari kelompok bakteri asam laktat, dinamakan demikian karena kebanyakan anggotanya dapat mengubah laktosa dan gula lainnya menjadi asam laktat. Kebanyakan dari bakteri ini umum dan tidak berbahaya bagi kesehatan.
Ketua tim peneliti Prof. Mimi Tang, seorang ahli alergi imunologi anak-anak di Royal Children’s Hospital, Melbourne, Australia melakukan terobosan empat tahun yang lalu dengan pengobatan alergi kacang tanah yang sangat sederhana dan efektif. Ia menjelaskan, lebih dari 80 persen anak-anak tersebut bisa mentolerir asupan kacang tanpa menunjukkan gejala alergi sama sekali!
Prof. Mimi Tang memberi makanan kepada 28 anak yang menderita alergi, dengan terus meningkatkan jumlah protein probiotik dan kacang tanah sekali sehari. Sebanyak 23 dari 28 anak-anak yang diberi probiotik dan protein kacang bahkan bisa mengonsumsi kacang seusai penelitian yang dilakukan.
Dikatakan, daya tahan anak-anak tersebut terhadap alergi kacang bertahan 5 pekan hingga 18 bulan, lebih dari 80 persen anak-anak tersebut telah mengonsumsi kacang tanpa memiliki reaksi yang merugikan setelah penelitian.
Penelitian Prof. Mimi Tang menggunakan Probiotik yang dikenal juga sebagai “bakteri baik” yang bernama Lactobacillus rhamnosus.
Empat tahun kemudian, Tang dan timnya menghubungi anak-anak itu lagi dan bertanya apakah mereka masih makan kacang. Tidak semua setuju untuk ikut dalam tindak lanjut, tapi dari 24 yang setuju, 16 anak diantaranya masih bisa makan kacang.
“Pentingnya temuan ini adalah bahwa anak-anak ini dapat makan kacang seperti anak-anak yang tidak memiliki alergi kacang dan tetap mempertahankan kondisi toleran mereka,” jelas Tang.
“Ini juga menunjukkan kemungkinan menarik bahwa toleransi adalah target yang realistis untuk mengobati alergi makanan. Ini adalah langkah besar ke depan dalam mengidentifikasi pengobatan yang efektif untuk mengatasi masalah alergi makanan di masyarakat Barat,” papar Tang.
Tanda bahaya di area berdebu yang mengandung butiran kacang.
Yang menjadi tujuan Tang adalah, membangun toleransi terhadap kacang tanah, namun tidak menyembuhkan alergi itu sendiri. Empat dari anak-anak dalam studi lanjutannya benar-benar melaporkan reaksi alergi terhadap kacang tanah selama empat tahun terakhir.
Semua dari mereka, bagaimanapun juga berkurang parahnya, seperti sesak napas, batuk, tenggorokan gatal, sakit perut, atau muntah. Tak satu pun peserta mengalami anafilaksis, reaksi alergi yang mengancam jiwa yang memerlukan suntikan adrenalin segera dan ruang gawat darurat.
  • Prof. Mimi Tang didukung OneVentures
Tahun 2016 lalu, sebuah perusahaan bioteknologi Pharma-biotech Australia yang bernama OneVenturesmendukung dana hampir 12 juta dollar AS, untuk penelitian Tang.
Perusahaan investasi tersebut mendirikan perusahaan bioteknologi, Prota Therapeutics, bersama dengan MCRI dan bertujuan untuk mendapatkan persetujuan perawatan dari Badan Pengawas Makanan dan Obat AS (FDA). Tapi pertama kali, perusahaan berencana untuk memperkuat hasil temuan Tang dengan studi yang lebih besar.
“Untuk pertama kalinya, kami bisa memiliki produk di pasaran yang memberikan manfaat pengobatan yang berarti dan tahan lama, yang memungkinkan penderita memakan produk kacang tanah tanpa memikirkannya, sebagai bagian dari makanan biasa seperti orang-orang yang tidak terpengaruh,” kata Suzanne Lipe, Kepala eksekutif Prota.
Namun demikian, Prof Tang mengingatkan, penelitian ini masih terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa alergi kacang pada semua anak bisa diatasi, sebab selama penelitian sejumlah anak tetap mengalami alergi.
Tingkat penyakit alergi makanan di Australia semakin mengalami peningkatan. Penelitian terakhir menunjukkan 10 persen bayi berusia setahun mengalami alergi makanan, dan 3 persen diantaranya alergi kacang.

Penelitian Prof. Robyn O’Hehir menggunakan fragmen terseleksi dari protein kacang
Professor Robyn O’Hehir AO dari Central Clinical School, Monash University.
Mengantisipasi alergi kacang tak hanya sedang dilakukan oleh Prof. Tang, dari Murdoch Children’s Research Institute di Melbourne, Australia, penelitian lain juga sedang dilakukan oleh Professor Robyn O’Hehir.
Ia adalah Professor sekaligus Direktur di Departemen Kedokteran Alergi, Imunologi dan Pernafasan di Alfred Health and Monash University.
Saat ini belum ada terapi untuk mengurangi keparahan reaksi alergi yang bisa terjadi menyusul konsumsi kacang yang tidak disengaja.
Meskipun pasien mencoba mengikuti diet bebas kacang, setiap tahun sekitar 40 persen individu penderita alergi kacang akan mengalami kejadian buruk serius yang tidak disengaja, termasuk anafilaksis yang dapat menyebabkan kematian.
Secara tradisional, spesialis alergi telah merawat pasien dengan menggunakan dosis berulang dari zat penyebab alergi. Pendekatan serupa sedang dieksplorasi untuk mengobati alergi kacang, namun penggunaan sediaan yang mengandung protein kacang utuh mengandung risiko tinggi dari reaksi alergi yang parah atau berat dan memerlukan dosis harian untuk periode yang lama.
  • Prof. Robyn O’Hehir  didukung oleh Aravax
Dia bersama dengan rekan penelitinya, dipimpin oleh Professor Jennifer Rolland, berhasil mengidentifikasi komponen penting dalam terapi alergi kacang yang sekarang sedang dikembangkan oleh Pharma-biotech Australia Aravax, sebuah perusahaan bioteknologi asal Australia.
Teknologi ini menggunakan secara hati-hati fragmen-fragmen yang terseleksi dari protein kacang untuk mengubah reaksi alergi. Produk ini dirancang untuk menjadi produk yang lebih aman, lebih cepat dan lebih nyaman dari pendekatan yang saat ini sedang dalam pengembangan.
Penelitian Prof. Robyn O’Hehir menggunakan fragmen terseleksi dari protein kacang yang dikenal dengan nama PVX108.
Pada percobaan pertama produknya yang dikenal dengan PVX108Aravax akan mengevaluasi keamanan dan tolerabilitas pemberian tunggal dan berulang pada berbagai dosis untuk menentukan rejimen dosis yang tepat.
Uji coba terkontrol dengan metode double-blinded (baik relawan maupun peneliti pemberian pengobatan tidak tahu siapa menerima apa) dan placebo ini, dimulai pada tanggal 10 Mei 2017 silam dengan kelompok subjek pertama menerima dosis PVX108 terendah.
Percobaan ini dilakukan di CMAX Clinical Research di Adelaide, dan di Nucleus Network di Melbourne. Tim dari Aravax berharap suntikan sederhana dan bulanan akan lebih cocok untuk mendapatkan manfaat klinis tersebut.
Dr Pascal Hickey, CEO Aravax, mengatakan timnya ingin membantu para penderita alergi kacang di seluruh dunia untuk bisa bebas dari stress tanpa harus mengkhawatirkan akibat dari tidak sengaja mengkonsumsi kacang.
“Teknologi kami bertujuan meredakan tekanan hidup seperti itu dengan memprogram kembali sistem kekebalan tubuh agar toleran terhadap kacang. Dengan menciptakan solusi yang aman, nyaman dan cepat untuk masalah yang sangat serius, kami yakin produk kami akan memiliki dampak kesehatan global dengan mengubah kehidupan pasien dan orang yang merawat mereka,” kata Dr Hickey, CEO Aravax.
Produk Aravax berbeda karena tidak mengandung bagian-bagian dari protein kacang yang dapat menyebabkan reaksi alergi parah, dan dosisnya yang hanya sekali sebulan merupakan solusi yang jauh lebih sederhana daripada mengingat untuk minum obat setiap hari. (sumber: Monash University / australiaplus / theepochtimes)
Pustaka:
Map of International peanut allergy.

No comments:

Post a Comment